Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

CHRONIC LOW BACK PAIN ET CAUSA HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

OLEH :
RIZAL MUKHLISIN
I4061191010

Pembimbing :
dr. Dyan Roshinta Laksmi, Sp.S
dr. Sabar Nababan, Sp.S
dr. Simon Djeno, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

CHRONIC LOW BACK PAIN ET CAUSA HERNIA NUCLEUS PULPOSUS


Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Neurologi

Pontianak, Februari 2021

dr. Dyan Roshinta L, Sp. S/ dr. Sabar Nababan, Sp.S


BAB I
PENYAJIAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Perkerjaan : Buruh
Status : Menikah
No RM : 140435
Tanggal Masuk RS : 3 Februari 2021

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama :

Nyeri punggung bagian bawah

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung bagian bawah sejak 6 bulan yang lalu
dan memberat sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan seperti tertusuk dan terkadang
terasa panas dan kesemutan, nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar dari punggu hingga
kedua kaki, pasien memberikan nilai 6 untuk skala nyeri antara 1 - 10. Pasien mengaku
tidak bisa duduk maupun berdiri lama dikarenakan nyeri. Nyeri juga datang dan memberat
saat pasien berkerja, dan cuaca dingin, bahkan saat nyeri dirasakan makin berat pasien
hanya dapat berbaring di rumahnya, pasien juga sulit melakukan aktivitas dirumah
disebabkan nyeri yang dirasakan ini. Gejala lain yang dirasakan pasien kedua tungkai kaki
terasa panas dan kesemutan. Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK. Tidak ada keluhan
nyeri kepala, pusing berputar, gangguan menelan, gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, nafsu makan dan tidur baik. Riwayat trauma, dan demam disangkal.
Pasien kemudian memeriksakan diri ke klinik perusahan dan di rujuk ke rumah sakit,
dari dokter spesialis syaraf mendiagnosis pasien dengan chronic low back pain etcause sp
HNP, kemudian mendapat pengobatan berupa NSAID, Pregabalin 1 x 70 mg, Mecobalamin
2 x 200 mg, dan Omeprazole. Pasien dirujuk ke RSUD dr Soedarso Pontianak untuk
melakukan pemeriksaan dan pengobatan lanjutan.

c. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat jatuh disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat kolesterol disangkal
- Riwayat merokok disangkal

d. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada

e. Riwayat Alergi

Riwayat Alergi terhadap obat, makanan, minuman, dan lain-lainnya disangkal

f. Riwayat sosial ekonomi

Pasien merupakan buruh sawit yang bekerja mengangkut tandan sawit ketika panen,
sejak 3 tahun yang lalu. Pasien biasanya memuat sekitar 1 ton setiap kali panen. Biaya
berobat menggunakan BPJS.

g. Anamnesis sistem
- Sistem cerebrospinal : Tidak ada keluhan
- Sistim kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
- Sistim respiratorius : Tidak ada keluhan
- Sistim gastrointestinalis : Tidak ada keluhan
- Sistim urogenetalis : Tidak ada keluhan
- Sistem Muskuloskeletal : Nyeri punggung bagian bawah, sulit duduk dan berdiri
lama
- Sistem integumentum : Tidak ada keluhan
- Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan

h. Resume annamnesis
Laki – laki 28 tahun, datang dengan keluhan nyeri punggung bagian bawah sejak 6 bulan yang

lalu, nyeri dirasakan terus menerus seperti ditusuk – tusuk dan terkadang kesemutan, nyeri

dirasakan menyebar ke kedua kaki.

III. Pemeriksaan Fisik


a. KU Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6

c. Tanda vital :
▪ TD : 107 / 66 mmHg
▪ HR : 65 x/menit reguler
▪ RR : 21x/menit
▪ T : 36,7 C
▪ SpO2 : 99%

d. Kepala : Normocephali, Hematom (-)

e. Mata : Pupil isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+), Sklera Ikterik (-/-), Konjungtiva
Anemis (-/-)

f. Leher : KGB (-), Peningkatan JVP (-) meningeal sign (-)

g. Thoraks : Jejas (-), Asimetris (-), Retraksi (-)

h. Pulmo
o Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
o Palpasi : Fremitus vocal simetris
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : SND Vesikuler +/+, Ronkhi (-), Wheezing (-)

i. Jantung
o Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V line
o Perkusi : Batas kanan jantung di ICS IV linea parasternalis dextra, dan
batas kiri jantung di ICS V linea aksilaris anterior sinistra
o Auskultasi : S1 S2 normal, bising (-), gallop (-)

j. Abdomen
o Inspeksi : Jejas (-), datar, supel
Auskultasi : BU (+) N
o Perkusi : Timpani di semua lapang perut
o Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, massa (-), nyeri (-)

k. Ekstremitas : Edema(-), akral hangat, CRT <2”, nadi teraba kuat angkat

l. Status neurobehavior:
Tingkah laku : normoaktif
Perasaan hati : tenang
Orientasi : ruang, waktu, orang baik
Kecerdasan : dbn
Daya ingat : baik
m. Status neurologis:

1. Nervus Kranialis
Kanan Kiri
N.I Daya Penghidu Normal Normal
N.II Daya penglihatan Normal Normal
Penglihatan warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Lapang Pandang Normal Normal
N.III Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Normal Normal
Gerakan mata ke atas Normal Normal
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Ukuran pupil 3 mm 3mm
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen - -
N.IV Gerakan mata ke lateral bawah + +
Strabismus konvergen - -
N.V Menggigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas muka Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Trismus - -
N.VI Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N.VII Kedipan mata Normal Normal
Lipatan nasolabial Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
N.VIII Mendengar suara berbisik Normal Normal
Mendengar detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Tes Schawabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Tes Weber Tidak dilakukan pemeriksaan
N.IX Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks muntah Tidak dilakukan pemeriksaan
Sengau - -
Tersedak - -
N.X Denyut nadi 65x/mnt, reguler 65x/mnt, reguler
Arkus faring Normal
Bersuara Normal
Menelan Normal
N.XI Memalingkan kepala Normal Normal
Sikap bahu Normal
Mengangkat bahu Normal
Trofi otot bahu Normal
Sikap lidah Normal
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Normal
2. Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : -

