Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PLANT SURVEY

PT. INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR KALIMANTAN BARAT


MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
KELOMPOK DISKUSI 3 DAN 9

1. Tan Sri Ernawati I11111071


2. Bella Faradiska Yuana I1011131041
3. Herwandi I1011141003
4. Adinda Gupita I1011141013
5. Hizki Ervando I1011141018
6. Zulfa Khairunnisa Ishan I1011141021
7. Maghfira Aufa Asli I1011141036
8. Titah Arief Cahyo K. I1011141050
9. Rahmad Ramadhan I1011141058
10. Danang Mustofa I1011141071
11. Anton Lius I1011141077
12. Dwi Wahyuningsih I1011131013
13. Dendy Frannuzul Ramadhan I1011131065
14. Dias Arivia Aswada I101131082
15. Erni I1011141008
16. Nabiyur Rahma I1011141015
17. Cahayo Mahandro I1011141017
18. Agil Wahyu Pangestuputra I1011141030
19. Nisa Alyananda Ritonga I1011141042
20. Arini Utami Putri I1011141056
21. Agitya Goesvie Ajie I1011141076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan industri di Indonesia sangat pesat, di era
industrialisasi sekarang ini penggunaan teknologi canggih dan modern sangat
dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk yang dapat bersaing di pasar
dunia.tenaga kerja juga merupakan salah satu asset yang harus dimiliki oleh
perusahaan dimana keberadaan tenaga kerja tersebut secara langsung maupun
tidak langsung ikut menentukan maju mundurnya suatu perusahaan.1
Perkembangan teknologi yang semakin canggih akan mengakibatkan
timbulnya resiko bahaya yang mungkin akan merugikan perusahaan maupun
tenaga kerja. Suatu perusahaan mempunyai peluang yang lebih maju jika
perusahaan tersebut memiliki tenaga kerja yang derajad kesehatan yang tinggi
sehingga akan meningkatkan produktivitas.1
Akibat dari perusahaan yang sering terjadi adalah kecelakaan kerja yang
merupakan suatu kejadian yang tidak diduga, tidak diinginkan dan tidak
diharapkan sedangkan kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan kerja di suatu perusahaan.2
Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam
proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatantenaga kerja
selalu dalam keadaan optimal. Keadaan sakit atau gangguan kesehatan pada
tenaga kerja kan menurunkan kemampuan kerja fisik, ketajaman berfikir untuk
mengambil keputusan yang tepat dan tepat, kewaspadaan dan kecermatan dengan
akibat tenaga kerja akan rentan terhadap terjadinya kecelaaan kerja. Sehubungan
dengan itu pemerintah tekah memberikan kebijakan yaitu jaminan perlindungan
hukum keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang tertuang dalam undang-
undang no. I tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang bertujuan agar tenaga
kerja, tempat kerja serta peralatan produksi senantiasa dalam keadaan selamat dan
aman.

2
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Jl. Wajok Hulu Km. 10,7 Kab.
Mempawah adalah perusahaan yang bergerak dibidang makanan ringan yang
khusus memproduksi mie instan, dimana dalam setiap proses produksinya tidak
lepas dari bahaya yang dapat diakibatkan oleh mesin-mesin produksi alat angkat
dan angkut, lingkungan kerja yang panas atau dingin, kondisi tempat kerja dan
lingkungan kerja dan faktor pendukung lainnya yang dapat menimbulkan bahaya
dan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan. Maka PT. Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk Jl. Wajok Hulu Km. 10,7 Kab. Mempawah menyadari bahwa perlu
dan pentingnya penerapan K3 diperusahaan sehingga kerugian dapat dicegah.
Salah satu penerapan K3 di PT. ISM yaitu dengan menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang bertujuan untuk pencapaian zero accident,
peningkatan kesehatan tenaga kerja dan mencegah terjadinya kerugian bagi
perusahaan, sehingga selain melindungi tenaga kerja dan orang lain yang berada
di lingkungan kerja juga melindungi aset perusahaan.

B. Permasalahan
Adanya kebisingan mesin yang mempengaruhi pekerja di PT. Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk.

C. Alasan Pemilihan Topik Permasalahan


Sebagian besar pekerjaan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
dilakukan oleh mesin. Bunyi bising pada mesin dapat mempengaruhi
pendengaran para pekerja.

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahui dan dipahaminya program Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

3
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya bahaya potensial yang dominan dan resiko kecelakaan kerja
di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
b. Diketahuinya masalah akibat paparan senyawa benzene di lingkungan
kerja di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
c. Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk .
d. Diketahuinya usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam
mengatasi masalah yang ada akibat bahaya potensial paparan senyawa
benzene yang didapatkan di di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

4
BAB II
HASIL KUNJUNGAN

A. Informasi Umum Perusahaan


1. Profil Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
Alamat : Jl. Raya Wajok Hulu Km 10,7 Kec. Siantan Kab.
Mempawah
Provinsi : Kalimantan Barat
Komoditas : Mie Instant
Kelompok Industri : Makaroni, mie, spagheti, bihun, so’un dan sejenisnya
Telpon : (0561) 881515

2. Sejarah
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. dan PT. Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk merupakan produsen berbagai jenis makanan dan minuman
yang berpusat di Jakarta, Indonesia. Perusahaan Indofood telah mengekspor
bahan makanannya hingga Australia, Asia, dan Eropa. Dalam beberapa
dekade ini Indofood telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan total
food solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan
proses produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku
hingga menjadi produk akhir. Berikut ini adalah tabel perjalanan waktu
sejarah perusahaan indofood,2

Tahun Sejarah
1968 PT Lima Satu Sankyu (selanjutnya berganti nama menjadi PT
Supermi Indonesia) didirikan, pertama kali memproduksi Supermi
sebagai mi instan pertama di Indonesia.
1970 PT Sanmaru Foods Manufacturing Co Ltd (PT Sanmaru) didirikan
sebagai salah satu anak perusahaan Jangkar Jati Group.
1972 PT Sanmaru mulai memproduksi Indomie.

