Anda di halaman 1dari 256

AKUNTANSI MANAJEMEN

Dilengkapi:
Materi Balanced Scorecard dan Corporate Social Responsibility

EUIS ROSIDAH
MEDINA ALMUNAWWAROH
RINA MARLIANA
AKUNTANSI MANAJEMEN

Edisi 1, Cetakan Pertama, 2018

Penulis
Euis Rosidah
Medina Almunawwaroh
Rina Marliana

Desain Cover & Layout


Gina Arrahmah

Penerbit
Mujahid Press
Jalan Tambakan N0. 06 Bojong Kunci Pameungpeuk
Banjaran Bandung

Undang-Undang RI No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta:


Pasal 2:
1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana:
Pasal 72:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana paling lama 7
(tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
LEMBAR PERSEMBAHAN

Euis Rosidah
Karya Buku yang ke-5:
Sekali lagi untuk: (Alm) Bapak Tatang Hidayat
(Almh) Ibu Suryani
(Alm) A. Sofwan Kamil (Suami tercinta)
Anak-anak: Aldi, Ami dan dhanis, Aci, Azzam
Serta TAHIAT fams

Medina Almunawwaroh
Untuk Suami, Miftahul Khoer
Anak-anak, Almira Fawziya A dan Muhammad Hisyam A
Orangtua, Apa Dudu Mahmud dan Mamah Siti Romiyani
Adik-adik, AfHiGi tersayang
Almamaterku UT Jakarta dan UMB Jakarta
Tempat mengabdiku Universitas Siliwangi Tasikmalaya

Rina Marliana
Untuk Suamiku: Kadarsah
Anak-anakku: Khanna Athaya Izzatunnisa
dan Keisha Adzkia Izzatunnisa
Orangtuaku: Mpah Wawa Ruswaya dan Mama Cicih Suarsih
Adik-adikku: Candra Hayat, Ratna R. dan Risya N. Santiani
Kalian adalah sumber kekuatan dalam setiap perjuangan.

Dan untuk semua insan yang berdedikasi dalam keilmuan


Inti dari QS. Al Baqarah: 282

“Allah memerintahkan untuk melakukan penulisan secara

benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama

melakukan muamalah. Penulisan yang benar akan

menghasilkan informasi yang benar. Informasi yang benar akan

menentukan keputusan yang benar”


KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Buku ini bisa selesai ditulis atas seizin dan pertolongan Alloh SWT, yang
senantiasa memberikan inspirasi dan tambahan ilmu kepada makhlukNya.

Buku Akuntansi Manajemen ini mengupas teori dan contoh perhitungan


yang terkait dengan praktek sehari-hari. Tujuan penulisan buku ini adalah
untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang konsep Informasi
Akuntansi Penuh (Full Accounting Information), Informasi Akuntansi
Diferensial (Differential Accounting Information), dan Informasi Akuntansi
Pertanggungjawaban (Responsibility Accounting Information). Dengan
harapan bisa membantu pengguna terutama mahasiswa yang
mempelajari dan menerapkan teori Akuntansi Manajemen dalam
kehidupan nyata. Tujuan lainnya adalah bisa memberikan tambahan
wacana materi Akuntansi Manajemen bagi dunia pendidikan.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga yang telah


memberikan motivasi, dan semua pihak yang telah berpartisipasi sehingga
buku ini selesai disusun, Alhamdulillah.

Penulis menyadari bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk


menyempurnakan buku ini. Kami berharap ada masukan untuk perbaikan
tulisan, substansi, metodologi ataupun sistematika penyusunannya, dan
bisa disampaikan melalui alamat e-mail medina_am@yahoo.com atau
rinamarliana@unsil.ac.id.

Alhamdulillahirobbil’alamin, terima kasih.

Tasikmalaya, Februari 2018

Penulis

i
ii
BIODATA PENULIS

Euis Rosidah memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Jurusan Akuntansi dari


Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada tahun
1989. Studi akademik dilanjutkan pada konsentrasi Akuntansi Manajemen
di Magister Akuntansi (MAKSI) di Univesitas Padjadjaran Bandung tahun
2005 dan bergelar Magister Akuntansi (M.AK).
Sejak tahun 1994 menjadi Dosen di Universitas Siliwangi Tasikmalaya,
sebagai pengampu mata kuliah Pengantar Manajemen, Akuntansi Biaya,
Akuntansi Manajemen dan Sistem Pengendalian Manajemen. Pengalaman
kerja penulis antara lain pernah menjadi konsultan di CV INR Consultant
Design, Management and Engineering. Menjadi pengasuh Rubrik
Konsultasi Keuangan Keluarga pada Harian Radar Tasikmalaya dan menjadi
Konsultan bidang Ekonomi pada CV DTM Tasikmalaya sampai sekarang.
Buku-buku karya lainya dari penulis melalui Mujahid Press adalah
Akuntansi Biaya edisi 1 (2013), buku Mengelola Keuangan Sehari-hari
(2013), buku Akuntansi Biaya edisi 2 dan 99 Soal Jawab dalam 11 materi
Akuntansi Biaya (2015), dan Buku Pengantar Manajemen bersama Medina
Almunawarroh pada tahun 2017.

iii
BIODATA PENULIS

Medina Almunawwaroh memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Jurusan


Manajemen dari Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka Yogyakarta pada
tahun 2007. Studi akademik dilanjutkan pada konsentrasi Akuntansi
Manajemen pada Magister Akuntansi (MAKSI) di Univesitas Mercu Buana
Jakarta tahun 2011 dengan gelar Magister Akuntansi (M.Ak).
Tahun 2007-2011 menjadi staf pengajar tetap di LP3I CC Depok Jawa Barat
untuk mata pelajaran Matematika, selanjutnya menjadi Dosen Tetap di
Politeknik Triguna Tasikmalaya tahun 2013-2015 pada mata kuliah
Akuntansi Menengah, Akuntansi Manajemen dan Penyusunan Anggaran
Perusahaan. Mulai tahun 2015 s.d. sekarang menjadi Dosen di Universitas
Siliwangi Tasikmalaya, sebagai pengampu mata kuliah Pengantar
Manajemen, Sistem Pengendalian Manajemen, Manajemen Pemasaran
Akuntansi Biaya, dan Perilaku Organisasi. Pada tahun 2017 menulis buku
Pengantar Manajemen bersama Euis Rosidah.

iv
BIODATA PENULIS

Rina Marliana memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) di Program


Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2007. Studi akademik
dilanjutkan pada konsentrasi Akuntansi Keuangan, Program Magister Sains
di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada pada tahun
2011 dan memperoleh gelar Master of Science in Accounting (M.Sc.).
Tahun 2007-2014 menjadi staf pengajar di SMK Negeri 1 Maja untuk mata
pelajaran Kewirausahaan. Mulai tahun 2015 sampai dengan sekarang
menjadi Dosen di Universitas Siliwangi Tasikmalaya, sebagai pengampu
mata kuliah Pengantar Perpajakan, Perpajakan, Sistem Pengendalian
Manajemen, Aplikasi Komputer Dalam Akuntansi, Praktikum Aplikasi
Komputer Dalam Akuntansi, Praktikum Akuntansi Keuangan dan
Praktikum Statistika.

v
vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………….……………………………………………. i


BIODATA PENULIS …………………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….…… vii

BAGIAN I PENGANTAR DAN INFORMASI AKUNTANSI


PENUH ……………………………………………………………… 1
BAB 1 Akuntansi Manajemen Suatu Perspektif ..……….… 3
BAB 2 Akuntansi Manajemen dan Karakteristik
Akuntansi Manajemen ………………………………….….. 15
BAB 3 Informasi Akuntansi Penuh (Full Accounting
Information) ……………………………………………………... 31
BAB 4 Penggunaan Informasi Akuntansi Penuh dalam
Penentuan Harga Jual ………………………………………. 47
BAB 5 Penggunaan Informasi Akuntansi Penuh dalam
Penentuan Harga Transfer ………………………………… 65
BAB 6 Penggunaan Informasi Akuntansi Penuh dalam
Analisis Kemampuan Menghasilkan Laba ………….. 87

BAGIAN II PENGANTAR DAN INFORMASI AKUNTANSI


DIFERENSIAL 95
BAB 7 Informasi Akuntansi Diferensial (Differential
Accounting Information) ………….………………………... 97
BAB 8 Penggunaan Informasi Akuntansi Diferensial
dalam Biaya Relevan untuk Pengambilan
Keputusan ..…… 99
BAB 9 Penggunaan Informasi Akuntansi Diferensial
dalam Analisa Biaya Volume Laba … 115
BAB 10 Penggunaan Informasi Akuntansi Diferensial
dalam Analisa Investasi ………………………………… 135

vii
BAGIAN III PENGANTAR DAN INFORMASI AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN ………………………………... 153
BAB 11 Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban
(Responsibility Accounting Information) ……………. 155
BAB 12 Penggunaan Informasi Akuntansi
Pertanggungjawaban dalam Penyusunan
Anggaran …………………………………………………………… 187
BAB 13 Penggunaan Informasi Akuntansi
Pertanggungjawaban dalam Manajemen Berbasis
Aktivitas …………………………………………………………….. 193

BAGIAN IV MATERI PENDUKUNG 207


BAB 14 Balanced Scorecard …………………………………………… 209
BAB 15 Corporate Social Responsibility ….……………………... 223

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 237

viii
BAGIAN I
PENGANTAR DAN INFORMASI
AKUNTANSI PENUH

1
2
BAB 1
AKUNTANSI MANAJEMEN
SUATU PERSPEKTIF

1. Pendahuluan
Manajemen (pengelolaan) adalah hal yang dilakukan atau suatu kegiatan
yang dilakukan oleh para manajer. Aktivitas yang dilakukan meliputi
aktivitas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan
mengawasi. Manajer adalah seseorang yang melakukan koordinasi dan
pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga sasaran-sasaran
organisasi dapat dicapai dengan cara efisien (mengerjakan sesuatu dengan
tepat dan tidak membuang-buang biaya, tenaga dan waktu) dan efektif
(berhasil guna dan bermanfaat).

2. Organisasi dan Tujuannya


Istilah organisasi memiliki dua arti umum, pertama, mengacu pada suatu
lembaga (institution) atau kelompok fungsional, sebagai contoh kita
mengacu pada perusahaan, badan pemerintah, rumah sakit, atau suatu
perkumpulan olahraga. Arti kedua mengacu pada proses
pengorganisasian, sebagai salah satu dari fungsi manajemen.
Pengorganisasian (organizing) merupakan suatu cara pengaturan
pekerjaan dan pengalokasian pekerjaan di antara para anggota organisasi
sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien (Stoner, 1996).
Sedangkan Handoko (2012) memberikan pengertian pengorganisasian
adalah proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan
organisasi, sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan yang melingkupinya.

Pengorganisasian adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia


dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan
mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi.
Pengorganisasian juga meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi

3
pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang
memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.

Menurut Dimock, organisasi adalah: “Organization is the systematic


bringing together of interdependent part to form a unified whole through
which authority, coordination and control may be exercised to achive a
given purpose”. (Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada
bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk
suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan
pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).

James D. Mooney mengatakan bahwa: “Organization is the form of every


human association for the attainment of common purpose” (Organisasi
adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama)

Pendapat lain menyebutkan bahwa organisasi adalah sekelompok orang


yang menyatu bersama karena beberapa tujuan bersama.

Dari beberapa pengertian organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa


setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu:
1. Orang-orang (sekumpulan orang)
2. Kerjasama
3. Tujuan yang ingin dicapai

Sasaran Organisasi
Sasaran merupakan tujuan bersama yang mengarahkan kerja organisasi.
Bagi beberapa organisasi sasarannya adalah membuat produk dan
menghasilkan keuntungan

4
Perencanaan Strategis
Dalam setiap organisasi, perencanaan strategis terjadi dalam dua tahap:
1. Keputusan mengenai produk yang akan dihasilkan dan/atau jasa
yang akan diberikan.
2. Keputusan mengenai strategi pemasaran dan/atau produksi yang
akan diikuti dalam rangka menyampaikan produk atau jasa yang
dimaksud kepada pihak yang semestinya.

3. Tugas Manajemen
Pada dasarnya manajer melaksanakan 4 (empat) fungsi umum dalam suatu
organisasi:
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. Pengendalian
4. Pengambilan Keputusan

Perencanaan:
Manajer merancang beberapa langkah yang akan diambil dalam upaya
menggerakkan organisasi ke arah sasarannya.

Pengorganisasian dan Pengarahan:


Manajer memutuskan bagaimana cara terbaik mengkombinasikan sumber
daya manusia dengan sumber ekonomi lain yang menjadi milik perusahaan
agar dapat menjalankan rencana yang ditetapkan.

Pengendalian
Dalam tugas ini, manajer mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan bahwa setiap bagian organisasi berfungsi dengan
efektifitas yang maksimal.

5
Pengambilan Keputusan
Manajer berusaha membuat pilihan yang masuk akal di antara alternatif,
sehingga dalam pelaksanaanya fungsi manajemen ini harus dilakukan
secara benar. Fungsi manajemen dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Fungsi
Manajemen

Planning Organizing Actuating Controlling

Gambar 1.1
Fungsi Manajemen

Manajemen adalah suatu proses pengaturan untuk mencapai tujuan


perusahaan dengan melibatkan orang-orang yang ada di dalamnya. Selain
itu, manajemen adalah suatu ilmu dan seni yang mengatur proses
pemanfaatan berbagai sumber daya yang ada di perusahaan secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Maka dari itu, perusahaan
harus menjalankan fungsi manajemen secara benar. Dalam pelaksanaan
fungsi organisasi untuk mencapai tujuan yang sudah ditargetkan oleh
perusahaan, maka manajer sebuah organisasi akan membutuhkan
informasi baik yang bersifat informasi kuantitatif ataupun informasi
kualitatif.

Informasi pada dasarnya merupakan merupakan suatu fakta, data,


pengamatan, persepsi atau sesuatu yang lain yang menambah
pengetahuan dan diperlukan manusia untuk mengurangi ketidakpastian
dalam pengambilan keputusan.

6
4. Kebutuhan Manajer akan Informasi
Manajer selalu membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan
rutin dan keputusan yang bersifat khusus. Keputusan rutin biasanya terkait
dengan hal yang sudah dilakukan dalam perusahaan, misalnya pemesanan
barang, pengangkutan bahan baku, pembelian bahan pembantu dan lain-
lain, sementra keputusan yang terkait dengan operasional perusahaan
sehari-hari disebut keputusan rutin, sementara keputusan khusus
terjadinya tidak menentu, misalnya adanya pesanan khusus, adanya
keputusan untuk menambah volume produksi, keputusan penggantian
equipment, dan lain-lain.

Dari perspektif sistem, informasi memiliki sejumlah atribut, antara lain:


1. Informasi mengurangi ketidakpastian
2. Informasi belum pasti benar
3. Informasi bisa inkremental, yaitu memutakhirkan informasi yang
ada
4. Informasi dapat berupa koreksi
5. Informasi mungkin mengkonfirmasi
6. Informasi memiliki nilai mengejutkan
7. Informasi tidak bernilai, nilai tsb didapat ketika informasi tersebut
membawa perubahan akibat suatu keputusan

Manajemen perusahaan memerlukan tiga jenis informasi keuangan


(kuantitatif) supaya beroperasi secara efektif. Pertama, perusahaan
pabrikasi dan perusahaan jasa memerlukan informasi penentuan biaya
produk dan jasa. Kedua, untuk meraih tujuan mereka, semua perusahaan
membutuhkan informasi untuk merencanakan dan mengendalikan
kegiatan usahanya. Ketiga, manajer memerlukan laporan khusus dan
analisis keuangan untuk mendukung keputusan bisnis mereka. Sistem
akuntansi kerapkali merupakan satu-satunya sumber informasi kuantitatif
yang menggabungkan aktivitas semua perusahaan.

7
Para Manajer senantiasa berpikir tentang bagaimana caranya
mendapatkan dan bagaimana menggunakan dana dalam kegiatan bisnis.
Dikotomi antara akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen dalam
banyak hal tidak menguntungkan dan menyesatkan. Bagi kalangan internal
maupun eksternal perusahaan membutuhkan informasi akuntansi namun
jenis informasi yang dibutuhkan berbeda. Akuntansi manajemen adalah
proses pengidentifikasian, penyusunan, penafsiran dan penyampaian
informasi yang membantu para manajer di dalam organisasi. Sedangkan
akuntansi keuangan merujuk pada penyusunan informasi akuntansi yang
akan digunakan oleh kalangan eksternal seperti para pemegang saham dan
kreditor. Akuntan manajemen merupakan penasihat, konsultan internal
dan bagian integral dari manajemen.

Dalam akuntansi informasi terbagi atas sebagai berikut:

Informasi

Informasi Informasi
Kualitatif Kuantitatif

Informasi Informasi Non


Akuntansi Akuntansi

Informasi Akuntansi Akuntansi


Operasi Keuangan Manajemen

Gambar 1.2
Pembagian Informasi dalam Akuntansi

8
Penjelasan Gambar 1.2:
1. Informasi Kualitatif adalah informasi yang dinyatakan dengan
kualitas/tidak berhubungan dengan angka
2. Informasi Kuantitatif adalah informasi yang dinyatakan dalam
angka
3. Informasi Akuntansi adalah merupakan data yang diproses dan
diolah secara sistematik terkait dengan data keuangan dan
transaksi ekonomi lain, untuk digunakan oleh perusahan atau
lembaga lainnya
4. Informasi Non Akuntansi adalah merupakan data yang terkait
dengan faktor-faktor di luar akuntansi (misalnya; pangsa pasar,
harga saham, kondisi ekonomi makro dan sebagainya), yang
digunakan untuk pengambilan keputusan oleh perusahaan,
informasi ini melengkapi informasi akuntansi.
5. Informasi Operasi adalah dikhususkan untuk membuat laporan
yang memuat kegiatan operasi perusahaan. Kegiatan operasi
yang dimaksud adalah aktivitas utama dan aktivitas lain yang
timbul dalam peusahaan tersebut. Aktivitas utama biasanya
berasal dari aktivitas pembelian bahan mentah, pengolahan atau
pemrosesan, dan penjualan produk hasil dari pemrosesan
sebelumnya. Aktivitas lain dapat berupa aktivitas akuntansi,
administrasi dan umum dan lain-lainnya. Aktivitas operasi selain
dapat menghasilkan informasi operasi, dapat pula diolah untuk
menghasilkan informasi akuntansi manajemen dan informasi
akuntansi
6. Informasi Akuntansi Keuangan (IAK) adalah informasi yang
bertujuan umum (general purposes) yang disajikan sesuai dengan
Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Informasi ini
bertujuan umum sebab disiapkan untuk pihak internal dan
eksternal. Informasi Akuntansi Keuangan disajikan dengan asumsi
bahwa informasi yang dibutuhkan investor, kreditor, calon
investor dan kreditor, manajemen, pemerintah, dan sebagainya
dapat mewakili kebutuhan informasi pihak lain selain investor dan

9
kreditor. Dengan demikian dibutuhkan satu informasi seragam
untuk semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis
perusahaan. Umumnya, Informasi Akuntansi Keuangan disusun
dan dilaporkan secara periodik, sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan manajemen terhadap informasi yang tepat waktu.
Selain itu, IAK disajikan dengan format yang terlalu kaku, sehingga
kurang mampu memenuhi informasi yang dibutuhkan
manajemen. Di dalam informasi akuntansi keuangan istilah biaya
mempunyai arti tunggal yaitu jumlah pengeluaran atau beban
langsung maupun tidak langsung untuk menghasilkan barang atau
jasa.
7. Informasi Akuntansi Manajemen (IAM) adalah Informasi yang
disiapkan untuk kebutuhan pihak internal untuk membantu
manajemen dalam pembuatan keputusan. Informasi ini tidak
dibatasi oleh PABU, merupakan informasi inovatif yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi perusahaan tertentu.
Informasi biaya yang mempunyai arti yang berbeda, dan
disesuaikan penggunaannya, yang mana menerapkan konsep
penerapan biaya yang berbeda untuk tujuan yang berbeda
(diffrent cost for diffrent purpose). Tiga jenis biaya untuk
akuntansi manajemen:
a. Full Cost Accounting, atau akuntansi biaya penuh, merupakan
jumlah seluruh biaya yang dibebankan pada produk.
b. Differential Cost Accounting, atau akuntansi biaya diferensial,
merupakan biaya yang berbeda antara satu kondisi dengan
kondisi yang lainnya.
c. Responsibility Accounting, atau akuntansi pertanggung-
jawaban, merupakan sebuah laporan yang bertujuan untuk
pengendalian biaya, karena manajemen sering membuat
perencanaan untuk tiap-tiap biaya, di mana setiap pusat
biaya dipimpin oleh seseorang yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan “perencanaan” yang telah dibuat.

10
Pada prinsipnya informasi yang digunakan manajer sangat tergantung
kepada kategori pemakai itu sendiri. Para pemakai informasi terdiri atas:
1. Manajer Internal yang memakai informasi sebagai alat
perencanaan jangka pendek dan pemeriksaan rutin sehari-hari
seperti: merencanakan pembelian bahan baku, merencanakan
kenaikan volume produksi, merencanakan biaya reparasi
perlengkapan dan lain-lain.
2. Manajer Internal yang memakai informasi sebagai alat
pengambilan keputusan jangka panjang, seperti: pembelian
mesin, perluasan usaha, penentuan harga produk dan lain-lain.
3. Pihak-pihak Eksternal, seperti para investor, kreditor, dan
pemerintah.
a. Investor akan menggunakan informasi akuntansi untuk
mengambil keputusan yang menyangkut peningkatan,
penurunan, atau mempertahankan investasi mereka yang
telah ditanamkan sebelumnya.
b. Kreditor akan menggunakan informasi untuk melakukan
evaluasi atas kemampuan perusahaan untuk membayar
kembali pinjaman atau kewajiban perusahaan.
c. Pemerintah akan menggunakan informasi untuk penentuan
besaran pajak yang harus dibayar oleh perusahaan.

Selain kegunaan untuk para pemakai di atas, informasi akuntansi keuangan


akan mempengaruhi interaksi manajer dalam perusahaan. Interaksi dalam
organisasi akan dilandasi dengan interaksi yang terkait dengan
kepentingan organisasi pada umumnya, seorang manajer tugas utamanya
untuk merencanakan (planning) dan mengendalikan operasional
(controlling). Seluruh program kerja yang tertuang pada rencana
perusahaan, akan disempurnakan oleh manajer keuangan dan manajer
akuntansi. Menurut Prawironegoro dan Purwanti dalam bukunya
Akuntansi Manajemen (2013) menuliskan, perbedaan antara Manajer
Akuntansi (Controller) dan Manajer Keuangan (Treasurer) adalah sebagai
berikut:

11
Tabel 1.1
Perbedaan Manajer Akuntansi dan Manajer Keuangan
Manajer Akuntansi Manajer Keuangan
Merencanakan pengendalian Merencanakan sumber
pembiayaan
Menyajikan laporan keuangan Menyajikan program kerja
keuangan
Mengatur administrasi perpajakan Mengatur urusan perbankan
Mengelola informasi akuntansi Mengelola sumber dan
penggunaan dana
Mengelola administrasi harta, Mengelola investasi
utang dan modal

Hubungan antara manajer tersebut di atas harus merupakan


jaringan sistem yang saling terkait satu sama lainnya, yang akan
mempengaruhi pengambilan keputusan perusahaan.

5. Informasi Akuntansi Manajemen pada Organisasi Jasa


Pada awalnya Informasi Akuntansi Manajemen diterapkan pada
perusahaan yang operasinya mengolah bahan baku menjadi barang jadi,
sifat perusahaan ini adalah pabrikasi (Manufacturing Company). Sejalan
dengan perkembangan informasi dan transaksi dalam ekonomi global,
maka pemakai informasi akuntansi lebih meluas lagi, mencakup pada
organisasi jasa yang berbeda karakteristiknya dengan organisasi pabrikasi.

Perbedaan nyata adalah perusahaan jasa tidak menghasilkan produk yang


bisa dilihat wujudnya, karyawan di perusahaan jasa bisa langsung
berkomunikasi dengan pelanggan, sehingga kepuasan pelanggan sangat
tergantung kepada pelayanan prima yang dilakukan (service excelent).
Masalah ketepatan waktu penyerahan jasa dan kualitas jasa, itu
merupakan indikasi nyata bagaimana perusahaan bisa memberika
kepuasan pada pelanggan, sehingga tidak akan terjadi pengaduan atas
ketidakpuasan. Perusahaan jasa tidak memiliki persediaan jasa, seperti

12
halnya pada perusahaan pabrikasi yang memiliki persediaan bahan baku,
persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi yang siap
untuk dijual. Contoh perusahaan jasa arsitektur, dalam pelayanan mungkin
menyediakan pelayanan pembuatan struktur bangunan sebuah hotel
lengkap dengan rencana anggaran biayanya, tapi itu hanya berlaku sesuai
dengan satu pesanan gambar saja, dan jasa itu tidak bisa disimpan dan
diberikan pada pelanggan lain di masa yang akan datang.

Di bawah ini akan diberikan contoh Industri dalam Perusahaan Jasa:


Tabel 1.2
Industri dalam Perusahaan Jasa
Industri-Industri Jasa Jenis Perusahaan
Lembaga keuangan Bank komersial (konvensional ataupun
syariah), Asuransi (konvensional ataupun
syariah), Pegadaian, Perusahaan pialang
saham
Perdagangan Distributor barang dagangan, Mall, Toko
swalayan, Perdagangan besar
Jasa Profesional Kantor pengacara, Kantor notaris, Jasa
apraissal, Jasa teknik, Kantor akuntan,
Kantor konsultan manajemen
Transportasi Maskapai penerbangan, Kereta Api,
Angkutan Laut, Perusahaan bus, Jasa
kurir, Jasa Pos
Kesehatan Rumah Sakit, Rumah perawatan
kecantikan, Terapi Ruqiah, Jasa
kebugaran
Telekomunikasi Jasa Telepon, Penyedia jasa internet,
Jasa saluran langsung internasional
Eceran Jaringan toko retail, Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU), Kedai
makan, Toko buah-buahan

13
Penggunaan informasi akuntansi manajemen pada industri jasa
tidak seintensif pada perusahaan pabrikasi. Yang paling utama perusahaan
industri jasa menggunakan informasi keuangan sebatas untuk
menganggarkan dan mengendalikan pengeluaran perusahaan.

Latihan Diskusi:
1. Mengapa semua organisasi baik yang bersifat mencari
keuntungan/laba (profit oriented) ataupun yang tidak mencari
keuntungan/Nirlaba (non Profit oriented) harus memiliki tujuan?
2. Bagaimana caranya manajer bisa melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen terkait dengan tujuan perusahaan?
3. Informasi akuntansi manajemen berperan dalam pengambilan
keputusan rutin ataupun khsus, jelaskan dengan pernyataan tersebut
di atas?
4. Manajer membutuhkan informasi akuntansi manajemen, apa manfaat
yang bisa diambil manajer dari informasi tersebut?
5. Apa perbedaan nyata antara perusahaan industri pabrikasi dengan
industri jasa?

“Pendidikan mengembangkan kemampuan, tetapi tidak


menciptakannya”
--Voltaire--

14
BAB 2
AKUNTANSI MANAJEMEN DAN
KARAKTERISTIK AKUNTANSI MANAJEMEN

1. Pendahuluan
Hakekat manajemen adalah membuat sebuah keputusan, itu akan terkait
dengan adanya pemilihan alternatif yang terbaik diantara alternatif yang
ada. Untuk melakukan pemilihan alternatif diperlukan adanya alternatif
informasi yang tersedia yang dapat memberikan maksimalisasi manfaat.
Pengambilan keputusan akan dilakukan oleh semua perusahaan baik yang
bersifat industri pabrikasi, industri jasa maupun industri perdagangan.
Seorang manajer membutuhkan informasi akuntansi manajemen dalam
proses pengambilan keputusan karena informasi manajemen memiliki
cakupan yang luas tidak hanya menyangkut masalah keuangan tetapi juga
masalah non keuangan.

2. Pengertian Akuntansi Manajemen


Rudianto (2013) menjelaskan bahwa pengertian akuntansi manajemen
adalah dimana informasi yang dihasilkannya ditujukan kepada pihak-pihak
internal organisasi, seperti manajer keuangan, manajer produksi, manajer
pemasaran, dan sebagainya guna pengembalian keputusan internal
organisasi.

Menurut Hansen dan Mowen (2009) akuntansi manajemen merupakan


alat untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengukur, mengklasifikasi,
dan melaporkan informasi yang bermanfaat bagi pengguna internal dalam
merencanakan, mengendalikan, dan mengambil keputusan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Siregar (2013) yang mendefinisikan akuntansi
manajemen adalah proses mengidentifikasi, mengukur, mengakumulasi,
menyiapkan, menganalisis, menginterpretasikan, dan
mengkomunikasikan kejadian ekonomi yang digunakan oleh manajemen

15
untuk melakukan perencanaan, pengendalian, pengambilan keputusan,
dan penilaian kinerja dalam organisasi.

Horngren (2008) menjelaskan bahwa akuntansi manajemen adalah


mengukur, menganalisis dan melaporkan informasi keuangan dan non
keuangan yang membantu manajer membuat keputusan guna mencapai
tujuan organisasi. Manajer akan menggunakan informasi akuntansi
manajemen ini untuk memilih, mengkomunikasikan dan
mengimplementasikan strategi, juga menggunakan informasi akuntansi
manajemen untuk mengkoordinasi keputusan-keputusan desain produk,
produksi serta pemasaran.

Menurut Supriyono (2001) memberikan pengertian akuntansi manajemen


sebagai suatu proses identifikasi, pengukuran, pengumpulan, analisis,
penyiapan dan komunikasi informasi financial yang digunakan oleh
manajemen untuk perencanaan, evaluasi, pengendalian dalam suatu
organisasi, serta untuk menjamin ketepatan penggunaan sumber-sumber
dan pertanggungjawaban atas sumber tersebut.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntansi manajemen


merupakan alat bantu manajemen untuk mengendalikan, mengawasi, dan
menganalisis biaya-biaya dalam suatu proses produksi sehingga
manajemen dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat untuk
menentukan kebijaksanaan dalam mengelola perusahaan yang efektif dan
efisien.