Burdzinski 1: -

Burdzinski II: -

3. Tes Provokasi Nyeri

Kernig :+/+

Lasegue :+/+

Patrick :+/+

4. Ekstremitas

555 555 + +
K RF
555 555 + +
- - - -
RP A
- - - -
B B N N
G Tn
B B N N

5. Gerakan involunter :-
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Vegetatif : Dalam batas normal

IV. Pemeriksaan Penunjang

Kesan : Tak tampak kelainan pada foto


lumbosacral
V. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Nyeri punggung bagian bawah hingga ke kedua tungkai, skala nyeri
sedang, ROM punggung terbatas, tes provokasi nyeri (+/+)
Diagnosis Topis : Vertebra lumbal
Diagnosis Etiologi : Chronic Low Back Pain ec. Susp HNP dd Radikulopati

VI. Usulan Pemeriksaan Penunjang lanjutan

MRI

VII. Tatalaksana
1. Non Medikamentosa:
• Korset lumbal
• Fisioterapi
2. Medikamentosa:
• PO. Meloxicam 2 x 7,5 mg
• PO. Paracetamol 3 x 500 mg
• PO. Eperisone 3 x 1 mg
• PO. Mecobalamin 3 x 500 mcg
• PO. Lansoprazole 1 x 30 mg
VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Tulang Belakang1


Bagian anterior tulang belakang terdiri dari badan tulang belakang yang berbentuk
silinder yang dipisahkan oleh cakram intervertebralis dan disatukan oleh ligamen
longitudinal anterior dan posterior. Diskus intervertebralis terdiri dari nukleus pulposus
sentral yang dikelilingi oleh cincin tulang rawan yang kuat, anulus fibrosis; Diskus ini
bertanggung jawab atas 25% dari panjang tulang belakang (Gambar 2.1). Diskus terbesar
berada di daerah serviks dan lumbar di mana tulang belakang dengan gerakan paling besar.
Diskus ini elastis sehingga memungkinkan tulang vertebra untuk berpindah dengan mudah
satu sama lain. Elastisitas hilang seiring bertambahnya usia. Fungsi tulang belakang
anterior adalah untuk menyerap guncangan dari gerakan tubuh seperti berjalan dan berlari.
Bagian posterior tulang belakang terdiri dari lengkungan tulang belakang dan tujuh
prosesus. Setiap lengkungan terdiri dari pedikel silindris berpasangan di anterior dan
lamina yang dipasangkan di posterior. Lengkungan vertebral memunculkan dua proses
transversal secara lateral, satu proses spinosus di posterior, ditambah dua faset artikular
superior dan dua faset inferior. Aposisi faset superior dan inferior merupakan sendi facet.
Fungsi tulang belakang posterior adalah untuk melindungi sumsum tulang belakang dan
saraf di dalam kanal tulang belakang dan untuk menstabilkan tulang belakang dengan
menyediakan tempat untuk perlekatan otot dan ligamen. Kontraksi otot yang melekat pada
proses spinosus dan transversal menghasilkan sistem katrol dan pengungkit yang
menghasilkan gerakan lentur, ekstensi, dan lateral tulang belakang.
Cedera akar saraf (radikulopati) merupakan penyebab umum nyeri leher, lengan,
punggung bawah, dan tungkai (Gambar 2.2). Akar saraf keluar pada tingkat di atas badan
vertebral masing-masing di daerah serviks (akar saraf C7 keluar di tingkat C6-C7) dan di
bawah badan vertebral masing-masing di daerah toraks dan lumbar (akar saraf T1 keluar di
T1 -T2). Akar saraf serviks mengikuti jalur intraspinal pendek sebelum keluar. Sebaliknya,
karena sumsum tulang belakang berakhir pada tingkat L1 atau L2 vertebral, akar saraf
lumbal mengikuti jalur intraspinal yang panjang dan dapat terluka di mana saja dari atas
tulang belakang lumbal ke pintu keluar mereka di foramen intervertebralis. Misalnya,
herniasi diskus pada tingkat L4-L5 umumnya menghasilkan kompresi dari akar saraf S1
yang melintasi (Gbr.2. 3). Struktur yang sensitif terhadap nyeri di tulang belakang termasuk
periosteum vertebra, dura, sendi facet, anulus fibrosus diskus intervertebralis, vena
epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Penyakit struktur yang beragam ini dapat
menjelaskan banyak kasus nyeri punggung tanpa kompresi akar saraf. Dalam keadaan
normal, nukleus pulposus diskus intervertebralis tidak sensitif terhadap nyeri. Sensasi nyeri
disampaikan sebagian oleh saraf sinuvertebralis yang muncul dari saraf tulang belakang di
setiap segmen tulang belakang dan masuk kembali ke kanal tulang belakang melalui
foramen intervertebralis pada tingkat yang sama. Tulang belakang lumbal dan serviks
memiliki potensi pergerakan dan cedera terbesar.