5
1982 PT Sarimi Asli Jaya didirikan dan mulai memproduksi Sarimi.
1984 PT Sarimi Asli Jaya diakuisisi oleh PT Sanmaru dan bersama dengan
Salim Group membentuk perusahaan dengan nama PT Indofood
Interna Corporation.
1986 PT Supermi Indonesia diakuisisi oleh PT Indofood Interna
Corporation melalui anak perusahaannya PT Lambang Insan
Makmur.
1989 PT Sanmaru mengakuisi PT Sari Pangan Nusantara, yang
memproduksi makanan bayi bermerek SUN.
1990 1. PT Sanmaru membentuk perusahaan patungan dengan PepsiCo,
Inc yang memiliki merek FritoLay yang pada tahun 1994 bernama
PT Indofood Fritolay Makmur dan mulai memproduksi makanan
ringan seperti Chitato, Chiki, Cheetos dan Jetz yang kemudian
pada tahun 2000an disusul dengan Lay's dan Qtela.
2. Indofood didirikan oleh Sudono Salim dengan nama PT
Panganjaya Intikusuma.
1991 PT Sanmaru meluncurkan mi instan dalam bentuk cup bermerek Pop
Mie.
1992 PT Sanmaru melalui anak perusahaan Jangkar Jati Group diambil alih
seluruh sahamnya oleh Salim Group.
1993 PT Panganjaya Intikusuma dan PT Sanmaru membentuk perseroan
dengan nama PT Indomie Sukses Makmur Tbk.
1994 PT Panganjaya Intikusuma berganti nama menjadi PT Indofood
Sukses Makmur Tbk.
1995 Mengakuisisi pabrik penggilingan gandum Bogasari.
1997 Mengakuisisi 80% saham perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan, agribisnis serta distribusi.
2004 Mengakuisisi 60% saham perusahaan kemasan karton.
2005 PT Indosentra Pelangi sebagai produsen bumbu, kecap dan sambal
bermerek Indofood membentuk perusahaan patungan dengan Nestlé
bernama PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia, mengakuisisi
perusahaan perkebunan di Kalimantan Barat.
2006 Mengakuisisi 55% saham perusahaan perkapalan Pacsari Pte. Ltd.
2007 Mencatatkan saham Grup Agribisnis di Bursa Efek Singapura dan

6
menempatkan saham baru.
2008 Mengakuisisi 100% saham Drayton Pte. Ltd. yang memiliki secara
efektif 68,57% saham di PT Indolakto, sebuah perusahaan dairy
terkemuka.
2009 Memulai proses restrukturisasi internal Grup CBP melalui
pembentukan PT. Indofood CBP Sukses Makmur dan pemekaran
kegiatan usaha mi instan dan bumbu yang diikuti dengan
penggabungan usaha seluruh anak perusahaan di Grup Produk
Konsumen Bermerek (CBP), yang seluruh sahamnya dimiliki oleh
Perseroan, ke dalam ICBP.
2010 Menyelesaikan restrukturisasi internal Grup CBP melalui pengalihan
kepemilikan saham anak perusahaan di Grup CBP dengan jumlah
kepemilikan kurang dari 100% ke ICBP dan melakukan Penawaran
Saham Perdana yang dilanjutkan dengan pencatatan saham ICBP di
Bursa Efek Indonesia pada tanggal 7 Oktober 2010. Peningkatan
kepemilikan di Pacsari Pte. Ltd sebesar 10% menjadi pemilik 100%.
2011 1. Pada bulan Januari 2011, PT Indofood CBP Sukses Makmur, PT
Gizindo Primanusantara, PT Indosentra Pelangi, PT Indobiskuit
Mandiri Makmur dan PT Ciptakemas Abadi digabung sepenuhnya
dengan status perusahaan terbuka (Tbk.) menjadi PT Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk. PT Salim Ivomas Pratama (SIMP),
anak perusahaan langsung dan tidak langsung Perseroan,
melakukan IPO diikuti dengan pencatatan saham di BEI pada 9
Juni 2011.
2. Mencatatkan saham PT Salim Ivomas Pratama (“SIMP”), anak
perusahaan langsung dan tidak langsung Perseroan, di BEI.
2012 1. ICBP mendirikan dua perusahaan patungan dengan Asahi Group
Holdings Southeast Asia Pte. Ltd. (“Asahi”) untuk memasuki
pasar minuman non-alkohol di Indonesia.
2. Sudono Salim, pendiri ICBP meninggal dunia di Singapura pada
tanggal 10 Juni 2012. Tidak lama sesudah meninggalnya, salah

7
satu produk mi instan dari Indofood, Indomie, menyelenggarakan
program ulang tahunnya yang ke-40 tahun, pada bulan Agustus
2012 di Jakarta.
2013 Menyelesaikan akuisisi PT Pepsi-Cola Indobeverages, perusahaan
yang memproduksi minuman ringan bermerek Pepsi, 7 Up dan
sebagainya. Akuisisi ini dilakukan oleh PT Indofood Asahi Sukses
Beverage dan PT Asahi Indofood Beverage Makmur, yang masing-
masing adalah 51% dan 49% dimiliki oleh ICBP.
2014 1. Indofood masuk ke bisnis minuman bernama Indofood Asahi dan
mulai mengimpor dua merek minuman dari Malaysia, yaitu Ichi
Ocha dan Caféla Latte.
2. Grup CBP mengembangkan kegiatan usaha minumannya dengan
memasuki bidang usaha air minum dalam kemasan (“AMDK”)
melalui akuisisi aset AMDK termasuk merek Club.
3. ICBP, melalui anak perusahaan patungannya dengan Asahi,
mengakuisisi aset yang terkait dengan kegiatan usaha air minum
dalam kemasan termasuk merek Club.
4. PT Indolakto menyelesaikan proses akuisisi 100% saham PT
Danone Dairy Indonesia, serta pembelian merek dagang dan
desain industri yang berhubungan dengan produk Milkuat.
2016 Melakukan divestasi atas kepemilikan mayoritas saham CMZ
Tabel 1. Sejarah PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk3

3. Visi dan Misi Perusahaan


a) Visi
Menjadi perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan dengan
produk bermutu, berkualitas, aman untuk dikonsumsi dan menjadi
pemimpin di industri makanan.
b) Misi
Menjadi perusahaan transnasional yang dapat membawa nama
Indonesia di bidang industri makanan.
4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Indofood