Penggolongan Informasi Akuntansi Manajemen menurut Mulyadi (2001)


informasi akuntansi manajemen terdiri dari antara lain sebagai berikut:
1. Informasi Akuntansi Penuh
2. Informasi Akuntansi Differensial
3. Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban

16
Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Informasi Akuntansi Penuh (full accounting information)
Informasi akuntansi penuh merupakan seluruh aktiva,
pendapatan yang diperoleh dan atau seluruh sumber yang
dikorbankan suatu objek informasi. Manfaat informasi akuntansi
penuh, antara lain:
a. Pelaporan keuangan
b. Analisa kemampuan menghasilkan laba (profitability
analysis)
c. Jawaban atas pertanyaan ”berapa biaya yang telah
dikeluarkan untuk sesuatu?”
d. Penentuan harga jual cost type contract
e. Penentuan harga jual normal
f. Penentuan harga jual produk atau jasa yang diatur sesuai
dengan peraturan pemerintah
g. Penyusunan program
2. Informasi Akuntansi Diferensial (differential accounting
information)
Informasi akuntansi diferensial merupakan taksiran perbedaan
aktiva, pendapatan dan biaya dalam industri tindakan tertentu
dibandingkan dengan industri tindakan yang lain. Manfaat
informasi akuntansi diferensial dalam pengambilan keputusan:
a. Membeli dan membuat sendiri
b. Menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk
c. Menghentikan atau melanjutkan produksi produk tertentu
atau kegiatan usaha suatu bagian perusahaan
d. Menerima atau menolak pesanan khusus
3. Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban (responsibility
accounting information)
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan informasi
yang mengukur hasil setiap pusat pertanggungjawaban dan
membandingkan dengan anggarannya dihubungkan dengan

17
wewenang yang dimiliki oleh tiap-tiap manajer. Manfaat
informasi akuntansi pertanggung jawaban, antara lain:
a. Sebagai dasar penyusunan anggaran
b. Sebagai penilai kinerja manajer pusat pertanggungjawaban
c. Sebagai pemotivasi manajer
d. Memungkinkan pengelolaan aktivitas
e. Memungkinkan pemantauan evektifitas pengelolaan
aktivitas

3. Pentingnya Akuntansi Manajemen


Lingkungan Ekonomi yang berubah dari waktu ke waktu di sebagian
perusahaan mengharuskan perusahaan melakukan inovasi praktek
akuntansi manajemen yang relevan. Persaingan yang ada menghadapkan
kenyataan pada perubahan-perubahan seperti: orientasi pelanggan, cross
functional perspective, persaingan global, total quality management,
waktu dan sumber daya manusia sebagai elemen persaingan, kemajuan
teknologi informasi, pertumbuhan dan deregulasi industri jasa, activity
based management.

Akuntansi dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mengolah masukan


berupa data operasi dan data keuangan untuk menghasilkan keluaran
berupa informasi akuntansi yang dibutuhkan oleh pemakai.

Akuntansi manajemen dapat dipandang dari dua arti dengan tipe:


1. Tipe Akuntansi: pada tipe ini akuntansi manajemen merupakan
suatu sistem pengolahan informasi keuangan yang digunakan
untuk menghasilkan informasi keuangan bagi kepentingan
pemakai intern organisasi. Dalam tipe ini terkandung dua (2) arti
yaitu, akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.
2. Tipe Informasi: pada tipe ini akuntansi manajemen merupakan
tipe informasi kuantitatif yang menggunakan uang sebagai satuan
ukuran, yang digunakan untuk membantu manajemen dalam
pelaksanaan pengelolaan perusahaan.

18
Akuntansi Manajemen merupakan salah satu cabang ilmu akuntansi yang
menghasilkan informasi untuk manajemen atau pihak intern perusahaan.

Hansen dan Mowen (2009) mengidentifikasi beberapa perbedaan antara


akuntansi manajemen dengan akuntansi keuangan. Perbedaan-perbedaan
tersebut terletak pada:
1. Pengguna (target user). Akuntansi manajemen memiliki fokus
pada penyediaan informasi kepada pengguna internal, sedangkan
akuntansi keuangan memiliki fous pada penyediaan informasi
bagi pengguna eksternal.
2. Pembatasan pada masukan dan proses. Akuntansi manajemen
tidak tergantung pada prinsip-prinsip akuntansi SEC dan FASB
menetapkan prosedur akuntansi yang harus diikuti untuk
pelaporan keuangan. Masukan dan proses dari akuntansi
keuangan harus jelas dan terbatas. Hanya kegiatan-kegiatan
ekonomi tertentu yang memenuhi kualifikasi sebagai masukan
dan proses, harus mengikuti metode yang diterima umum. Tidak
seperti akuntansi keuangan, akuntansi manajemen tidak
mempunyai lembaga khusus yang mengatur format isi dan aturan
dalam memilih masukan serta proses, dan penyusunan laporan
keuangan. Manajer bebas memilih informasi apapun yang mereka
inginkan asalkan penyediaannya dapat dibenarkan atas analisis
biaya manfaat (cost-benefit analysis).
3. Jenis informasi. Pembatasan dalam akuntansi keuangan
cenderung menghasilkan informasi keuangan yang objektif dan
dapat diverifikasi. Dalam akuntansi manajemen, informasinya
dapat berupa informasi keuangan dan non keuangan serta dapat
lebih bersifat subjektif.
4. Orientasi waktu. Akuntansi keuangan memiliki orientasi historis.
Fungsinya adalah untuk mencatat dan melaporkan kegiatan-
kegiatan yang telah terjadi. Walaupun akuntansi manajemen juga
mencatat dan melaporkan kejadian-kejadian yang telah terjadi,

19
akuntansi manajemen lebih menekankan pada penyediaan
informasi kegiatan-kegiatan di masa yang akan datang.
5. Tingkat agregasi. Akuntansi manajemen menyediakan ukuran dan
laporan internal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
perusahaan, lini produk, departemen, dan manajer. Intinya,
informasi yang sangat terinci dibutuhkan dan disediakan.
Akuntansi keuangan, memfokuskan pada kinerja perusahaan
secara keseluruhan, dan memberikan sudut pandang yang lebih
agregat.
6. Keluasan. Akuntansi manajemen jauh lebih luas daripada
akuntansi keuangan. Akuntansi manajemen meliputi aspek-aspek
ekonomi manajerial rekayasa industri (industrial reengineering),
ilmu manajemen, dan juga bidang-bidang lainnya.

Tabel 2.1
Perbedaan Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Keuangan
Faktor Pembeda Akuntansi Manajemen Akuntansi Keuangan
Pengguna informasi Internal Eksternal
Aturan yang Standar Akuntansi
Tidak ada
mengikat Keuangan
Orientasi waktu Masa depan Masa lalu
Perusahaan secara
Obyek evaluasi Segmen/Unit organisasi
eksternal
Informasi yang Informasi perusahaan
Informasi relevan
dihasilkan menyeluruh
Penekanan
Obyektivitas dan daya Informasi perusahaan
informasi (Relevansi
andal menyeluruh
dan Fleksibilitas)
Kewajiban
pelaporan kepada Tidak wajib Wajib
pihak eksternal
Harian, mingguan,
Frekuensi pelaporan Tahunan
bulanan, semesteran

20
Kecepatan untuk
Presisi Informasi pengambilan Harus tepat,teruji
keputusan
Berhubungan dengan
Berhubungan dengan
Unit pelaporan perusahaan secara
bagian perusahaan
keseluruhan
Berasal dari sistem
Berasal dari informasi
akuntansi dasar yang
Sumber dan Sifat masa lalu dan masa
merekam data
Informasi yang akan datang
transaksi yang sudah
Selesai
Ilmu Ekonomi, Psikologi
Sosial, Psikologi
Industri, Matematika,
Disiplin ilmu Hukum, Statistik dan Ilmu Ekonomi
Ilmu lain yang terkait
dengan pengambilan
keputusan
Fleksibilitas tinggi Kurang Fleksibel
karena menyesuaikan karena harus
dengan kebutuhan dan mengikuti Prinsip
Fleksibilitas Laporan
tidak diikat Prinsip Akuntansi Yang
Akuntansi Yang Berlaku Berlaku Umum
Umum (PABU) (PABU)
Bersifat nilai uang
Kandungan Bersifat Nilai uang dan
(Rp) atas peristiwa
Informasi pertimbangan kualitatif
transaksi ekonomi

21
Tabel 2.2
Persamaan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
Faktor kesamaan Akuntansi Keuangan Akuntansi Manajemen
Sistem akuntansi Menggunakan Sistem Menggunakan Sistem
Akuntansi Biaya untuk Akuntansi Biaya untuk
merangkum data merangkum data
keuangan yang akan keuangan yang akan
digunakan dalam digunakan dalam
pelaporan pengambilan keputusan
atas alternatif yang
tersedia
Tanggung Jawab Bertanggung jawab dan Bertanggungjawab dan
(responsibiliy) dan mempertanggungjawab mempertanggungjawab
pertanggungjawa kan atas kinerja operasi kan atas kinerja operasi
ban (Stewardship) dan financial secara dan financial secara
keseluruhan, kepada bagian perusahaan,
semua pihak yang kepada semua pihak
mempunyai yang mempunyai
kepentingan kepentingan.
Fokus Informasi Data keuangan untuk Data keuangan yang
yang terkait pengambilan keputusan dianalisis untuk
pengambilan yang tepat dan pengambilan keputusan
keputusan bermanfaat yang tepat dan
bermanfaat

4. Sumber Data Akuntansi Manajemen


Pada masa sekarang data untuk perusahaan begitu berlimpah, manajer
harus mampu mengelompokkan data yang berlimpah tersebut untuk bisa
digunakan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan. Untuk
mengetahui secara jelas data tersebut masuk dalam data yang penting,
maka sumber data akuntansi manajemen dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

22
1. Basis Data Pelanggan
Adalah basis data yang memuat pesanan-pesanan penjualan dari
seluruh pelanggan, yang akan diproses, dipenuhi dan segera
dilakukan penagihan sesuai perjanjian dengan pelanggan pada
saat terjadi pembelian. Ini dikenal dengan istilah Sistem Pesanan
Yang Masuk (Order Entry System).
2. Basis Data Pemasok
Adalah basis yang memuat identitas supplier atau vendor baik
secara individu ataupun perusahaan yang bisa memenuhi
kebutuhan individu atau perusahaan lain. Pada data ini terdapat
data pembelian, data utang dagang dan karakteristik pelanggan.
Ini terkait dengan basis data yang ada pada Basis Data Akuntansi.
3. Basis Data Karyawan
Adalah basis yang memuat semua ativitas dan kejadian yang
terkait dengan personalia, yang paling pokok dalam basis ini
adalah tentang pengangkatan, tunjangan, gaji, evaluasi kinerja
dan lain-lain. Ini dikenal dengan istilah personnel System.
4. Basis Data Akuntansi
Adalah basis yang memuat semua kejadian akuntansi yang terkait
dalam masalah, penerimaan kas, pembelian, pengeluaran kas dan
semua transaksi lainnya. Istilah yang terkait dengan penerimaan
kas dari pelanggan disebut sistem Penerimaan Kas (Cash Receipt
System), untuk sistem yang terkait dengan pembelian barang
dagangan baik secara eceran atau partai besar disebut Sistem
pembelian (Purchase System). Untuk sistem yang terkait dengan
pembayaran untuk semua pembayaran atas pembelian disebut
dengan sistem pengeluaran kas (Cash Disbursement system). Dan
untuk sistem yang terkait dengan semua transaksi yang
dikumpulkan perusahaan, laporan manajemen baik secara
financial dan non financial serta penganggaran maka disebut
Sistem akuntansi Umum (General Accounting System).

23
5. Basis Data Produk
Adalah basis yang memuat semua perencanaan dan pengendalian
produksi yang terkait dengan pengolahan bahan baku menjadi
barang jadi, skedul produksi, skedul pembelian bahan baku dan
tenaga kerja, pengawasan produksi dan pemenuhan
perlengkapan untuk produksi. Ini dikenal dengan Sistem
Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Production Planning
and Control System).
6. Basis Data Logistik
Adalah basis yang memuat data tentang persediaan, biaya
produksi dan spesifikasi produk yang akan diproduksi di
perusahaan. Ini terkait dengan Production Planning and Control
System.

5. Manajemen dan Informasi


Setiap organisasi baik kecil maupun besar memiliki seorang manajer yaitu
orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan aktifitas penyusunan
rencana (planning), pengorganisasian sumber-sumber daya (organizing),
pergerakan/pengarahan karyawan (Actuating), dan pengendalian/
pengawasan kegiatan perusahaan (controlling) untuk:
1. Planning: Rencana manajemen biasanya diekspresikan dalam
sebuah bentuk formal yang disebut dengan anggaran (budgets)
2. Organizing: Meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi
pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan
siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.
3. Actuating: Pengarahan merupakan bagian pekerja rutin seorang
manajer, untuk membantu melakukan aktifitas pembuatan
keputusan sehari-hari diperlukan informasi akuntansi manajemen
seperti laporan penjualan harian
4. Controlling: Pengawasan yang merupakan umpan balik yang
memberi sinyal apakah kegiatan dilaksanakan dengan baik
merupakan kunci untuk melaksanakan pengendalian yang efektif.

24
Salah satu laporan yang memberikan informasi perbandingan antara
anggaran dengan realisasinya disebut laporan kinerja (performance report)
yang memberikan informasi tentang perbedaan (variance) antara
anggaran dengan realisasinya.

Akuntansi Manajemen dalam Perubahan Lingkungan Bisnis


Tidak bisa dipungkiri kemajuan teknologi telah memberikan perubahan
nyata secara cepat terhadap lingkungan industri baik yang pabrikasi
ataupun perusahan yang berjenis lain, baik secara domestik ataupun
global. Perubahan ini dampaknya terhadap manajer pengguna informasi
akuntansi manajemen pun sangat besar, beberapa pengambilan
keputusan rutin ataupun khusus, harus disesuaikan dengan semua variabel
yang berubah.

Perubahan pada sistem padat karya menjadi padat modal (lebih banyak
menggunakan mesin otomatis) misalnya, membuat manajer harus berpikir
bagaimana mengelola sumber daya yang tadinya ada di perusahaan cukup
banyak dengan keputusan rasionalisasi, pemutusan hubungan kerja atau
pengalihan tugas dan banyak lagi. Mengapa? Karena di masa lalu tenaga
kerja manusia merupakan bagian terbesar dari biaya yang dikalkulasikan
oleh perusahaan dalam melakukan pabrikasi barang dan jasa. Ketika
sistem penggunaan mesin otomatis sudah diberlakukan, maka tenaga
kerja tidak lagi dominan. Maka diperlukan perubahan dalam sistem
perubahan untuk menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan
terkait hal ini. Kompetisi antar industri meluas mencakup lingkup dunia,
dan inovasi produk serta jasa meningkat pesat, yang juga meningkatkan
persaingan, konsumen dapat memperoleh harga yang lebih murah,
kualitas lebih baik, dan pilihan lebih beragam, yang menuntut perubahan
sikap dalam mengelola dan menjalankan bisnis dan perubahan ini terus
berlangsung.

25
Secara garis besar praktek akuntansi manajemen pada masa sekarang
ketika perkembangan bisnis berubah dikelompokkan menjadi tujuh (7)
kelompok sebagai berikut:
1. Just In Time (JIT)
merupakan suatu sistem produksi dimana pembelian bahan baku
dan pembuatan produk hanya dilakukan untuk memenuhi
permintaan pelanggan, dengan demikian jika tidak ada
permintaan pelanggan, perusahaan tidak akan membuat produk
dan menyimpannya di gudang, persediaan ditekan seminimal
mungkin dan jika mungkin = nol. Pabrikasi JIT adalah filosofi yang
terpusat pada penentuan waktu, efisiensi dan mutu dalam
memenuhi komitmen-komitmen. Perusahaan yang menggunakan
sistem ini berkonsentrasi terhadap perbaikan yang berkelanjutan
dan pencarian serta penghilangan pemborosan bahan baku,
waktu dan tempat.
2. Total Quality Manajemen (TQM)
Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru
dalam menjalankan bisnis, yang berupaya untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara
berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan organisasi. TQM merupakan pendekatan yang
seharusnya dilakukan organisasi masa kini untuk memperbaiki
kualitas produknya, menekan biaya produksi dan meningkatkan
produktivitasnya. merupakan suatu perbaikan yang terus
menerus dengan karakteristik, memfokuskan pada pelayanan
pelanggan dan adanya tim yang memecahkan persoalan secara
sistematis. Dalam pendekatan ini manajemen sangat konsen
dalam menempatkan mutu sebagai strategi usaha, dengan cara
melibatkan seluruh anggota organisasi dalam upaya peningkatan
mutu secara berkesinambungan dan sepenuhnya berorientasi
pada kepuasan pelanggan.

26
3. Process of Reengineering
merupakan pemetaan ulang proses bisnis secara rinci, dikaji lagi,
dirancang ulang dalam rangka menghilangkan proses yang tidak
perlu, mengurangi peluang terjadinya kesalahan dan mengurangi
biaya. Proses bisnis sendiri merupakan serangkaian tahap yang
harus diikuti untuk melaksanakan tugas/pekerjaan dalam
perusahaan. Rekayasa ulang adalah perancangan ulang secara
pada proses bisnis yang berjalan saat ini dengan penekanan pada
pengurangan biaya dan waktu siklus agar terjadi peningkatan
kepuasan pelanggan. Rekayasa ulang sangat mungkin dilakukan
karena kebanyakan dalam organisasi terdapat sekat-sekat
departemen dan unit kerja, tidak ada kepemilikan proses secara
individu, dan kadang diluar kendali. Akibat hal-hal tersebut, biaya
dan waktu siklus menjadi buruk dan berakibat pada rendahnya
kepuasan pelanggan. Dengan demikian, rekayasa ulang akan
menjadi solusi yang saling menguntungkan antara organisasi dan
pelanggan.
4. Automation
Biasanya melibatkan mesin pengendali numerik, yang fungsinya
dikendalikan oleh sebuah komputer yang telah diprogram untuk
membimbing peralatan dalam melaksanakan tugas tertentu.
Automation untuk menyatakan suatu perpindahan yang otomatis
dan terarah sifatnya dari kegiatan yang satu ke kegiatan yang lain
berikutnya. Adapun inti dari konsep automation adalah adanya
prinsip umpan balik (feed back), yaitu kemampuan daripada
mesin untuk merasa, mengetahui dan membutuhkan kekeliruan-
kekeliruan dan kesalahan-kesalahan pada waktu hal itu terjadi.
Prinsip inilah yang membedakan antara mechanization dengan
automation. Pada kasus automation sangat dimungkinkan adanya
perubahan konsep perusahaan yang tadinya padat karya
(dominan tenaga kerja) menjadi konesp padat modal (dominan
mesin).

27
5. Theory of Constraints (TOC)
Setiap perusahan setidaknya menghadapi satu kendala pada saat
menginginkan laba, karena tidak mungkin sebuah perusahaan
bisa memproduksi apapun tanpa batas apakah produk, jasa,
dagang atau laba sekalipun. Pada dasarnya Teori kendala meliputi
banyak aspek, tapi secara umum lebih menitikberatkan pada
peningkatan produksi dengan beberapa kendala. Dalam
peningkatan produksi kendala bisa diperoleh baik bersifat
internal, seperti; kapasitas mesin yang terbatas, tenaga kerja yang
kurang ahli, perilaku manajer yang tidak kondusif dan lain-lain,
tapi juga bisa bersifat kendala dari luar, misalnya: pemasok yang
tidak memiliki komitmen, pasar yang bergejolak, bahan baku yang
terbatas dan lain-lain. Untuk mengatasi kendala, maka Theory of
Constraint memberikan langkah sebagai berikut:
a. Identifikasikan rantai atau kaitan yang paling lemah dari
seluruh kendala yang muncul
b. Identifikasikan rantai sisa yang ada
c. Ambil solusi cara penanganan rantai yang paling lemah
d. Fokuskan kembali ke rantai yang lemah selanjutnya.
6. Evolusi Teknis
Merupakan perubahan yang dilakukan perusahaan dengan titik
berat pada sistem produksi terfokus. Perusahaan akan berupaya
menurunkan keanekaragaman produk yang dibuat dan
menfokuskan pada produk atau jasa yang memberikan marjin
kontribusi paling tinggi.
7. Manajemen Dasar Aktivitas (Activity Based Management)
Merupakan sebuah pendekatan dalam mengelola bisnis dengan
mengidentifikasikan aktivitas operasi utama, menentukan
sumber daya apa yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas,
mengidentifikasikan apa yang menyebabkan konsumsi sumber
daya dan setiap aktivitas tersebut dan mengkategorikan aktivitas
mana yang memberi nilai tambah dan aktivitas mana yang tidak
memberi nilai tambah.

28
6. Perkembangan Peran Akuntansi Manajemen sebagai
Suatu Tipe Akuntansi
Peran akuntansi manajemen sebagai sistem pengolah informasi keuangan
dalam perusahaan dibagi menjadi tiga (3) tingkat perkembangan:
1. Pencatat Skor
Pencatatan skor bagi akuntansi manajemen adalah untuk
mencatat dan mengkomunikasikan skor kepada manajer yang
bersangkutan untuk manajemen mengevaluasi pelaksanaan
rencana yang telah disusun, mengingat dasar dalam manajemen
itu sendiri dalam merencanakan, menggerakkan, mengendalikan
dan pengawasan dari rencana dan menyajikan informasi umpan
balik kepada manajemen mengenai pelaksanaan rencana aktifitas
yang disusun. Untuk memenuhi fungsi pencatat skor harus
memenuhi syarat: teliti, relevan dan andal (reliable). Ketelitian
pencatatan skor setiap manajer merupakan syarat mutlak karena
informasi yang disajikan kepada manajemen akan digunakan
untuk mengevaluasi kinerja mereka. Setiap orang yang diukur
kinerjanya akan peduli terhadap unsur yang digunakan untuk
mengukur kinerjanya. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi
seandainya biaya yang seharusnya menjadi beban departemen
lain, oleh Bagian Akuntansi keliru dibebankan kepada
departemen tertentu, padahal setiap manajer departemen akan
dinilai oleh atasannya dari efisiensi biaya yang dicapai oleh setiap
departemen.
2. Penarik Perhatian
Akuntansi menyajikan informasi penyimpangan pelaksanaan
rencana yang memerlukan perhatian manajemen, agar
manajemen dapat merumuskan tindakan untuk mencegah
berlanjutnya penyimpangan yang terjadi sesuai skor yang dicatat.
3. Penyedia Informasi untuk Pemecahan masalah.
Dengan dua tahapan tersebut di atas maka akuntansi manajemen
maka akan dapat dijadikan pengambilan keputusan pemecahan
masalah yang ada.

29
7. Manfaat Informasi Akuntansi Manajemen
1. Informasi Akuntansi Penuh
Mencakup informasi aktiva, pendapatan dan/atau biaya dan
selalu dihubungkan dengan obyek informasi yang dapat berupa
satuan usaha, produk, departemen atau aktifitas.
2. Informasi Akuntansi Diferensial
Merupakan taksiran perbedaan aktiva, pendapatan dan/atau
biaya dalam alternatif tindakan tertentu dibandingkan dengan
alternatif tindakan yang lain.
3. Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban
Merupakan informasi aktiva, pendapatan dan/atau biaya yang
dihubungkan dengan manajer yang bertanggung jawab atas pusat
pertanggungjawaban tertentu.

Latihan Diskusi:
1. Apa perbedaan dan persamaan antara informasi akuntansi keuangan
dengan informasi akuntansi manajemen?
2. Terbagi berapa jenis tipe informasi akuntansi manajemen?
3. Perubahan bisnis yang semakin kompleks menyebabkan kebutuhan
informasi akuntansi manajemen pun berubah mengikuti zaman.
Deskripsikan perubahan itu berdampak terhadap apa saja?
4. Peran apa yang bisa disumbangkan oleh akuntansi manajemen kepada
perusahaan?
5. Apakah akuntansi manajemen bermanfaat bagi perusahaan?
sebutkan manfaatnya!

“Tiga hal yang paling mahal di dunia: Kepercayaan, Kejujuran,


serta Kesetiaan”
--NN--

30
BAB 3
INFORMASI AKUNTANSI PENUH
(FULL ACCOUNTING INFORMATION)

1. Pendahuluan
Informasi akuntansi penuh menyajikan mengenai pendapatan total, biaya
total dan aktiva total baik di masa lalu maupun di masa yang akan datang,
dalam hubungannya dengan kesatuan usaha tertentu. Informasi akuntansi
penuh dapat berupa informasi biaya penuh (full cost information), informasi
aktiva penuh (full asset information), dan informasi pendapatan penuh (full
revenue information).

2. Definisi Informasi Akuntansi Penuh (Full Acounting


Information)
Informasi Akuntansi Penuh (Full Acounting Information) adalah seluruh
aktiva, seluruh pendapatan yang diperoleh dan seluruh sumber yang
dikorbankan suatu objek informasi (Mulyadi, 2001). Dapat ditarik
kesimpulan, Informasi Akuntansi penuh yaitu:
1. Unsur yang membentuk informasi akuntansi penuh adalah total
aktiva, total pendapatan dan total biaya. Informasi Akuntansi penuh
berupa aktiva disebut Aktiva penuh (Full Assets), Informasi Akuntansi
Penuh berupa pendapatan disebut Pendapatan penuh (Full Revenues)
dan Informasi Akuntansi penuh berupa seluruh sumber yang
dikorbankan disebut Biaya penuh (Full Costs).
2. Informasi akuntansi selalu berhubungan dengan objek informasi.
Dalam hubungannya dengan objek informasi, informasi akuntansi
penuh merupakan informasi akuntansi langsung ditambah dengan
informasi tidak langsung yang terjadi dalam objek informasi.
1. Jika informasi akuntansi penuh berupa aktiva, maka aktiva penuh
adalah aktiva langsung ditambah dengan aktiva tidak langsung
yang berhubungan dengan objek informasi.

31
2. Jika informasi akuntansi penuh berupa pendapatan, maka
pendapatan penuh adalah pendapatan langsung ditambah
dengan pendapatan tidak langsung yang berhubungan dengan
objek informasi.
3. Jika informasi akuntansi penuh berupa biaya, maka biaya penuh
adalah biaya langsung ditambah dengan biaya tidak langsung
yang berhubungan dengan objek informasi.

3. Perbedaan antara Full Accounting Information, Full Cost,


dan Full Costing
Full Accounting Information terdiri dari unsur: Full Assets, Full Revenues
dan Full Costs. Full Costs merupakan salah satu unsur dari Full Accounting
Information. Full Cost merupakan total biaya yang bersangkutan dengan
objek informasi. Jika objek informasi berupa produk, maka full cost
merupakan total biaya yang bersangkutan dengan produk tersebut.
Perhitungan full cost suatu produk dipengaruhi oleh metode penentuan
kos produk yang digunakan: Full Costing, Variable Costing, Activity Based
Costing.

Full Costing, Kalkulasi biaya produksi penuh pada dasarnya merupakan


pengorbanan sumber ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa
dimana unsurnya adalah biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja
langsung dan seluruh biaya overhead pabrik baik yang sifatnya tetap
maupun variabel, atau merupakan salah satu metode penentuan biaya
produk, yang membebankan seluruh biaya yang berperilaku variabel
maupun tetap. Jika perusahaan menggunakan pendekatan Full costing
dalam penentuan biaya produksinya, maka:
Full Cost = Total Biaya produksi + Total biaya Non Produksi
= (Biaya Bahan Baku + Biaya Tenaga kerja Langsung + Biaya
Overhead Tetap + Biaya Overhead Variabel) + (Biaya
Administrasi dan Umum + Biaya Pemasaran)

32
Kegunaan Full Costing adalah:
1. Menyajikan perhitungan laba rugi untuk pihak luar.
2. Menentukan perhitungan kinerja/laba divisi produksi, pemasaran dan
administrasi umum.
3. Menentukan beban (expense) menurut fungsi manajemen.

Variable Costing, Kalkulasi biaya produksi variabel pada dasarnya


merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk menghasilkan barang
dan jasa yang memperhitungkan biaya variabel saja, yang terdiri dari biaya
bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik variabel, atau salah satu metode penentuan biaya produk, yang
membebankan hanya biaya yang berperilaku variabel. Jika perusahaan
menggunakan pendekatan Variable costing dalam penentuan biaya
produksinya maka:

Variable Cost = (Total Biaya Produksi Variabel + Total Biaya Non


Produksi Variabel) + Total Biaya Tetap
= (Biaya Bahan Baku + Biaya Tenaga kerja Langsung +
Biaya Overhead Variabel + Biaya Administrasi dan
Umum Variabel + Biaya Pemasaran Variabel) + (Biaya
Overhead Pabrik Tetap + biaya Administrasi dan Umum
Tetap + Biaya Pemasaran Tetap)

Kegunaan Variabel Costing adalah:


1. Membebankan seluruh biaya tetap pada perhitungan rugi laba
2. Perencanaan laba
3. Memberikan kemudahan untuk menyusun biaya pada tingkat unit,
tingkat batch dan tingkat produk
4. Menentukan adanya keputusan reduksi biaya
5. Menentukan beban (expense) berdasarkan perilaku biaya.

33
Activity Based Costing, Kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas secara umum
digunakan pada perusahaan yang memiliki lebih dari satu produk, oleh
sebab itu terkait dengan Biaya Overhead Pabrik akan menjadi
permasalahan, karena dikonsumsi secara bersamaan untuk lebih dari satu
produk. Karena biaya overhead pabrik harus ditelusuri secara cermat
berdasarkan aktivitas produk yang mengkonsumsinya. Berdasarkan
kategori aktivitas, maka biaya pada activity based costing, terdiri dari:
1. Biaya pada tingkat unit, pengujian dan pemeriksaan produk (unit level
activity cost).
2. Biaya pada tingkat batch, pembelian bahan, penerimaan bahan dan
penyiapan batch (Batch related activity cost).
3. Biaya pada tingkat produk, riset pasar, perancangan dan
pengembangan produk, proses produksi, pemasaran dan layanan
purna jual (Product sustaining activity cost).
4. Biaya pada tingkat fasilitas, penyediaan fasilitas atau peralatan
produksi dan penyediaan ruangan (Facility sustaining activity cost).

Kegunaan Activity Based Costing:


1. Perhitungan dan pembebanan biaya lebih akurat terutama pada biaya
overhead pabrik
2. Memudahkan melakukan pengurangan biaya (cost reduction)
3. Penawaran barang dengan harga jual yang wajar
4. Mendukung perbaikan biaya yang berkesinambungan (continous
improvement).

4. Perhitungan Harga Pokok dengan Metode Full Costing,


Variable Costing dan Activity Based Costing
1. Penentuan Harga Pokok dengan Metode Full Costing
Metode full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi
dimana semua biaya produksi diperhitungkan ke dalam harga pokok
produksi. Sehingga tidak membedakan antara biaya produksi variabel dan
biaya produksi tetap. Dikarenakan seluruh biaya produksi tetap dan
variabel dimasukkan ke dalam harga pokok produksi, maka akan ada biaya

34
tetap yang masih melekat pada produk yang belum laku terjual. Sehingga
biaya tetap yang masih melekat pada produk yang belum laku terjual tidak
dibebankan pada periode yang seharusnya.