Gambar 2.1 Anatomi tulang belakang2


Gambar 2.2 Dermatom3
B. Low back pain

a. Definisi4
Low back pain atau nyeri punggung bawah didefinisikan sebagai nyeri posterior
antara margin tulang rusuk bawah dan lipatan bokong. Nyeri akut jika durasinya kurang
dari 6 minggu, persisten jika berlangsung selama 6 minggu sampai 3 bulan, dan kronis jika
berlangsung selama lebih dari 3 bulan.

b. Epidemiologi
Nyeri punggung bawah (LBP) sering terjadi di populasi seluruh dunia, dan salah
satu yang utama dari penyebab kecacatan, ketidakhadiran, dan penurunan kinerja di tempat
kerja.5 Pada penelitian yang mengukur prevalensi global nyeri punggung bawah
menunjukkan bahwa prevalensi nyeri punggung bawah yang membatasi aktivitas
berlangsung lebih dari satu hari diperkirakan 11,9 ± 2,0%, dan prevalensi satu bulan
diperkirakan 23,2 ± 2,9%.6 Di Asia, studi di Jepang teridentifikasi prevalensi satu bulan
dan seumur hidup prevalensi nyeri punggung bawah diperkirakan menjadi 35,7% dan
83,4%. Bisa dikatakan bahwa prevalensi nyeri punggung bawah bervariasi di seluruh dunia.
Prevalensi nyeri punggung bawah berbasis rumah sakit seperti yang dinyatakan
dalam penelitian multi-pusat di 14 rumah sakit di Indonesia mengklaim bahwa 18,37%
pasien yang dikunjungi didiagnosis nyeri punggung bawah. Populasi usia produktif
memiliki ekstensi prevalensi tertinggi meningkat pada usia 30 tahun dan sedikit menurun
di 60,5. Peningkatan tersebut mungkin disebabkan oleh aktivitas fisik yang lebih besar di
tempat kerja yang mencakup beberapa posisi tubuh. Ini diklaim sebagai faktor risiko nyeri
punggung bawah nyeri.7
Pengumpulan data dilakukan di Desa Hegarmanah, Desa Cilayung, dan Desa Cipacing,
Jatinangor. Dari total 808 subjek, lebih dari separuh subjek yang mengaku yang memiliki
riwayat nyeri punggung bawah adalah perempuan(64,5%); Namun, proporsinya nyeri
punggung bawah pada pria dan wanita berjumlah masing-masing menjadi 40,4% dan
37,3%. Usia kelompok usia 30-49 tahun paling sering ditemukan dan dengan pekerjaan
petani dan buruh.
Proporsi nyeri punggung bawah kronis dilaporkan lebih dari seperlima (22,3%) dari
nyeri punggung bawah total. Tingkat keparahan nyeri yang memiliki prevalensi tertinggi
adalah nyeri tumpul (29,4%), diikuti oleh kesemutan (23,1%). Intensitas paling sering nyeri
berdasarkan Skala Sakit Wajah sedang. Saat intensitas rasa sakit meningkat, di sana
adalah kecenderungan peningkatan gangguan kegiatan sehari-hari.
c. Klasifikasi karakteristik nyeri1
Memahami jenis nyeri yang dialami pasien adalah langkah penting pertama. Perhatian
juga difokuskan pada identifikasi faktor risiko untuk penyakit serius yang mendasari,
sebagian besar disebabkan oleh radikulopati, fraktur, tumor, infeksi, atau nyeri yang
dirujuk dari struktur visceral.
Nyeri lokal disebabkan oleh peregangan struktur sensitif nyeri yang menekan atau
mengiritasi ujung saraf sensorik. Tempat nyeri berada di dekat bagian punggung yang
terkena.
Nyeri punggung bisa timbul dari perut atau perut bagian dalam. Nyeri biasanya
digambarkan terutama pada perut atau panggul tetapi disertai dengan nyeri punggung dan
biasanya tidak dipengaruhi oleh postur tubuh. Pasien terkadang hanya mengeluh sakit
punggung.
Nyeri yang berasal dari tulang belakang mungkin terletak di punggung atau merujuk ke
bokong atau kaki. Penyakit yang mempengaruhi tulang belakang lumbal bagian atas
cenderung merujuk pada nyeri pada daerah lumbar, selangkangan, atau paha anterior.
Penyakit yang mempengaruhi tulang belakang lumbar bagian bawah cenderung
menghasilkan nyeri yang dirujuk ke bokong, paha belakang, atau jarang ke betis atau kaki.
Suntikan provokatif ke dalam struktur yang sensitif terhadap nyeri pada tulang belakang
lumbal dapat menyebabkan nyeri kaki yang tidak mengikuti distribusi dermatom. Nyeri
"sklerotom" ini dapat menjelaskan beberapa kasus nyeri punggung dan kaki tanpa bukti
kompresi akar saraf.
Nyeri punggung radikuler biasanya tajam dan menjalar dari tulang belakang lumbar ke
kaki di dalam wilayah akar saraf. Batuk, bersin, atau kontraksi otot perut (mengangkat
benda berat atau mengejan saat buang air besar) dapat menimbulkan nyeri yang menyebar,
nyeri dapat meningkat pada postur yang meregangkan saraf dan akar saraf Duduk
meregangkan saraf skiatik (akar L5 dan S1) karena saraf melewati posterior ke Saraf
femoralis (akar L2, L3, dan L4) melewati anterior ke pinggul dan tidak diregangkan dengan
duduk. Deskripsi nyeri saja sering gagal untuk membedakan antara nyeri sklerotom dan
radikulopati.
Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, meskipun asalnya tidak jelas, umumnya
dikaitkan dengan banyak gangguan tulang belakang. Kejang disertai dengan postur tubuh
yang tidak normal, otot paraspinal yang kencang, dan nyeri tumpul. Pengetahuan tentang
keadaan yang terkait dengan timbulnya nyeri punggung penting saat menimbang
kemungkinan penyebab serius yang mendasari nyeri tersebut. Beberapa pasien yang
terlibat dalam kecelakaan atau cedera yang berhubungan dengan pekerjaan mungkin
membesar-besarkan rasa sakit mereka untuk tujuan kompensasi atau alasan psikologis.
d. Etiologi4
1. Nyeri punggung mekanik
Nyeri punggung yg disebabkan dari tekanan mekanik ini merupakan penyebab
paling sering pada kasus nyeri punggung belakang, nyeri biasanya akan bertambanh
berat saat beraktifitas, dan menghilang saat istirahat, dan nyeri tidak berhubungan
dengan nyeri pinggang, kelemahan pada tungkai, gangguan spingter, klaudikasio atau
penyebab sistemik. Episode akut sering dipicu dengan menekuk, mengangkat atau
mengejan. Dalam kebanyakan kasus, rasa sakit hilang setelah beberapa minggu tetapi
kekambuhan atau gejala ringan yang menetap relatif umum. Faktor risiko untuk
mengembangkan nyeri kronis dan melumpuhkan termasuk depresi, ketidakpuasan
kerja, klaim kompensasi yang disengketakan, dan riwayat sindrom nyeri kronis lainnya.
2. Herniasi pada diskus lumbar
Herniasi pada diskus lumbar merupakan penyebab tersering pada nyeri
pinggang, biasanya sering Ini terutama mempengaruhi orang dewasa muda dan paruh
baya, sering kali setelah membungkuk atau mengangkat. Gejala dapat diperburuk
dengan bersin, batuk, atau mengejan. Diagnosis sebagian besar bersifat klinis dan
sebagian besar kasus sembuh dalam 6 minggu. Pencitraan diperlukan untuk pasien
dengan nyeri persisten dan / atau defisit neurologis.
3. Stenosis pada Lumbar
Penyempitan kanal tulang belakang lumbal biasanya terjadi pada pasien> 50
tahun sebagai akibat dari perubahan tulang belakang degeneratif dan dapat
menyebabkan kompresi akar saraf lumbosakral. Pasien sering mengalami nyeri
punggung bawah non-spesifik yang berlangsung lama sebelum mengalami
ketidaknyamanan yang tumpul atau kram di bokong dan paha yang dipicu oleh berjalan
lama berdiri dan mereda dengan duduk atau berbaring (neurogenik klaudikasio).
4. Fraktur dan trauma pada tulang belakang
Hal ini paling sering terjadi setelah jatuh, kecelakaan lalu lintas di jalan raya
atau cedera olahraga, tetapi dapat terjadi dengan trauma minimal atau tanpa trauma
pada pasien dengan osteoporosis atau kondisi tulang belakang, mis. spondilitis ankilosa.
Seorang pasien dengan nyeri punggung bawah terlokalisasi setelah trauma memerlukan
pencitraan untuk mengevaluasi ketidakstabilan dan keterlibatan tulang belakang kanal
/ kabel.
5. Spondiloarthtritis (peradangan pada tulang belakang)
Penyakit radang sendi kronis ini termasuk ankylosing spondylitis dan psoriatic
arthritis, dan terutama mempengaruhi sendi sakroiliaka dan kerangka aksial; mereka
memiliki hubungan genetik yang kuat dengan HLA-B27. Ankylosing spondylitis
biasanya muncul pada masa dewasa awal dengan onset nyeri punggung dan kekakuan
progresif yang berbahaya selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
6. Tumor Spinal
Metastasis vertebra dari kanker payudara, paru-paru, prosta e atau ginjal jauh
lebih umum daripada tumor vertebra primer atau tulang belakang lainnya. Tulang
belakang sering terlibat pada pasien dengan mieloma multipel. Tanda bahaya (gambar
2.4) mungkin menyarankan diagnosis yang paling baik dikonfirmasikan dengan MRI.