8
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Setiap perusahaan berupaya
untuk mendapatkan karyawan yang terlibat dalam kegiatan
organisasi/perusahaan dan dapat memberikan prestasi kerja. Produktivitas pada
dasarnya merupakan suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok
harus lebih baik dari hari ini. Produktivitas mengandung pengertian
perbandingan antar hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang
dipergunakan. 4
Kesehatan dan keselamatan adalah suatu sistem yang bertujuan
melakukan pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya kecelakaan yang
diakibatkan oleh aktivitas kerja dan juga pencegahan akan timbulnya penyakit
yang diakibatkan oleh hubungan kerja di dalam lingkungan kerja para
karyawan. kesehatan dan keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari
luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan.5
Ada 2 parameter yang digunakan perusahaan dalam penilaian risiko,
yaitu likelihood dan severity. Penjumlahan dari setiap faktor penentu di dalam
kedua parameter tersebut akan dinamakan risk rating. Tahap selanjutnya
adalah tahap pengendalian resiko. Pada tahap pengendalian resiko ini, resiko
bahaya yang menjadi prioritas maupun yang tidak dianggap sebagai prioritas di
tahap sebelumnya yakni tahap peniliaian resiko akan ditindaklanjuti sehingga
dapat menghilangkan atau mengurangi resiko kecelakaan kerja hingga batasan
yang dapat diterima oleh perusahaan. Tahapan ini dilakukan dengan tujuan
untuk menurunkan tingkat resiko yang ada sehingga tingkat resiko tersebut
dapat diterima oleh perusahaan. Resiko dikatakan dapat diterima ketika resiko
yang telah diturunkan tersebut dapat ditoleransi (pada tingkatan Tolerable atau

9
Trivial) oleh sebuah perusahaan dan sesuai dengan peraturan perundangan dan
kebijakan K3 yang ditetapkan dan dibuat oleh perusahaan.6
Dalam Undang - undang Republik Indonesia Nomor 23, tahun 1992
tentang kesehatan, telah diatur secara khusus mengenai kesehatan kerja. Pasal
23 undang-undang ini berbunyi sebagai berikut. Ayat 1: “Kesehatan kerja
diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal”. Dalam
penjelasan ayat tersebut disebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan
agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal,
sejalan dengan perlindungan tenaga kerja. Pada ayat 2 undang-undang tersebut,
disebutkan dengan jelas lingkup kesehatan kerja, meliputi pelayanan
kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
Kewajiban untuk menyelenggarakan kesehatan kerja tertulis dalam ayat 3 yang
berbunyi:” Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja”.7-9
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja, Pada Bab III termuat syarat-syarat keselamatan kerja. Pada ayat 1
dengan jelas disebutkan syarat-syarat untuk keselamatan kerja yaitu;
1) mencegah dan mengurangi kecelakaan,
2) mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran,
3) mencegah dan mengurangi bahaya peledakan,
4) memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya,
5) memberi pertolongan pada kecelakaan,
6) memberi alat-alat perlindungan diri untuk para pekerja,
7) mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, gas, dan radiasi,
8) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan,
9) memperoleh penerangan yang cukup sesuai,
10) menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik,

10
11) menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup,
12) memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban,
13) memperoleh keserasian antara tenaga kerja , alat kerja, lingkungan kerja,
cara, dan proses kerja,
14) mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman,
atau barang,
15) mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan, 16) mengamankan
dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan
barang,
16) mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya,
17) menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.7-9
Untuk menjaga keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan lingkungan
kerja, di PT. Indofood memiliki departemen yang khusus menangani masalah
kesehatan. Perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja yang disediakan
perusahaan dan wajib digunakan adalah pakaian kerja, sepatu kerja, masker,
earplug (penutup telinga), topi, kaca mata pelindung, dan sarung tangan.
Dalam lingkungan pabrik dilengkapi dengan pemadam kebakaran untuk
mengantisipasi jika terjadi kebakaran.

5. Identifikasi Faktor Resiko dan Potensial

No Proses Bahaya Gangguan Yang sudah dilakukan Kecelakan Jumlah


produksi Potensial Kesehatan Alat Peraturan APD yang Pekerja
mungkin
1. Boiler Fisik V LBP, V V V Terjatuh,
batubara Biologi V ISPA, luka
Kimia V Depresi, bakar,
Ergonomi V Stress, terkena

11
Psikologik V Iritasi, sembruan
Ansietas steam,
sprain
2. Screw Fisik V ISPA, V V V Tangan
Convenso Biologi - Iritasi tergores,
r Kimia V Mata, terjatuh,
Ergonomi V Tinitus, Terpleset
Psikologik V Gangguan
fungsi
pendengar
an
3. Mixing Fisik V ISPA, V V V Tersentru
Biologi - Tinitus, m,
Kimia V Gangguan terpleset,
Ergonomi V Fungsi tangan
Psikologik V Pendengar terpotong
an
4. Pressing Fisik - - V V V Terpleset,
Biologi- - kesetrum,
KimiaV V jatuh dari
Ergonomi- - tangga
Psikologik -
-
5. Steaming Fisik V Tinitus, V V V Terpleset,
Biologi V iritasi, keseleo,
Kimia - alergi luka bakar
Ergonomi V karena
Psikologik V uap
6. Cutting Fisik - Tinitus, V V V Tangan
Biologi - iritasi, terpotong,
Kimia - alergi keseleo,
Ergonomi V terpleset
Psikologik -
7. Frying Fisik - Iritasi, V V V Terpleset,
Biologi - mata keciprat
Kimia V berair, minyak,
Ergonomi V stres, petugas
Psikologik V hipertensi tergoreng
8. Cooling Fisik - - V V V Tangan
Biologi - terjepit
Kimia V mesin,
Ergonomi - terpleset
Psikologik -