Contoh konsep perhitungan harga pokok produksi dengan metode full


costing adalah sebagai berikut:
Jenis Biaya Nilai Uang (Rp) Jumlah (Rp) Sifat Biaya
Penjualan 80.000.000
Biaya Bahan Baku 10.000.000 Variabel
Biaya Tenaga Kerja
15.000.000 Variabel
langsung
Biaya Overhead Pabrik Tetap dan
12.000.000
variabel
Total harga pokok
produksi/biaya 37.000.000
produksi
Laba kotor 43.000.000
Biaya pemasaran Tetap dan
5.000.000
variabel
Biaya administrasi dan Tetap dan
4.000.000
Umum variabel
Total biaya non
9.000.000
produksi
Laba bersih 34.000.000

Contoh soal:
Diketahui perusahaan AKTIF memiliki data keuangan pada divisi A yang
meliputi pendapatan penuh dan biaya penuh sebagai berikut:
a. Penjualan kepada pihak luar Rp. 10.000.000
b. Penjualan antar divisi Rp. 5.500.000
c. Biaya produksi langsung divisi
(BBB, BTKL, BOP) Rp. 4.800.000
d. Biaya Usaha (biaya pemasaran,

35
Biaya administrasi Umum) Rp. 2.000.000
e. Pendapatan: di luar Usaha Rp. 500.000
f. Alokasi biaya dari kantor pusat Rp. 1.000.000
Buat perhitungan Rugi Laba Divisi A yang laporannya digunakan untuk
kepentingan manajemen puncak!

Jawab:
Jenis biaya Nilai uang (Rp) Jumlah (Rp)
Penjualan:
Pihak luar 10.000.000
Antar divisi 5.500.000
Pendapatan penuh 15.500.000
Biaya langsung divisi
Biaya produksi 4.800.000
Biaya Non produksi 2.000.000
Alokasi biaya dari kantor 1.000.000
pusat
Biaya penuh divisi 7.800.000
Laba bersih divisi 7.700.000

Jika laporan rugi laba digunakan untuk kepentingan pihak luar/eksternal,


maka bentuk pelaporan adalah sebagai berikut:
Jenis biaya Nilai uang (Rp) Jumlah (Rp)
Penjualan pihak luar 15.000.000
Harga pokok penjualan 6.000.000
Laba kotor 9.000.000
Biaya usaha 3.000000
Laba bersih usaha 6.000.000
Pendapatan di luar usaha 1.000.000
Pendapatan penuh 7.000.000
Pajak 350.000
Laba bersih setelah pajak 6.650.000

36
2. Penentuan Harga Pokok dengan Metode Variabel Costing
Metode variabel costing adalah metode penentuan harga pokok produksi
yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke
dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langung dan biaya overhead pabrik variabel. Sedangkan untuk
biaya produksi tetap dianggap sebagai period cost. Dikarenakan seluruh
biaya tetap dianggap period cost, maka tidak ada biaya tetap yang belum
dibebankan pada periode tersebut.

Contoh konsep perhitungan harga pokok dengan metode variabel costing


adalah sebagai berikut:
Jenis biaya Nilai uang Jumlah Jumlah Sifat
(Rp) (Rp) (Rp) Biaya
Penjualan 80.000.000
Biaya Bahan
10.000.000 variabel
Baku
Biaya Tenaga
15.000.000 variabel
Kerja langsung
Biaya Overhead
7.000.000 variabel
pabrik variabel
Total harga
pokok
32.000.000
produksi/biaya
produksi variabel
Biaya pemasaran
3.000.000 variabel
variabel
Biaya
administrasi dan 2.000.000 variabel
Umum variabel
Total biaya non
5.000.000
produksi variabel
Total biaya
37.000.000 37.000.000
variabel

37
Margin
43.000.000
Kontribusi
Biaya produksi
5.000.000
tetap
Biaya
nonproduksi 4.000.000
tetap
Total Biaya Tetap 9.000.000
Laba Bersih 34.000.000

3. Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Activity Based Costing


(ABC)
Adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya
ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan
oleh aktivitas atau kegiatan. Mengacu pada definisi tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa sistem ABC adalah sistem perhitungan biaya dimana
tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu
dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor
yang tidak berhubungan dengan volume atau dapat diartikan sebagai
penentuan harga pokok berdasarkan kegiatan atau aktivitas.

Contoh konsep perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity


Based Costing:
Perusahaan CEPAT adalah perusahaan yang memproduksi dan menjual
barang X, dalam jenis yang berbeda, yaitu XY dan XZ. Di bawah ini
diperlihatkan data terkait produk tersebut:
Produk
Keterangan
XY XZ
Volume Produksi (Unit) 7.000 21.000
Harga Jual (Rp) 5.000 2.500
Biaya Utama (Rp) 4.000 2.000
Jam Kerja Langsung 4.000 6.000

38
dan akuntan manajemen mengidentifikasikan aktivitas cost pool yang
dianggarkan dan aktivitas sebagai berikut:
Aktivitas Anggaran Cost Pool (Rp) Aktivitas
Rekayasa 100.000 Jam
Setup 500.000 Jam
Perputaran Mesin 1.300.000 Jam
Pengemasan 100.000 Jumlah
Jumlah 2.000.000

Dan berikut ini aktivitas yang sesungguhnya untuk kedua jenis produk:
Konsumsi / Realisasi
Aktivitas Total
XY XZ
Rekayasa 6.000 7.000 13.000
Setup 400 500 900
Perputaran
50.000 100.000 150.000
Mesin
Pengemasan 5.000 20.000 25.000

Data lainnya bahwa biaya utama yang terdiri dari biaya bahan baku
langsung dan biaya tenaga kerja langsung untu produk XY adalah sebesar
Rp. 12.000.000 dan XZ Rp. 25.000.000.

Diminta:
1. Hitunglah biaya per unit produk XY dan XZ dengan sistem
konvensional (Tradisional)!
2. Hitunglah biaya per unit produk XYdan XZ dengan sistem ABC!

Jawab:
1. Sistem Konvensional
Total Jam Kerja Langsung (JKL) = 3.000 + 6.000 = 9.000
Tarif overhead / JKL = Rp.2.000.000 / 10.000 = Rp.200 / JKL

39
Biaya Overhead yang dibebankan ke:
Produk Total Unit Overhead/ unit
XY Rp.200 x 3.000 = Rp.600.000 7.000 Rp. 85,71
XZ Rp.200 x 6.000=Rp.1.200.000 21.000 Rp. 57,14

2. Sistem ABC (Activity Based Costing)


Konsumsi
Aktivitas Total Biaya Tarif Aktivitas
Aktivitas
Rekayasa 100.000 13.000 Rp. 7,70
Setup 500.000 900 Rp. 555,55
Perputaran 1.300.000 150.000 Rp. 8,67
Mesin
Pengemasan 100.000 25.000 Rp. 4

Biaya Overhead yang dibebankan ke masing-masing produk sebagai


berikut:
a. Produk XY
Aktivitas Tarif Jumlah BO Total BO / Unit
Rekayasa Rp.7,70 6.000 46.200 Rp. 7,70
Setup Rp.555,55 400 222.220 Rp. 555,55
Perputaran Rp.8,67 50.000 433.500 Rp. 8,67
Mesin
Pengemasan Rp.4 5.000 20.000 Rp. 4
721.920 Rp. 575,92

b. Produk XZ
Aktivitas Tarif Jumlah BO Total BO / Unit
Rekayasa Rp. 7,70 7.000 53.900 Rp. 7.70
Setup Rp. 555,55 500 277.775 Rp.555,55
Perputaran Rp. 8,67 100.000 867.000 Rp. 8.67
Mesin
Pengemasan Rp. 4 20.000 80.000 Rp. 4
1.278.675 Rp. 575,92
40
Menghitung biaya per unit menggunakan Metode Konvensional:
Keterangan Produk XY Produk XZ
Biaya Utama 12.000.000 25.000.000
Biaya Overhead 1.400.000* 4.200.000*
Total Biaya 13.400.000 29.200.000
Unit diproduksi 7.000 21.000
Biaya / Unit 1.914,30 1.390,48
* XY = Rp. 200 x 7.000 unit dan XZ = Rp. 200 x 21.000 unit

Menghitung biaya per unit menggunakan metode ABC:


Keterangan Produk XY Produk XZ
Biaya Utama 12.000.000 25.000.000
Biaya Overhead 4.031.440** 12.094.320**
Total Biaya 16.031.440 37.094.320
Unit diproduksi 7.000 21.000
Biaya / Unit 2.290,21 1.766,40
** XY = Rp, 575,92 x 7.000 unit dan XZ = Rp. 575,92 x 21.000 unit

Secara garis besar penggunaan Informasi Akuntansi Penuh digunakan


dalam pengambilan keputusan untuk:
1. Penentuan harga jual
Penentuan harga jual di dalam perusahaan adalah penentuan
terhadap nilai ekonomis barang dan jasa yang dihasilkan sehingga
akan terlihat posisi kelayakan produk dari nilai ekonomisnya. Tujuan
dari penetapan suatu harga adalah untuk mencapai target
perusahaan, mendapatkan laba dari penjualan, meningkatkan serta
mengembangkan produksi produk, serta meluaskan target
pemasaran. Penetapan harga suatu produk atau jasa tergantung dari
tujuan perusahaan atau penjual yang memasarkan produk tersebut
2. Penentuan Harga Transfer
Penentuan harga transfer terjadi karena perusahaan yang sifatnya
terdesentralissi memiliki divisi-divisi dengan batasan organisasional
yang tegas dan manajer yang bertanggungjawab didalamnya memiliki

41
otoritas untuk mengambil keputusan. Dengan demikian, tanggung
jawab atas bagian laba perusahaan bisa ditelusuri ke manajer divisi.
Karena keluaran dari sebuah divisi dipakai masukan bagi divisi lainnya.
Ini menjadi sebuah persoalan, karena tiap divisi tersebut akan
diperlakukan sebagai pusat-pusat pertanggungjawaban yang akan
dievaluasi kinerjanya berdasarkan laba operasi dan imbalan investasi.
Dalam pertukaran barang antar divisi di dalam perusahaan, akan
mengakibatkan munculnya harga transfer, dan itu akan menjadi
pendapatan bagi divisi penjualan dan biaya bagi divisi pembelian. Oleh
karena itu harga transfer akan mempengaruhi laba divisi penjualan
maupun divisi pembelian.
3. Analisis Profitabilitas
Analisis Profitabilitas terkait dengan adanya hubungan antara pembeli
dan penjual, hubungan tersebut terbentuk karena adanya pertukaran.
Kedua pihak tersebut mengharapkan laba, yaitu adanya perbedaan
antara pendapatan dan biaya. Analisis profitabilitas sangat penting
bagi semua pengguna, khususnya investor ekuitas dan kreditor. Bagi
investor ekuitas, laba merupakan satu-satunya faktor penentu
perubahan nilai efek (sekuritas). Pengukuran dan peramalan laba
merupakan pekerjaan paling penting bagi investor ekuitas. Bagi
kreditor, laba dan arus kas operasi umumnya merupakan sumber
pembiayaan bunga dan pokok. Ketika mengevaluasi profitabilitas
perusahaan, kita berfokus pada beberapa pertanyaan seperti:
a. Apakah ukuran laba yang paling relevan bagi perusahaan?
b. Bagaimana kualitas laba?
c. Komponen laba apakah yang paling penting untuk peramalan
laba?
d. Bagaimana daya tahan (termasuk stabilitas dan tren) laba dan
komponen-komponennya?
e. Bagaimana kekuatan laba (earning power) perusahaan?

42
Latihan Diskusi:
1. Apa perbedaan full cost, full costing dan full accounting information,
beri penjelasan dengan contohnya?
2. PT. SETIA JAYA adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
produk elektronik. Berikut adalah data-data biaya produksi
perusahaan yang dikumpulkan pada akhir periode 2017:
Biaya bahan baku langsung Rp. 9.000/unit
Biaya tenaga kerja langsung Rp. 6.500/unit
Total biaya overhead pabrik (BOP)/tahun Rp. 900.000.000/th
(Variabel 70%, Tetap 30%)
Total biaya administrasi dan umum Rp. 72.000.000/th
(Variabel 40%, Tetap 60%)
Total biaya pemasaran Rp. 55.000.000/th
(Variabel 60%, Tetap 40%)
Harga jual produk jadi sebesar Rp. 55.000/unit
Data penjualan dan produksi:
Persediaan awal 6.500 unit
Produksi 95.000 unit
Penjualan 60.000 unit
Persediaan akhir 12.500 unit

Diminta:
a. Tentukan harga pokok produksi per unit dengan metode full
costing dan variabel costing!
b. Susunlah laporan rugi laba dengan kedua metode tersebut!
c. Buat analisis perbedaan laba antara kedua metode tersebut dan
apa penyebabnya!

43
3. PT ABC mempunyai dua departemen, yaitu dept I dan II yang
digunakan untuk memproduksi produk A dan produk B. Data untuk
menentukan biaya produk A dan B adalah sebagai berikut:
Keterangan Produk A Produk B
Unit diproduksi 10.000 unit 40.000 unit
Biaya bahan baku Rp. 10.000.000 Rp. 40.000.000
Biaya tenaga kerja langsung Rp. 12.000.000 Rp. 48.000.000
Jam mesin 20.000 jm 80.000 jm
Kilowat 50.000 200.000
Jam inspeksi 5.200 7.800
Jam kerja langsung 10.000 jkl 40.000 jkl
Frekuensi produksi 1.000 kali 1.500 kali

Data per Departemen


Keterangan Departemen I Departemen II
Jam kerja langsung:
Produk A 2.000 8.000
Produk B 36.000 4.000

Jam mesin:
Produk A 5.000 15.000
Produk B 20.000 60.000

Biaya overhead pabrik:


Biaya inspeksi pabrik Rp 5.000.000 Rp 8.000.000
Biaya listrik Rp 5.000.000 Rp 15.000.000
Biaya pemeliharan mesin Rp 4.000.000 Rp 10.000.000
Biaya persiapan produksi Rp 8.500.000 Rp 15.000.000

Diminta:
Hitunglah harga pokok produksi produk A dan B dengan pendekatan
tradisional (tarif tunggal dan tarif departemen) dan ABC system!

44
“Angka hanya tampilan yang terbaca mata, tetapi makna angka
akan memuat cara bagaimana anda mengambil keputusan”
--Erha--

45
46
BAB 4
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTASI PENUH
DALAM PENENTUAN HARGA JUAL

1. Pendahuluan
Setiap perusahaan, yang dalam hal ini khususnya perusahaan manufaktur,
sebelum melakukan aktivitas terutama produksi membutuhkan informasi
yang berhubungan dengan proses produksi, seperti informasi total biaya
produksi yang dibutuhkan, jumlah produksi serta barang yang
dipergunakan, jumlah total biaya non produksi yang dikeluarkan dan hal
lain yang terkait dengan proses produksi itu sendiri. Untuk itu diperlukan
suatu bagian yang menghasilkan informasi yang dibutuhkan yaitu
informasi akuntansi penuh yang menyajikan informasi mengenai
pendapatan total, biaya total dan aktiva total baik di masa lalu maupun di
masa yang akan datang. Di dalam penganalisaan informasi akuntansi
penuh, pada suatu perusahaan selalu berkaitan dengan objek informasi
yang dapat berupa produk, aktivitas, departemen, atau divisi perusahaan
sebagai objek keseluruhan.

Dalam penentuan harga jual, ada perusahaan yang tidak menghadapi


persoalan karena harga jual sudah ada di pasaran, sehingga tidak harus
menghitung. Pelanggan pun akan membeli dengan nilai yang ada di pasar,
sehingga perusahaan tidak bisa menentukan harga jual di atas atau di
bawah harga pasar. Untuk harga jual yang harus dihitung oleh perusahaan,
maka proses ini sangat penting karena perusahaan harus mulai mengurai
dari jumlah biaya yang sudah dikeluarkan dalam proses produksi, jumlah
biaya usaha yang bersifat non produksi dan jumlah prosentase laba yang
diinginkan yang dianggap wajar untuk diperoleh. Kesalahan dalam
penentuan harga jual akan berakibat fatal. Karena jika penentuan harga
jual terlalu tinggi dibanding dengan harga yang sudah ada di pasar, maka
pelanggan akan enggan melihat produk perusahaan dan akan berpindah
ke perusahaan lain yang memiliki harga jual lebih murah dan wajar.
47
Sebaliknya jika harga jual ditetapkan terlalu rendah, akan jadi masalah bagi
perusahaan karena biaya yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan dalam
memproduksi barang dan jasa tidak tertutup.

Biaya-biaya yang terkait dengan penentuan harga jual adalah biaya


produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi meliputi biaya-biaya yang
terdiri dari pembelian bahan baku, upah tenaga kerja yang diperlukan
serta biaya-biaya yang termasuk dalam biaya overhead pabrik. Sedangkan
penentuan biaya produksi tersebut sangat berpengaruh terhadap harga
jual produk. Apabila harga produksi besar tentunya harga jual produk
tersebut juga harus tinggi untuk mendapatkan laba yang diharapkan.
Untuk memperoleh laba, pihak manajemen harus mampu menentukan
harga jual dengan baik, karena apabila perusahaan tidak mampu
menentukan harga jual dengan baik, maka perusahaan mungkin
mengalami kerugian sebagai akibat harga harga yang terlalu rendah atau
sebagai akibat barang yang tidak laku karena terlalu mahal. Biaya lain yang
harus dipertimbangkan dalam penentuan harga jual adalah biaya non
produksi, biaya ini terdiri dari biaya pemasaran dan biaya administrasi
umum. Biaya non produksi dikeluarkan terkait dengan pemenuhan
pesanan terhadap pelanggan.

Akuntansi penuh merupakan alat yang baik bagi manajemen untuk


melaksanakan tugasnya sebagai pengelola perusahaan dalam mengambil
keputusan, khususnya keputusan mengenai harga jual. Pengambilan
keputusan harga jual penting bagi perusahaan, karena harga jual sangat
berpengaruh terhadap pendapatan dan pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap laba perusahaan.

Seperti telah disebutkan di atas, dalam keadaan normal, harga jual harus
mampu menutup biaya penuh dan menghasilkan laba yang sepadan
dengan investasi. Dalam keadaan khusus, harga jual produk tidak dibebani
tugas untuk menutup seluruh biaya penuh, setiap harga jual di atas biaya
variabel telah memberikan kontribusi dalam menutup biaya tetap.

48
2. Keputusan Penentuan Harga Jual
Keputusan penetapan harga jual merupakan penetapan harga jual produk
atau jasa suatu organisasi yang pada umumnya dibuat untuk jangka
pendek. Keputusan ini diperoleh dari kebijaksanan penetapan harga jual,
pemanfaatan kapasitas dan tujuan organisasi.

Umumnya harga jual produk dan jasa ditentukan oleh perimbangan


permintaan dan penawaran di pasar sehingga biaya bukan merupakan
penentu harga jual. Karena permintaan pelanggan atas produk dan jasa
tidak mudah ditentukan oleh manager penentu harga jual, maka dalam
penentuan harga jual, manajer tersebut akan menghadapi banyak
ketidakpastiaan. Selera pelanggan, jumlah pesaing yang memasuki pasar
dan harga jual yang ditentukan oleh pesaing, merupakan contoh faktor-
faktor yang sulit diramalkan, yang mempengaruhi pembentukan harga jual
produk atau jasa di pasar.

Menurut Afif (1997), ada tiga faktor dasar pembatasan dalam keputusan
penetapan harga jual adalah sebagai berikut:
1. Harga dasar atau harga minimal yang dibatasi oleh harga pokok
produk
2. Harga plafon atau harga maksimal yang dibatasi oleh harga
pesaing dari produk serupa.
3. Kemampuan pelanggan untuk membayar

Berdasarkan tiga faktor pembatas dalam keputusan penetapan harga jual,


maka dapat disimpulkan bahwa di antara harga dasar dan harga plafon
untuk setiap produk terdapat harga optimum yang merupakan fungsi dari
permintaan produk dan kemampuan pelanggan untuk membayar.
Keputusan penetapan harga berdampak besar terhadap sejumlah
kelompok masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan antara lain:
konsumen, karyawan, masyarakat, dan pesaing.

49
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Harga Jual
Penentuan harga jual merupakan masalah yang kompleks, karena
penetapan dari harga jual memerlukan pertimbangan dari berbagai faktor
baik faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan. Faktor internal
perusahaan diantaranya biaya-biaya lain yang relevan, laba yang
diinginkan, tujuan perusahaan, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor
eksternal perusahaan diantaranya persaingan, luasnya pasar, kebijakan
pemerintah, dan lain sebagainya.

Menurut Ahmad (1996) dalam bukunya “Akuntansi Manajemen Dasar dan


Konsep Biaya serta Pengambilan Keputusan” faktor-faktor yang
mempengaruhi harga jual adalah:
1. Tujuan Perusahaan
Tujuan perusahaan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
dalam penetapan harga jual, karena tujuan perusahaan adalah untuk
mendapatkan laba. Apabila ada kesalahan dalam penetapan harga jual
dapat mengakibatkan kegagalan perusahaan dalam menjual
produknya dan pada akhirnya tujuan perusahaan tidak akan tercapai
atau perusahaan tidak akan mendapatkan laba.
2. Situasi pasar: meliputi konsumen, sifat biaya, dan operasi
Situasi pasar merupakan faktor yang mempunyai pengaruh penting
dalam menentukan harga jual suatu produk, karena situasi pasar ini
meliputi konsumen, sifat biaya dan operasi. Dimana konsumen
berupaya keras dalam menawarkan harga pada produsen dengan
harga yang rendah, sedangkan produk tersebut dijual dengan harga
tinggi. Hal ini bisa berpengaruh terhadap situasi pasar yang tidak
menentu karena harga tidak seimbang.
3. Biaya produksi dan operasi
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk membuat barang dan biaya
produk tersebut bisa sampai ke tangan konsumen.

50
4. Jumlah pesaing yang memasuki pasar
Yang juga perlu diperhatikan dalam penentuan harga jual barang dan
jasa adalah jumlah pesaing yang ada di pasar karena harga jual
umumnya sudah terbentuk di pasar yang dibuat oleh pesaing.
5. Harga jual yang ditentukan oleh pesaing
Jika perusahaan ingin memenangkan persaingan di pasar, salah satu
nasihat yang harus dipertimbangkan adalah: “pahami pesaingmu”.
Jika pesaing menurunkan harga jual produknya, manajer penentu
harga jual sudah mengerti apa yang harus dilakukan dalam
memutuskan penentuan harga jual begitu pula jika pesaing menaikkan
harga jual produknya.
6. Biaya
Satu-satunya faktor yang memiliki kepastian relatif tinggi yang
berpengaruh dalam penentuan harga jual adalah biaya. Biaya
memberikan informasi batas bawah suatu harga jual harus
ditentukan. Biaya bukan satu-satunya faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penentuan harga jual.

Beberapa ahli menyimpulkan bahwa pada umumnya harga jual produk dan
jasa standar ditentukan oleh tarik menarik dan perimbangan antara
permintaan dan penawaran di pasar. Permintaan yang ada di pasar tidak
bisa dipastikan dengan mudah, karena banyak hal yang akan
mempengaruhi permintaan tersebut. Terkait dengan hal tersebut, maka
manajer akan menghadapi ketidakpastian dalam menentukan harga jual.

Ketidakpastian tersebut antara lain:


1. Kecenderungan pasar/selera pasar
Kecenderungan pelanggan melakukan permintaan terhadap selera
tertentu bisa menjadi faktor ketidakpastian bagi perusahaan untuk
menentukan harga jual yang wajar. Mengapa? Karena perusahaan
harus jeli dalam melihat selera pasar, dirasa penting untuk melakukan
riset pasar dan mempelajari tentang tren konsumen dari waktu ke
waktu.

51
2. Pesaing yang keluar masuk pasar
Pasar adalah tempat bertemunya permintaan dan penawaran, harus
disadari bahwa yang melakukan penawaran produk dan jasa di pasar
tidak hanya kita. Para pesaing yang memiliki jenis produk relatif sama
dengan yang kita buat banyak yang masuk pasar. Bahkan mungkin
pesaing ini sudah melempar harga di pasar yang cukup bersaing, maka
ketidakpastian ini pun bisa menjadi kendala yang diperhitungkan pada
saat kita menentukan harga jual.
3. Harga jual yang ditentukan oleh pesaing
Tidak terlepas dari ketidakpastian di atas, banyak kasus bahwa pesaing
yang sudah paham menguasai biaya dan paham menentukan harga
jual yang akan menarik bagi sisi permintaan, maka mereka tidak segan
menetapkan harga yang mungkin menurut kita bukan harga yang kita
inginkan. Oleh sebab itu perusahaan harus sangat akurat melakukan
perhitungan harga jual.
4. Biaya
Ini adalah ketidakpastian yang paling pasti, karena biaya yang
mengelola adalah perusahaan kita sendiri. Sehingga berdasarkan
kepada biaya yang sudah dikeluarkan, perusahaan bisa menetapkan
berapa harga jual yang akan dilempar ke pasar.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-


faktor yang mempengaruhi dalam penetapan harga jual harus
diperhatikan dan dipertimbangkan menurut aturan dasar yang diikuti
dalam penetapan harga jual produk atau jasa, sehingga perusahaan tidak
akan mengalami kegagalan dalam menjual produknya dan pada akhirnya
tujuan perusahan tercapai. Banyak faktor yang mempengaruhi penentuan
harga jual, baik dipandang dari barang yang akan dijual atau pasarannya
dan biaya untuk membuat barang tersebut.

52
Menurut Mas’ud Machfoedz (2000) dalam bukunya “Akuntansi
Manajemen” faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan harga jual
adalah sebagai berikut:
1. Faktor laba yang diinginkan
a. Apakah pengembalian modal (return on capital) sudah mencukupi
b. Berapa laba yang dibutuhkan untuk membayar deviden
c. Berapa laba yang dibutuhkan untuk perluasan
d. Berapa tren penjualan yang diinginkan
2. Faktor produk atau penjualan produk tersebut
a. Apakah volume penjualan tersebut bisa direalisir
b. Apakah ada diskriminasi
c. Apakah ada kapasitas menganggur
d. Apakah harga tersebut logis untuk diterapkan
3. Faktor biaya dan produk tersebut
a. Apakah biaya variabel dan biaya tetapnya tinggi
b. Apakah harga tersebut adalah harga pertama
c. Apakah penggunaan modal sudah efektif
d. Apakah ada biaya bersama karena ada produk campuran
4. Faktor di luar perusahaan (konsumen)
a. Apakah permintaan terhadap produk tersebut elastisitas atau
inelastisitas
b. Siapa langganan yang akan dicapai
c. Apakah produk dipasar homogen atau heterogen
d. Persaingan tajam atau tidak

4. Manfaat Informasi Biaya Penuh dalam Keputusan


Penentuan Harga Jual
Pada dasarnya dalam keadaan normal, harga jual produk atau jasa harus
dapat menutup biaya perusahaan yang bersangkutan dengan harga jual
produk atau jasa dan menghasilkan laba yang dikehendaki. Biaya penuh
merupakan total pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan produk
atau jasa, sehingga semua pengorbanan ini harus dapat ditutup oleh
pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk atau jasa. Di samping

53
itu, harga jual harus pula dapat menghasilkan laba yang memadai sepadan
dengan investasi yang ditanamkan untuk menghasilkan produk atau jasa
tersebut.

Menurut Mulyadi (2001) menjabarkan manfaat informasi biaya penuh


dalam penetapan harga jual adalah informasi biaya penuh memberikan
manfaat berikut ini bagi manajer penentu harga jual dalam pengambilan
keputusan, antara lain:
1. Biaya penuh merupakan titik awal untuk mengurangi
ketidakpastian yang dihadapi oleh pengambil keputusan
2. Biaya penuh merupakan dasar yang memberikan perlindungan
bagi perusahaan dari kemungkinan kerugian
3. Biaya penuh memberikan informasi yang memungkinkan manajer
penentu harga jual melihat struktur biaya perusahaan pesaing
4. Biaya penuh merupakan dasar untuk pengambilan keputusan
perusahaan memasuki pasar

5. Metode Penentuan Harga Jual


Biaya (cost) merupakan komponen penting yang harus dipertimbangkan
dalam penentuan harga jual produk atau jasa. Dalam keadaan normal,
harga jual harus mampu menutup biaya penuh dan memperoleh laba yang
sepadan dengan investasi yang telah dikeluarkan.

Menurut Mulyadi (2001), ada beberapa metode penentuan harga jual:


penentuan harga jual dalam keadaan normal, penentuan harga jual dalam
cost-type contract, penentuan harga jual pesanan khusus (special order
pricing), penentuan harga jual produk atau jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Penentuan Harga Jual Normal (Normal Pricing)


Dalam keadaan normal, manajer penentu harga jual memerlukan
informasi biaya penuh masa yang akan datang sebagai dasar penentu
harga jual produk atau jasa. Metode penentuan harga jual normal

54
seringkali disebut dengan istilah cost plus pricing, karena harga jual
ditentukan dengan menambah biaya masa yang akan datang dengan suatu
persentase mark up (tambahan diatas jumlah biaya) yang dihitung dengan
formula tertentu.

Harga jual produk atau jasa dalam keadaan normal ditentukan dengan
formula sebagai berikut:

Harga Jual = Taksiran Biaya Penuh + Laba yang Diharapkan

Taksiran biaya penuh data dihitung dengan dua pendekatan, full costing
dan variable costing.
1. Full costing. Taksiran biaya penuh yang dipakai sebagai dasar
penentuan harga jual terdiri dari unsur-unsur berikut ini:

Biaya bahan baku xx


Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik (variabel + tetap) xx
Taksiran total biaya produksi xx
Biaya administrasi dan umum xx
Biaya pemasaran xx
Taksiran total biaya non produksi xx
Taksiran biaya penuh xx

Contoh:
Manajemen PT USAHA MAINAN ingin melakukan perhitungan harga jual
dengan metode full costing, berikut ini adalah hasil perhitungan tiap unit
produk yang sudah dibuat:
Jumlah Jumlah
Jenis biaya
(Rp) (Rp)
Biaya bahan baku 50.000
Biaya tenaga kerja langsung 25.000
Biaya overhead (variabel, tetap) 25.000

55
Taksiran total biaya produksi 100.000
Biaya administrasi dan umum (variabel, 27.500
tetap)
Biaya pemasaran (variabel, tetap) 22.500
Taksiran total biaya non produksi 50.000
Taksiran biaya penuh 150.000
Taksiran laba yang diinginkan 40% 60.000
Taksiran harga jual 210.000

2. Variable costing. Taksiran biaya penuh dipakai sebagai dasar


penentuan harga jual terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

Biaya variabel:
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik variabel xx
Taksiran total biaya produksi variabel xx
Biaya administrasi dan umum variabel xx
Biaya pemasaran variabel xx
Taksiran total biaya non produksi variabel xx

Biaya tetap:
Biaya overhead pabrik tetap xx
Biaya administrasi dan umum tetap xx
Biaya pemasaran tetap xx
Taksiran total biaya tetap xx
Taksiran biaya penuh xx

56
Pada contoh di atas, jika perhitungan harga jual menggunakan metode
variabel costing, maka hasilnya sebagai berikut:
Jumlah Jumlah
Jenis biaya
(Rp) (Rp)
Biaya bahan baku 50.000
Biaya tenaga kerja langsung 25.000
Biaya overhead pabrik variabel 15.000
Taksiran total biaya produksi variabel 90.000
Biaya administrasi dan umum variabel 20.000
Biaya pemasaran variabel 12.500
Taksiran total biaya non produksi variabel 32.500
Biaya tetap
Biaya overhead pabrik tetap 10.000
Biaya administrasi umum tetap 7.500
Biaya pemasaran tetap 10.000
Taksiran total biaya tetap 27.500
Taksiran Biaya penuh 150.000
Taksiran laba yang diinginkan 40% 60.000
Taksiran harga jual 210.000

Penentuan Harga Jual dalam Cost Type Contract (Cost-Type Contract


Pricing)
Cost type contract adalah kontrak pembuatan produk atau jasa yang pihak
pembeli setuju untuk membeli produk atau jasa pada harga yang
didasarkan pada total biaya yang sesungguhnya tersebut. Jika dalam
keadaan normal, harga jual produk atau jasa yang akan dijual di masa yang
akan datang ditentukan dengan metode cost plus pricing, berdasarkan
taksiran biaya penuh sebagai dasar, dalam cost type contract harga jual
yang dibebankan kepada pembeli dihitung berdasarkan biaya penuh
sesungguhnya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi dan
memasarkan produk. Dalam cost-type contract produsen dijamin akan
memperoleh laba sebesar persentase tertentu dari biaya sesungguhnya
yang telah dikeluarkan untuk penyelesaian proyek.
57
Harga jual yang dibebankan dalam cost type contract dapat dihitung
sebagai berikut:

Total biaya penuh xx


Laba ...% x total biaya penuh xx
Harga jual yang dibebankan xx

Contoh:
PT BUGAR mendapatkan proyek yang berhubungan dengan pembuatan
seperangkat alat kebugaran dari Sekolah Tinggi Kesehatan. Ketua Sekolah
Tinggi tersebut bersedia memberikan proyek tersebut dengan syarat
keuntungan bagi PT BUGAR adalah 25%. Setelah bersedia untuk
menyerahkan semua bukti transaksi yang terkait dengan pengadaan alat
tersebut.
PT BUGAR menyerahkan data yang terkait dengan biaya yang sudah
dikeluarkan, seperti yang terlihat di bawah ini:
Bahan baku dari baja ringan Rp. 15.000.000
Bahan baku dari alumunium Rp. 10.000.000
Bahan baku dari kayu ringan Rp. 7.500.000
Biaya tenaga kerja pembuatan
seperangkat alat kebugaran Rp. 8.000.000
Biaya overhead pabrik RP. 7.000.000
Total biaya penuh sesungguhnya Rp. 47.500.000

Diminta:
Hitung harga jual dengan metode cost type contract!