Gambar 2.4 Tanda bahaya kanker spinal


7. Infeksi pada tulang belakang
Osteomielitis vertebra piogenik, abses epidural, 'diskitis', atau tuberkulosis
tulang belakang (TB) dapat menyebabkan nyeri yang parah dan progresif, seringkali
disertai nyeri tekan terlokalisasi dan berkurangnya rentang gerakan. Gambaran terkait
yang khas termasuk demam, berkeringat, malaise dan ↑ penanda leukosit / inflamasi
Faktor risiko infeksi tulang belakang diperlihatkan dalam gambar 2.5 . MRI sensitif
untuk mendeteksi infeksi dan membedakan dari tumor

Gambar 2.5 faktor risiko infeksi


8. Cauda Equina Syndrome
Kompresi kumpulan akar saraf di dasar tulang belakang karena prolaps cakram sentral,
trauma atau hematoma dapat menyebabkan ireversibel kerusakan saraf dan
membutuhkan rujukan darurat untuk dekompresi. Diagnosis paling baik dikonfirmasi
dengan MRI.
9. Sebab lain
a) Spondylolisthesis (slip ke depan dari satu vertebra ke vertebra lainnya): dapat
menyebabkan nyeri punggung dan radikuler, dan terkadang memerlukan
dekompresi operatif.
b) Patologi panggul, misalnya kanker prostat, penyakit radang panggul.
c) Patologi saluran ginjal, misalnya batu, kanker, pielonefritis.
d) Aneurisma aorta abdominal.
e) Herpes zoster.
f) Kehamilan.