12
9. Packagin Fisik V LBP, mata V V V Terpleset,
g Biologi V lelah, terjepit
Kimia V CTS, mesin
Ergonomi V sprain
Psikologik V
10. Distribusi Fisik V LBP, V V V Tabrakan,
Biologi V CTS, terlindas
Kimia V ISPA, mobil,
Ergonomi V konjungtiv terpleset
Psikologik V itis
11. Limbah Fisik V Iritasi V V V Terpleset,
Biologi V V mata, terjatuh
Kimia V dermatitis dari
Ergonomi V kontak, tangga,
Psikologik V iritasi terjatuh ke
tempat
pengolaha
n limbah
Tabel 2. Identifikasi Faktor Resiko dan Potensial.
a) Boiler Batubara17
Boiler atau  ketel uap adalah suatu perangkat mesin yang berfungsi
untuk mengubah air menjadi uap. Proses perubahan air menjadi uap terjadi
dengan memanaskan air yang berada didalam pipa-pipa dengan
memanfaatkan panas dari hasil pembakaran bahan bakar. Pembakaran
dilakukan secara kontinyu didalam ruang bakar dengan mengalirkan bahan
bakar dan udara dari luar. Seperti kebanyakan boiler yang anda kenal, mesin
ini terdiri dari bejana sebagai alat untuk memproduksi uap dan dengan segala
peralatan pembantu operasi dan alat-alat proteksinya.

Agar kecelakaan tidak timbul dalam kerja yang menggunakan pesawat


uap maupun bejana tekan, maka pemahaman tentang pesawat uap dan bejana
tekan serta syarat-syarat K3 adalah sangat penting supaya dapat melakukan
pengawasan K3 pada pesawat uap dan bejana tekan. Hal ini juga ditetapkan
dalam UU No. 1 Tahun 1970 pasal 3, “Pengawasan tidak hanya pada produk
namun diawali dari proses produksi atau pembuatan pesawat uap dan bejana

13
tekan yang banyak dilakukan proses pengelasan, pengujian produk hingga
penerbitan ijin pemakaian pesawat uap dan bejana tekan”.
Berikut ini sumber bahaya pada pesawat uap, antara lain:
1. Bila manometer tidak berfungsi dengan baik, atau bila tidak dikalibrasi
dapat menimbulkan peledakan karena si operator tidak mengetahui
tekanan yang sebenarnya dalam boiler dan alat lain tidak berfungsi.
2. Bila safety valve tidak berfungsi dengan baik karena karat atau sifat
pegasnya menurun.
3. Bila gelas duga tidak berfungsi dengan baik yang mana nosel-noselnya
atau pipa-pipanya tersumbat oleh karat sehingga jumlah air tidak dapat
terkontrol lagi.
4. Bila air pengisi ketel tidak memenuhi syarat.
5. Bila boiler tidak dilakukan blo down dapat menimbulkan scall atau tidak
sering dikunci.
6. Terjadi pemanasan lebih karena kebutuhan produksi uap.
7. Tidak berfungsinya pompa air pengisi ketel.
8. Karena perubahan tak sempurna atau rouster, nozel fuel tidak berfungsi
dengan baik.
9. Karena umur boiler sudah tua sehingga material telah mengalami
degradasi kualitas.
Dalam proses pembuatannya perlu dilakukan pemilihan material yang
tahan korosi bila terlalu mahal atau tidak ada di pasaran maka dapat dipilih
material dengan laju korosi yang paling lambat namun perlu dilakukan
inspeksi secara berkala untuk mengindari terjadinta kebocoran atau ledakan.

b) Screw convexer17
Pada tahap penuangan dalam screw conveyor bahan-bahan seperti
tepung terigu dan tepung tapioka dituangkan ke dalam mesin screw conveyor.
Fungsi dari mesin screw conveyor adalah untuk mengayak tepung terigu dan
tepung tapioka sehingga bebas dari cemaran fisik (kerikil, kutu, benang, dll)

14
dan menaikkan tepung terigu dan tapioka ke dalam mesin mixer. Mesin screw
berjalan karena adanya conveyor yang digerakkan oleh motor sehingga tepung
akan terhisap ke atas menuju mesin mixer. Lama proses untuk mengayak
tepung sebanyak 10 sak adalah 11-15 menit.10
Pada tahap screw conveyor ini terdapat bahaya potensial fisik yaitu
kebisingan, getaran, terjepit, listrik dan lantai basah. Adapun pengertian
kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dana tau alat-alat kerja yang pada timgkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran. Kebisingan berdasarkan
sifat dan spektrum bunyi dapat dibagi menjadi bising yang kontinyu, bising
terputus-putus, bising impulsif dan bising impulsif berulang. Pada tahap ini
juga terdapat bahaya biologi berupa virus, bakteri, jamur dan binatang
pengerat (tikus). Terdapat juga bahaya psikologi yaitu stress. Stress akibat
beban psikologis pekerjaan dapat di derita oleh pekerja di perusahaan dengan
tuntutan produksi yang cukup tinggi. Selain itu, kebisingan juga dapat
menyebabkan gangguan psikososial. Bahaya yang lain adalah ergonomis
berupa duduk/ berdiri > 4 jam. Kebiasaan duduk lama ini dapat meningkatkan
resiko terjadinya Low Back Pain (LBP).11-13
Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi pada tahap screw
conveyor,antara lain : ISPA, iritasi mata, NIHL. Kecelakaan yang mungkin
terjadi pada tahap screw conveyor antara lain: tangan tergores jatuh, terkena
listrik.

c) Mixing17
Mixing sendiri adalah proses pencampuran bahan baku utama, tepung
terigu dan larutan alkali sampai adonan homogen, membutuhkan waktu ±8
menit untuk mie kecil dan ±10-15 menit untuk mie besar. Pada proses ini alat
yang digunakan adalah mesin dimana biasanya pada mesin mixing ini