58
Jawab:
Maka perhitungan harga jual berdasarkan cost type contract adalah
sebagai berikut:
Jenis Biaya Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Total biaya penuh 47.500.000
Laba 25 % 11.875.000
Harga jual yang dibebankan 59.375.000

Harga Jual Pesanan Khusus (Special Order Pricing)


Pesanan khusus merupakan pesanan yang diterima oleh perusahaan di
luar pesanan regular perusahaan. Biasanya customer yang melakukan
pesanan khusus ini meminta harga di bawah harga jual normal, bahkan
seringkali harga yang diminta oleh customer berada di bawah biaya penuh,
karena biasanya pesanan khusus mencakup jumlah yang besar. Jika
perusahaan menerima pesanan khusus, harga jual produk tidak dibebani
tugas untuk menutup biaya penuh produk. Dalam mempertimbangkan
pesanan khusus, manajer penentu harga jual dapat menetapkan harga jual
hanya di atas biaya variabel, karena laba kontribusi yang dihasilkan dari
pesanan khusus akan mengakibatkan kenaikan laba, asalkan manajer
tersebut yakin bahwa pesanan yang regular mampu menyerap seluruh
biaya tetap. Perhitungannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Total harga jual dari pesanan khusus xx


Total biaya variabel untuk menghasilkan pesanan khusus xx
Laba kontribusi xx

Contoh:
PT LEZAT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang makanan kaleng,
setiap tahun produksi reguler yang dibuat adalah 10 jenis makanan kaleng
yang rata-rata per jenis dibuat sejumlah 100. 000 kaleng. Pada akhir tahun
ini menjelang tahun baru, perusahaan mendapatkan pesanan khusus
makanan jenis A sejumlah 30.000 kaleng dengan permintaan harga
Rp.45.000/kaleng, harga normalnya Rp. 55.000.

59
Kapasitas produksi mesin untuk jenis makanan A ini adalah 150.000 kaleng.
Atas dasar adanya kapasitas menganggur perusahaan menerima pesanan
ini. Biaya tetap perusahaan sudah tertutup oleh pendapatan dari
penjualan reguler, sementara biaya variabel yang dibebankan adalah
Rp.30.000/kaleng.

Diminta:
Hitung laba kontribusi yang diperoleh jika harga jual yang diminta tersebut
dapat diterima?

Jawab:
Uraian Jumlah Jumlah (Rp)
Pendapatan dari 30.000 kaleng x Rp. 45.000 1.350.000.000
penjualan pesanan
khusus
Biaya variabel untuk 30.000 kaleng x Rp. 30.000 900.000.000
pesanan khusus
Laba Kontribusi 450.000.000

Penentuan Harga Jual Produk atau Jasa yang Dihasilkan oleh Perusahaan
yang Diatur dengan Peraturan Pemerintah
Produk dan jasa yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat seperti listrik, air, telpon dan telegram, dan pos diatur dengan
peraturan pemerintah. Harga jual produk dan jasa tersebut ditentukan
berdasarkan biaya penuh masa yang akan datang ditambah dengan laba
yang diharapkan. Informasi akuntansi penuh yang bermanfaat untuk
menetapkan harga jual produk atau jasa yang diatur dengan peraturan
pemerintah terdiri dari biaya penuh masa yang akan datang dikeluarkan
untuk menghasilkan produk atau jasa dan aktiva penuh yang akan
digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut.

60
Dalam penentuan harga jual yang diatur dengan peraturan pemerintah,
biaya penuh masa yang akan datang yang dipakai sebagi dasar penentuan
harga jual tersebut dihitung dengan menggunakan pendekatan full costing
saja, karena pendekatan variable costing tidak diterima sebagai prinsip
akuntansi yang lazim.

Perhitungan dapat digambarkan sebagai berikut:


Harga Jual = Taksiran Biaya Penuh di masa yang akan datang +
Taksiran Laba

Contoh:
Misalnya untuk menghasilakan listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN)
memerlukan investasi dalam equipment sebesar Rp. 4.500.000.000 untuk
pembelian mesin dan equipment serta modal kerja. Taksiran biaya
produksi listrik pada volume produksi 100.000.000 kwh per tahun adalah
sebagai berikut:
Uraian Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Biaya bahan Baku 3.500.000.000
Biaya Tenaga kerja langsung 3.000.000.000
Biaya Overhead Pabrik
6.000.000.000
(variabel, tetap)
Jumlah Taksiran Biaya
12.500.000.000
produksi
Biaya pemasaran 1.700.000.000
Biaya administrasi dan umum 600.000.000
Jumlah Taksiran Biaya
2.300.000.000
Nonproduksi
Taksiran laba 25%

Diminta:
Hitung harga jual per KWH listrik!

61
Jawab:
Taksiran laba 25%
dari investasi 25% x 4.500.000.000 =Rp. 1.125.000.000
Biaya non produksi Rp. 2.300.000.000+
Jumlah biaya tidak langsung Rp. 3.425.000.000

Persentase mark up dari biaya produksi =


Rp. 3.425.000.000/Rp. 12.500.000.000 = 0,274 atau 27,4 %
Perhitungan harga per kwh:
Taksiran biaya produksi Rp. 12.500.000.000
Mark up 27,4 % x Rp. 12.500.000.000 Rp. 3.425.000.000 +
Total harga jual Rp. 15.925.000.000
Volume produk (dalam kwh) 100.000.000 :
Harga jual per KWH Rp. 159,25

Latihan Diskusi:
1. Mengapa proses penentuan harga jual sangat penting dalam
perusahaan?
2. Ada berapa metode penentuan harga jual, deskripsikan dengan jelas!
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi penentuan harga jual!
4. Seorang kontraktor bangunan menghitung-hitung bahwa untuk
membangun dan menjual lima buah rumah yang sejenis yang dipesan
oleh pembeli, akan dikeluarkan sejumlah biaya per unit dengan rincian
sebagai berikut:
Biaya material: Rp. 37.500.000
Biaya tenaga kerja: Rp. 12.500.000
Biaya lain (seperti sewa kantor, penyusutan alat-alat, gaji pimpinan,
dan lain sebagainya): Rp. 14.000.000
Laba yang disepakati sebesar 20%, hitung harga jual yang harus
ditetapkan dengan metode cost type contract
5. Untuk menghasilkan Gas Elpiji Pertamina yang merupakan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) memerlukan investasi dalam equipment
sebesar Rp. 2.500.000.000 untuk pembelian mesin dan equipment

62
serta modal kerja. Taksiran biaya produksi elpiji pada volume produksi
100.000.000 Kg per tahun adalah sebagai berikut:
a. Biaya bahan baku Rp. 2.500.000.000
b. Biaya tenaga kerja langsung Rp. 2.000.000.000
c. Biaya Overhead Pabrik Rp. 3.000.000.000
d. Biaya Pemasaran Rp. 1.500.000.000
e. Biaya Administrasi dan umum Rp. 500.000.000
f. Laba yang diinginkan 30%

Diminta: Hitung harga jual gas Elpiji per kg.

“Waktu diciptakan untuk menjadi batas, kita tidak bisa menahan


sesuatu yang memang waktunya untuk dilepas”
--NN--

63
64
BAB 5
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTASI PENUH
DALAM PENENTUAN HARGA TRANSFER

1. Pendahuluan
Tujuan suatu perusahaan pada umumnya yaitu mempertahankan
kesinambungan dan memperoleh sejumlah laba dari setiap unit atau divisi
perusahaan yang terdapat didalamnya. Agar perusahaan dapat
mempertahankan kesinambungan usahanya, salah satu cara yang dapat
ditempuh ialah melakukan diversifikasi usaha dengan pusat-pusat laba.
Proses pembentukan unit-unit organisasi sebagai pusat laba ini disebut
dengan istilah divisionalisasi. Manajemen puncak mendelegasikan
wewenangnya pada manajemen-manajemen tingkat yang lebih rendah
berdasarkan pusat-pusat laba. Dengan adanya pusat-pusat laba maka
pertanggung jawaban masing-masing divisi menjadi lebih jelas dan pada
akhirnya dapat meminimalkan terjadinya penyimpangan. Pusat laba ini
terjadi pada kondisi jika perusahaan melakukan desentralisasi pada divisi
yang dimiliki, sehingga manajer divisi memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan dalam memperoleh laba.

Divisi yang terdapat dalam suatu perusahaan dinilai kinerjanya


berdasarkan prestasi yang diperolehnya diantara divisi-divisi yang lain.
Salah satu cara untuk menilai prestasi suatu divisi perusahaan dapat diukur
dengan laba yang diperolehnya baik yang terdapat pada harga jual
maupun pada harga transfer. Ada beberapa tolok ukur lain yang dapat
dijadikan alat ukur dan mengevaluasi divisi-divisi tersebut, seperti kualitas
kerja, inisiatif pekerja dan lain-lain. Tolok ukur tersebut dapat
diidentifikasikan pada harga transfer, oleh karena itu prestasi divisi yang
terlibat dalam transaksi intern hanya akan dievaluasi berdasarkan harga
transfer yang ditetapkan.

65
Penentuan harga transfer terjadi karena perusahaan yang sifatnya
terdesentralissi memiliki divisi-divisi dengan batasan organisasional yang
tegas dan manajer yang bertanggungjawab didalamnya memiliki otoritas
untuk mengambil keputusan. Dengan demikian, tanggung jawab atas
bagian laba perusahaan bisa ditelusuri ke manajer divisi. Karena keluaran
dari sebuah divisi dipakai masukan bagi divisi lainnya. Ini menjadi sebuah
persoalan, karena tiap divisi tersebut akan diperlakukan sebagai pusat-
pusat pertanggungjawaban yang akan dievaluasi kinerjanya berdasarkan
laba operasi dan imbalan investasi. Dalam pertukaran barang antar divisi
di dalam perusahaan, akan mengakibatkan munculnya harga transfer, dan
itu akan menjadi pendapatan bagi divisi penjualan dan biaya bagi divisi
pembelian. Oleh karena itu harga transfer akan mempengaruhi laba divisi
penjualan maupun divisi pembelian.

Metode harga transfer diharapkan dapat memberikan kontribusi maksimal


terhadap perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan disisi lain, metode
tersebut juga dapat diterima secara memuaskan oleh masing-masing divisi
untuk bekerja secara maksimal sehingga prestasi pusat laba dapat diukur
dengan baik. Untuk menentukan harga transfer yang didalamnya
terkandung laba bagi divisi penjualan dan mempengaruhi laba bagi divisi
pembeli dapat menggunakan berbagai metode sebagai dasar
pembentukannya, antara lain dengan menggunakan biaya perusahaan
dalam penentuan harga transfer. Menurut Mulyadi (2001) pengertian
biaya penuh adalah biaya langsung objek informasi ditambah dengan
bagian yang adil biaya tidak langsung yang menjadi beban objek informasi
tersebut. Apabila perhitungan biaya penuh dilaksanakan secara efektif
maka akan menciptakan harga transfer yang memadai sehingga akan
mempengaruhi laba dari kedua divisi, baik itu divisi pembeli maupun divisi
penjual. Oleh karena itu perhitungan harga pokok produk dengan
menggunakan biaya penuh sangat bermanfaat dalam penentuan harga
transfer. Pada akhirnya manajemen puncak dapat menilai kinerja dari
masing-masing divisi dari laba yang dihasilkan yang akan berdampak pada
laba perusahaan secara keseluruhan.

66
Tujuan dari harga transfer adalah untuk melakukan transmisi data
keuangan yang terkait dengan penjualan dan pembelian barang dan jasa
antar divisi perusahaan pada waktu mereka saling membutuhkan.

2. Konsep Harga Transfer


Harga transfer merupakan harga barang dan jasa yang ditransfer antar
pusat laba dalam perusahaan yang sama. Penentuan harga transfer dalam
perusahaan yang telah mendesentralisasikan organisasinya ke dalam
pusat-pusat laba menimbulkan berbagai masalah, terutama masalah yang
menyangkut penentuan harga transfer yang adil bagi semua pihak yang
terkait, masalah motivasi, pengukuran kinerja, dan masalah pencapaian
tujuan perusahaan secara keseluruhan.

Menurut Anthony Robert N dan Vijay Govindarajan (2005), harga transfer


adalah transfer price refer to the amount used in accopunting for any
transfer of good and services between responsibility centres. Sedangkan
menurut Supriyono (2001), pengertian harga transfer adalah nilai barang
dan jasa yang ditransfer antara dua divisi atau lebih. Menurut Mulyadi
(2001), pengertian harga transfer dibagi kedalam arti luas atau sempit.
“Dalam arti luas, harga transfer meliputi harga pokok atau jasa yang
ditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan.” Dengan
demikian pengertian harga transfer ini meliputi semua bentuk alokasi
biaya dari departemen pembantu dan departemen produksi dan harga jual
produk atau jasa ditransfer antar pusat laba. Contoh pengertian harga
transfer dalam arti luas adalah biaya listrik yang dialokasikan dari
departemen pembangkit listrik ke departemen lain yang menikmati listrik
dari harga “jual“ produk yang ditransfer dari pusat laba yang satu ke pusat
laba yang lain dalam perusahaan yang sama. “Dalam arti sempit harga
transfer merupakan harga barang dan jasa yang ditransfer antar pusat laba
dalam perusahaan yang sama,” karena manajer pusat laba diukur
kinerjanya berdasarkan laba yang diperoleh, maka setiap transfer barang
atau jasa antar pusat laba, selalu diperhitungkan di dalam unsur laba.

67
Penentuan harga transfer (transfer pricing) dalam perusahan yang telah
mendesentralisasikan organisasinya ke dalam pusat-pusat laba
menimbulkan berbagai masalah, terutama masalah yang menyangkut
penentuan harga transfer yang adil bagi semua pihak yang terkait, masalah
motivasi, pengukuran kinerja dan masalah pencapaian tujuan perusahaan
secara keseluruhan.

3. Tujuan Harga Transfer


Menurut Supriyono (2001), mekanisme penentuan harga transfer antar
pusat laba sangat penting dalam suatu organisasi jika:
1. Frekuensi transaksi transfer barang atau jasa antar divisi cukup
signifikan.
2. Biaya barang atau jasa yang ditransfer merupakan komponen
penting dari produk akhir
3. Profitabilitas merupakan pertimbangan penting dalam penilaian
prestasi divisi.

Suatu sistem harga transfer yang baik harus mencapai tujuan sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi yang relevan bagi para manajer.
Sistem harga transfer dapat memberikan informasi relevan yang
diperlukan setiap divisi untuk menentukan harga transfer.
2. Mencapai keselarasan tujuan
Sistem harga transfer dapat memotivasi manajer divisi penjualan,
divisi pembeli dan mungkin manajer kantor pusat untuk membuat
keputusan harga transfer yang sehat. Tindakan manajer divisi
tertentu untuk meningkatkan laba divisinya juga dapat
meningkatkan laba perusahaan secara keseluruhan, jadi
diharapkan timbul kesesuaian tujuan.
3. Mengukur kinerja ekonomi divisi
Sistem harga transfer dapat menghasilkan laporan laba setiap
divisi individual yang secara layak.

68
4. Mengukur kinerja manajer divisi
Sistem harga transfer harus mendorong peningkatan kinerja
manajer divisi karena harga transfer dapat digunakan sebagai
dasar untuk perencanaan, pembuat keputusan, dan pengendalian
divisinya.
5. Sederhana dan mudah
Sistem harga transfer harus sederhana untuk dipahami dan
mudah diadministrasikan.

Tujuan tersebut di atas dapat tercapai jika tercipta situasi ideal dalam
penentuan harga transfer. Situasi ideal adalah situasi yang mendorong
tercapainya keselarasan tujuan penentuan harga transfer yang mencakup:
1. Orang yang kompeten
Orang yang kompeten adalah orang yang mampu menegosiasi
harga transfer berdasar kepentingan jangka pendek dan jangka
panjang.
2. Iklim yang baik
Harga transfer yang ideal didasarkan pada iklim yang baik. Iklim
yang baik berarti para manajer divisi dan kantor pusat
memandang bahwa probabilitas merupakan salah satu tujuan
terpenting dan digunakan untuk mengukur kinerja mereka dan
mereka berpendapat bahwa transfer ditentukan dengan adil.
3. Harga pasar
Harga transfer yang ideal ditentukan oleh harga pasar normal
untuk produk yang ditransfer. Harga pasar tersebut biasanya
disesuaikan atau dikurangi dengan penghematan biaya karena
produk tersebut ditransfer ke divisi lain dan bukanlah dijual ke
pihak luar.
4. Kebebasan sumber
Harga transfer yang ideal didasarkan pada kebebasan sumber.
Kebebasan sumber memungkinkan bagi para manajer pembeli
dan penjual untuk memilih alternatif-alternatif terbaik. Manajer
divisi penjual harus memiliki kebebasan untuk menjual produknya

69
pada divisi lain dalam organisasi atau menjualnya pada pihak luar.
Manajer divisi pembeli harus memiliki kebebasan untuk membeli
masukkannya di divisi lain dalam organisasi atau membelinya di
pihak luar.
5. Arus informasi penuh
Harga transfer yang ideal didasarkan pada arus informasi penuh.
Para manajer divisi penjual, divisi pembeli, dan kantor pusat harus
mengetahui informasi secara penuh mengenai alternatif-
alternatif yang tersedia serta pendapatan dan biaya-biaya yang
relevan.
6. Negosiasi
Harga transfer yang ideal dihasilkan dari mekanisme proses
negosiasi “kontrak“ secara lancar diantara divisi-divisi.
7. Kriteria ganda
Harga transfer yang ideal dapat memenuhi kriteria ganda, antara
lain: obyektivitas, realisme, keadilan bagi semua yang terlibat.
Waktu yang minimum unutuk negosiasi atau arbitrasi, dan risiko
suboptimal yang minimum. Risiko suboptimasi adalah risiko yang
timbul karena divisi-divisi yang menegosiasikan harga transfer
mementingkan optimalisasi pencapaian tujuan divisinya sendiri
tanpa memperhatikan keselarasan tujuan perusahaan secara
keseluruhan.

Tujuan penentuan harga transfer menurut Wijaya (2002) paling-tidak,


meliputi:
1. Keadilan
Dalam memperhitungkan harga pada cabang/anak. Hal ini
dianggap penting karena sebenarnya divisi penjual memiliki
peluang untuk menjual produknya ke pasar bebas, akan tetapi bila
dijual kepada divisi internal lain hanya sebesar harga pokok akan
dirasakan tidak adil. Sehingga dasar penetapan harga transfer
selain biaya produksi, laba juga harus tetap diperhitungkan.

70
2. Pengambilan keputusan untuk menghadapi pesaing
Dilihat dari sudut perusahaan secara keseluruhan laba global
adalah lebih penting daripada laba cabang/anak. Agar laba secara
menyeluruh dapat dicapai manajemen puncak sering ikut campur
dalam membatasi wewenang pimpinan cabang/anak, terutama
dalam hal penetapan harga transfer.
3. Laporan pada pihak eksternal
Laba semu (artifisial profit) yang terkandung dalam harga transfer
pada akhir periode harus dihapuskan melalui koreksi/eliminasi
agar nilai penjualan yang berlebihan dapat dihindarkan dan
menghasilkan perhitungan pajak penghasilan yang lebih tepat.
4. Menghadapi kasus-kasus luar biasa
Hal ini berkaitan dengan situasi persaingan yang sangat ketat
sehingga diperlukan informasi harga pokok yang tepat untuk
dipakai sebagai pedoman penetapan harga jual di pasar bebas.

Suandy (2006) mengidentifikasi tujuan global dari transfer pricing, tidak


hanya antar cabang/anak cabang dalam satu unit hukum (entitas) atau
antara entitas dalam satu kesatuan ekonomi bahkan meliputi berbagai
wilayah kedaulatan negara. Suandy mengurai tujuan transfer pricing
sebagai berikut:
1. Memaksimalkan penghasilan global
2. Mengamankan posisi kompetitif cabang/anak perusahaan dan
penetrasi pasar
3. Evaluasi kinerja cabang/anak perusahan mancanegara
4. Menghindari pengendalian devisa
5. Mengatrol kreditabel asosiasi
6. Mengurangi risiko moneter
7. Mengatur cash flow cabang/anak perusahaan yang memadai
8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat
9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk
10. Mengurangi risiko pengambil alihan oleh pemerintah.

71
4. Karakteristik Harga Transfer
Menurut Mulyadi (2001), jika antar pusat laba dalam perusahaan membeli
atau menjual barang, ada dua macam keputusan yang harus dibuat.
1. Keputusan pemilihan sumber. Keputusan pertama yang harus
dibuat adalah penentuan dimana produk harus diproduksi, yaitu
diproduksi dalam perusahaan atau dibeli dari pemasok luar.
Keputusan ini disebut dengan istilah lain sebagai sourcing
decision.
2. Keputusan penentuan harga transfer. Jika produk diproduksi di
dalam perusahaan, keputusan berikutnya yang harus dibuat
adalah pada harga transfer berapa produk tersebut ditransfer dari
divisi penjual ke divisi pembeli. Keputusan ini dikenal dengan
istilah transfer pricing decision.

Dalam penentuan harga transfer ada dua divisi yang terlibat: divisi penjual,
yang mentransfer barang dan jasa, dan divisi pembeli, yang menerima
transfer barang atau jasa dari divisi penjual, dari dua konsep harga
transfer. Penentuan harga transfer yang memiliki potensi untuk
menimbulkan banyak masalah adalah penentuan harga transfer barang
antar divisi sebagai pusat laba

Harga transfer pada hakikatnya memiliki tiga (3) karakteristik berikut:


1. Masalah harga transfer hanya timbul jika divisi yang terkait hanya
diukur kinerjanya berdasarkan atas laba yang diperoleh mereka
dan harga transfer merupakan unsur yang signifikan dalam
membentuk biaya penuh barang yang diproduksi di divisi
pembeli.
2. Harga transfer mengandung unsur laba di dalamnya.
3. Harga transfer merupakan alat untuk mempertegas diversifikasi
dan sekaligus mengintegrasikan divisi yang dibentuk.
4. Penentuan harga transfer atas dasar biaya (Cost-Based Transfer
Pricing).

72
Dalam penentuan harga transfer ini, harga jual barang yang ditransfer
antar divisi didasarkan pada biaya penuh produk yang ditransfer. Biaya
penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer dapat dipilih
dari dua macam biaya, yaitu biaya penuh sesungguhnya dan biaya penuh
standar. Untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh captive supplier
tersebut, ada dua (2) alternatif yang dapat dipilih:
1. Memperlakukan divisi penjual sebagai pusat biaya
Beban tetap bulanan (Fixed Monthly Charge)
2. Pembagian laba (Profit Sharing)
Dua Perangkat Harga (Two Sets of Prices)

Masalah penentuan harga transfer dijumpai pada perusahaan yang


organisasinya disusun menurut pusat-pusat laba, dan antar pusat laba
yang dibentuk tersebut terjadi transfer barang atau jasa. Perusahaan
semacam ini biasanya adalah perusahaan yang telah mengalami kemajuan
yang pesat dan kompleksitas. Latar belakang timbulnya masalah harga
transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan
perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi
bisnis.
1. Diferensiasi. Diferensiasi adalah proses pembagian pekerjaan
menjadi tugas-tugas yang diperlukan untuk mencapai sasaran
organisasi.
2. Diversifikasi. Diversifikasi merupakan proses pembentukan unit-
unit organisasi untuk menghadapi berbagai lingkungan industri.
3. Integrasi. Integrasi merupakan usaha untuk mengkoordinasikan
divisi-divisi yang terbentuk dari adanya diferensiasi dan
diversifikasi agar divisi-divisi yang telah terbentuk tidak tercerai-
berai.

Harga transfer memiliki peran ganda. Di satu sisi, harga transfer


mempertegas diversifikasi yang dilakukan oleh manajemen puncak. Harga
transfer menetapkan dengan tegas hak masing-masing divisi untuk
mendapatkan laba. Di sisi lain, harga transfer berperan sebagai salah satu

73
alat untuk menciptakan mekanisme integrasi. Misalnya dalam penentuan
sumber pengadaan barang, manajemen puncak dapat menempuh
kebijakan jika menguntungkan perusahaan secara keseluruhan, manajer
divisi dipaksa untuk memilih sumber pengadaan dari divisi lain dalam
perusahaan, tidak dari pemasok lain.

3. Harga Transfer dan Sistem Desentralisasi


Perusahaan yang melakukan pendelegasian atau pelimpahan wewenang
untuk pengambilan keputusan dalam mengelola organisasi adalah
perusahaan yang menganut konsep pengambilan keputusan dengan
desentralisasi. Harga transfer berhubungan erat dengan konsep
desentralisasi. Dalam hal pengambilan keputusan organisasi dalam hal ini
divisi, konsep desentralisasi bisa meminimumkan kendala dan
memaksimumkan kebebasan pada manajer tingkat madya dan manajer
pertama.

Desentralisasi pada umumnya digunakan untuk organisasi pencari


keuntungan (profit oriented), dimana pendapatan dan biaya mudah
diukur. Walaupun pada organisasi non profit pun desentralisasi bisa
diterapkan. Dalam sistem desentralisasi manajer tingkat bawah akan
memiliki kebebasan bergerak yang cukup besar untuk melakukan
perencanaan dan pelaksanaan program kerja bahkan sampai ke
pengawasannya. Pada perusahaan yang terdesentralisasi, keluaran dari
sebuah divisi akan dipakai sebagai masukan bagi divisi lainnya, terjadinya
transaksi pertukaran barang dan jasa antar divisi akan menimbulkan
persoalan bagaimana cara menilai arus barang dan jasa yang berpindah
tersebut.

Pada saat divisi-divisi diperlakukan sebagai pusat laba yang kinerjanya


akan dinilai berdasarkan kemampuan menghasilkan laba, maka harus ada
kesepakatan bagi divisi yang terkait dengan pertukaran barang dan jasa
tersebut mengenai bagaimana harga barang dan jasa tersebut akan
dibentuk. Karena nilai barang dan jasa yang ditransfer tersebut akan

74
menjadi pendapatan bagi divisi penjualan dan menjadi biaya bagi divisi
pembelian, disinilah terbentuknya harga transfer.

Menurut Simamora (2012) dalam bukunya Akuntansi Manajemen, harga


transfer (transfer pricing) adalah harga jual khusus yang dipakai dalam
pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjualan
(selling division) dan biaya di divisi pembelian (buying division). Untuk divisi
penjual pada kondisi normal selain menjual di dalam perusahaan, maka
penjualan pun bisa dilakukan dengan pihak luar di pasar.

4. Pengelolaan Harga Transfer


Karena penentuan harga transfer berdampak langsung terhadap laba divisi
yang terlibat dalam transfer produk atau jasa, sistem penentuan harga
transfer memerlukan aturan formal agar dapat dilakukan secara berhasil.
Dua aturan formal yang perlu ditetapkan adalah aturan negosiasi dan
aturan penyelesaian jika negosiasi menghadapi jalan buntu.

Negosiasi Antar Divisi


Jika pembentukan divisi disertai dengan desentralisasi wewenang
manajemen puncak, penentuan harga transfer tidak ditetapkan oleh staf
manajemen puncak, namun merupakan hasil negosiasi antar manajer
divisi yang terlibat dalam transfer barang atau jasa. Jika wewenang
penentuan harga transfer masih di tangan staf manajemen puncak,
manager divisi tidak ditempatkan dalam posisi yang dapat mengendalikan
pendapatan dan biaya divisinya. Dengan demikian, kondisi ini akan
mengakibatkan laba divisi tidak dapat dipakai sebagai pengukur yang baik
kinerja manajer divisi. Setiap metode harga transfer seolah-olah seperti
pedang bermata dua. Jika metode harga transfer menguntungkan divisi
penjual, tentu dilain pihak akan merugikan divisi pembeli. Begitu pula
sebaliknya, jika divisi pembeli diuntungkan dengan metode harga transfer
tertentu, maka divisi penjual tentu akan dirugikan. Oleh karena itu,
penentuan harga transfer harus dirundingkan oleh manajer divisi yang
terlibat.

75
Dalam melakukan perundingan, divisi yang terlibat perlu menetapkan
dasar yang akan dipakai sebagai landasan perundingan. Jika digunakan
biaya penuh sebagai dasar, divisi yang terlibat perlu merundingkan tipe
biaya yang akan dipakai sebagai dasar (biaya standar atau biaya
sesungguhnya), unsur biaya yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan
harga transfer, unsur aktiva yang diperhitungkan dalam capital employed,
dan besarnya tarif kembalian yang diperhitungkan dalam menghitung
laba. Biasanya kantor pusat menetapkan kebijakan yang bersangkutan
dengan sumber pengadaan. Misalnya divisi dilarang mengadakan
kebutuhan bahan dari perusahaan luar yang merupakan pesaing divisi lain
dalam perusahaan.