e. Pemeriksaan fisik1
Pemeriksaan fisik yang mencakup abdomen dan rektum disarankan. Nyeri punggung
yang dirujuk dari organ viseral dapat terjadi saat palpasi abdomen [pankreatitis, abdominal
aortic aneurysm (AAA)] atau perkusi di atas sudut kostovertebralis (pielonefritis).
Tulang belakang yang normal memiliki lordosis serviks dan lumbal, dan kyphosis
toraks. Penjajaran normal yang berlebihan ini dapat menyebabkan hiperkifosis pada tulang
belakang toraks atau hiperlordosis pada tulang belakang lumbar. Pemeriksaan mungkin
menunjukkan kelengkungan lateral tulang belakang (skoliosis) atau asimetri pada otot
paraspinal, yang menunjukkan kejang otot.
Nyeri punggung yang berasal dari tulang belakang seringkali direproduksi dengan
palpasi atau perkusi pada proses spinosus dari vertebra yang terkena. Membungkuk ke
depan seringkali dibatasi oleh spasme otot paraspinal; yang terakhir mungkin mengurangi
lordosis lumbal yang biasa. Fleksi pinggul normal pada pasien dengan penyakit tulang
belakang lumbal, tetapi pembengkakan tulang belakang lumbal terbatas dan terkadang
menyakitkan. Menekuk ke samping ke sisi yang berlawanan dengan elemen tulang
belakang yang cedera dapat meregangkan jaringan yang rusak, memperburuk rasa sakit,
dan membatasi gerakan. Hiperekstensi tulang belakang (dengan pasien tengkurap atau
berdiri) terbatas bila terdapat kompresi akar saraf, patologi sendi facet, atau penyakit tulang
belakang lainnya.
Nyeri akibat penyakit pinggul dapat menyerupai nyeri pada penyakit tulang belakang
lumbal. Nyeri pinggul dapat direproduksi dengan rotasi internal dan eksternal pada pinggul
dengan lutut dan pinggul di exion (tanda Patrick) dan dengan mengetuk tumit dengan
telapak tangan pemeriksa saat kaki diperpanjang . Dengan pasien berbaring tegak, gerakan
pasif dari kaki yang diperpanjang di pinggul meregangkan akar saraf L5 dan S1 serta saraf
skiatik. Dorongan pasif kaki selama manuver menambah peregangan. Meskipun
pengangkatan ke setidaknya 80 ° biasanya dapat dilakukan tanpa menyebabkan rasa sakit,
otot hamstring yang kencang merupakan sumber nyeri pada beberapa pasien.
Tes pengangkatan kaki lurus (SLR) positif jika manuver tersebut mereproduksi nyeri
punggung atau tungkai pasien yang biasa. Menunjukkan tanda SLR dalam posisi duduk
dapat membantu menentukan apakah temuan tersebut dapat direproduksi. Pasien mungkin
menggambarkan nyeri di punggung bawah, bokong, paha posterior, atau tungkai bawah,
tetapi ciri utamanya adalah reproduksi nyeri yang biasa dialami pasien. Tanda SLR positif
ketika kelenturan satu kaki mereproduksi rasa sakit di kaki atau bokong yang berlawanan.
Tanda SLR yang menyilang kurang sensitif tetapi lebih spesifik untuk herniasi diskus
daripada tanda SLR. Lesi saraf atau akar saraf selalu berada di sisi yang nyeri. Tanda SLR
terbalik ditimbulkan dengan cara berdiri pasien di samping meja pemeriksaan dan secara
pasif meregangkan setiap kaki dengan lutut terentang penuh. Gerakan ini, yang
meregangkan L2-L4 akar saraf dan saraf femoralis, dianggap positif jika nyeri punggung
atau ekstremitas pasien yang biasa muncul kembali. Pemeriksaan neurologis meliputi
pencarian kelemahan fokal atau atrofi otot, perubahan refleks fokal, sensasi berkurang di
kaki, dan tanda-tanda cedera medulla spinalis. Pemeriksa harus waspada terhadap
kemungkinan kelemahan yang memisahkan diri, yang didefinisikan sebagai kekuatan yang
berfluktuasi selama pengujian otot. Kelemahan yang memisahkan diri mungkin karena rasa
sakit atau kombinasi dari rasa sakit dan kelemahan sebenarnya yang mendasarinya.
Melepas kelemahan tanpa rasa sakit disebabkan oleh kurangnya usaha. Dalam kasus yang
tidak pasti, elektromiografi (EMG) dapat menentukan apakah ada kelemahan sebenarnya
atau tidak.
f. Pemeriksaan penunjang1
pemeriksaa laboratorium rutin jarang diperlukan untuk evaluasi awal nyeri punggung
bawah (ALBP) akut (durasi <3 bulan) nonspesifik. Jika terdapat faktor risiko untuk
penyebab yang mendasari yang serius, maka pemeriksaan laboratorium [hitung darah
lengkap (CBC), laju endap darah (LED), urinalisis] diindikasikan.
Pemindaian CT lebih baik daripada rontgen rutin untuk mendeteksi fraktur yang
melibatkan struktur tulang belakang posterior, persimpangan kranioserviks dan
kraniotoraks, vertebra C1 dan C2, fragmen tulang di dalam kanal tulang belakang, atau
malalignment; CT scan semakin banyak digunakan sebagai modalitas skrining utama untuk
trauma sedang sampai berat. Dengan tidak adanya faktor risiko, studi pencitraan ini jarang
membantu dalam ALBP nonspesifik.
MRI dan CT-myelography adalah tes radiologis pilihan untuk evaluasi penyakit paling
serius yang melibatkan tulang belakang. MRI lebih unggul untuk definisi jaringan lunak
struktur, sedangkan CT-myelography memberikan pencitraan yang optimal dari reses
lateral kanal tulang belakang dan lesi tulang dan ditoleransi oleh pasien klaustrofobik.
Sementara nilai diagnostik tambahan dari neuroimaging modern signifikan, ada
kekhawatiran bahwa studi ini mungkin ALBP.
Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat digunakan untuk menilai integritas fungsional
sistem saraf tepi. Pemeriksaan konduksi saraf sensorik normal ketika kehilangan sensorik
fokal disebabkan oleh kerusakan akar saraf karena akar saraf berada di proksimal badan sel
saraf di ganglia akar dorsal. Hasil diagnostik EMG jarum lebih tinggi daripada studi
konduksi saraf untuk radikulopati. Perubahan denervasi dalam distribusi myotomal
(segmental) dideteksi dengan mengambil sampel beberapa otot yang disuplai oleh akar dan
saraf saraf yang berbeda; pola keterlibatan otot menunjukkan akar saraf yang bertanggung
jawab atas cedera. Jarum EMG memberikan informasi obyektif tentang cedera serat saraf
motorik ketika evaluasi klinis kelemahan dibatasi oleh rasa sakit atau usaha yang buruk.
Pemeriksaan EMG dan konduksi saraf akan normal jika hanya terdapat nyeri tungkai atau
cedera atau iritasi akar saraf sensorik.