15
mengeluarkan kebisingan tertentu dan bisa melebihi ambang batas dari yang
seharusnya.
Pada penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa semakin tinggi
intensitas kebisingan semakin besar peluang untuk menderita NIHL hal ini
sesuai dengan literatur dalam Wentz, (1999) dan Wald, (2002) serta hasil
penelitian Taha, (1994). Dimana pada penelitian tersebut diperoleh rata-rata
kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin pada pabrik berkisar ± 90 dB
dengan kejadian gangguan pendengaran ke arah NIHL 42% dan 16%. 14-16
d) Pressing17
Pressing merupakan proses pembentukan lembaran adonan dengan
ketebalan tertentu, sedangkan slitting merupakan proses pembelahan lembaran
adonan menjadi pilinan mie dengan diameter tertentu.
Adonan mie dari mixer selanjutnya ditampung oleh feeder DCM
(Dough Compoung Machine). Kemudian dipress oleh dough presser menjadi
du lembar adonan. Dan selanjutnya ditangkap oleh roll press untuk dipress
menjadi selembar adonan dengan ketebalan yang lebih rendah dari
sebelumnya. Roll press berjumlah 6 pasang yang setiap pasang terdiri dari dua
buah silinder dan masing – masing roll press berputar berlawanan arah.
Pada tahap pressing ini terdapat bahaya potensial fisik yaitu Terpleset,
kesetrum, jatuh dari tangga.
e) Steaming17
Steaming adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan uap air
panas (98oC) sebagai media penghantarnya. Untaian mie yang telah ditangkap
oleh Waving Net Conveyor selanjutnya dilewatkan melalui steam box dengan
menggunakan mesin Boiler.
Steaming digunakan untuk mendukung proses terjadinya gelatinisasi
gluten. Dengan beberapa tahap proses gelatinisasi yaitu pembasahan, tahap
gelatinisasi dan tahap solidifikasi. Pada tahap pembasahan mie bersifat mudah
putus. Pada tahap gelatinisasi mie akan mengalami gelatinisasi dengan
penetrasi panas ke dalam mie dan bersifat agak lentur. Pada tahap soliditasi

16
permukaan mie terjadi penguapan dan membentuk lapisan film tipis sehingga
menjadi halus dan kering yang menyebabkan sifat mie jadi solid.
Pada tahap steaming ini terdapat bahaya potensial fisik yaitu luka
bakar karena uap, terpleset, dan keseleo. Gangguan kesehatan yang mungkin
terjadi pada tahap steaming,antara lain: tinitus, iritasi, dan alergi.
f) Cutting17
Cutting merupakan proses pemotongan untaian mie menjadi blog mie
yang mempunyai ukuran tertentu dengan standar berat dan ukuran mie instan
tergantung dari jenis mie. Mie yang telah dipotong kemudian dilipat dengan
cangkulan sehingga menghasilkan 2 blok mie yang sama panjang dan simetris
lipatannya. Selanjutnya didistribusikan ke dalam mangkok fryer yang
berbentuk persegi yang dilengkapi dengan conveyor yang mampu
menggerakkan melewati bak fryer untuk dilakukan proses
Pada tahap cutting ini terdapat bahaya potensial fisik yaitu tangan
terpotong. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi pada tahap
steaming,antara lain: tinnitus dan iritasi.
g) Frying17
Frying merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan.
Prinsip frying adalah mengeringkan mie basah dengan media minyak goreng
pada suhu tinggi sehingga diperoleh mie dengan kadar air dan minyak tertentu
dan dipatkan mie yang matang, kering dan awet. Metode frying digunakan
adalah deep fat frying dimana seluruh bagian terendam oleh minyak selama
dilakukan proses frying dengan temperature 150 oC selama 3 menit.
Dalam proses frying berat mie menyusut dikarenakan air yang
terkandung didalam mie diuapkan oleh panas dari minyak goreng. Penguapan
terutama terjadi pada bagian terluar mie sampai 3% yang menyebabkan
timbulnya kerenyahan.
Pada tahap fyring ini terdapat bahaya potensial fisik yaitu terpelset,
keciprat minyak dan petugas tergoreng. Gangguan kesehatan yang mungkin

17
terjadi pada tahap frying ,antara lain: Iritasi, mata berair, dan hipertensi serta
stress.
h) Cooling17
Cooling merupakan proses penurunan suhu mie instan, selama 1 menit
dengan cara melewatkan mie dalam cooling box yang berisi fan. Udara untuk
fan bersumber dari udara luar ruang produksi (udara bebas) sehingga fan
dilengkapi filter untuk menyaring polutan. Suhu mie setelah cooling adalah
kurang dari 45oC dan kemudian ditangkap oleh konveyor untuk selanjutnya
dikemas.
Pada tahap cooling ini terdapat bahaya potensial fisik yaitu tangan
terjepit mesin dan terpeleset.
i) Packaging17
Packing merupakan proses pembungkusan mie dan seasoningnya dengan
kemasan, dengan meliputi dua tahap yaitu packing dengan etiket dan dengan karton.
Menurut Kent(1983), pada pembuatan mie biasanya diusahakan tepung terigu
hard yang dicampur bahan-bahan lain dan dibuat adonan yang kaku seperti
pembuatan macaroni. Adonan ini kemiduan dilewatkan pada suatu roll pengepres
untuk membentuk lembaran dengan tebal 1/8 inci atau kurang dengan komposisi
kimia dari tepung terigu.
Pada produksi mie instant faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu
produk akhir adalah persiapan bahan baku, penambahan larutan alkali, pengadukan,
pengukusan (steaming), penggorengan (frying), pendinginan (cooling) dan
pengemasan (packing).
Pada tahap packaging ini terdapat bahaya potensial fisik yaitu
terpeleset dan terjepit mesin. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi pada
tahap packaging ,antara lain: LBP, mata lelah, dan CTS serta sprain.

j) Distribusi17
Pada tahap pendistribusian atau pemasaran kebeberapa rempat/daerah terdapat
bahaya potensial yang dapat terjadi yaitu tebarakan, terlindas mobil dan

18
terpeleset dengan gangguan kesehatan yang terdapat pada distribusi, antara
lain : LBP,CTS,dan ISPA serta konjungtivitis.
k) Limbah 17
Pada tahap pengolahan limbah, alur proses pengloahan limbah
meliputi proses primer dan proses sekunder. Proses primer meliputi trapping
dan ekualisasi. Pada proses sekunder meliputi proses anaerob, aerasi,
sedimentasi, bak kontrol, koagulasi-sedimentasi, klorinisasi dan
penampungan. Pada tahap pengolahan limbah ini terdapat bahaya potensial
fisik yaitu radiasi dan bekerja di tempat tinggi. Terdapat bahaya potensial
kimia yaitu bakteri, virus dan jamur. Terdapat juga bahaya potensial
psikologis berupa stress dan beban kerja serta bahaya potensial ergonomi
berupa duduk/ berdiri > 4 jam.
Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi pada tahap pengolahan
limbah antara lain: Iritasi mata, dermatitis kontak, iritasi. Kecelakaan yang
mungkin terjadi pada tahap pengolahan limbah antara lain: jatuh dari tangga
dan jatuh ke tempat limbah