Arbitrase
Bagaimanapun rinci aturan negosiasi yang telah disepakati oleh divisi yang
terlibat, suatu saat akan terjadi jalan buntu dalam perundingan penentuan
harga transfer. Oleh karena itu, perlu disusun prosedur untuk menengahi
perselisihan yang terjadi antar divisi penjual dan divisi pembeli. Lembaga
arbitrase perlu dibentuk untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dipersengketakan oleh divisi penjual dan divisi pembeli. Dalam lembaga
arbitrase ini, manajemen kantor pusat bertanggung jawab dalam
membantu penyelesaian masalah-masalah yang disengketakan oleh para
manajer divisi yang terkait dalam penentuan harga transfer. Lembaga
arbitrase ini bertanggung jawab untuk:
1. Menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam penentuan harga
transfer
2. Menelaah perubahan sumber pengadaan
3. Mengubah aturan harga transfer jika diperlukan.

Adanya harga transfer akan mempengaruhi kinerja divisional, karena divisi


penjualan dan divisi pembelian akan bersikeras menguntungkan divisinya
masing-masing dari transaksi intern tersebut. Divisi penjualan ingin
memperoleh laba (menetapkan harga transfer) setinggi-tingginya, dan
divisi pembelian ingin memperoleh masukan dengan harga yang serendah-

76
rendahnya, konsep ini bertolak belakang. Perbedaan kepentingan antara
divisi ini bisa digambarkan sebagai berikut :

Perusahaan GIAT memiliki divisi X dan divisi Y, pada kasus adanya


pertukaran barang dan membentuk harga transfer, maka divisi X bertindak
sebagai divisi penjual dan divisi X sebagai divisi pembeli.

Tabel 5.1
Perbedaan Kepentingan dalam Harga Transfer
Divisi X (Divisi Penjual) Divisi Y (Divisi Pembeli)
Memproduksi barang A ke Y Membeli barang A dari X seharga
seharga Rp. 1.000.000/unit Rp. 1.000.000/unit
Hasil penjualan merupakan Pembelian barang A merupakan
pendapatan harga pokok untuk menyelesaikan
produk akhir
Laba dari penjualan menaikkan Menurunkan laba operasi
laba operasi
Menaikan ROI Menurunkan ROI
Mempengaruhi laba secara Mempengaruhi biaya secara
keseluruhan* keseluruhan*

Mengapa harga transfer bisa mempengaruhi laba dan biaya perusahaan


secara keseluruhan? Jika divisi penjual bertindak secara independen, maka
penjualan ke pasar pun bisa dilakukan.

Contoh:
Uraian Jumlah (Rp)
Harga pokok A di Divisi X (penjual) 800.000
Harga transfer yang terbentuk 1.000.000
Harga pasar barang A di luar 950.000

77
Analisis:
Divisi Y membeli di divisi X (harga transfer) Rp. 1.000.000
Divisi Y bisa membeli di pasar Rp. 950.000 (-)
Divisi Y bisa menghemat Rp. 50.000
Jika divisi X tidak bisa menjual di pasar, maka akan rugi sebesar
Rp.150.000/unit, yaitu (Rp. 950.000-Rp. 800.000) maka penentuan harga
transfer akan mempengaruhi laba perusahaan keseluruhan.

5. Metode Harga Transfer


Penentuan harga transfer harus diarahkan kepada kepentingan divisi
penjual dan divisi pembeli secara adil, maka harus ada perbandingan
mengenai harga transfer minimum dan harga transfer maksimum. Konsep
tersebut dinyatakan oleh Krismaji dalam bukunya Akuntansi Manajemen:
1. Harga Transfer Minimum adalah harga transfer yang tidak
merugikan unit penjual apabila barang dijual kepada divisi intern.
2. Harga Transfer Maksimum adalah harga transfer yang tidak
merugikan divisi pembeli apabila barang dibeli dari divisi intern.

Untuk menentukan metode harga transfer, maka bisa dilihat dari 3


pendekatan:
1. Harga Transfer Dasar Pasar (Market Based Transfer Price)
2. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost Based Transfer Price)
3. Harga Transfer Negosiasian (Negotiated Transfer Price)

Harga Transfer Dasar Pasar (Market Based Transfer Price)


Pendekatan ini merupakan yang paling populer dan banyak digunakan
dalam praktek harga transfer. Karena perusahaan harus dipandang secara
fair, bahwa harga transfer harus dirasakan adil untuk divisi penjual dan
divisi pembeli, sehingga pasar di luar internal perusahaan harus
dipertimbangkan. Jika terdapat pasar yang kompetitif untuk barang dan
jasa yang ditransfer secara internal, maka penggunaan harga pasar sebagai
dasar penentuan harga transfer akan menghasilkan keserasian tujuan
(Goal Congruence). Dengan kondisi ini, maka sebenarnya tidak ada

78
bedanya bagi divisi penjual apakah akan menjual secra internal atau
menjual ke pasar bebas. Untuk pendekatan ini, manajemen puncak tidak
bisa melakukan intervensi, karena secara jelas sebenarnya harga yang
benar adalah harga yang sudah terbentuk di pasar.

Harga Pasar (Market Price) adalah harga yang terbentuk atas permintaan
(pembeli) dan penawaran (penjual) yang independen. Jadi Harga Transfer
Dasar Pasar (Market Based Transfer Price) adalah harga pasar luar produk
yang sudah disesuaikan karena adanya penghematan biaya (biaya
transport, biaya kredit, biaya lain-lain yang terkait yang dapat dihindari)
dengan menjual ke divisi pembeli di dalam perusahaan. Jika manajemen
memiliki independensi yang baik dan bisa menerima dengan baik, maka
sebenarnya harga pasar adalah harga transfer yang paling ideal.

Contoh:
Kondisi pasar normal tidak terdapat kelebihan dan kekurangan kapasitas.
Setiap divisi di perusahaan BAGUS melakukan penjualan kepada pelanggan
dipasar di luar perusahaan. Untuk produk yang dihasilkan divisi penjualan
ternyata dibutuhkan oleh divisi pembelian di dalam perusahaan, untuk
menyelesaikan produk jadi, kesempatan membeli juga bisa diperoleh dari
pemasok luar. Berikut adalah data yang terkait dengan kasus di atas:
Uraian Divisi Pembelian Divisi Penjualan
Harga Jual Rp. 4.600 Rp. 2.100
Biaya Variabel Rp. 1.200 Rp. 700
Permintaan dari luar 2.000 unit
pemasok
Permintaan divisi 1.000 unit
pembelian untuk produk
Kapasitas produktif divisi 3.000 unit
penjualan

79
Beberapa asumsi:
1. Kedua divisi menangani banyak produk.
2. Produk bisa dijual di internal, eksternal maupun tidak sama sekali
dijual, maka biaya tetap tidak akan berubah.
3. Divisi penjual menghasilkan 3.000 unit dan dijual pada harga Rp. 2.100

Analisa yang bisa dihitung:


1. Jika produk dijual ke luar oleh Divisi Penjualan
Pendapatan penjualan (2000 unit x Rp. 2.100/unit) Rp. 4.200.000
Biaya Variabel (2000 unit x Rp. 700/unit) Rp. 1,400.000
Marjin kontribusi Rp. 2.800.000
2. Jika produk dijual di dalam oleh divisi penjualan
Pendapatan penjualan (1.000 unit x Rp. 2.100/unit) Rp. 2.100.000
Biaya Variabel (1.000 unit x Rp. 700/unit) Rp. 700.000
Marjin kontribusi Rp. 400.000
3. Produk di jual ke luar oleh divisi pembelian
Pendapatan penjualan (1.000 unit x Rp.4.600/unit) Rp. 4.600.000
Biaya Variabel (1.000 unit x Rp. 1.200/unit) (Rp.1.200.000)
Harga Transfer (1.000 unit x Rp 2.100/unit (Rp. 2.100.000)
Marjin Kontribusi Rp. 1.300.000 +
Jumlah Marjin Kontribusi Rp. 5.500.000

Berdasarkan ilustrasi di atas, bahwa pada harga Rp. 2.100, kedua divisi
memperoleh marjin kontribusi dari penjualan 1.000 unit secara internal.
Dan perusahaan secara keseluruhan mendapatkan laba sebesar
Rp.2.700.000 karena tidak adanya permintaan dari luar untuk 1.000 unit
barang.

Jika terdapat kondisi adanya permintaan dari luar perusahaan meningkat


sementara permintaan dari divisi internal tetap, biasanya dalam jangka
pendek permintaan pasar yang meningkat akan menaikkan harga pasar.
Dalam kasus di atas misalnya harga pasar naik dari Rp. 2.100 menjadi
Rp.3.700 dan perusahaan menggunakan harga pasar sebagai harga

80
transfer, maka harga transfer akan menjadi Rp. 3000/unit. maka
analisanya:

Marjin kontribusi divisi pembelian pada harga transfer Rp. 3.700


Pendapatan penjualan (1.000 unit x Rp. 4.600/unit) Rp. 4.600.000
Biaya Variabel (1.000 unit x Rp. 1.200/unit) (Rp. 1.200.000)
Harga Transfer (1.000 unit x Rp 3.700/unit) (Rp. 3.700.000)
Marjin kontribusi (Rp. 300.000)

Pada harga setinggi itu divisi pembelian tidak sanggup membeli di dalam
perusahaan atas produk yang ditransfer, karena akan mengakibatkan
marjin kontribusi divisi pembelian menjadi rugi (negatif Rp. 300.000).

Harga Transfer Dasar Biaya (Cost Based Transfer Price)


Pendekatan ini digunakan pada kondisi perusahaan tersentralisasi secara
menyeluruh, pada kondisi ini divisi yang melakukan pertukaran/transfer
barang atau jasa di perusahaan diperlakukan sebagai pusat biaya (Cost
Center). Tanggung jawab terhadap pengendalian biaya menjadi landasan
penting dalam pengukuran kinerja manajer divisi, dalam pendekatan biaya
secara umum bisa digunakan biaya sesungguhnya ataupun biaya standar
untuk pendekatan dasar biaya.
Pendekatan atas dasar biaya akan membentuk tiga (3) harga transfer, yaitu
1. Harga transfer dasar biaya penuh (full cost))
2. Harga transfer dasar biaya variabel ditambah laba (variable cost
plus fixed fee)
3. Harga transfer yang di negosiasi (Negotiated Transfer Price)

Harga Transfer Dasar Biaya Penuh (Full Cost)


Metode ini jarang digunakan karena kurang mendukung kinerja divisi,
karena konsep ini tidak secara penuh memberikan informasi tentang biaya
kesempatan (opportunity cost) karena bagi divisi penjual dan divisi
pembeli, biaya kesempatan merupakan acuan penting dalam menentukan
ketepatan harga transfer yang memuaskan bagi kedua belah pihak.

81
Contoh:
Diketahui bahwa PT MULIA memiliki 2 divisi yang melakukan pertukaran
barang hampir sebanyak 90% dari kapasitas yang ada, sementara 10%
barang tersebut dijual ke pasar luar, yang bertindak sebagai divisi pembeli
(divisi C) dan divisi penjual (divisi D). Kedua manajer divisi sedang
mempertimbangkan penetapan harga transfer. Berikut data yang terkait
kondisi tersebut:
Uraian Divisi Penjualan
Harga Jual Transfer ?
Biaya produksi Rp. 210.000.000
Biaya non produksi;
Biaya administrasi umum Rp.60.000.000
Biaya pemasaran Rp.30.000.000
Total aktiva di tahun anggaran Rp. 900.000.000
ROI yang diharapkan (laba) 25 %
Kapasitas normal 1500 unit

Maka perhitungan harga transfer berdasarkan full costing adalah sebagai


berikut:
Perhitungan Mark Up:
Biaya Non Produksi Rp. 90.000.000
Laba yang diharapkan 25% x Rp. 900.000.000 Rp.225.000.000
Jumlah Rp.315.000.000
Biaya produksi Rp. 210.000.000 :
Mark up 150 %
Perhitungan harga transfer:
Biaya produksi Rp. 210.000.000
Mark Up 150% x Rp.210.000.000 Rp. 315.000.000 +
Jumlah harga jual Rp. 525.000.000
Volume produksi yang ditransfer 1.500
Harga transfer : Rp. 525.000.000/ 1.500 unit = Rp. 350.000

82
Harga Transfer Dasar Biaya Variabel (Variabel Costing)
Metode ini lebih disukai karena hanya memperhitungkan beban yang
bersifat variabel saja, jika perusahaan beroperasi di bawah kapasitas, maka
biaya variabel akan merupakan biaya kesempatan (opportunity cost).

Contoh:
Seperti contoh di atas, dan pemisahan biaya seperti terlihat di bawah ini:
Uraian Jumlah (Rp) Jumlah Total (Rp)
Biaya variabel :
Biaya produksi Rp. 160.000.000
Biaya administrasi
umum Rp. 20.000.000
Biaya pemasaran Rp. 10.000.000
Total Biaya variabel Rp. 190.000.000
Biaya tetap;
Biaya produksi tetap Rp. 50.000.000
Biaya administrasi
umum Rp. 40.000.000
Biaya pemasaran Rp. 20.000.000
Total biaya tetap Rp. 110.000.000
Total biaya penuh Rp. 300.000.000
Perhitungan mark up:
Biaya tetap Rp. 110.000.000
Laba yang diharapkan 25% x Rp. 900.000.000 Rp. 225.000.000 +
Jumlah Rp. 335.000.000
Biaya Variabel Rp. 190.000.000 :
Mark up 176 %
Perhitungan Harga jual:
Biaya varibel Rp. 190.000.000
Mark up 176 % x Rp.190.000.000 Rp. 334.400.000 +
Jumlah harga jual Rp. 524.400.000
Volume produk 1.500 unit
Harga transfer per unit = Rp. 524.400.000/ 1.500 unit = Rp. 349.600/unit

83
Harga Transfer yang Dinegosiasi (Negotiated Transfer Price)
Metode ini dipakai dalam kondisi produk yang ditransfer tidak sempurna,
artinya produsen memiliki dominasi terhadap penetapan harga transfer,
sehingga harga pasar tidak berlaku. Dalam metode negosiasi, harga
transfer akan terbentuk diantara batas harga maksimum dan batas harga
minimum.

Metode ini akan bermanfaat bagi manajer dan kemungkinan besar


memberikan keuntungan yang tinggi, jika informasi yang diperoleh
semakin berlimpah maka semakin pintarlah manajer menentukan harga
transfer, demikian juga kondisi sebaliknya. Harga transfer negosiasi
biasanya dipengaruhi oleh apakah biaya tetap sudah tertutupi atau belum,
apakah divisi penjualan beroperasi pada kapasitas penuh atau tidak, dan
seberapa kuat daya tawar-menawar yang bisa dilakukan antara divisi
penjualan dan pembelian. Penentuan harga transfer negosiasi sebaiknya
tidak lebih rendah dari biaya variabel dan tidak lebih tinggi dari harga
pasar.

Contoh:
Divisi X memerlukan 5.000 unit peralatan khusus yang dibuat menurut
pesanan. Divisi Y dalam perusahaan yang sama mampu membuat
peralatan tersebut Divisi Y menentukan bahwa biaya variabel peralatan
Rp. 8.000. Untuk memproduksi peralatan itu, Divisi Y harus mengurangi
produksi produk A sejumlah 3.500 unit. Produk A dijual Rp. 45.000 per unit
dengan biaya variabel Rp. 25.000 per unit. Hitung harga transfer yang
dinegosiasi!

Jawab:
Harga transfer adalah = Biaya variabel per satuan + marjin kontribusi yang
hilang atas penjualan ke luar.
Contribution Margin adalah:
= harga produk A – biaya variabel
= Rp. 45.000 – Rp. 25.000 = Rp. 20.000

84
Total Contribution margin yang hilang adalah:
= Rp. 20.000 X 3.500 unit = Rp. 70.000.000.

Contribution margin per unit yang hilang adalah:


= Total Contribution margin yang hilang: Peralatan khusus yang
diproduksi
= Rp. 70.000.000 : 5.000 = Rp. 14.000.
Jadi harga transfer adalah: Rp. 8.000 + Rp. 14.000 = Rp. 22.000.
Harga transfer ini adalah harga minimal atau dinaikkan, tetapi tidak
boleh lebih besar dari Rp. 22.000.

Jika divisi pembeli mempunyai kapasitas lebih, batas harga terendah


adalah Rp. 8.000 sama dengan biaya variabel, namun karena divisi penjual
perlu menguntungkan, negosiasi perlu diadakan untuk menaikkan harga
dengan ‘markup’ yang ditargetkan.

Latihan Kasus:
1. Perusahaan yang memiliki konsep terdesentralisasi akan bisa
menerapkan harga transfer dengan baik, apakah pernyataan tersebut
benar?
2. Harga Transfer pada dasarnya harus adil, sehingga divisi penjual dan
divisi pembeli tidak ada dirugikan. Bagaimana konsep adil dalam harga
transfer tersebut?
3. Apa manfaat harga tranfer bagi divisi yang terlibat, dan jika ada
perselisihan dalam menetapkan harga transfer, apa yang harus
dilakukan?
4. Perusahaan MEGAH mempunyai 2 divisi, yaitu Divisi A dan Divisi B
Divisi A merupakan divisi pemasok komponen utama Divisi B dengan
harga transfer Rp 10/unit. Divisi A juga menjual ke pasar dengan harga
Rp 12,50/unit. Biasanya penjualan ke pasar berjumlah 25% dari
penjualan sebanyak 2.000 unit komponen per tahun.
Berikut ini adalah Data Laporan Laba/Rugi Divisi A untuk tahun 2017:

85
Penjualan Rp 23.250
Biaya Variabel @ Rp 8 /unit Rp 16.000
Biaya Tetap Rp 2.000
Laba Bersih Rp 3.250
Divisi B mendapat penawaran dari pihak luar untuk membeli
komponen dengan harga Rp 9 /unit. Divisi A menyatakan bahwa tidak
mungkin untuk menjual dengan harga seperti penawaran pihak luar
karena tidak akan memperoleh laba sama sekali.
Diminta:
a. Hitung harga transfer yang dapat ditentukan!
b. Jika Divisi A dapat menaikkan penjualan produk ke pasar sebesar
1.500 unit komponen dengan menaikkan biaya tetap sebesar
Rp2.000 dan biaya Variabel Rp 1/unit. Misalkan kapasitas
maksimum 2.000 unit komponen /tahun, apakah sebaiknya Divisi
A memusatkan penjualan produk ke luar dan mengabaikan
transfer intern. Jelaskan dengan perhitungan!

“Ilmu manusia berkembang sangat pesat, siapa yang membuat


demikian? Hanya Allah yang mampu melakukan itu, bukan
manusia yang membuat ilmu itu berkembang pesat”
--Erha--

86
BAB 6
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI PENUH
DALAM ANALISIS KEMAMPUAN
MENGHASILKAN LABA

1. Pendahuluan
Analisis kemampuan menghasilkan laba dapat diterapkan dalam berbagai
objek informasi: produk, keluarga produk (product line), aktivitas
(activities), atau unit organisasi. Analisis kemampuan menghasilkan laba
ditujukan untuk mendeteksi penyebab timbulnya laba atau rugi yang
dihasilkan oleh suatu objek informasi dalam periode akuntansi tertentu.

Dalam perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk,


manajemen memerlukan informasi akuntansi penuh untuk
memungkinkan manajemen melakukan analisis kemampuan setiap produk
dalam menghasilkan laba. Jika analisis kemampuan menghasilkan laba
diterapkan pada produk atau keluarga produk, diperlukan informasi
akuntansi penuh yang berupa pendapatan penuh yang dihasilkan oleh
produk dalam periode tertentu, biaya penuh yang dikorbankan untuk
memproduksi dan memasarkan produk tersebut selama periode yang
sama, dan aktiva penuh yang digunakan untuk memproduksi produk
tersebut.

Jika analisis kemampuan menghasilkan laba diterapkan terhadap unit


organisasi tertentu (misalnya pusat laba) dalam suatu perusahaan dan
dilakukan oleh pemakai luar, informasi akuntansi penuh yang disajikan
untuk memungkinkan mereka melakukan analisis tersebut harus disusun
menurut prinsip akuntansi yang lazim. Namun, jika analisis kemampuan
menghasilkan laba dilakukan oleh manajemen puncak perusahaan,
informasi akuntansi penuh yang disajikan tidak terikat kepada prinsip
akuntansi yang lazim.

87
Profitabilitas atau kemampuan memperoleh laba adalah suatu ukuran
dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan
mampu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima. Angka
profitabilitas dinyatakan antara lain dalam angka laba sebelum atau
sesudah pajak, laba investasi, pendapatan per saham, dan laba penjualan.
Nilai profitabilitas menjadi norma ukuran bagi kesehatan perusahaan.

2. Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu
perusahaan, profitabilitas suatu perusahaan menunjukan kemampuan
suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada
tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu. Profitabilitas suatu
perusahaan dapat dinilai melalui berbagai cara tergantung pada laba dan
aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya.

Committee on terminology mendefinisikan profitabilitas adalah jumlah


yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan
kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi. Sedangkan menurut
APB Statement mengartikan profitabilitas adalah kelebihan (defisit)
penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi (Harahap, 2013).
Profitabilitas merupakan ukuran pokok keseluruhan keberhasilan
perusahaan (Simamora, 2012).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah


Penghasilan yang diinginkan oleh perusahaan dalam menjual produknya
pada periode akuntansi tertentu.

Menurut Riyanto (2008), mengatakan: “Profitabilitas adalah kemampuan


suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama suatu periode
tertentu”. Adapun pendapat menurut Sartono (2010) menyatakan sebagai
berikut: “Profitabilitas adalah Kemampuan perusahaan memperoleh laba
dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.
Menurut Harahap (2013) mengemukakan bahwa, Profitabilitas

88
menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui
semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan,
kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.

3. Cara Menghitung Profitabilitas


Cara menghitung Profitabilitas dalam konsep informasi akuntansi penuh
bisa menggunakan Return On Investment dan juga Residual Income. Return
On Invesment merupakan rasio yang menunjukkan hasil dari jumlah aktiva
yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang efisiensi
manajemen. Rasio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang
dikendalikan dengan mengabaikan sumber pendanaan, rasio ini biasanya
diukur dengan persentase.

Kegunaan dari ROI


1. Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi yang baik,
maka manajemen dengan menggunakan teknik analisa ROI dapat
mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi
produksi, dan efisiensi bagian penjualan.
2. Apabila perusahaan mempunyai data industri sehingga dapat
diperoleh rasio industri, maka dengan analisa ROI dapat
dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya
dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui
apakah perusahaannya berada di bawah, sama, atau di atas rata-
rata. Dengan demikian akan dapat diketahui di mana kelemahan
dan kekuatan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain
yang sejenis.
3. Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur efisiensi
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing divisi atau
bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke
dalam bagian yang bersangkutan.
4. Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas
dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

89
5. ROI selain berguna untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk
keperluan perencanaan. Misalnya ROI dapat digunakan sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan jika perusahaan akan
mengadakan ekspansi.

Untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba suatu perusahaan atau


suatu pusat laba dalam suatu perusahaan biasanya digunakan alat
pengukur: kembalian investasi (return on investment atau disingkat ROI)
atau residual income (disingkat RI). Kembalian investasi dihitung dengan
cara membandingkan laba bersih dengan aktiva yang digunakan oleh pusat
laba tersebut untuk mendapatkan laba tersebut. Dalam hal ini diperlukan
informasi pendapatan penuh dan informasi biaya penuh untuk
menghitung laba bersih dan informasi aktiva penuh pusat laba tersebut.

Rumus Return On Investement dinyatakan sebagai berikut:

Kembalian investasi = Pendapatan penuh – Biaya penuh


Aktiva penuh

Contoh perhitungan:
Divisi A pada perusahaan TEGAR memiliki aktiva penuh pada tanggal 31
Desember 2017 Rp. 3.400.000.000, beban modal pada investasi aktiva
sebesar 25%, pendapatan penuh divisi yang diperoleh Rp. 3.200.000.000.
dan biaya produksi dan biaya non produksi yang dikeluarkan masing-
masing Rp. 1.500.000.000 dan Rp. 600.000.000.
Berapa kembalian investasi yang diperoleh oleh perusahaan
Jawab:
ROI = Rp. 3.200.000.000 – Rp. 2.100.000.000/Rp. 3.400.000.000
= 32,35%

90
Residual income dihitung dengan mengurangi laba bersih dengan beban
modal (capital charge) seperti terlihat dalam perhitungan berikut:

Pendapatan penuh Rp xx
Biaya penuh Rp xx
Laba bersih Rp xx

Beban modal = y% x aktiva penuh Rp xx


Residual income Rp xx
xx
Dari perhitungan di atas pada ROI, maka Residual Income dihitung sebagai
berikut:
RI = Rp. 3.200.000.000 – Rp. 2.100.000.000 = Rp. 1.100.000.000
Beban modal adalah 25% x Rp. 3.400.000.000 = Rp. 850.000.000
Residual Income : Rp. 1.100.000.000 – Rp. 850.000.000 = Rp. 250.000.000

ROI bisa juga diartikan sebagai rasio laba bersih terhadap biaya. Rumus
menghitung ROI adalah sebagai berikut:

ROI = (Total Penjualan-Investasi)/ Investasi x 100%

Misalnya, jika investasi sebesar Rp. 10.000.000 menghasilkan penjualan


sebesar Rp. 15.000.000, berarti diperoleh laba sebesar Rp. 5.000.000.
Maka secara sederhana perhitungan ROI dalam persentase adalah:
ROI = (Rp15.000.000-Rp10.000.000)/ Rp. 10.000.000 x 100%
ROI = 50%

Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan tingkat ROI adalah sebesar


50%.

Seringkali kita hanya berfokus pada margin keuntungan atas produk atau
jasa. Tetapi kita seharusnya juga menghitung ROI secara akurat untuk
91
mendapatkan kepastian dan keyakinan bahwa bisnis yang dijalankan
mampu berkembang. Dalam menjalankan bisnis, seorang pengusaha harus
memperhatikan jumlah dana yang harus diinvestasikan dalam mencapai
target penjualan, jumlah margin keuntungan yang diperoleh, dan bagian
dari margin keuntungan tersebut yang akan digunakan untuk
mengembangkan bisnis.

Dalam menganalisis profitabilitas setiap jenis produk dapat digunakan dua


konsep biaya sebagai berikut:
1. Konsep harga pokok penuh (full costing)
Pada konsep ini setiap pusat laba dihitung besarnya laba bersih
dengan mempertemukan penghasilan setiap pusat laba dikurangi
semua biaya pada pusat laba yang bersangkutan baik biaya tetap
maupun biaya variabel. Langkah-langkah yang ditempuh dalam
menggunakan konsep ini adalah:
a. Menggolongkan penghasilan penjualan ke dalam setiap pusat
laba yang akan dianalisa.
b. Menggolongkan harga pokok penjualan untuk setiap pusat
laba.
c. Menghitung laba kotor atas penjualan setiap pusat laba.
d. Mengalokasikan biaya pemasaran setiap fungsi pada setiap
pusat laba.
e. Menghitung laba bersih sebelum diperhitungkan biaya
administrasi dan umum untuk setiap pusat laba.
f. Memperhitungkan biaya administrasi dan umum.
g. Menghitung laba bersih setiap pusat laba.
2. Konsep harga pokok variabel (variable costing)
Pengunaan konsep ini didorong oleh pemilihan alternatif didalam
pengambilan keputusan dengan jalan menyajikan besarnya batas
kontribusi (contribution margin) setiap pusat laba untuk dapat
menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Langkah-langkah
yang ditempuh dalam menggunakan konsep ini adalah:

92
a. Menggolongkan penghasilan penjualan ke dalam setiap pusat
laba yang akan dianalisa.
b. Menggolongkan harga pokok penjualan variabel untuk setiap
pusat laba.
c. Menghitung batas kontribusi kotor untuk setiap pusat laba.
d. Mengalokasikan biaya pemasaran variabel dari setiap fungsi
ke dalam setiap pusat laba.
e. Menghitung batas kontribusi (bersih) untuk setiap pusat laba.
f. Memperhitungkan biaya tetap langsung yang dapat
diidentifikasikan kepada setiap pusat biaya.
g. Menghitung laba bersih setiap pusat biaya sebelum
dipertemukan dengan biaya tetap tidak langsung dan biaya
administrasi dan umum.
h. Memperhitungkan biaya tetap tidak langsung dan biaya
administrasi dan umum.
i. Menghitung laba bersih (Supriyono, 2001)

Latihan Kasus:
1. Diani memiliki investasi sebesar Rp. 30.000.000 menghasilkan
penjualan sebesar Rp. 40.000.000.
Rama menanamkan modal sebesar Rp. 110.000.000 dan
menghasilkan penjualan Rp. 85.000.000.
Diminta: Hitung ROI yang akan diperoleh!
2. Perusahaan SENTOSA memiliki divisi yang membuat sparepart A, pada
akhir tahun anggaran 2017, Cost of Capital dari investasi 20%,
investasi yang ditanamkan pada aktiva sebesar Rp. 800.000.000.,
pendapatan penuh yang diperoleh Rp. 450.000.000 dan biaya penuh
yang dikeluarkan untuk menghasilkan pendapatan adalah
Rp.400.000.000. Berapa kembalian investasi yang diperoleh
perusahaan dalam ROI dan Residual Income?

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya”
-- QS Al Baqarah:
93 286 --
94
BAGIAN II
PENGANTAR DAN INFORMASI
AKUNTANSI DIFERENSIAL

95
96
BAB 7
INFORMASI AKUNTANSI DIFERENSIAL

1. Pendahuluan
Informasi akuntansi diferensial adalah bagian dari ilmu akuntansi
manajemen yang mempelajari tentang penggunaan informasi yang
berbeda untuk alternatif yang berbeda. Informasi akuntansi diferensial
bermanfaat bagi manajemen dalam pemilihan alternatif yang terbaik bagi
perusahaan, karena informasi akuntansi diferensial memuat informasi
tentang taksiran perbedaan aktiva, pendapatan dan biaya sebagai akibat
dipilihnya suatu alternatif tindakan dibandingkan dengan alternatif
tindakan yang lain. Informasi akuntansi diferensial merupakan informasi
yang menyangkut masa yang akan datang yang diperkirakan akan berbeda
untuk setiap alternatif yang sedang dipertimbangkan, sehingga
memudahkan manajemen untuk memilih suatu alternatif yang dianggap
paling tepat bagi kemajuan perusahaannya.

2. Pengertian Informasi Akuntansi Diferensial


Ada beberapa pendapat mengenai pengertian informasi akuntansi
diferensial, antara lain dikemukakan oleh Hariadi dalam bukunya yang
berjudul Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang (2002) sebagai
berikut:
“Informasi akuntansi diferensial adalah informasi tentang bagaimana
biaya, penghasilan dan aktiva akan berbeda jika suatu tindakan diambil
ketika dibandingkan dengan alternatif tindakan yang lain.”

Menurut S. Munawir dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Keuangan


dan Manajemen” (2002) informasi akuntansi diferensial adalah:
“Informasi akuntansi diferensial adalah informasi biaya yang akan terjadi
dimasa depan (future cost) yang diperkirakan akan berbeda untuk setiap
alternatif dan bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan keputusan
memilih salah satu alternatif tindakan yang terbaik.”