C. Hernia Nukleus Pulposus


a. Definisi8
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus
melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan
gangguan. HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada
dekade ke-4 dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang
banyak membungkuk dan mengangkat. Karena ligamentum longitudinalis posterior
pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi discus cenderung
terjadi ke arah postero lateral, dengan kompresi radiks saraf.
b. Etiologi9
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. Proses degeneratif diskus intervertebralis (usia 30-50 tahun).
2. Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
3. Trauma berat atau terjatuh
4. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam
waktu lama.
5. Posisi tubuh
6. Struktur tulang belakang.
c. Faktor risiko
Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1. Umur : makin bertambah umur risiko makin tinggi
2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya Faktor risiko yang dapat diubah:
a) Pekerjaan dan aktivitas Duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada
punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti
supir.
b) Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan
yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c) Merokok Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d) Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
d. Patofisiologi9,10,11
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi
sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga
memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan
bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia
lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang
ikut membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui
anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin
terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen
yang lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan
servikotolarak).
2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral,
yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan
repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban
dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar
sampai bisa melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi.
Trauma akut dapat pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda
dengan cara yang salah dan jatuh). Nukleus pulposus yang mengalami herniasi
dapat menekan nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus
(annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau
kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang
berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus
pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan
nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus.
e. Klasifikasi12,13
Bagian yang bergerak (mobile) dengan bagian yang relatif tidak bergerak
(immobile), misalnya junctura cervicothoracalis dan junctura lumbosacralis.
Klasifikasi hernia nukleus pulposus, yaitu:
1. Diskus servikal
Diskus yang sering terjadi herniasi adalah vertebra servikalis kelima,
keenam, dan ketujuh (C5, C6, C7). Hernia diskus servikal terjadi di leher,
belakang kranium, bahu, skapula, lengan, dan tangan.
2. Diskus torakal
Herniasi diskus biasanya terjadi pada spina torakalis bawah dan
cenderung menghasilkan defisit neurologis. Lesi diduga berdasarkan
riwayat trauma pada tulang torakalis. Diagnosa dapat dilakukan dengan
menggunakan X-ray dan ditemukan penyempitan di sela vertebra.
3. Diskus lumbal
Herniasi diskus lumbalis lebih sering terjadi dibandingkan dengan
herniasi pada diskus lainnya dan biasanya terjadi pada diskus L4 dan L5.
Herniasi diskus lumbal terjadi di bagian punggung bawah, paling sering
pada vertebra L4, L5 dan S1 serta biasanya unilateral. Gejala yang timbul
bisa melibatkan punggung bawah, bokong, paha, dan bisa menjalar ke kaki
dan/atau jari-jari kaki karena melibatkan nervus skiatik. Nervus femoral
juga bisa terkena dan menyebabkan kebas pada satu atau kedua kaki serta
rasa terbakar di pinggang dan kaki.
Menurut gradasinya, hernia ini dapat dibagi atas:
1. Protruded intervertebral disc
Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus
fibrosus.
2. Prolapsed intervertebral disc
Nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.
3. Extruded intervertebral disc
Nukleus keluar dan anulus fibrosus berada di bawah ligamentum,
longitudinalis posterior.
4. Sequestrated intervertebral disc
Nukleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior.

Gambar 2.6 grading HNP

Berdasarkan hasil MRI, klasifikais HNP dibedakan berdasarkan 5 stadium


f. Manifestasi Klinis8,9
Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP
dapat terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang
pertama ke arah postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala
dan tanda-tanda sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya ke arah
postero-sentral menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.
Kompresi Gangguan
Segmen Defisit Motorik Defisit sensorik
Radiks reflek
C4 – C6 C5 Kelmahan m. Deltoid Sisi lateral bahu
Lengan bagian
Kelemhan m. bisep atas, jari I,
C5 – C6 C6 Biceps
(Fleksi lengan bawah) bagian radial
lengan bawah
Kelemahan m. triseps ( Jari II, III,
C6 – C7 C7 ekstensilengan bawah, triceps seluruh ujung
wrist drop) jari
C7 – T1 T1 Kelemahan jari - jari Jari IV, V
Malleolus
Kelemahan m. medial dan
L3 – L4 L4
quadriceps femoris bagian medial
pedis
Kelemahan m. tibial
anterior (dorsofleksi
L4 – L5 L5 pergelangan kaki), m. Dorsum pedis
ekstensor halusis longus
(ekstensi ibu jari kaki)
Kelemahan m.
gastrocnemius ( plantar
Malleolus
fleksi pergelangan
L5 – S1 S1 lateralis dan
kaki), m. ekstensor
lateral pedis
halusis longus (
ekstensi ibu jari kaki)

Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika nucleus
pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia (nyeri
radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut menjalar
sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan gejala kesemutan
atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau cauda ekuina dapat
terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri yang timbul sesuai
dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan otot sesuai dengan
miotom yang terkena.
g. Diagnosis14,15
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyeri yang
dirasakan.
a) Mula timbul nyeri: apakah didahului trauma atau aktivitas fisik, ataukah
spontan.
b) Sifat nyeri: nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber dari
sendi, tulang dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot.
c) Lokasi nyeri: nyeri yang disertai penjalaran ke arah tungkai menunjukkan
keterlibatan radiks saraf.
d) Hal-hal yang meringankan atau memprovokasi nyeri: bila berkurang setelah
melakukan tirah baring mungkin HNP tetapi bila bertambah, mungkin
disebabkan tumor; bila berkurang setelah berjalan jalan mungkin tumor
dalam kanalis vertebralis; nyeri dan kaku waktu bangun pagi dan berkurang
setelah melakukan gerakan tubuh mungkin disebabkan spondilitis
ankilopoetika; batuk, bersin dan mengejan akan memprovokasi nyeri pada
HNP.
e) Klaudikasio intermitens dibedakan atas jenis vaskuler dan neurogenik, jenis
neurogenik memperlihatkan pulsasi pembuluh darah perifer yang normal
dan nyeri berkembang menjadi parestesia dan kelumpuhan.
f) Adanya demam selama beberapa waktu terakhir menyokong adanya infeksi,
misalnya spondilitis.
g) Nyeri bersifat stasioner mungkin karena gangguan mekanik kronik; bila
progresif mungkin tumor.
h) Adakah gangguan fungsi miksi dan defekasi, fungsi genitalia, siklus haid,
penggunaan AKDR (IUD), fluor albus, atau jumlah anak.
i) Nyeri berpindah-pindah dan tidak wajar mungkin nyeri psikogenik.
j) Riwayat keluarga dapat dijumpai pada artritis rematoid dan osteoartritis.
2. Pemeriksaan fisik
a) Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya serta saat duduk maupun
berbaring.
b) Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, scoliosis, lordosis
lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang miring tulang
panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
c) Derajat gerakan (range of motion) dan spasme otot.
d) Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi
sakroiliaka, dan lain-lain. e. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
3. Pemeriksaan neurologis
Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam gangguan saraf.
Meliputi pemeriksaan sensoris, motoric dan reflex.
a) Pemeriksaan sensoris; pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada gangguan
sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena akan dapat diketahui
radiks mana yang terganggu.
b) Pemeriksaan motoric; apakah ada tanda paresis, atropi otot.
c) Pemeriksaan reflex. Bila ada penurunan atau reflex tendon menghilang, misal
APR (Achilles Pee Reflex) menurun atau menghilang berarti menunjukkan
segmen S1 terganggu.

Adapun pemeriksaan yang sering dilakukan untuk diagnosis HNP, yaitu :

a) Pemeriksaan ROM (Range of Movements) Pemeriksaan ini dapat dilakukan


secara aktif oleh pasien sendiri maupun secara pasif oleh pemeriksa.
Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri, function laesa atau untuk
memeriksa ada/tidaknya penyebaran rasa nyeri
b) Straight Leg Raise atau Laseque Test Pasien tidur dalam posisi supinasi dan
pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut dari tungkai
terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri saat kaki diangkat
lurus dalam sudut 30–70 derajat.
c) Tes Patrick atau FABER Test Pasien berbaring dengan posisi supinasi,
kemudian melipat kaki yang akan diperiksa dan meletakkannya pada kaki
kontralateral. Sehingga lutut kaki yang akan diperiksa akan pada posisi fleksi,
sedangkan sendi pelvis pada posisi abduksi dan rotasi eksternal, disebut sebagai
posisi Flexion, ABduction, External Rotation (FABER). Pemeriksa kemudian
memberi tekanan pada lutut yang tertekuk sambil menopang sendi pelvis atau
anterosuperior sacroiliac joint yang berlawanan.
d) Tes Kontrapatrick Pasien berbaring dengan posisi supinasi pada meja
pemeriksaan dan kaki dalam posisi lurus. Kemudian, lutut kaki yang diperiksa
diposisikan fleksi membentuk sudut 90 derajat, adduksi 10 derajat, dan rotasi
internal 10 derajat, atau disebut posisi Flexion, Adduksi, Internal Rotation
(FADIR).
e) Sicard: dilakukan seperti Laseque dengan disertai dorsofleksi ibu jari kaki,
positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
f) Bragard: dilakukan seperti Laseque dengan disertai dorsofleksi kaki, positif bila
terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
g) Valsava: dilakukan saat penderita duduk dan diminta mengejan, positif bila
terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
h) Door-bell: dilakukan perkusi dengan palu refleks pada daerah lumbal bawah,
positif bila terasa nyeri pada paha dan tungkai.
i) Bonnet: dilakukan seperti Laseque disertai adduksi dan rotasi internal pada
tungkai, positif bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
j) Spurling: dilakukan seperti Laseque dengan disertai fleksi pada leher, positif
bila terasa nyeri sepanjang n. ischiadicus.
k) Naffziger: penderita dalam posisi tegak dilakukan penekanan pada vena
jugularis dan meminta pasien mengejan, positif bila terasa nyeri radikular pada
radiks saraf yang sakit.
4. Pemeriksaan Penunjang14,15
a) Foto polos vertebrae
Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP, lateral dan oblique.
Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah:
1) Adanya penyempitan ruang intervertebralis dapat mengindikasikan adanya
HNP
2) Pada HNP dapat juga dilihat skoliosis dan berkurangnya lordosis lumbalis
3) Dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya seperti
proses metastasis, fraktur kompresi.
b) Myelogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam
columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-Ray
dapat Nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis.
c) MRI
Merupakan Gold Standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur
columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.
d) Elektromyografi Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk
mengidentifikasi kerusakan nervus.
h. Komplikasi15
Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk jangka
waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan fungsi kandung
kemih dan usus. Selain itu, kerusakan permanen pada akar saraf dan medula spinalis
dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi motorik dan sensorik. Hal ini dapat
terjadi pada servikal stenosis dan spondilosis yang menekan medulla spinalis dan
pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan mielopati dengan spastik paraplegia
atau kuadriplegia.