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

19
3.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
3.1.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan
tanpa kecelakaan, memberikan suasana atau lingkungan kerja yang aman sehingga
dapat dicapai hasil yang menguntungkan dan bebas dari segala macam bahaya.
Dengan demikian, keselamatan kerja adalah sebagai ilmu pengetahuan yang
penerapannya sebagai unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar selamat saat
sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaannya. Unsur-unsur penunjang
keselamatan kerja adalah sebagai berikut.
 Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan di
atas.
 Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
 Teliti dalam bekerja.
 Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan
kesehatan kerja.
Menurut Suma’mur kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan /
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja / masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun social
dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit
umum.
a. Unsur-unsur penunjang kesehatan jasmani ditempat kerja adalah sebagai
berikut.
 Adanya makanan dan minumn yang bergizi.
 Adanya sarana dan peralatan olah raga.
 Adanaya waktu istirahat.
 Adanya asuransi kesehatan bagi karyawan.
 Adanya sarana kesehatan atau kotak P3K (pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan).

20
 Adanya buku panduan mengenai K3.
 Adanya transportasi untuk kesehatan (mobil ambulan).
b. Unsur-unsur penunjang kesehatan rohani ditempat kerja adalah sebagai
berikut.
 Adanya sarana dan prasarana ibadah.
 Adanya penyuluhan kerohanian rutin.
 Adanya tabloid atau majalah tentang kerohaniaan.
 Adanya tatalaku di tempat kerja.
 Adanya kantin dan tempat istirahat yang terkonsentrasi.
c. Unsur-unsur penunjang kesehatan lingkungan kerja di tempat kerja adalah
sebagai berikut.
 Adanya sarana prasarana dan peralatan bersihan, kesehatan, dan
ketertiban.
 Adanya tempat sampah yang memadai.
 Adanya WC (Water Closed) yang memadai.
 Adanya air yang memenuhi kebutuhan.
 Ventilasi udara yang cukup.
 Masuknya sinar matahari ke ruang kerja.
 Adanya lingkungan alami.
 Adanya kipas angina tau Air Conditioner (AC)
 Adanya jadwal piket kebersihan.
 Adanya pekerja kebersihan.

Hubungan antara keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja akan lebih jelas diikat
pada bagan berikut:

21
 Bersikap hati-hati, teliti,
dan menyadari K3
 Mengikuti prosedur kerja

Adanya kesehatan; Adanya keamanan;


KARYAWAN YANG
 Jasmani  Materil
SELAMAT SEBELUM,
 rohani  nonmateril
SEDANG, DAN

Adanya kesehatan
lingkungan kerja

Untuk mengetahui sejauh mana program K3 telah diimplementasikan di


perusahaan, maka manajemen perusahaan harus melakukan audit atau evaluasi di
setiap unit kerja yang ada. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor : PER.05/MEN/1996 pada BAB III pasal 4 bahwa perusahaan wajib
mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja program Keselamatan dan Kesehatan
kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
3.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Hakikat dan tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu bahwa
faktor K3 berpengaruh langsung terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga
berpengaruh terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh
terhadap efisiensi produksi dari suau perusahaan industri sehingga dengan demikian
mempengaruhi tingkat pencapaian produktifitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3
adalah untuk melindungi para tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif
sehingga upaya pencapaian produktifitas yang semaksimalnya dari suatu perusahaan
industry dapat lebih terjamin.

3.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

22
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI (1996;2) adalah : “bagian dari
system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna tercapainya tempat
kerja yang aman, efisien, dan produktif”
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu system K3 di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat yang aman, efisien dan produktif.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau
lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik
proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti
peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan
SMK3.
Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola ‘total loss control’ yaitu suatu
kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personil di
perusahaan dan lingkungan melalui penerapan SMK3 yang mengintegrasikan sumber
daya manusia, material, peralatan, proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan
pola penerapan prinsip manajemen yaitu planning, do, check, dan improvement.
3.3 Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performa) setiap pekerja merupakan resulatan dari tiga komponen
kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat
menjadi beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka
dapat dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan meningkatkan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya
akan menurunkan produktivitas kerja.

3.3.1. Kapasitas Kerja

23
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekuramgan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.
Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih diisi oleh pekerja yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk
dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut
masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
3.3.2. Beban Kerja
Pola kerja yang berubah – ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat,
akibat terjadinya perubahan pada bioritmik ( irama tubuh ). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan social bagi pekerja
yang masih relative rendah, hingga pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secar
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.
3.3.3. Lingkungan Kerja
Lingkungan Kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja, dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja ( Occupational Accident),
Penyakit A kibat K erja dan Pernyakit Akibat Hubungan Kerja ( Occupational
Disease & Work Related Diseases).
3.3.3.1. Lingkungan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang Ditimbulkan
Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat
disebabkan oleh pemajanan dilingkungan kerja.Untuk mengatasi permasalahan ini
maka langkah awal yang penting adalah identifikasi bahaya yang timbul, kemudian
dievaluasi, dan dilakukan pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui
kemungkinan bahaya di lingkunagan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni :

1. Pengenalan lingkungan kerja .

24
Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan
mengenal ( walk through inspection) , dan ini merupakan langkah dasar yang
pertama-tama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.
2. Evaluasi lingkungan kerja.
Merupakan tahap penilaian larakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya
yang mungkin timbul sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi
permasalahan.
3. Pengendalian lingkungan kerja.
Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap
zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja. Ada dua jenis pengendalian
lingkungan kerja, yaitu pengendalian lingkungan ( enviromental Control
Measures) berupa penggunan alat pelindung perorangan, pembatas waktu
lamanya pekerja terpajan terhadap bahaya potensial, serta keberhasilan
perorangan dan pakaiannya.
3.4 Manajemen Risiko
Penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan
upaya utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat
serta melindungi dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan
berkinerja tinggi dalam aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan
keselamatan kerja, bukan merupakan cara yang tepat untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya akibat negatif di tempat kerja.
Berkaitan dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko
sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan
suatu organisasi. Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko
dalam organisasi atau perusahaan misalnya:
a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar
kendali manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak
tepat, karena tidak semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi /
perusahaan.