97
Dalam menghadapi pemilihan alternatif yang akan diambil, manajemen
harus melakukan pemilihan alternatif optimum atau alternatif yang
memuaskan.

Manajemen yang melakukan pemilihan alternatif, kemungkinan


menghadapi beberapa alternatif yang layak untuk dipilih, yang masing-
masing memiliki segi-segi positif tertentu dipandang dari kriteria pemilihan
alternatif yang digunakan. Manajemen dapat menggunakan pendekatan
ekonomis rasional, dalam melakukan pemilihan alternatif yang optimum.
Tetapi tidak jarang pemilihan didasarkan atas pertimbangan politik yang
dihubungkan dengan kepentingan, aspirasi tertentu eksekutif, atau
pertimbangan psikologis.

3. Materi bahasan Informasi Akuntansi Diferensial


Dalam buku ini di bagian informasi akuntansi diferensial akan dibahas
mengenai 3 materi berikut ini:
1. Informasi akuntansi diferensial dalam analisa biaya relevan untuk
pengambilan keputusan
2. Informasi akuntansi diferensial dalam analisa biaya volume dan
laba,
3. Informasi akuntansi diferensial dalam analisa investasi.

Latihan diskusi:
1. Informasi akuntansi diferensial berfungsi dalam aktivitas
manajemen seperti apa?
2. Informasi akuntansi diferensial sering digunakan dalam beberapa
pengambilan keputusan, sebutkan pengambilan keputusan apa
saja!

“Pengambilan keputusan harus berdasarkan analisa yang tepat,


pengambilan keputusan yang salah mengakibatkan kita sudah
gagal di awal....”
-- kata bijak --

98
BAB 8
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI
DIFERENSIAL DALAM BIAYA RELEVAN UNTUK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

1. Pendahuluan
Perusahaan dalam operasionalnya sering dihadapkan pada banyak
keputusan, salah satu faktor yang tidak bisa lepas sebagai dasar
pengambilan keputusan adalah biaya. Karena pengambilan keputusan
selalu dihadapkan pada lebih dari satu alternatif, sehingga untuk
menganalisa, mempertimbangkan dan memutuskan alternatif mana yang
dipilih pertimbangan melihat biaya sangat jitu. Mengapa? Karena untuk
perusahaan yang profit oriented, laba adalah tujuan yang harus dicapai,
sementara laba dicari dengan cara mempertemukan pendapatan
perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan terkait dengan
pendapatan tersebut.

Biaya yang bagaimana yang bisa digunakan untuk pengambilan


keputusan? Pastinya adalah biaya yang relevan dengan keputusan yang
akan diambil. Biaya relevan adalah biaya di masa yang masa mendatang
dalam berbagai alternatif untuk mengambil keputusan. Biaya relevan
sering disebut sebagai biaya diferensial, karena biaya yang berbeda akan
digunakan untuk pengambilan keputusan yang berbeda. Dalam sistem
informasi, biaya yang berbeda digunakan untuk tujuan yang berbeda
dalam pengambilan keputusan yang dikenal dengan istilah “different cost
for different purpose”.

Biaya relevan karena terkait dengan masa yang akan datang, maka biaya
relevan adalah biaya yang sesuai untuk pengambilan keputusan.
Keputusan yang paling menguntungkan adalah alternatif yang dipilih

99
dengan beban yang proporsi lebih rendah dibanding alternatif yang lain.
Yang tidak kalah penting diingat bahwa data yang akan digunakan dalam
pengambilan keputusan selain relevan (ada sangkut pautnya) juga harus
tepat (akurat), karena ada kemungkinan informasi angkanya sudah tepat
tapi tidak relevan, misalnya gaji seorang dosen tertentu menurut skala
penggajian yang berlaku dalam sebulan besarnya Rp.15.500.050, angka ini
tepat dengan nilai rupiah terkecilnya, tapi nilai gaji itu tidak relevan (tidak
ada sangkut pautnya) dengan rencana Perguruan Tinggi akan
mengembangkan Teknologi Sistem Informasi Akademik, atau sebaliknya
informasi angkanya relevan tapi tidak tepat, contoh gaji guru honorer di
sebuah Sekolah Tinggi Swasta beragam besarnya, tapi nilai yang beragam
besarnya tersebut ada sangkut pautnya dengan rencana pengambilan
keputusan menaikkan kesejahteraan dengan memberikan honor
tambahan.

2. PENGERTIAN BIAYA RELEVAN


Biaya relevan selalu berhubungan dengan pengambilan keputusan
manajemen, biaya ini biasanya berbeda-beda diantara berbagai alternatif
pilihan. Menurut Hongren (2008) biaya relevan adalah: (a) biaya masa
depan yang diharapkan; (b) yang akan berbeda di antara berbagai
alternatif. Sementara Krismiaji (2002) biaya relevan adalah biaya masa
yang akan datang (future costs) yang berbeda besarnya pada berbagai
alternatif.

Biaya relevan merupakan biaya masa mendatang dalam berbagai alternatif


untuk pengambilan keputusan manajemen. Seringkali biaya relevan
disebut biaya diferensial yaitu biaya yang berbeda-beda akibat adanya
keputusan yang berbeda yang mengakibatkan perbedaan biaya tetap.
Karena keputusan berhubungan dengan masa yang akan datang, maka
informasi akuntansi yang relevan adalah informasi yang akan datang.

100
Dari pengertian di atas, biaya relevan mempunyai dua (2) karakteristik
yaitu:
1. Biaya masa yang akan datang, dan akan terjadi jika alternatifnya
dipilih.
2. Biaya yang berbeda diantara alternatif yang ada.

Biaya yang tidak memenuhi dua (2) karakteristik tersebut, maka


merupakan biaya tidak relevan (irrelevant cost). Biaya tidak relevan
meliputi biaya masa lalu dan biaya masa yang akan datang tetapi tidak
berbeda diantara alternatif yang ada. Sunk cost (biaya tenggelam) yang
merupakan biaya masa lalu akan selalu merupakan biaya yang tidak
relevan dalam pengambilan keputusan, contohnya biaya penyusutan
(depreciation) sebuah aktiva. Biaya sewa ruangan untuk lima (5) tahun ke
depan tidak akan mempengaruhi pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan menerima pesanan khusus atau tidak. Karena mau diterima atau
mau ditolak pesanan tersebut, biaya sewa untuk masa yang akan datang
selama lima (5) tahun tetap harus dibayar, ini contoh biaya masa yang akan
datang yang tidak relevan.

Mengapa informasi biaya ini menjadi relevan untuk pengambilan


keputusan, karena ada empat (4) hal yang menjadi dasar:
1. Terkait dengan masa yang akan datang
Jika semua alternatif yang akan diputuskan pada dasarnya belum
terjadi, sehingga biaya relevan terjadinya di masa yang akan
datang.
2. Berbeda pada alternatif dengan tujuan yang berbeda
Jika kita mempunyai alternatif yang berbeda untuk diputuskan,
sudah pasti biaya relevan yang kan dipertimbangkan pun harus
berbeda, kalau sama informasi biayanya, berarti tidak relevan.
3. Kebutuhan manajemen akan prediksi
Jika manajemen akan memutuskan alternatif mana yang akan
dipilih, jelas manajemen harus memprediksi dari alternatif
tersebut bagaimana biaya (cost) dan manfaatnya (benefit).

101
4. Kebutuhan akan pengambilan keputusan khusus
Jika perusahaan menghadapi sebuah pertimbangan alternatif
yang tidak biasa/tidak rutin, maka faktor informsi biaya relevan
ini sangat penting. Karena keputusan perusahaan yang sifatnya
rutin, itu sudah ada data informasi biaya secara histori.

3. BIAYA RELEVAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Keputusan manajemen yang terkait dengan biaya relevan biayanya
keputusan khusus, yang memiliki karakter terjadinya tidak rutin dibanding
keputusan operasi harian atau mingguan. Beberapa Keputusan khusus
yang menggunakan informasi biaya relevan adalah:
1. Keputusan Membuat atau Membeli (Make or Buy Decision)
Adalah keputusan manajer yang mempertimbangkan apakah sebuah
komponen akan dibuat sendiri ataukah membeli dari luar. Keputusan
untuk membuat sendiri komponen yang biasanya dibeli dari pemasok
luar, biasanya dilandasi karena adanya peralatan yang menganggur,
tenaga kerja yang menganggur atau kapasitas pabrik yang tersisa.

Contoh Soal:
Perusahaan mesin fotocopi PRESTISE selama ini melakukan
pemesanan untuk jenis komponen Automatic Document Feeder (ADF)
yang berfungsi untuk mencetak dokumen secara otomatis dalam
jumlah yang banyak dari pemasok luar seharga Rp.650.000/unit ADF.
Secara reguler kapasitas pabrik selalu tersisa 30%, sehubungan
dengan kondisi ini, manajemen mempertimbangkan untuk membuat
sendiri komponen ADF tersebut. Proyeksi biaya yang akan dikeluarkan
untuk membuat 1000 unit ADF adalah sebagai berikut:

102
Uraian Jumlah (Rp) Total (Rp)
Biaya bahan baku 100.000.000
Biaya tenaga kerja 270.000.000
Biaya Overhead pabrik :
Variabel 130.000.000
Tetap :
Tetap terhindarkan 100.000.000
Tetap bersama 250.000.000
Jumlah biaya produksi 850.000.000
Produksi ADF 1.000
unit
Biaya produksi per unit 850.000.000/1.000 850.000

Analisa Diferensial (Fasilitas Produksi Menganggur):


1. Dilihat dari perhitungan di atas membeli 1 unit ADF dari pemasok
luar Rp.650.000, tapi membuat sendiri biaya produksi/unit
Rp.850.000. Jadi membuat sendiri terlihat lebih mahal sebesar
Rp.200.000/unit
2. Jika kita membeli dari pemasok luar, maka biaya yang dapat
dihindarkan (avoidable cost) adalah yang relevan, yaitu biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
variabel tetap bersama, jadi yang bisa dihilangkan berjumlah =
Rp.600.000.000
3. Analisa angka per unit:
Manfaat:
Biaya diferensial (biaya yang terhindarkan):
Biaya bahan baku (variabel) Rp. 100.000
Biaya tenaga kerja (variabel) Rp. 270.000
Biaya overhead (variabel) Rp. 130.000
Biaya overhead terhindarkan Rp. 100.000 +
Jumlah biaya terhindarkan jika membeli dari luar Rp. 600.000

103
Pengorbanan:
Biaya diferensial
Jika membeli dari luar Rp. 650.000 -
Kerugian jika membeli dari luar Rp. 50.000
===========
Sehingga keputusannya adalah lebih baik membuat sendiri,
karena ada penghematan biaya/ biaya terhindarkan (avoidable
cost ) sebesar Rp.50.000 /unit

Analisa Diferensial (Fasilitas Produksi Disewakan):


Jika pada kondisi soal di atas, bahwa fasilitas yang menganggur
disewakan dengan harga Rp. 80.000.000, maka:
Analisa angka adalah:
Manfaat:
Biaya diferensial (biaya yang terhindarkan):
Biaya bahan baku (variabel) Rp. 100.000.000
Biaya tenaga kerja (variabel) Rp. 270.000.000
Biaya overhead (variabel) Rp. 130.000.000
Biaya Overhead terhindarkan Rp. 100.000.000
Pendapatan sewa Rp. 80.000.000 +
Jumlah biaya terhindarkan jika membeli dari luar Rp. 680.000.000
Pengorbanan:
Biaya diferensial
Jika membeli dari luar Rp. 650.000.000(-)
Kerugian jika membeli dari luar Rp. 30.000.000

Sehingga keputusannya lebih baik membeli dari pemasok luar, karena


lebih murah Rp.30.000.000 atau Rp.30.000/unit. Dalam analisa ini kita
mempertimbangkan biaya diferensial berupa biaya kesempatan
(opportunity cost) berupa pendapatan sewa sebesar Rp.80.000.000.

104
2. Keputusan Menghentikan atau Melanjutkan Produksi Produk
Tertentu (Stop or Continue Product Line)
Adalah keputusan yang diambil manajemen, jika dalam perusahaan
ada lini produk, dan ada divisi yang berpotensi mengalami kerugian,
jika terjadi hal demikian, maka pertimbangan manajemen adalah:
1. Telusuri dan hitung pendapatan diferensial dan biaya
diferensialnya
2. Hitung manfaat biaya terhindar yang diperoleh
3. Jika ada divisi yang harus ditutup, karena rugi terus menerus,
pertimbangannya:
Jika lini produk harus ditutup, perlu dipertimbangkan berbagai
kemungkinan:
a. Kontribusi pendapatan yang akan hilang.
b. Manfaat biaya yang dapat dihindarkan dan biaya yang dapat
dihindarkan.
Contoh:
Laporan Rugi Laba pada PT Dunia Kertas sebagai berikut:
PT DUNIA KERTAS
Laporan Laba-rugi Per Lini Produk
Tahun 2017
Keterangan Kertas Apik Kertas Bagus Kertas Unik
Penjualan 500.000.000 450.000.000 250.000.000
Biaya Variabel 360.000.000 200.000.000 100.000.000

Laba Kontribusi 140.000.000 250.000.000 150.000.000

Biaya tetap terhindarkan 100.000.000 90.000.000 110.000.000


Biaya tetap tak terhindar 70.000.000 40.000.000 30.000.000
Total biaya tetap 170.000.000 130.000.000 140.000.000

Laba bersih (30.000.000) 120.000.000 10.000.000


Total Laba bersih dari PT. Wiarayuda (A + B + C) adalah Rp 100.000.000

105
Informasi akuntansi untuk produk kertas apik
Keterangan Jumlah
Manfaat Biaya:
Biaya variabel 360.000.000
Biaya tetap yang terhindarkan 100.000.000
Total manfaat 460.000.000
Pengorbanan (pendapatan yg hilang) 500.000.000

Manfaat bersih 40.000.000

Analisa Perhitungan:
Jika produk “Apik” dihentikan, potensi rugi akan bertambah sebesar
Rp.40.000.000 karena perusahaan telah kehilangan potensi laba yang
disumbangkan oleh produk “Apik” melalui laba kontribusi sebesar
Rp.40.000.000.
Alternatif yang disodorkan adalah perlunya mengatur pembebanan
biaya tetap ke masing masing lini produk bukan atas dasar nilai omset
penjualan, tetapi menggunakan alokasi atas dasar kemampuan dari
masing masing produk yang tercermin melalui perolehan laba
kontribusi yang disumbangkan oleh masing masing lini produk
tersebut, sehingga perhitungan laba-rugi dari semua lini menjadi tidak
rugi dan total laba tetap tidak berubah. Perhitungannya kalau produk
Apik tetap dijalankan, maka total pendapatan perusahaan adalah:
(30.000.000) + 120.000.000 + 10.000.000 = 100.000.000, tapi jika
produk Apik dihentikan, maka total pendapatan perusahaan adalah:
(40.000.000) + 120.000.000 + 10.000.000 = 90.000.000. Jadi sebaiknya
produk “Apik” tetap dijalankan.

106
Perhitungan dengan alternatif biaya tetap tak terhindarkan dihitung
berdasarkan laba kontribusi bisa merupakan solusi supaya tidak ada
produk yang rugi:
PT DUNIA KERTAS
Laporan Laba-rugi Per Lini Produk
Tahun 2017
Keterangan Kertas Apik Kertas Bagus Kertas Unik
Penjualan 500.000.000 450.000.000 250.000.000
Biaya Variabel 360.000.000 200.000.000 100.000.000

Laba Kontribusi 140.000.000 250.000.000 150.000.000

Biaya tetap
100.000.000 90.000.000 110.000.000
terhindarkan
Biaya tetap tak
36.296.296 64.814.814 38.888.889
terhindar
Total biaya tetap 136.296.296 154.814.814 148.888.889
Laba bersih 3.703.704 95.185.185 1.111,111
Laba kontribusi total: Rp.540.000.000, Biaya tetap tak terhindar:
Rp.140.000.000

3. Keputusan Menerima atau Menolak Pesanan Khusus (Special Order


Decision)
Pesanan khusus adalah penjualan yang harga jual di bawah harga
pasar, dikarenakan perusahaan memiliki kapasitas menganggur (idle
capacity). Selama pesanan khusus ini menambah laba operasi maka
pesanan diterima dan sebaliknya. Di dalam pertimbangannya maka
biaya yang dianalisa adalah biaya variabel dengan menggunakan
pendekatan Variable Costing, dimana seluruh biaya tetap (fixed cost)
dinyatakan sebagai beban (expense).

107
Contoh Soal:
Industri PT NYAMAN bergerak di bidang pembuatan kasur busa lipat
dengan merk Simple, kapasitas normal 1.000 kasur busa lipat dan
kapasitas maksimum 1.400 harga per unit kasur Rp.350.000, struktur
biaya standar yang dimiliki perusahaan adalah sebagai berikut:
Biaya Total Biaya Biaya
Uraian
Variabel/Unit Tetap Tetap/Unit
Biaya bahan baku 125.000 0 0
Biaya tenaga kerja 50.000 0 0
langsung
Biaya overhead pabrik 45.000 50.000.000 50.000
Biaya pemasaran 10.000 20.500.000 20.500
Biaya administrasi 10.000 20.000.000 20.000
Jumlah 240.000 95.500.000 90.000

Harga pokok dengan variabel costing adalah Rp.220.000 dan harga


pokok dengan full costing Rp.270.000. Ada pesanan khusus dari rumah
kontrakan mahasiswa sebanyak 300 kasur dengan harga Rp.350.000,
apakah diterima pesanan ini?

Analisa perhitungan:
Jika order diterima menggunakan variabel costing:
Uraian Jumlah
Penjualan:
(1.000 unit x Rp.350.000) + (300 unit x 422.000.000
Rp.240.000)
Harga Pokok penjualan:
(1.300 unit x Rp.270.000) 351.000.000
Laba Kotor 71.000.000
Beban pemasaran (1.000 unit x Rp.20.500) 20.500.000
Beban administrasi (1.000 unit x Rp. 20.000) 20.000.000
Laba operasional 30.500.000

108
Pesanan khusus bisa diterima karena perusahaan mendapatkan
tambahan keuntungan Rp.30.500.000.

Jika kita hitung dengan metode full costing, maka rugi laba yang
diproyeksikan:
Uraian Jumlah
Penjualan (1.000 unit x Rp.350.000) Rp. 350.000.000
Harga Pokok penjualan (1.000 unit x Rp.270.000) Rp. 270.000.000
Laba kotor Rp. 80.000.000
Beban pemasaran (1.000 unit x Rp.20.500) Rp. 20.500.000
Beban administrasi (1.000 unit x Rp. 20.000) Rp. 20.000.000
Laba operasi Rp. 39.500.000

Analisa:
Pesanan ditolak karena ada penurunan laba operasi (Rp. 39.500.000 –
Rp.30.500.000)

4. Keputusan Menjual atau Memproses Lebih Lanjut Suatu Produk (Sell


or Process Futher)
Keputusan ini terjadi ketika perusahaan sedang mengalami
permasalahan terkait dengan biaya bersama (joint cost) yang tidak
relevan dalam pengambilan keputusan apa yang akan dikerjakan
terhadap produk dari titik pisah ke tahap selanjutnya.

Produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan baku yang


sama disebut produk bersama (joint products). Contoh minyak
mentah yang menghasilkan minyak tanah, avtur, premium dan lain-
lain. Dalam konteks ini manajemen harus mencari titik dimana produk
tersebut memiliki dua pilihan “diolah lebih lanjut” atau “dijual ke
pasaran”. Titik tersebut dinamakan Split-Off point. Biaya yang
dikorbankan sampai dengan Split-Off point disebut joint cost,
sedangkan biaya yang dikorbankan dan ditambahkan setelah proses
tersebut dinamakan separable cost. Biaya relevan dalam keputusan ini

109
adalah biaya-biaya setelah Split-Off point dan tambahan penghasilan
penjualan.

Contoh Soal:
PT MARIBAYA memproduksi dan menjual pakaian renang khusus pria
dewasa dengan merk Apollo sebanyak 1.000 baju, dengan komposisi
biaya sebagai berikut:
Uraian Total biaya (Rp)
Biaya bahan baku 120.0000.000
Biaya tenaga kerja langsung 75.000.000
Biaya overhead pabrik (v) 30.000.000
Biaya overhead pabrik (t) 25.000.000
Biaya administrasi dan umum (t) 50.000.000
Biaya pemasaran (t) 50.000.000
Total biaya 350.000.000
Harga jual per pakaian 500.000.

Perusahaan mempertimbangkan ingin mengolah lebih lanjut pakaian


renang Apolo menjadi Apolo plus + dengan ada tambahan pada tutup
kepala, untuk pengolahan lebih lanjut ini tidak memerlukan tambahan
fasilitas tapi memerlukan tambahan biaya per pakaian sebesar
Rp.70.000., harga jual yang bisa dilempar ke pasaran Rp. 550.000. Buat
analisis diferensial, apa sebaiknya dijual langsung atau diproses lebih
lanjut!

Jawab:
Yang merupakan pendapatan diferensial adalah (Rp. 550.000–
Rp.500.000)
Yang merupakan biaya diferensial adalah Rp. 50.000

110
Analisanya:
Uraian Jumlah
Pendapatan Diferensial
(Rp.550.000 – Rp.500.000) X 1.000 pakaian Rp. 50.000.000
Biaya diferensial Rp. 70.000.000
(Rp.70.000 X Rp. 1.000)
Laba diferensial dari produk Apolo menjadi (Rp. 20.000.000)
Apolo plus+

Dari analisa di atas maka memproses lebih lanjut walau tanpa fasilitas
tambahan, dari Apolo ke Apolo plus+ menghasilkan rugi sebesar
Rp.20.000.000., sebaiknya perusahaan langsung menjual produk
Apolo saja.

Jika untuk memproses lebih lanjut diperlukan investasi sebesar


Rp.20.000.000 dengan manfaat ekonomi 3 tahun dan tingkat return
on investment 20%, apakah alternatif memproses lebih Lanjut bisa
diterima?

Jawab:
Dari soal di atas tanpa fasilitas mengakibatkan rugi diferensial, bukan
laba diferensial. Maka kalau dengan fasilitas juga pasti mengakibatkan
rugi. Untuk penjelasan dibuat analisa perhitungan sebagai berikut:
Uraian Jumlah
Pendapatan Diferensial
(Rp.550.000 – Rp.500.000) X 1.000 pakaian Rp. 50.000.000
Biaya diferensial Rp. 70.000.000
(Rp.70.000 X Rp. 1.000)
Laba/Rugi diferensial dari produk Apolo (Rp. 20.000.000)
menjadi Apolo plus+

111
Keterangan Jumlah
Present Value Laba Diferensial:
tahun 1 : 0,833 x (Rp 20.000.000) ( Rp.16.660.000)
tahun 2 : 0,694 x(Rp 20.000.000) ( Rp.13.880.000)
tahun 3 : 0,579 x( Rp 20.000.000) ( Rp.11.580.000)
Total nilai tunai rugi diferensial ( Rp.42.120.000)
Tambahan investasi Rp. 20.000.000
Nilai tunai bersih (Rp. 62.120.000)

Dari analisa di atas maka memproses lebih lanjut walau tanpa fasilitas
tambahan, dari Apolo ke Apolo plus+ menghasilkan rugi sebesar Rp.
20.000.000. sebaiknya perusahaan langsung menjual produk Apolo
saja.

Latihan Kasus:
1. PT. Helm Jaya, sebuah perusahaan yang menghasilkan berbagai
macam helm standar, telah diminta untuk langsung menjual 2.000
helm kepada toko penjual peralatan motor di Tasikmalaya dengan
harga Rp. 100.000 setiap helm. Perusahaan tidak akan membubuhkan
merk dagangnya untuk pesanan khusus ini, oleh karena itu harga yang
dikenakan di bawah harga eceran normal. Kapasitas penuh adalah
25.000 helm per tahun. Taksiran penjualan perusahaan untuk tahun
ini adalah sebanyak 24.000 pasang dengan harga jual Rp 143.750 per
helm. Berikut ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk produksi
per unit helm sebagai berikut:
Biaya Bahan Baku Rp 37.500 per pasang
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 31.100 per pasang
Biaya Overhead Pabrik (40%) dan Tetap (60%) Rp 34.450 per pasang
Buat analisis diferensial bagaimana sebaiknya perusahaan mengambil
keputusan menerima atau menolak pesanan khusus tersebut!

112
2. Perusahaan OTOMOTIF biasa membeli sparepart untuk produksi truk
dengan harga Rp.840.000.000. Perusahaan memiliki kapasitas untuk
membuat sendiri sparepart tersebut, menurut perhitungan teknisi,
biaya produksinya sebagai berikut:
Biaya setiap unit sparepart Truk adalah sebagai berikut:
Bahan Langsung : Rp. 210.000.000
Tenaga Kerja langsung : Rp. 250.000.000
Pengawasan : Rp. 150.000.000
BOP variabel : Rp. 60.000.000
Depresiasi : Rp. 100.000.000
Biaya sewa : Rp. 30.000.000
Perusahaan memiliki aset idle untuk memproduksi sehingga tidak
perlu membeli aset baru. Biaya sewa dialokasikan untuk bagian dari
pabrik yang digunakan untuk produksi. Hitung berapa
kenaikan/penurunan profit apabila perusahaan memutuskan untuk
membuat sendiri sparepart per unitnya!
3. Mengapa biaya relevan diperlukan dalam pengambilan keputusan?
4. Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
yang menggunakan analisa biaya relevan?

“Bekerjalah 2/3 x lebih banyak dari orang lain, karena usaha tidak
pernah membohongi hasil”
--Khaerul Tanjung--

113
114
BAB 9
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI
DIFERENSIAL DALAM ANALISA BIAYA VOLUME
LABA

1. Pendahuluan
Secara umum, sebuah perusahaan dipandang sebagai suatu lembaga
ekonomi yang bersifat sederhana, suatu perusahaan hanya mempunyai
satu tujuan, yaitu mencari laba atau memaksimumkan laba serta bertahan
hidup tanpa harus mempertimbangkan faktor-faktor lainnya yang turut
berpartisipasi dalam perusahaan. Tujuan dari suatu perusahaan adalah
untuk memperoleh laba yang maksimal agar kelangsungan hidup
perusahaan terus berjalan dari waktu ke waktu.

Memenuhi kepentingan dari berbagai pihak maka perusahaan dalam


menjalankan aktivitasnya terlebih dahulu mengadakan identifikasi dan
memperhitungkan dengan baik faktor lingkungan internal dan eksternal
serta pengaruh terhadap lingkungan hidup perusahaan. Perusahaan yang
tidak dapat mengantisipasi pengaruh lingkungan yang akan berdampak
negatif terhadap kelangsungan hidup usahanya. Manajemen yang baik
dan efisien adalah manajemen yang dapat mengelola dan mengambil
keputusan yang berguna bagi kelangsungan hidup perusahaan guna
untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu fungsi manajemen adalah
sebagai alat dalam membantu perencanaan (planning). Perencanaan
dalam suatu organisasi modern merupakan suatu hal yang mutlak
diperlukan, didalam melaksanakan kegiatannya. Berbagai kegiatan yang
dilakukan harus selalu berpedoman kepada suatu rencana yang telah
disusun, agar tujuan yang direncanakan atau diinginkan dapat tercapai.

Ukuran yang sering dipakai menilai sukses tidaknya suatu manajemen


perusahaan adalah tercapainya target penjualan dalan arti laba yang

115
maksimal. Untuk mencapai penilaian tersebut dipengaruhi oleh tiga (3)
faktor, yaitu: biaya produksi, harga jual, dan volume penjualan. Biaya akan
menentukan harga jual, harga jual akan mempengaruhi volume penjualan,
volume penjualan akan mempengaruhi volume produksi dan volume
produksi akan mempengaruhi biaya. Salah satu pendekatan yang
digunakan manajemen dalam perencanaan laba adalah analisis biaya-
volume-laba atau analisis titik impas (break even point).

2. Pengertian Analisis Biaya-Volume-Laba


Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam
operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau
dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak
ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam
operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume
penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan sebagian
biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya,
perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi
biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.

Menurut Simamora (2012), Analisis biaya-volume-laba adalah suatu


metode estimasi bagaimana perubahan variabel-variabel berikut akan
mempengaruhi laba; biaya variabel per unit, harga jual per unit, jumlah
biaya tetap per periode, volume penjualan dan bauran penjualan.
Sementara dalam bukunya Hongren yang berjudul Pengantar Akuntansi
Manajemen (2008) menyatakan analisis biaya-volume-laba adalah model
yang mempelajari kaitan-kaitan antara pendapatan (penjualan,
pengeluaran (biaya) dan keuntungan bersih (laba netto).

Pada dasarnya analisa ini adalah suatu analisa yang menggambarkan


bagaimana perubahan biaya variabel, biaya tetap, harga jual, volume
penjualan dan bauran penjualan akan mempengaruhi laba perusahaan
analisa ini juga disebut dengan istilah “Cost-Volume-Profit“.

116
Dengan memanfaatkan analisis pulang pokok, manajer dapat mengetahui
titik impas (break even point) yang menunjukkan volume penjualan dan
produksi yang tidak mengakibatkan kerugian atau diperolehnya
keuntungan analisis ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui berapa
volume produksi dan penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan
sejumlah keuntungan tertentu.

Perusahaan dapat dikatakan dalam keadaan break even point bila mana
penghasilan (revenue) yang diterima sama dengan biayanya dan juga
adanya keseimbangan dalam grafik break even dimana terdapat titik
potong antara garis hasil penjualan dan jumlah biaya-biaya.

Para manajer di perusahaan senantiasa mempelajari keterkaitan


pendapatan, penjualan dan keuntungan bersih untuk mencari
keuntungan, karena analisis ini memberikan gambaran tentang fluktuasi
biaya sebagai akibat perubahan volume. Pada prakteknya ada perusahaan
yang mengharuskan manajernya secara berkala melaporkan tentang
pengaruh perubahan harga dan kuantitas produk yang terjual. Analisis titik
impas merupakan instrumen perencanaan dan sekaligus pengendalian,
proses ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur yang bisa merekam
perubahan yang terjadi pada perilaku biaya dan pada prakteknya lebih
dikenal dengan teknik analisis pulang pokok/analisis impas atau analisis
break even point/analisis BEP, selanjutnya dalam buku ini disebut dengan
analisis titik impas. Analisis titik impas digunakan dalam perencanaan laba
jangka pendek maka asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
1. Semua biaya dapat diklasifikasikan dan diukur secara realistis
sebagai biaya tetap dan biaya variabel, dan jika ada biaya semi
variabel maka harus diubah dulu menjadi biaya tetap dan biaya
variabel.
2. Harga jual per unit/harga tidak berubah/stabil dalan waktu jangka
pendek.
3. Tingkat persediaan awal dan persediaan akhir relatif sama atau
tidak ada persediaan.

117
4. Hanya terdapat satu jenis produk, apabila perusahaan
memproduksi lebih dari satu jenis produk, maka harus dianggap
satu jenis produk dengan proporsi yang tetap konstan.
5. Tingkat harga pada umumnya akan tetap stabil dalam jangka
waktu pendek.
6. Efisiensi dan produktifitas per karyawan tidak berubah.