i. Tatalaksana5
1. Terapi Non Medikamentosa
Tujuannya adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien
dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan.
Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan
obatobatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Terapi
meliputi:
a) Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama
akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk
kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan
menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit
fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan
permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
b) Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila
terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas
maupun dingin.
c) Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai
penyangga korset dapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi
spasme.
d) Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung.
Endurance exercise latihan aerobik yang memberi stres minimal pada
punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang. Conditional exercise
yang bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah dua minggu
karena bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan pasien.
e) Proper body mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk
mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam menjaga
posisi punggung adalah sebagai berikut:
1) Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak
dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
2) Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke
pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat
panggul dan berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan
tangan pada paha untuk membantu posisi berdiri.
3) Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan
menggeser posisi panggul.
4) Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri
badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
5) Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan
otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara
meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan
sedekat mungkin dengan dada.
6) Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung
dan kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
7) Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani
punggung saat bangkit.
f) Modifikasi Gaya Hidup Berat badan yang berlebihan harus diturunkan
karena akan memperberat tekanan ke punggung bawah.
2. Terapi Medikamentosa
a) Analgetik dan NSAID
Obat-obatan ini diberikan dengan tujuan mengurangi nyeri inflamasi sehingga
mempercepat kesembuhan. Terdapat bukti-bukti klinis yang kuat bahwa
analgesic dan NSAID bermanfaat untuk NPB akut. Contoh analgesik sederhana
yang dapat dipakai adalah paracetamol. NSAID yang banyak dipakai adalah :
sodium diklofenak/potassium, ibuprofen, etodolak, deksketoprofen dan
selekoksib. NSAID terbukti lebih unggul daripada analgesik dalam
menghilangkan nyeri tetapi kemungkinan timbulnya efek samping lebih banyak
terutama efek samping pada system gastrointestinal. Tidak ada perbedaan yang
bermakna efikasi antara NSAID yang satu dengan yang lain.
b) Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
Obat pelemas otot bermanfaat untuk LBP akut terutama bila penyebabnya
adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali dikombinasi
dengan NSAID dan analgesik. Sekitar 30% memberikan efek samping
mengantuk. Contoh: eperison, tinazidin, carisoprodol, diazepam dan
Cyclobenzaprine.
c) Opioid
Obat ini cukup efektif untuk mengurangi nyeri, tetapi seringkali menimbulkan
efek samping mual dan mengantuk disamping pemakaian jangka panjang bisa
menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat. Disarankan pemakaiannya
hanya pada kasus LBP yang berat.
d) Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
e) Analgetik ajuvan
Pada nyeri campuran dapat dipertimbangkan pemberian analgesic adjuvan
seperti: antikonvulsan (pregabalin, gabapentin, carbamazepine, oxcarbazepine,
fenitoin), antidepresan (amitriptilin, duloxetine, venlafaxine), penyekat alfa
(clonidine, prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan), kortikosteroid (masih
kontroversial). Kombinasi pregabalin dan celecoxib lebih efektif menurunkan
skor nyeri pada LBP dibanding dengan monoterapi pregabalin atau selekoksib.
f) Terapi Operatif Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan
iritasi saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Indikasi terapi
operatif adalah:
1) Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
2) Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada
gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai
12 minggu.
3) Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi
konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan
gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
4) Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.
5) Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
• Defisit neurologik memburuk.
• Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
• Paresis otot tungkai bawah.
j. Prognosis
Pada hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus membutuhkan penangan
terapi bedah dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya setelah penanganan bedah. Pada
HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi medis yang memadai
(10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut dengan ketidaknyamanan dan
parestesis ringan. Pada beberapa pasien, gejala radikular atau mielopati kambuh setelah
kembali beraktivitas penuh. Untuk 25% pasien yang tidak respon terhadap terapi
konservatif, dibutuhkan operasi. Perbaikan tampak pada sekitar 80% pasien yang
melakukan terapi operatif pada diskus servikalis.
BAB III
KESIMPULAN

Seorang laki – laki 28 tahun, secara klinis mengalami Low Back Pain ec. Hernia Nukleus

Pulposus. Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung bagian bawah sejak 6 bulan yang lalu,

nyeri dirasakan terus menerus seperti ditusuk – tusuk dan terkadang kesemutan, nyeri dirasakan

menyebar ke kedua kaki. Berdasarkan pemeriksaan neurologis pada pasien ditemukan ROM

pinggang terbatas dan ter provokasi nyeri (+/+). Hasil dari rotgen lumbosacral tak tampak

penyempitan disc dan pasien diusulkan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa MRI
DAFTAR PUSTAKA

1. Hauser, Stephen L., and Scott Andrew Josephson. Harrison's neurology in clinical medicine.
McGraw-Hill Medical,, 2010.

2. Cornuelle, Andrea Gauthier, and Diane H. Gronefeld. Radiographic Anatomy & Positioning:
An Integrated Approach. McGraw-Hill Professional, 1998.

3. Carpenter, M. B., and J. Sutin. "Human neuroanatomy 8th ed." Williams and Wilkins,
Baltimore (1983).

4. Japp AG, Robertson C. Macleod S Clinical Diagnosis Internatio.Elsevier.2018

5. Duthey B. Background paper 6.24 low back pain. Priority medicines for Europe and the world.
Global Burden of Disease (2010),(March). 2013 Mar 15:1-29.

6. Hoy D, Bain C, Williams G, March L, Brooks P, Blyth F, Woolf A, Vos T, Buchbinder R. A


systematic review of the global prevalence of low back pain. Arthritis & Rheumatism. 2012
Jun;64(6):2028-37.

7. Novitasari DD, Sadeli HA, Soenggono A, Sofiatin Y, Sukandar H, Roesli RM. Prevalence and
characteristics of low back pain among productive age population in Jatinangor. Althea
Medical Journal. 2016 Sep 30;3(3):469-76.

8. Sidharta Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat. 2008

9. Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus.Acta Universitatis Ouluensis D Medica.


2006.

10. Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148

11. Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson.Patofisiologi Konsep-konsep prose penyakit.Jakarta :


1995. EGC. Hal 1023-1026.

12. Brunicardi, et al.,2015. Neurosurgery. Schwartz’s Principles of Surgery tenth edition. . United
States of America : Mc Graw-Hill, 1740-1771.

13. Ekayuda,I. 2005. Neuroradiologi. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI, 337
14. S.M Lumbantobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta Badan Penerbit FK UI.
Hal 18-19

15. Sidharta Priguna, 2005. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : PT Dian Rakyat

16. Robinson, J.P, Apkarian, AV. 2009. Low Back Pain. In : Mayer, E.A & Bushnell, M.C.(eds).
Fungctional Pain Syndrome.1st ed.IASP Press Seattle, pp 23-49

Anda mungkin juga menyukai