25
b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini
merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas
ditempat kerja sampai tingkat tertentu selalu mengandung risiko.
c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang
dihadapi sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui
suatu pemikiran positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan
hasil yang tinggi pula.
Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak
negatif risiko yang mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa
manusia, material, mesin, metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik
dilakukan pengendalian potensi bahaya serta risiko dalam proses produksi melalui
aktivitas :
a. Identifikasi potensi bahaya
b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya
c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian
d. Penerapan teknologi pengendalian
e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya
3.5 Potensi Bahaya dan Risiko
Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang
mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda
maupun lingkungan.
Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat
keselamatan dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa :
1. Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu.
2. Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat.
3. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus.
4. Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja.
5. Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan.
6. Listrik dan sumber energi lainnya.
7. Mesin, peralatan kerja, pesawat.

26
8. Kebakaran, peledakan, kebocoran.
9. Tata rumah tangga (house keeping).
10. Sistem Manajemen peusahaan.
11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi.
Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event)
yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara
pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah
sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua
potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar
tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya.
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain
diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan
maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada
tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri
dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian /
departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek
ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang
bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini
prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di
tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja,
kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal
lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya

27
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat
kerja, misalnya melalui :
a. Inspeksi/survei tempat kerja rutin.
b. Informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit serta absensi.
c. Laporan dari Panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) atau
supervisor atau keluhan pekerja.
d. Lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet), dan lain
sebagainya.
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut
untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada
kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS,
petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat
keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk
mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin.
Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan
senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang
sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi
risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli
seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi
kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan
langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :

28
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi,
engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin
atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman
berkaitan dengan risiko
c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian
kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan
pertama sesuai dengan kebutuhan.
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun
sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun
sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila
terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan
informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko
tersebut.

29
BAB IV
PEMBAHASAN
Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
03/Men/98 adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Menurut Pemerintah c/q Departemen Tenaga Kerja RI, arti kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tiba-tiba atau yang tidak disangka-sangka dan
tidak terjadi dengan sendirinya akan tetapi ada penyebabnya.
Klasifikasi Jenis Cidera Akibat Kecelakaan Kerja Jenis cidera akibat
kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan membuat
perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cidera akibat kecelakaan.
Tujuan pengklasifikasian ini adalah untuk pencatatan dan pelaporan statistik
kecelakaan kerja. Banyak standar referensi penerapan yang digunakan
berbagai oleh perusahaan, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1
(1990) Berikut adalah pengelompokan jenis cidera dan keparahannya:
1. Cidera fatal (fatality) Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau
penyakit akibat kerja 
2. Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury) Adalah
suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau
kehilangan hari kerja selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat
kecelakaan kerja tersebut terjadi tidak dihitung sebagai kehilangan hari
kerja.
3. Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day) Adalah
semua jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja
karena cidera, tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga
termasuk hilang hari kerja karena cidera yang kambuh dari periode
sebelumnya. Kehilangan hari kerja juga termasuk hari pada saat kerja
alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera fatal dihitung sebagai
220 kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada saat kejadian
tersebut terjadi.

30
4. Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restricted duty)
Adalah jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan
pekerjaan rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau
yang sudah di modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan
lingungan kerja pola atau jadwal kerja.
5. Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury) Kecelakaan
kerja ini tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi kecelakaan kerja
yang ditangani oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi
untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6. Cidera ringan (first aid injury) Adalah cidera ringan akibat kecelakaan
kerja yang ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada
kecelakaan setempat, contoh luka lecet, mata kemasukan debu, dan lain-
lain.
7. Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident) Adalah
suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya
pembuangan limbah.
Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja Faktor penyebab
terjadinya kecelakaan kerja ada beberapa pendapat. Faktor yang merupakan
penyebab terjadinya kecelakaan pada umumnya dapat diakibatkan oleh 4
faktor penyebab utama (Husni:2003) yaitu :
a. Faktor manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
b. Faktor material yang memiliki sifat dapat memunculkan kesehatan atau
keselamatan pekerja.
c. Faktor sumber bahaya yaitu: Perbuatan berbahaya, hal ini terjadi misalnya
karena metode kerja yang salah, keletihan/kecapekan, sikap kerja yang tidak
sesuai dan sebagainya; Kondisi/keadaan bahaya, yaitu keadaan yang tidak
aman dari keberadaan mesin atau peralatan, lingkungan, proses, sifat
pekerjaan

31
d. Faktor yang dihadapi, misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan
mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja menurut
Bennet dan Rumondang (1985) pada umumnya selalu diartikan sebagai
“kejadian yang tidak dapat diduga“. Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja itu
dapat diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak
memenuhi persyaratan. Oleh karena itu kewajiban berbuat secara selamat dan
mengatur peralatan serta perlengkapan produksi sesuai dengan standar yang
diwajibkan. Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh perbuatan yang tidak
selamat memiliki porsi 80 % dan kondisi yang tidak selamat sebayak 20%.
Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh: a. Sikap dalam pengetahuan,
ketrampilan dan sikap b. Keletihan c. Gangguan psikologis.
Dari survey yang telah dilakukan di PT. Indofood didapatkan paparan
dan potensi bahaya pada karyawan sangatlah banyak. Seperti potensi ISPA
pada bagian batu bara, potensi terjadi gangguan pendengaran akibat suara
bising di daerah produksi, broiler batubara, dan genset, potensi kecelakaan
seperti terjatuh, terpleset, tersetrum, tertimpa tepung maupun kardus, tertabrak
forklift maupun mobil, dan potensi iritasi pada bagian limbah, serta potensi
terkena Low Back Pain (LBP) akibat posisi kerja yang tidak baik dan
dilakukan Secara rutin.
Dari berbagai potensi bahaya kesehatan diatas kelompok kami lebih
memprioritaskan kepada masalah kebisingan yang dapat membuat fungsi
pendengaran terganggu. Pada saat survei tidak di dapatkan nilai ambang batas
(NAB) pada setiap proses produksi. Saat wawancara pihak Pd Indofood
mengatakan bahwa tidak semua tempat produksi menggunakan APD Ear muff
untuk melindungi telinga, hanya beberapa tempat saja yang menggunakan
APD tersebut. Jika tingkat kebisingan di daerah tersebut tidak sesuai dengan
nilai ambang batas dapat menyebabkan gangguan pada pendengaran berupa
penurunan pendengaran atau biasa disebut Noise Induce Hearing Loss (NIHL)