3. Biaya Tetap dan Biaya Variabel


Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan biasanya dihubungkan dengan
bagaimana total biaya berubah, karena tercapainya perubahan pada
jumlah barang dan jasa yang diproduksi pada aktivitas tertentu. Biaya pada
dasarnya merupakan sumber-sumber ekonomi dalam bentuk keuangan
yang telah terjadi, sedang terjadi dan mungkin terjadi yang bertujuan
untuk memperoleh pengembalian (return) yang lebih menguntungkan.
Terkait dengan analisis impas yang dibahas dalam bab ini, maka biaya
harus dipisahkan menjadi dua (2) kelompok, yaitu biaya variabel dan biaya
tetap.
1. Variabel Cost (biaya Variabel)
Adalah biaya yang berubah-ubah secara proposional dengan
perubahan volume (kapasitas). Variabel cost merupakan jenis
biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume
penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel
total. Dalam Penjualan yang diperoleh perusahaan menghitung
biaya variabel adalah variabel cost per unit dikalikan dengan
penjualan dalam unit. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung. Jika perusahaan berproduksi
biaya ini akan muncul dan jika tidak berproduksi biaya ini tidak
dikeluarkan. Jika perusahaan SEHAT mengeluarkan biaya bahan
baku per unit popok bayi sebesar Rp. 5000, maka total biaya
untuk popok adalah Rp. 5.000 kali jumlah unit yang diproduksi,
dan jika pengeluaran untuk personil pemasaran 30%, maka
jumlah komisi adalah 30% dari penjualan yang diperoleh. Biaya

118
variabel ini seragam per unit, tapi jumlah total berbeda,
berbanding lurus dengan jumlah kegiatan.
2. Fixed Cost (biaya tetap)
Adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan volume
(kapasitas) dalam rentang tertentu.
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak
terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan
dengan waktu (function of time) sehingga jenis biaya ini akan
konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi,
bunga, gaji manajer. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya
ini tetap dikeluarkan. Jika perusahaan SEHAT menyewa mesin
produksi untuk popok bayi Rp. 5.000.000 pertahun, maka jika
10.000 popok yang dihasilkan, biaya tetap per unit adalah Rp.
500, dan jika yang dihasilkan 25.000 popok, biaya tetap per
unitnya Rp. 200/ Biaya tetap ini totalnya tidak berubah tapi per
unit berubah.

Dalam menggambarkan pengaruh biaya tetap terhadap laba, ada tiga


kemungkinan:
1. Biaya tetap = marjin kontribusi, artinya laba nol (perusahaan pada
titik impas).
2. Biaya tetap > marjin kontribusi, artinya perusahaan memperoleh
laba.
3. Biaya tetap < marjin kontribusi artinya perusahaan mengalami
kerugian.

119
Tabel 9.1
Perbandingan Antara Biaya Variabel Dan Biaya Tetap
Perubahan Biaya Variabel Biaya Tetap
Aktivitas/Volume Biaya/Unit Total Biaya Biaya/Unit Total
Kegiatan Biaya
Tidak Tidak
Bertambah Bertambah Berkurang
Berubah Berubah
Tidak Tidak
Berkurang Berkurang Bertambah
Berubah Berubah

H
a
r
g
a

Kuantitas (Unit)

Gambar 9.1
Grafik Biaya Tetap

120
H
a
r
g
a

Kuantitas (Unit)

Gambar 9.2
Grafik Biaya Variabel

4. Perhitungan Analisa Biaya-Volume-Laba


Proyeksi perhitungan laba jangka pendek sering dilakukan perusahaan
untuk program bulanan, triwulanan, semesteran dan paling lama per satu
tahun.

Contoh Soal:
Dirgantara sebagai manajer perusahaan alat kesehatan ingin melakukan
perhitungan analisa biaya-volume-laba untuk melihat proyeksi laba yang
diinginkan dari jenis alat pijat otomatis merk APO yang dipasarkan dengan
cara menyewa ruangan, berikut ini data yang ada dalam catatan
akuntansinya:

121
Uraian Per unit (Rp) Persen Penjualan
Harga Jual 500.000 100%
Biaya variable 340.000 68%
Marjin Kontribusi 160.000 32%
Biaya tetap bulanan:
Sewa ruangan 600.000
Upah penjaga 400.000
Biaya tetap lainnya 100.000
Jumlah biaya tetap 1.100.000

Perhitungan analisa Biaya-Volume-Laba dalam unit dan rupiah:


a. Teknik persamaan
Rumus:

Pendapatan Netto = Penjualan - Biaya Variabel - Biaya Tetap

Atau

Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Pendapatan Netto

Jika analisa impas berhubungan dengan target laba, maka rumusnya:


Target Laba = Impas - Laba = (Biaya Tetap + Target Laba)/(Harga - Biaya
Variabel)

Jawab:
Misalnya X adalah jumlah unit yang terjual pada kondisi titik impas,
maka:
500.000 X = 340.000X + 1.100.000 + 0
500.000 X – 340.000 X = 1.100.000 + 0
160.000 X = 1.100.000
X = 1.100.000/160.000
= 6,876 unit atau dibulatkan 7 unit

122
Dari persamaan di atas bisa dicari total penjualan dalam rupiah:
Misalnya X adalah penjualan dalam rupiah pada kondisi titik impas,
maka:
X = 0.68 X + 1.100.000 + 0
0,32% X = 1.100.000 + 0
X = 1.100.000/ 0.32
X = Rp. 3.437.500 ,harga per unit = Rp. 3.437.500/ 6,876
unit
= Rp.499.927,283 dibulatkan harga jual Rp. 500.000

b. Teknik Marjin Kontribusi


Setiap unit yang dijual mendatangkan marjin kontribusi, yang
merupakan kelebihan harga penjualan terhadap biaya variabel dari
unit yang bersangkutan.
Perhitungannya:
Harga jual per unit Rp. 500.000
Biaya variabel per unit Rp. 340.000 +
Marjin kontribusi Rp. 160.000
Kontribusi per unit adalah Rp. 160.000

Cara Mudah Menghitung Break Even Point dalam Usaha Kecil, maka
unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas:

(Biaya Tetap + Pendapatan Netto) / Marjin Kontribusi

(Rp. 1.100.000+0)/Rp.160.000 = 6,875 unit, dibulatkan menjadi 7 unit.


Perhitungan dalam rupiah :
Harga jual per unit 100%
Biaya variabel per unit 68% -
Marjin kontribusi 32%
Mencari Penjualan = Biaya Tetap/ Marjin kontribusi
= Rp. 1.100.000/32%
= Rp. 3.437.500

123
Kaitan antara Teknik Persamaan dan Teknik Marjin Kontribusi
Target Volume
Dalam Unit Dalam Rupiah
500.000 X = 340.000X +1.100.000 +0 X = 0.68 X + 1.100.000 + 0
500.000 X – 340.000X = 1.100.000+0 0,32% X = 1.100.000 + 0
160.000 X = 1.100.00 X = 1.100.000/ 0.32
X = 1.100.000/160.000 X = Rp. 3.437.500,
= 6,876 unit Harga per Unit:
atau dibulatkan 7 unit = Rp. 3.437.500/ 6,876 unit
= Rp.499.927,283
dibulatkan harga jual Rp.
500.000

Dari kaitan tersebut di atas bisa dibuat rumus pintas:

Target Volume Dalam Unit = (Biaya Tetap + Pendapatan Netto)/Marjin


Kontribusi per Unit
Target Volume Dalam Rupiah = (Biaya Tetap + Pendapatan
Netto)/Rasio Marjin Kontribusi

c. Teknik Grafik
Pada teknik ini semua angka yang sudah diperoleh dalam perhitungan
impas dimasukkan dalam gambar grafik, langkahnya:
1. Buat grafik sumbu vertikal, untuk nilai rupiah penjualan, sumbu
horizontal untuk volume penjualan
2. Garis penjualan yang vertikal dipatok pada posisi awal nol pada
sisi grafik. Titik kedua ditentukan dengan mengalikan setiap unit
penjualan pada aksis horisontal dengan harga jual Rp 500.000
3. Menarik garis biaya tetap secara horisontal mulai dari sumbu
vertikal pada titik Rp. 1.100.000
4. Garis biaya ditarik dari titik biaya tetap (Rp. 1.100.000) pada
sumbu vertikal. Titik kedua ditentukan dengan mengalikan setiap

124
unit dengan biaya variabel dan lalu ditambahkan dengan biaya
tetap.
5. Perpotongan antara garis pendapatan dan garis biaya itulah titik
impas.

H
a Titik Impas

r (3.437.500 : 7)

g Biaya Tetap
1.100.000
a

Volume

Gambar 9.3
Grafik Titik Impas

5. Hubungan Titik Impas dengan Pengukuran Tingkat Resiko


Sangat wajar kalau manajemen selalu ingin tahu di mana posisi
perusahaan setiap saat, dalam posisi analisa impas tidak ada manajemen
yang menginginkan posisinya di bawah titik impas yang akan
mengakibatkan rugi, dan jika jauh dari titik impas manajemen akan sangat
agresif, karena resiko kecil dan kemungkinan mendapatkan laba sesuai
harapan bisa menjadi nyata. Untuk mengukur resiko tersebut, maka ada
dua (2) parameter yang bisa dipakai yaitu Margin Of Safety (MOS) dan
Degree of Operating Leverage (DOL).

125
Margin Of Safety (Marjin Pengaman Penjualan)
Margin Of Safety merupakan alat mengukur resiko dari target pendapatan
penjualan, dimana manajemen memerlukan informasi berapa jumlah
maksimum penurunan target penjualan yang tidak mengakibatkan
kerugian. Dalam kata lain MOS adalah kelebihan penjualan yang
dianggarkan di atas volume penjualan impas. Artinya manajemen bisa
mengukur berapa banyak penjualan yang diharapkan akan diperoleh di
atas di titik impas.

Rumus MOS:
MOS dalam rupiah:

MOS = Penjualan Dianggarkan – Penjualan Impas

MOS dalam persentase:


Persentase MOS = MOS Dalam Rupiah / Penjualan

Analisa MOS:
1. Jika angka MOS direncanakan tinggi untuk tahun yang akan
datang, maka resiko perusahaan untuk menderita rugi jika
penjualan mengalami penurunan akan lebih kecil.
2. Jika angka MOS rendah, maka resiko perusahaan untuk menderita
rugi jika penjualan mengalami penurunan akan cukup besar, pada
posisi MOS rendah perusahaan harus berusahan menaikkan
penjualan atau menurunkan biaya. Ini bisa menaikkan angka MOS
dan menurunkan resiko kerugian.

Untuk melihat bagaimana MOS bisa dipakai sebagai alat pengukur resiko,
di bawah ini akan disajikan contoh 2 perusahaan sebagai perbandingan,
yaitu perusahaan COKELAT dan perusahaan KEJU.

126
Perusahaan COKELAT dan Perusahaan KEJU memiliki data sebagai
berikut:
(asumsi hanya memiliki 1 jenis produk)
Perusahaan
Perusahaan KEJU
Uraian COKELAT
Jumlah (Rp) % Jumlah (Rp) %
Penjualan 850.000.000 100 1.000.000.000 100
Biaya produksi variable 350.000.000 500.000.000
52,9 65
Biaya non produksi variable 100.000.000 150.000.000
Marjin Kontribusi 400.000.000 47,1 350.000.000 35
Biaya produksi tetap 150.000.000 150.000.000
Biaya non produksi tetap 50.000.000 100.000.000
Laba bersih 100.000.000 100.000.000
Analisa Impas (biaya tetap / % MK)
Rp. 250.000.000 / 47,1% 530.785.563
Rp. 250.000.000 / 35% 714.285.714

Analisa MOS sebagai pengukur resiko

MOS dalam Rupiah


(jumlah Penjualan – penjualan
impas)
Rp.850.000.000 – Rp.530.785.563 Rp. 319.214.437
Rp.1.000.000.000 – Rp.714.285.714 Rp. 285.714.286
MOS dalam persentase
(titik impas /penjualan)
Rp. 319.214.437 / Rp. 850.000.000 37,55%
Rp. 285.714.286 / Rp. 1.000.000.000 28,57%

Degree Of Operating Leverage (Tuasan Operasi)


Komposisi biaya dalam perusahaan selalu terkait dengan biaya variabel
dan biaya tetap, perubahan bisa terjadi pada komposisi kedua biaya
tersebut. Operating leverage berkaitan dengan informasi tentang
persentase perubahan laba operasi sebagai dampak terjadi perubahan
sekian persen nilai penjualan. Ini mengakibatkan bauran relatif biaya tetap
dan biaya variabel dalam perusahaan bisa berubah. Ketika biaya variabel

127
turun, marjin kontribusi per unit naik sehingga kontribusi setiap unit
produk yang dijual lebih besar.

Rumus Degree of Operating Leverage:

DOL = Marjin Kontribusi/Laba Bersih

Faktor operating leverage adalah suatu ukuran, pada tingkat penjualan


tertentu, seberapa besar persentase perubahan volume penjualan akan
mempengaruhi laba.

Rumus Persentase Perubahan Laba:

Persentase Perubahan Laba = DOL x Persentase Perubahan Penjualan

Untuk melihat bagimana kerjanya DOL, maka di bawah ini diberi contoh
yang masih ada kaitannya dengan contoh di atas:

Perusahaan COKELAT dan Perusahaan KEJU memiliki data sebagai


berikut:
(asumsi hanya memiliki 1 jenis produk)
Perusahaan COKELAT Perusahaan KEJU
Uraian
Jumlah Persen Jumlah Persen
Penjualan 850.000.000 100 1.000.000.000 100
Biaya produksi variabel 350.000.000 500.000.000
Biaya non produksi 52,9 65
100.000.000 150.000.000
variable
Marjin Kontribusi 400.000.000 47,1 350.000.000 35
Biaya produksi tetap 150.000.000 150.000.000
Biaya non produksi tetap 50.000.000 100.000.000
Laba bersih 100.000.000 100.000.000

128
Perhitungan DOL dan persentase perubahan laba dapat dihitung sebagai
berikut:
Uraian Perusahaan COKELAT Perusahaan KEJU
DOL:
(Marjin Kontribusi/Laba
bersih)
400.000.000 / 100.000.000 4x
350.000.000 / 100.000.000 3,5 x
Persentase perubahan laba
jika penjualan naik 20% :
20% x Rp. 850.000.000 Rp.1.700.000.000
20% x Rp.1.000.000.000 Rp.2.000.000.000

(DOL x Persentase perubahan


penjualan)
4 X 20% 80%
3.5 x 20 % 70%

Dari analisis tersebut tambahan laba perusahaan COKELAT lebih besar


yaitu 80% sementara perusahaan KEJU 70%

6. Perhitungan Analisa Biaya-Volume-Laba jika Perusahaan Memiliki


Banyak Produk
Jika perusahaan memiliki produk yang bervariasi, maka perhitungan titik
impas, misalnya perusahaan HARAPAN JAYA memiliki empat (4) produk
masing-masing dengan nama : 1A, 2A, 3A dan 4A. Maka dalam kasus ini
harus dihitung bauran produknya, harga rata-ratanya, biaya variabel rata-
rata dan marjin kontribusi per unit rata-rata.

129
Data keuangan
PT HARAPAN JAYA
Uraian A1 A2 A3 A4
Volume
6000 unit 7000 unit 9000 unit 8000 unit
penjualan
Harga per unit Rp. 30 Rp. 40 Rp. 35 Rp. 70
Biaya variabel
Rp. 15 Rp. 22 Rp. 20 Rp. 40
per unit
Biaya Tetap total Rp. 5.000 Rp. 30.000 Rp. 40.000 Rp. 35.000

Perhitungan:
Uraian Perhitungan Jumlah
Ratio Produk A1,A2,A3 dan A4 6:7:9:8 30
Total pendapatan rata-rata (6x30) + (7x40) + (9x35) + (8X70)/30
(180) + (280) + (315) + (560)/30
= 1.335 / 30 44,5
= (6x 15) + (7x 22) + (9x20) + (8x40)/30
Total biaya variabel rata-rata = (90) + (154) + (180) + (320)/30 24,8
= 744/30

Marjin kontribusi per unit = 44,5 - 24,8 19,7


Impas perusahaan = (25.000 + 30.000 + 40.000 + 35.000)
(biaya tetap / marjin /19,7 6.598,98
kontribusi) = 130.000 / 19,7

Produk A1 6/30 x 6.598,98 1.319,79

Produk A2 7/30 x 6.598,98 1.539,76

ProdukA3 9/30 x 6.598,98 1.979,65

ProdukA4 8/30 x 6.598,98 1.759,73

130
Perhitungan Rugi Laba Produk
Uraian A1 A2 A3 A4
Penjualan unit 1.319,79 1.539,76 1.979,65 1.759,73
Harga/unit Rp.30 Rp.40 Rp.35 Rp.70
Biaya
Rp.15 Rp.22 Rp.20 Rp.40
Variabel/unit
Rasio VC dari
50% 55% 57% 57%
harga
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Penjualan 39.593,7 61.590,40 69.287,75 123.181,10
Biaya variabel 19.796,85 33.874,72 39.593 70.389,20
Marjin
19.796,85 27.715,68 29.694,75 52.791,90
Kontribusi
Biaya Tetap 25.000 30.000 40.000 35.000
Laba/rugi (5.203,15) (2.284,32) (10.305,25) 17.791,90

Beberapa perubahan variabel yang bisa terjadi pada perusahaan terkait


dengan analisa impas adalah:
1. Perubahan harga jual.
Jika harga akan naik dan permintaan terhadap produk akan turun,
akan menurunkan titik impas, sebaliknya jika harga turun akan
menaikkan volume penjualan dan menaikkan titik impas.
2. Perubahan biaya variabel.
Penurunan biaya variabel per unit akan menurunkan titik impas.
Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan baku maupun tenaga kerja langsung.
3. Perubahan biaya tetap.
Manajemen dapat mempertimbangkan kenaikan biaya tetap
dengan mengharapkan kenaikan volume penjualan, misalnya
melalui kenaikan biaya iklan, kenaikan biaya pelatihan
pramuniaga dan salesman, dan lain-lain. Kenaikan biaya tetap
akan mengubah titik impas.

131
4. Perubahan lebih dari satu variabel secara serentak.
Seringkali beberapa variabel berubah dalam waktu bersamaan,
misalnya menurunkan harga sekaligus meningkatkan biaya iklan
atau menaikkan harga jual sekaligus meningkatkan biaya variabel
untuk kualitas yang lebih baik. Manajemen dapat memilih strategi
yang dianggap paling tepat, sesuai dengan kondisi persaingan,
prediksi tentang penerimaan/penolakan konsumen terhadap
penurunan/kenaikan harga jual, kenaikan/penurunan biaya tetap
dan biaya variable yang dimungkinkan serta kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Dua konsep yang dapat digunakan oleh
manajemen dalam mengukur risiko yang dihadapinya adalah
marjin pengaman (margin of safety) dan tuasan operasi
(operating leverage).

Latihan kasus:
1. Toko lampu TERANG memiliki biaya tetap Rp. 500.000/bulan, biaya
variabel Rp. 20.000/unit, Harga Jual lampu Rp 40.000. Hitung analisa
impas per unit dengan metode persamaan.
2. Diketahui: Total Biaya Tetap (FC) bernilai Rp.100.000.000 Total Biaya
Variabel (VC) per unit bernilai Rp.60.000 Harga jual barang per unit
bernilai Rp.80.000, perusahaan ini memiliki target laba sebesar
Rp.80.000.000 per bulan.
Diminta:
a. Analisa impas dalam unit, rupiah dan grafik!
b. Hitung Margin of safety dan Degree of operating leverage!
c. Jika perusahaan punya target laba Rp. 80.000.000, hitung
persentase perubahan laba!

132
3. Data akuntansi yang ada pada PT RESTU IBU adalah sebagai berikut:
Uraian X Y Z
Volume
10.000 unit 8.000 unit 5.000 unit
penjualan
Harga per unit Rp. 300 Rp.350 Rp.500
Biaya variabel
Rp. 100 Rp.220 Rp.300
per unit
Biaya Tetap
Rp. 125.000 Rp. 130.000 Rp. 140.000
total

Diminta:
a. Buat analisa impas dengan metode persamaan, marjin kontribusi!
b. Buat perhitungan rugi laba!
4. Mengapa perusahaan harus melakukan analisa impas untuk
memproyeksikan laba dalam Jangka pendek?
5. Jika perusahaan memiliki produk lebih dari satu, bagaimana langkah-
langkah yang harus dilakukan untuk menghitung analisa impas?

“Ikuti saja apa yang dianggap perkara tengah-tengah,


kesederhanaan tidak memerlukan energi. Itu lebih baik dari
apapun, karena hidup tidak akan terbebani“
-- ASKER--

133
134
BAB 10
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI
DIFERENSIAL DALAM ANALISA INVESTASI

1. Pendahuluan
Perusahaan dalam operasionalnya selalu memiliki rencana yang sudah
menjadi program kerjanya, apakah rencana itu bersifat jangka pendek atau
jangka panjang, salah satunya jika perusahaan merencanakan investasi.
Investasi yang dilakukan perusahaan selalu bertujuan untuk mendapatkan
pengembalian (return), karena investasi pada dasarnya pengeluaran saat
ini yang hasilnya diterima di masa yang akan datang, pengeluaran investasi
bersifat pasti, sedangkan hasil yang diterima di tahun yang akan datang
bersifat tidak pasti. Ketika masa yang akan datang itu penuh dengan
ketidakpastian, maka dipastikan terdapat resiko. Investasi jangka panjang
akan membutuhkan waktu pengembalian lebih dari satu tahun, karena itu
untuk jenis investasi jangka panjang itu memiliki resiko tinggi.

Terkait dengan hal tersebut manajer dalam perusahaan secara hati-hati


memilih investasi yang ditawarkan, karena harus ada seleksi bahwa
investasi yang dipilih harus menjanjikan kembalian di masa yang akan
datang yang paling besar dibanding investasi lainnya. Kepandaian manajer
dalam keputusan investasi jangka panjang dipertaruhkan, karena faktor ini
penting yang akan berpengaruh terhadap kemampulabaan perusahaan
dalam jangka panjang. Tidak ada investasi yang tidak mengenal risiko.
Bahkan pepatah mengatakan high risk high return. Semakin besar
keuntungan investasi yang dijanjikan, semakin besar pula risiko yang
mungkin saja terjadi.

Dalam dunia investasi, risiko bisa dibedakan menjadi risiko potensial dan
nonpotensial. Risiko potensial adalah risiko yang jelas akan dialami jika
investasi tersebut gagal, seperti risiko rugi, bangkrut, capital loss, tidak

135
mendapatkan deviden, dan lain sebagainya. Sementara risiko
nonpotensial adalah risiko psikologis seperti stres, bosan, dan lainnya.

Selain kedua risiko tersebut, di dunia investasi juga terdapat risiko sistemik
dan non-sistemik. Risiko sistemik adalah risiko yang faktor penyebabnya
berasal dari luar lingkungan intern perusahaan (Investasi). Misalnya risiko
akibat bencana alam dan campur tangan pemerintah dalam sebuah
kebijakan. Adapun risiko non-sistemik, risiko yang faktor pencetusnya
berada di lingkungan dunia investasi tersebut. Contohnya risiko akibat
konflik intern, perilaku konsumen, ulah para pesaing, dan lain sebagainya.

Keputusan investasi direncanakan dalam penganggaran modal (capital


budgeting), keputusan ini dicapai manajemen dalam berbagai jenis
organisasi termasuk organisasi keagamaan, kesehatan, lembaga swadaya
masyarakat juga pemerintahan.

2. Jenis-Jenis Investasi
Investasi dalam dunia bisnis dikategorikan menjadi dua (2), yaitu:
1. Investasi pada aktiva yang berwujud, seperti membeli gedung,
kendaraan, mesin, peralatan dan lain-lain, disebut aset riil (Real
Assets).
2. Investasi pada aktiva yang bersifat dokumen, seperti saham,
obligasi dan lain-lain, disebut aset keuangan (Financial Asset)

Investasi berdasarkan waktu terbagi atas:


1. Investasi Jangka Pendek, yaitu investasi yang pengembaliannya
(return), kurang dan sampai 12 bulan, investasi yang dapat segera
dicairkan atau didanai dari kelebihan dana yang bersifat sementara
yang dimiliki oleh perusahaan.
Contoh investasi jangka pendek:
1. Tabungan Bank
Cara paling mudah investasi adalah menabung di Bank, bisa
dilakukan oleh siapa saja. Mudah untuk cara menabung dan

136
pengambilannya. Pengambilan bisa kapan dan dimana saja lewat
Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Return yang diperoleh dari
investasi ini memang tidak besar, baik bunga yang diperoleh
(dalam bank konvensional) ataupun bagi hasil (dalam bank
syariah).
2. Deposito
Prosedur membuka deposito mudah seperti membuka tabungan,
bunga dan bagi hasil pada produk ini lebih besar dibanding.
Namun ada kekurangan investasi deposito ini tidak leluasa untuk
mengambil uang yang diinvestasikan karena investasi ini hanya
akan bisa diambil sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditentukan, dan jumlah setoran awal biasanya lebih besar dari
tabungan, kisaran Rp. 5.000.000.
3. Saham
Saham adalah bukti penyertaan atau kepemilikan seseorang di
dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Jika
perusahaan memiliki saham, maka sudah bisa disebut sebagai
owner, tergantung seberapa besar porsi kepemilikannya. Jika
perusahaan tersebut sehat, maka saham yang dibeli akan
memiliki nilai jual yang tinggi, karena bisa menghasilkan laba yang
besar. Disinilah daya tarik investasi ini.
4. Forex Trading
Forex trading adalah bentuk investasi dengan konsep
perdagangan mata uang asing. Jenis investasi ini dikenal memiliki
resiko paling besar dari jenis investasi lainnya. Prinsip bahwa
semakin berisiko tinggi sebuah investasi maka nilai return-nya pun
juga biasanya cukup tinggi. Cara investasi ini adalah melakukan
pembelian mata uang yang sedang mengalami depresiasi dan
kemudian menjual kembali saat mata uang tersebut mengalami
kenaikan harga. Dalam investasi ini, investor dapat keuntungan
besar dalam waktu singkat. Melihat cara kerjanya investasi ini
memang seperti permainan atau “game” yang cukup menantang
dan penuh risiko bagi yang menyukai resiko.

137
2. Investasi jangka panjang, yaitu investasi yang dilakukan untuk
mendapatkan return dalam waktu lebih dari 12 bulan.
Contoh investasi jangka panjang:
1. Emas
Emas memiliki nilai atau harga yang setiap tahun selalu naik,
perhiasan ini digemari banyak orang untuk menunujukkan kelas
sosial juga. Nilai emas sangat aman dan stabil dalam berbagai
keadaan dan anti inflasi.
2. Tanah dan Bangunan
Tanah dan bangunan memang menjadi investasi yang
menguntungkan, karena tanah dan bangunan memilki harga yang
terus naik setiap tahunnya. Maka jika kita melakukan investasi ini
akan mendapatkan peluang yang besar dan menjanjikan.
3. Asuransi
Asuransi merupakan investasi yang bisa dipilih, jika perusahaan
ingin memperkecil resiko kehilangan, karena kita akan
mendapatkan proteksi atau perlindungan.
4. Reksadana
Reksadana merupakan surat-surat berharga sebagai bukti klaim
atau aset. Reksadana bisa menjadi investasi yang menguntungkan
karena memiliki keunggulan. Keunggulan reksadana sendiri ada
pada banyaknya pilihan yang dapat diambil investor untuk
menanamkan uangnya, yaitu saham, obligasi, atau pasar uang.

3. Pengertian Investasi
Investasi jangka panjang dan sering disebut sebagai penganggaran modal
sudah jelas akan memiliki pengaruh terhadap waktu dan besaran
pengembalian dalam perusahaan. Beberapa pengertian tentang investasi
dinyatakan sebagai berikut:
Menurut Krismiaji dalam buku Dasar-Dasar Akuntansi Manajemen (2002),
Investasi adalah rencana manajer untuk mengeluarkan dana dalam jumlah
besar untuk membiayai proyek-proyek yang memiliki implikasi jangka
panjang. Sementara Prawironegoro dan Purwanti dalam bukunya

138
Akuntansi Manajemen (2013) menyatakan penganggaran modal adalah
investasi jangka panjang untuk memperoleh keuntungan di masa
mendatang, atau pengeluaran modal saat ini untuk memperoleh
keuntungan masa mendatang dalam jangka panjang dan Simamora (2012)
menyatakan: penganggaran modal adalah perencanaan sistematik untuk
investasi jangka panjang dalam aktiva-aktiva operasi. Menurut PSAK
adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan
kekayaan (accreation of wealth) melalui distribusi hasil investasi seperti
bunga, royalti, dividen dan uang sewa, untuk apreasiasi nilai investasi atau
untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat
yang diperoleh melalui hubungan perdagangan.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa


investasi adalah salah satu kegiatan dan ativitas yang berhubungan dengan
finansial dan ekonomi yang secara garis besar dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan dari kegiatan finansial yang dilakukan di masa
yang akan datang, yang memiliki resiko dalam pelaksanaannya. Pada
umumnya manajer keuangan yang bertanggungjawab atas pembiayaan
investasi, manajer keuangan akan menginvestasikan dana dan kekayaan
perusahaan jika ada kepastian di dalam memperoleh hasil dari investasi
yang dilakukan. Kebijakan pengambilan keputusan investasi harus
didasarkan pada benefit cost ratio (B/C Ratio) adalah ukuran perbandingan
antara pendapatan (Benefit = B) dengan Total Biaya produksi (Cost = C).
Dalam batasan besaran nilai B/C dapat diketahui apakah suatu usaha
menguntungkan atau tidak menguntungkan.

Tujuan pokok dari investasi adalah untuk menambah nilai perusahaan, hal
terpenting dalam keputusan investasi ini adalah tersedianya modal dan
kapasitas pabrik dalam pelaksanaan proyek investasi tersebut.

139
Dari tulisan para ahli, diperoleh informasi bahwa pada umumnya tujuan
investasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh pendapatan yang tetap dalam setiap periode,
antara lain seperti bunga, royalti, deviden, atau uang sewa dan
lain-lainnya.
2. Untuk membentuk suatu dana khusus, misalnya dana untuk
kepentingan ekspansi, kepentingan sosial.
3. Untuk mengontrol atau mengendalikan perusahaan lain, melalui
pemilikan sebagian ekuitas perusahaan tersebut.
4. Untuk menjamin tersedianya bahan baku dan mendapatkan pasar
untuk produk yang dihasilkan.
5. Untuk mengurangi persaingan di antara perusahaan-perusahaan
yang sejenis.
6. Untuk menjaga hubungan antar perusahaan.