32
Menurut Kepmenaker 51/MEN/1999 Tentang nilai ambang batas
faktor fisika di tempat kerja untuk kebisingan adalah 85 dB(A) maka
kebisingan yang terdapat di PT. ISM khususnya di penggilingan mie scrape
merupakan intensitas yang melebihi Nilai Ambang Batas. Bunyi yang
didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran
melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki,
maka dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 1996).
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia
yang terpapar dan dapat dikelompokan secara bertingkat sebagai berikut:
a) Gangguan Fisiologis
Seseorang yang terpapar bising dapat menggangu, lebih-lebih yang
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba dan tak terduga. Gangguan dapat
terjadi seperti, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, basa
metabolisme, kontraksi pembuluh darah kecil, dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris, serta dapat menurunkan kinerja otot.
b) Gangguan Psikologis
Seseorang yang terpapar bising dapat teganggu kejiwaanya, berupa
stres, sulit berkonsentrasi dan lain-lain, dengan akibat mempengaruhi
kesehatan organ tubuh yang lain.
c) Gangguan komunikasi
Yaitu gangguan pembicaraan akibat kebisingan sehingga lawan bicara
tidak mendengar dengan jelas. Untuk rnengatasi pembicaraan perlu lebih
diperkeras bahkan berteriak.
d) Gangguan keseimbangan
Kebisingan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan yang berupa kesan seakan-akan berjalan di ruang angkasa.
e)Ketulian
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan,
maka gangguan yang paling serius adalah ketulian. Ketulian akibat bising ada
tiga macam yaitu

33
1) Tuli sementara
2) Tuli menetap
3) Trauma akustik

Waktu pemajanan per hari Intensitas Kebisingan dalam dB (A)


8 (jam) 85
4 88
2 91
1 94

30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

28,12 detik 115


14,06 18
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139

Sumber : Kepmenaker No. KEP.51/MEN/1999

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Jumlah pekerja PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk adalah 434 orang
dengan 268 orang laki-laki dan 166 orang perempuan.
2. Lebih dari 50% pekerja PT. Indofod berada pada divisi produksi.
3. Proses produksi didominasi oleh mesin yang mengeluarkan suara bising

34
4. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 1
Tahun 1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja yang
berbunyi a) bahwa penyakit akibat kerja berat bertalian dengan kemajuan
teknologi sehingga pengetahuan tentang penyakit-penyakit tersebut perlu
dikembangankan antara lain dengan pemilikan data yang lengkap; b) bahwa
“untuk melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja terhadap pengaruh
akibat kerja, perlu adanya tindakan pencegahan lebih lanjut; c) bahwa
penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja merupakan suatu
kecelakaan yang harus dilaporkan.

B. Saran
1. Perusahaan
a. Penggunaan earplug pada setiap proses produksi dan pekerja yang berada
di lingkungan mesin.
b. Mengurangi durasi kerja masing-masing pekerja atau memperbanyak
shift.
c. Melakukan pemeriksaan audiometri secara berkala kepada pekerja.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sumardiyono, dkk, 2007. Materi Kuliah. D-III Hiperkes dan KK Fakultas
Kedokteran UNS.
2. Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta ; PT. Toko
Gunung Agung.

35
3. Brief History of the Company | Indofood [Internet]. Indofood.com. 2017 [cited 20
July 2017]. Available from: http://www.indofood.com/company/history
4. Nurini Endarwati, I Made Muliatna. Hubungan Penerapan Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Bidang Service
Kendaraan Di Bengkel CV. ASRI MOTOR Sidoarjo. JTM. Volume 03 Nomor 01
Tahun 2014, 161-166.
5. Hanggraeni, Dewi. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit
FEUI, Jakarta.
6. William, et al. / Perancangan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di
PT. SPINDO 1/ Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 179-182
7. Depkes RI., 1992. UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Depkes RI.
8. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 : Tentang Keselamatan Kerja
9. Kurniadi, H. (2005). Pengukuran Tingkat Kinerja Implementasi Progam
Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (LK3) dan Perangkingan Hazard
Dengan Pendekatan Risk Assessment. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik
Industri. Institute Tekonologi Sepulu November.
10. Data Primer PT. Indofood TBK, 2017
11. Luxon, et al. BOILES Fundamentals of Otolaryngology Buku Ajar THT Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2012.
12. Pirade A. Hubungan Posisi dan Lama Duduk Dengan Kejadian Nyeri Punggung
Bawah pada Karyawan Bank. Jurnal Biomedik; 2012.
13. Ehrlich GE. Low Back Pain. Bulletin Of The World Health Organization; 2003.
14. Wentz, C. A., 1999. Safety, Health, and Environmental Protection. International
Edition. McGraw-Hill Book Co, Inc – USA.
15. Wald, P. H., Stave, G. M., 2002. Physical and Bilogical Hazards of the 2 nd
edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
16. Taha, A., et al., 1994. Auditory Brain Stem Response in Noise Induced
Permanent Hearing Loss. Med. J. Cairo Univ., Vol. 62, No.1, www.pubmed.com.
Dikutip : 20 Juli 2017.

36
17. Admin. 2008. Sanitation for The Food Preservation Industries. Mc Graw Hill
Company, Inc, New York

LAMPIRAN

37
(Screw Conveyer) (Pengolahan Limbah )

(Pengolahan Limbah) (Boiler Batubara)

38

Anda mungkin juga menyukai