4. Penilaian Investasi dalam Aktiva Tetap


Untuk melihat apakah investasi yang akan diputuskan itu memberikan
tambahan keuntungan atau tidak, apakah harus diterima atau ditolak dan
bagaimana prospeknya selama investasi itu dilaksanakan, maka harus ada
kriteria penilaian investasi. Perusahaan biasanya lebih tertarik pada
investasi aktiva tetap, karena investasi tetap diperlukan untuk dapat
meningkatkan produktifitas dan mengambil kemajuan teknologi.
Penanaman investasi aktiva tetap untuk penambahan kapasitas cukup
memberikan harapan baik untuk memperoleh keuntungan yang lebih
besar di masa yang akan datang. Investasi aktiva tetap yang bernilai cukup
besar mempunyai konsekuensi tidak ditemukan dalam pengeluaran
sehari-hari perusahaan.

Aktiva tetap memiliki kriteria sebagai berikut:


1. Dibeli untuk digunakan dan tidak untuk dijual kembali
2. Memiliki wujud fisik
3. Memiliki nilai material dan memberikan manfaat di masa yang
akan datang

140
4. Memiliki umur ekonomis, kecuali aktiva tetap dalam bentuk
tanah

Untuk mengambil keputusan investasi, maka harus dilakukan dengan


pendekatan metode penilaian investasi, metode ini dibagi menjadi dua (2)
kelompok :
1. Metode yang mengabaikan nilai waktu uang, yaitu terdiri dari:
a. Metode periode pengembalian (Pay Back Period Method)
b. Metode tingkat imbalan akuntansi (Accounting Rate of
Return Method)
2. Metode yang memperhitungkan nilai waktu uang, yaitu terdiri
dari:
a. Metode Nilai sekarang bersih (Net Present Value Method)
b. Metode Tingkat Imbalan Internal (Internal Rate of Return
Method)

Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing metode di atas beserta contoh


perhitungannya.

Metode Periode Pengembalian (Pay Back Period Method)


Metode ini adalah penilaian investasi yang sederhana, dimana manajemen
bisa dengan cepat menghitung periode kembalinya investasi yang
ditanamkan, sehingga pengeluaran investasi dapat ditutup kembali. Pada
metode ini secara sederhana manajemen bisa mempertimbangkan atas
suatu investasi tentang lama waktu kembalinya dengan target yang sudah
ditentukan oleh perusahaan. Misalnya secara sederhana manajemen
mempertimbangkan proyek dengan pay back period maksimum yang
dapat diterima adalah delapan (8) tahun, maka jika ada usulan investasi
yang memiliki payback kurang dari delapan (8) tahun, itu layak diterima.

Rumus Pay Back Period Method

Periode kembali investasi = Investasi awal /Arus kas tahunan

141
Contoh Soal:
1. Perusahaan ANIMASI berencana melakukan investasi terhadap
Camera Digital yang berfungsi sebagai perangkat multimedia yang
dapat menyajikan suara, teks, animasi lebih baik dibanding dengan
Camera yang telah dimiliki selama ini. Investasi yang diperlukan
adalah Rp.140.000.000, taksiran umur ekonomisnya lima (5) tahun
proyeksi arus kas masuk per tahun Rp. 35.000.000. maka periode
kembali investasi adalah:
Rp. 140.000.000 / Rp. 35.000.000 = 4 Tahun.
Jika arus kas masuk setiap tahun berbeda, maka perhitungan dengan
cara menambahkan kas masuk secara akumulasi sampai investasi
tersebut tertutup.
Misalnya dari investasi Rp. 140.000.000 tersebut, arus kas berturut-
turut sebagai berikut:
Tahun ke 1 : Rp. 30.000.000
Tahun ke 2 : Rp. 35.000.000
Tahun ke 3 : Rp. 40.000.000
Tahun ke 4 : Rp. 55.000.000
Tahun ke 5 : Rp. 40.000.000

Perhitungan:
Tahun Investasi yang
Arus kas masuk Tahun
ke tertutup
Ke 1 Rp. 30.000.000 Rp. 30.000.000 1 tahun
Ke 2 Rp. 35.000.000 Rp. 35.000.000 1 tahun
Ke 3 Rp. 40.000.000 Rp. 40.000.000 1 tahun
Ke 4 Rp. 55.000.000 Rp. 35.000.000 0.6 tahun
Ke 5 Rp. 40.000.000 -
Di tahun ke 4 sisa investasi yang ditutup hanya Rp. 35.000.000,
maka tahun yang ditutup adalh Rp.35.000.000 / Rp 55.000.000 =
0.6 tahun, maka investasi sebesar Rp. 140.000.000 bisa ditutup
selama 3,6 tahun atau 4 tahun (pembulatan).

142
Kelemahan metode pay back period:
1. Mengabaikan lamanya investasi dan nilai waktu uang
2. Hanya mementingkan waktu pengembalian investasi
Keunggulan metode pay back period:
1. Mudah dilakukan perhitungan dan mudah dipahami
2. Bisa dipakai bersamaan dengan metode yang memperhitungkan
nilai uang.

Metode Tingkat Imbalan Akuntansi (Accounting Rate of Return Method)


Metode ini sama sederhananya dengan metode pay back, karena
manajemen bisa dengan mudah mengukur kinerja investasi modal. Dalam
perhitungannya metode ini fokus kepada laba akuntansi dibanding dengan
arus kas saja. Laba bersih akuntansi adalah arus masuk kas bersih dari
kegiatan usaha dikurangi beban yang tidak memerlukan pengeluaran kas,
misalnya penyusutan.

Rumus ARR :
T I A = Laba Bersih Setelah Pajak Rata-Rata Tahunan / Biaya Investasi
Rata-Rata
Atau :

T I A = Penghematan Biaya – Depresiasi Alat Baru / Investasi Awal

Contoh Soal:
1. Perusahaan minuman MANIS pada saat ini ingin membeli tambahan
mesin yang harga perolehanya Rp. 1.000.000.000, umur ekonomis
mesin 8 tahun, tanpa nilai residu. Tambahan biaya untuk operasional
Rp. 200.000.000/tahun dan pendapatan akan meningkat
Rp.500.000.000/tahun. Manajemen ingin mendapatkan
pengembalian sebesar 15 %.

143
Jawab:
Tingkat Kembalian
T I A = Laba bersih setelah pajak rata-rata tahunan / Biaya
investasi rata-rata
= Rp. 500.000.000 – (Rp. 200.000.000 + Rp.125.000.000*) /
Rp. 1.000.000.000
= (Rp. 500.000.000 – Rp.325.000.000) / Rp. 1000.000.000
= Rp. 175.000.000 / Rp. 1000.000.000 = 17,5 % (perlu
dipertimbangkan untuk diterima)
*Depresiasi Rp. 1.000.000.000 / 8 tahun = Rp. 125.000.000

2. Mesin baru yang dibeli Perusahaan ANTIK harganya Rp. 600.000.000


dengan umur ekonomis 10 tahun dan biaya operasi sebesar
Rp.60.000.000 per tahun, dengan menggunakan mesin lama biaya
operasional Rp. 140.000.000. Mesin lama bisa dijual dengan harga Rp.
350.000.000. Manajemen ingin tingkat pengembalian 10%

Maka Tingkat Kembalian bisa dihitung sebagai berikut:


T I A = Penghematan Biaya – Depresiasi Alat Baru/Investasi Awal
= (Rp.140.000.000.000–Rp.60.000.000.000)–Rp.600.000.000/10)
Rp. 600.000.000 – Rp.350.000.000
= ( Rp. 80.000.000 - Rp. 60.000.000) / Rp.350.000.000
= 5.7 % (ditolak)

Kelemahan metode ARR:


Mengabaikan lamanya investasi dan nilai waktu uang
Keunggulan metode ARR:
Mudah dilakukan perhitungan dan mudah dipahami

144
Metode Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value Method)
Metode ini menggunakan nilai Net Present Value, dimana NPV adalah
selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari
penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk
menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Dalam metode Net Present Value pertama-tama yang dihitung adalah nilai
sekarang (present value) dari kesluruhan hasil yang diharapkan atas
discount rate tertentu. Jika present value dari keseluruhan hasil yang
diharapkan lebih besar dari pada present value dari investasinya, maka
usulan investasi tersebut dapat diterima dan sebaliknya. Pengeluaran
investasi meliputi harga pokok dan semua biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan investasi tersebut sampai siap digunakan.

Contoh Soal :
Jika perusahaan membeli sebuah mesin Rp. 150.000.000, biaya bongkar
pasang Rp. 3.000.000, dan mesin tersebut diangkut dengan dibebani biaya
Rp. 2.500.000, berapa besarnya nilai investasi?

Jawab :
Nilai investasi = Harga perolehan + Biaya angkut + Biaya bongkar pasang
= Rp. 150.000.000 + Rp.2.500.000 + Rp. 3.000.000
= Rp.155.500.000

Rumus:
Rumus untuk menghitung Present Value adalah:
PV = C1 / (1 + r)
Dimana:
C1 = Uang yang akan diterima di tahun ke-1
r = Discount rate/opportunity cost of capital.
Tingkat pengembalian/hasil investasi (%) dari investasi yang
sebanding.

145
Sedangkan rumus untuk menghitung Net Present Value adalah:
NPV = C0 + ( C1 / (1 + r))
Dimana:
C0 = Jumlah uang yang dikeluarkan untuk diinvestasikan
(symbolnya - /negatif)

Kemungkinan yang akan terjadi:


1. NPV > 0
Investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi perusahaan,
dan investasi bisa dipertimbangkan untuk diterima
2. NPV = 0
Investasi yang dilakukan tidak membuat perusahaan rugi maupun
untung, jika investasi dijalankan atau tidak dijalankan tidak
berpengaruh pada keuangan perusahaan, kalaupun investasi mau
dijalankan, maka pertimbangan harus berdasarkan kriteria lain,
misalnya dampak investasi terhadap posisi perusahaan.
3. NPV < 0
Investasi yang dilakukan akan mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan, dan investasi ditolak.

Contoh Soal:
CV MENTARI BERSINAR mendapatkan pinjaman modal dari Lembaga
Keuangan sebesar Rp.100.000.000, ingin diinvestasikan dalam pembelian
ruangan toko yang akan dikontrakkan Rp.15.000.000/tahun, dan di akhir
tahun rumah akan dijual pada harga Rp. 130.000.000. Bagaimana Net
Present Value dihitung, discount rate 12%.

Perhitungan Net Present Value:


NPV = C0 + ( C1 / (1 + r))
NPV Rumah = (- 100 jt + 15 jt) + (130 jt / ( 1 + 0,12))
= ( - 85 jt) + 116,071 jt
= 31,07 jt

146
NPV merupakan hasil penjumlahan PV pengeluaran untuk investasi dan PV
penerimaan dari hasil investasi. Net Present Value mengetahui berapa
nilai sekarang dari hasil investasi. Atau dengan kata lain, berapa rupiahkah
uang yang akan terima dari investasi seandainya hasil investasi terima
sekarang, bukan pada tahun yang akan datang.

PT “INDAH” mempertimbangkan membeli mesin produksi harga tunai Rp.


400.000.000, biaya angkut dan pemasangan Rp. 10.000.000 dibayar tunai.
Perusahaan menetapkan bahwa mesin dibeli secara tunai. Informasi
selanjutnya bahwa, mesin tiap tahun akan menghasilkan penjualan senilai
Rp. 500.000.000, Harga Pokok Penjualan Rp. 350.000.000, Biaya
Operasional Rp. 75.000.000 Jumlah biaya operasional ini belum termasuk
biaya depresiasi mesin, pajak (rata rata) 10% dan tingkat suku bunga 10%.
Mesin ditaksir berumur 10 tahun tanpa residu.

Jawab:
Perhitungan PV
Uraian Accounting Cash Flow
Hasil Penjualan Rp. 500.000.000 Rp. 500.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 350.000.000 (Rp. 350.000.000)
Laba Kotor Rp. 150.000.000
Biaya Operasional (Rp. 75..000.000) (Rp. 75.000.000)
Depresiasi mesin (Rp. 41.000.000)
Laba sebelum pajak Rp. 34.000.000
Pajak 10% (Rp. 3.400.000) (Rp. 3.400.000)
Laba setelah pajak Rp. 30.600.000
Proceeds/Hasil Rp. 71.600.000

Proceeds dapat pula dihitung dari laba setelah pajak ditambah depresiasi
mesin, karena pada dasarnya depresiasi adalah biaya yang tidak
mengeluarkan uang kas sehingga aliran kas akan lebih tinggi daripada laba
setelah pajak. Untuk proceeds/hasil bisa dihitung dengan cara:

147
Laba setelah pajak + Depresiasi Mesin, jadi Rp. 30.600.000 + Rp 41.000.000
= Rp. 71.600.000
Tahun DF (10%) Proceeds/Hasil PV
1 0,909091 Rp. 71.600.000 Rp. 65.090.915,60
2 0,826446 Rp. 71.600.000 Rp. 59.173.533,60
3 0,751315 Rp. 71.600.000 Rp. 53.794.154,00
4 0,683013 Rp. 71.600.000 Rp. 48.903.730,80
5 0,620921 Rp. 71.600.000 Rp. 44.457.943,60
Total PV Rp.271.420.278,00
Investasi Rp.410.000.000
NPV (Rp. 138.579.722)

Dari hasil perhitungan ternyata diperoleh NPV negatif sebesar Rp.


(Rp.138.579.722). Maka investasi ini harus ditolak.

Metode Tingkat Imbalan Internal (Internal Rate of Return Method)


Metode ini menggunakan nilai Net present Value dimana tingkat imbalan
intern adalah hasil bunga sebenarnya yang dihasilkan oleh sebuah proyek
investasi selama umur ekonomisnya. Metode ini bertujuan membuat
peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian
atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang
menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk proyek yang diharapkan
terhadap nilai sekarang biaya proyek atau sama dengan tingkat diskonto
yang membuat NPV sama dengan (trial and error).

Rumus IRR:
IRR = i 1 + (NPV1 / NPV1 - NPV2) x ( i 2- i1)

148
Contoh Soal:
PT BAHAGIA yang bergerak di bidang penjualan spare part mesin Foto
Copy, sedang mempertimbangkan sebuah investasi yang ditaksir selama
3 tahun masa manfaat akan mendatangkan arus kas sebagai berikut:

Urutan Tahun Arus Kas (Rp.)


Tahun 0 (40.000.000)
Tahun 1 14.000.000
Tahun 2 14.000.000
Tahun 3 18.000.000

Berapakah tingkat imbalan internal proyek tersebut? Maka manajemen


harus melakukan coba-coba dimulai dengan tingkat discount faktor
sembarang:

Misalnya coba-coba yang ke 1, discount factor 10 %, maka :


= - 40,000,000 + (14.000.000 x 0,909) + (14.000.000 x 0,826) + (18.000.000
x 0.751)
= - 40.000.000 + 12.726.000 + 11.564.000 + 13.518.000 = - 2.192.000
hasilnya negatif

Coba-coba yang ke 2, discount factor 8%, maka:


= - 40,000,000 + (14.000.000 x 0,925) + (14.000.000 x 0,857) + (18.000.000
x 0.793)
= - 40.000.000 + 12.950.000 + 11.998.000 + 14.274.000 = - 778.000
hasilnya negatif

Coba-coba yang ke 3, discount factor 7%, maka:


= - 40,000,000 + (14.000.000 x 0,934) + (14.000.000 x 0,873) + (18.000.000
x 0.816)
= - 40.000.000 + 13.076.000 + 12.222.000 + 14.688.000 = - 14.000
hasilnya negatif

149
Coba – coba yang ke 4, discount factor 6 %, maka:
= - 40,000,000 + (14.000.000 x 0,943) + (14.000.000 x 0,890) + (18.000.000
x 0.839)
= - 40.000.000 + 13.202.000 + 12.460.000 + 15.102.000 = 764.000
hasilnya positif

Jadi IRR ada diantara tarif 7% dan 6%, untuk memutuskan proyek mana
yang dipilih, maka dilihat target tarif rintangan perusahaan berapa. Kalau
tarif rintanganya 5% proyek ini bisa diterima, tapi kalau tarif rintangannya
8% proyek ini ditolak.

IRR = 6% + ( 764.000 / (764.000 – (-778.000) ) x (7% -6%)


= 6% + (764.000 / 1.542.000) x (1%)
= 5 % + 0,0049 = 0,0549 = 5,49%

Latihan kasus:
1. Perusahaan KUAT yang bergerak dalam bisnis batu bara akan
melakukan investasi dengan membeli aktiva tetap dalam mesin
produksi. Pilihan yang sedang dipertimbangkan adalah merk Baik dan
merk Bagus. Di bawah ini informasi yang diperoleh untuk kedua aktiva
tetap tersebut:
Uraian Aktiva Baik Aktiva Bagus
Harga Tunai Rp. 80.000.000 Rp.60.000.000
Umur Ekonomis 5 tahun 5 tahun
Nilai residu Rp. 20.000.000 Rp.12.000.000
Proceeds/hasil tiap Rp. 19.000.000 Rp.21.000.000
tahun
Metode penyusutan yang dipakai adalah garis lurus (Straight Line
Method ) dan tingkat rate 10%.
Dari informasi tersebut di atas, buat analisa dengan metode Net
Present Value, sebaiknya investasi mesin mana yang akan dipilih, dan
apa alasannya? Jika hasil kedua-duanya positif, maka anda bisa

150
menggunakan rumus Profit Index untuk memilih mana yang
menguntungkan?
Rumus Profit Index = NPV / Nilai Investasi, pilih yang hasilnya paling
besar!
2. Buat analisa Internal Rate of return dari informasi berikut ini:
Perusahaan LUCU membeli mesin pencetak mainan dibeli dengan
harga tunai Rp. 165.000.000. Biaya bongkar pasang Rp. 21.500.000.
Umur ekonomis 6 tahun.
Tahun Proceeds
Ke 1 Rp. 45.000.000
Ke 2 Rp. 40.000.000
Ke 3 Rp. 35.000.000
Ke 4 Rp. 15.000.000
Ke 5 Rp. 12.000.000

Hitunglah: Internal Rate of Return dan berikan analisanya!


3. Mengapa investasi diperlukan oleh perusahaan, dan ada berapa
penggolongan atas investasi?
4. Metode penilaian investasi yang tidak menghitung nilai uang ada
berapa metode, dan apa bedanya dengan metode yang mengabaikan
nilai uang. Apa bedanya Present Value dan Net Present Value?
5. Tuliskan rumus: Pay Back, Internal Rate of Return, Net Present Value,
Accounting Rate of return dan Index Profitability!

“Bukan hanya keuntungan yang besar yang akan diperoleh dari


investasi, tapi juga resiko yang akan melekat pada investasi itu,
karena bisnis apapun tidak ada yang pasti, maka berbisnislah yang
pasti-pasti saja.”
--Erha--

151
152
BAGIAN III
PENGANTAR DAN INFORMASI
AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN

153
154
BAB 11
INFORMASI AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN
(RESPONSIBILITY ACCOUNTING INFORMATION)

1. Pendahuluan
Perusahaan harus selalu berusaha melakukan aktivitas yang bisa mencapai
efisiensi dan efektifitasnya. Efisiensi berkaitan dengan masalah cara
mencapai suatu tujuan, sementara efektif berkaitan dengan masalah hasil
atau pencapaian tujuan. Untuk memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan strateginya secara efektif dan efisien, manajemen
melakukan suatu proses yang disebut dengan pengendalian.

Salah satu bentuk pengendalian adalah dengan memperhatikan masalah


operasional dari anggaran keuangan sebagai pendukung kegiatan dengan
melakukan penyusunan rencana anggaran pada waktu yang lebih awal,
melalui pembentukan pusat-pusat pertanggungjawaban, serta laporan
anggaran dan realisasinya dari setiap pusat pertanggungjawaban untuk
dapat menentukan prestasi pusat pertanggungjawaban.

Akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem akuntansi yang


mengakui berbagai pusat pertanggungjawaban pada keseluruhan
perusahaan yang mencerminkan rencana dan tindakan setiap pusat
pertanggungjawaban dengan menetapkan pendapatan dan biaya
tertentu.

Sistem akuntansi pertanggungjawaban merupakan metode pengendalian


biaya. Biaya dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban dihubungkan
dengan manajer yang memiliki wewenang untuk mengkonsumsi sumber
daya. Karena sumber daya yang digunakan harus dinyatakan dalam satuan
uang dan itu merupakan biaya, maka sistem akuntansi

155
pertanggungjawaban merupakan satu metode pengendalian biaya yang
memungkinkan manajemen untuk melakukan pengelolaan biaya,
terutama masalah yang terkait dengan pengendalian biaya.

Metode pengendalian biaya dalam perusahaan manufaktur telah


mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan teknologi yang
digunakan dalam pengelolaan produk. Sejalan dengan hal tersebut maka
metode pengendalian biayapun senantiasa berubah, adapun
perkembangan tersebut antara lain:
1. Pada awal perkembangan akuntansi manajemen, perusahaan akan
memberi perhatian lebih terhadap pengeluaran bahan baku dan
tenaga kerja langsung. Maka sistem yang dipakai untuk pengendalian
biaya adalah sistem biaya standar (standard cost system). Di akhir
proses produksi akan dihitung berapa biaya sesungguhnya yang telah
dikeluarkan. Sehingga manajemen akan melakukan perbandingan
antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya. Akan terjadi
selisih/variance. Analisa selisih tersebut akan dipakai patokan untuk
melakukan perbaikan di masa yang akan datang, pengendalian biaya
dilakukan pada saat terjadinya proses produksi;
2. Perkembangan selanjutnya manajer memberikan perhatian pada
biaya overhead pabrik. Karena biaya overhead pabrik memiliki nilai
yang signifikan terhadap biaya produksi, maka sistem pengendalian
dikembangkan menjadi sistem akuntansi pertanggung jawaban.
Dimana perusahaan mulai membagi aktivitas dalam pusat-pusat
pertanggungjawaban. Pengendalian biaya akan dihubungkan dengan
manajer yang memiliki wewenang untuk menggunakan sumber daya
(cost management);
3. Pada waktu pembuatan produk, dimana bagian desain dan
pengembangan, bagian produksi, dan bagian distribusi mengkonsumsi
sumber daya secara signifikan, akuntansi manajemen
mengembangkan activity based responsibility accounting system
(sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas). Fokus
pengendalian biaya dalam sistem ini adalah aktivitas yang

156
mengkonsumsi sumber daya. Dalam sistem ini manajemen mendapat
informasi akuntansi yang memungkinkan mereka melakukan
pengelolaan aktivitas (activity management).

Kondisi bisnis selalu dihadapkan kepada ketidakpastian (uncertainty) baik


secara ekonomi atau non ekonomi, hal ini akan berpengaruh kepada stabil
tidaknya perusahaan atau dinamis tidaknya perusahaan. Kondisi bisnis
yang stabil adalah keadaan dimana relatif tidak ada perubahan pada
ekonomi misalnya perubahan tingkat bunga, nilai investasi, pajak, harga,
penyediaan sumber ekonomi, persaingan yang tajam dan lain-lain. Pada
situasi demikian perusahaan akan relatif mudah membuat perencanaan
pekerjaan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan
pengawasan, selain itu juga dimungkinkan lebih mudah menyusun
strategi, kebijakan, program kerja, anggaran dan melaksanakannya.
Kondisi bisnis yang dinamis adalah situasi dimana terjadi perubahan yang
terus menerus pada kondisi tersebut di atas. Dengan melihat kondisi bisnis
seperti itu, maka manajemen harus menentukan sistem pemberian
tanggungjawab, sistem anggaran dan sistem pengukuran kinerja dan
sistem memberi imbalan kepada manajer (Prawironegoro, 2013)

Lingkungan bisnis yang dihadapi suatu perusahaan mempengaruhi sistem


manajemen perusahaan. Jika lingkungan bisnis perusahaan stabil maka
manajemen cenderung untuk mengendalikan keteraturan dan
mempertahankan efisiensi yang telah dicapai. Namun bila perusahaan
menghadapi persaingan yang tinggi maka manajemen perusahaan harus
memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan melakukan perubahan-
perubahan yang sangat cepat demi kelangsungan hidup perusahaan.
Dalam usaha untuk mencapai tujuannya, maka manajemen perusahaan
berusaha untuk memastikan kegiatan dalam perusahaan telah sesuai
dengan perencanaan dan strategi yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien dengan melakukan proses pengendalian.

157
Terkait dengan hal tersebut para manajer harus mampu bekerja searah
dengan tujuan perusahaan bukan hanya searah dengan tujuan pribadinya.
Untuk menjaga keharmonisan tercapainya tujuan, perilaku manajer di
seluruh organisasi harus diarahkan menuju tujuan manajemen puncak.
Untuk mencapai itu maka manajer harus diberi insentif positif untuk bisa
mencapainya, maka tanggung jawab dan kriteria evaluasi kerja akan
menjadikan motivasi bagi para manajer.

Menurut Welsch, Hilton, Gordon (2000), pengendalian mencakup


pengukuran kinerja dengan menggunakan hasil aktual yang dibandingkan
dengan tujuan, sasaran dan standar untuk menentukan
varians/perbedaannya (menguntungkan atau tidak menguntungkan). Oleh
karena itu sistem akuntansi harus didesain untuk menyediakan informasi
keuangan secara terpisah untuk setiap unit organisasi yaitu berdasarkan
wewenang dan tanggungjawabnya. Ketika sistem akuntansi disusun
berdasarkan pertanggungjawaban, data historis yang tersedia menjadi
sangat berguna untuk keperluan perencanaan dan pengendalian
sehubungan dengan data keuangan: (1) untuk menentukan pendapatan
dan biaya, termasuk harga pokok barang dan jasa yang diproduksi/dibeli,
dan (2) untuk menyediakan data pendapatan dan biaya yang relevan untuk
perencanaan dan pengendalian biaya.

Biaya dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban dihubungkan dengan


manajer yang memiliki wewenang untuk mengkonsumsi sumber daya.
Fokus pengendalian dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban ini
adalah sumberdaya yang dikonsumsi oleh manajer yang memiliki
wewenang untuk mengkonsumsi sumber daya tersebut. Karena
sumberdaya yang dinyatakan dalam satuan uang merupakan biaya, maka
sistem akuntansi pertanggungjawaban ini merupakan metode
pengendalian biaya yang memungkinkan manajemen untuk melakukan
pengelolaan biaya (cost management) (Mulyadi, 2001).

158
2. Sentralisasi dan Desentralisasi
1. Sentralisasi
Sentralisasi di dalam perusahaan adalah penyerahan kekuasaan
dan wewenang di pusat, dalam hal ini otonomi terpusat semuanya di
manajemen puncak. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh
wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi
puncak pada suatu struktur organisasi. Pertimbangan sentralisasi
adalah manajemen puncak merasa memiliki pandangan menyeluruh
terhadap kebutuhan organisasi baik untuk di level divisi atau di level
perusahaan secara keseluruhan. Sentralisasi bisa diterapkan jika
perusahaan belum besar dan kondisi bisnis, karena pengawasan
terhadap operasional perusahaan harus dipastikan sesuai dengan
yang dikehendaki. Tapi jika perusahaan sudah semakin berkembang
dan permasalahan menjadi semakin kompleks, akan muncul
persoalan yang semakin rumit dan harus segera ditangani perusahaan,
maka sistem sentralisasi menjadi tidak efektif. Mengapa? Karena akan
memperlambat jalur pengambilan keputusan, dengan sentralisasi
permasalahan yang muncul di segmen perusahaan dan perlu
pemecahan cepat, maka tidak bisa segera diputuskan, karena harus
menunggu masalah itu diselesaikan di pusat. Beberapa permasalahan
yang muncul antara lain berhubungan dengan pelimpahan
wewenang, pengukuran kinerja divisi, pemberian konpensasi,
terjadinya pertukaran barang dalam internal perusahaan (harga
transfer). Permasalahan ini tidak bisa diputuskan cepat, jika
sentralisasi diterapkan.

2. Desentralisasi
Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan pada sistem
sentralisasi, maka desentralisasi merupakan praktek yang bisa
menjadi solusi. Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang atau
otorisasi dalam pengambilan keputusan dari jenjang manajer yang
lebih tinggi ke jajaran manajemen yang lebih rendah di dalam
organisasi. Desentralisasi mengalihkan titik pengambilan keputusan

159
pada divisi-divisi yang dibentuk perusahaan, sehingga kinerja divisi
bisa lebih optimal, karena diberi kewenangan dan tanggung jawab
penuh atas keberhasilan divisinya.

Menurut Simamora (2012) ada empat istilah kunci dalam


penerapan wewenang terdesentralisasi:
1. Delegasi (delegation) adalah pembagian ke bawah penugasan-
penugasan pekerjaan dan kekuasaan pengambilan keputusan
terkait kepada manajer-manajer di dalam organisasi;
2. Wewenang/otoritas (authority) adalah hak untuk membuat
keputusan-keputusan yang diperlukan untuk melakukan tugas
yang menjadi tugasnya;
3. Tanggung jawab (responsibility) adalah kewajiban manajer untuk
menerina otoritas untuk mencapai hasil yang dikehendaki;
4. Akuntabilitas (accountability) acuan untuk ukuran seberapa baik
pencapaian hasil-hasil, dan hal ini akan dipenuhi melalui laporan
kinerja berkala yang memperlihatkan kepada manajer yang
mendelegasikan wewenang mengenai apa yang terjadi.
Desentralisasi untuk satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain akan sangat berbeda, tergantung pada pelimpahan wewenang
yang diberikan derajatnya seperti apa. Perusahaan bisa memberikan
pelimpahan wewenang ke manajer dibawahnya pada kisaran 25%,
50%, 75% atau bahkan 100%. Semakin besar derajat kewenangan
diberikan, semakin terpacu manajer divisi untuk meningkatkan
kinerjanya, karena merasa bertanggung jawab atas apa yang akan
diputuskan untuk divisi.

Keunggulan Desentralisasi
Jika perusahaan sudah menerapkan desentralisasi, maka
manajemen puncak sudah berkurang bebannya terkait dengan
pengambilan keputusan ditataran manajemen bawah, beberapa
keunggulan desentralisasi adalah sebagai berikut:

160
1. Akses untuk mengumpulkan dan menggunakan informasi lokal
lebih terbuka.
Akses yang baik dalam mengumpulkan dan menggunakan
informasi akan membuat manajer divisi sangat leluasa
mendapatkan informasi terkait dengan permasalahan di
divisinya. Informasi yang terbuka di divisinya akan digunakan
untuk pengambilan keputusan, sehingga karena dekat jarak
antara permasalahan dan sumber informasi yang ada, keputusan
yang diambil akan sangat baik, dibanding kalau yang memutuskan
manajemen puncak.
2. Reaksi cepat terhadap permasalahan yang kompleks di
lingkungan perusahaan.
Permasalahan yang ada di divisi akan cepat teratasi, karena
semua diputuskan oleh manajer divisi. Permasalahan di
perusahaan sangat banyak dan komplek, ditataran manajemen
yang lebih rendah banyak berkaitan dengan masalah teknis yang
rumit, maka permasalahan yang kompleks ini sangat efektif bila
diputuskan oleh manajer divisi terkait.
3. Manajemen Puncak lebih Fokus ke aktivitas di pusat.
Jika desentralisasi sudah diterapkan, maka manajemen puncak
lebih leluasa untuk memperhatikan dalam hal merencanakan dan
memutuskan perencanaan strategik (strategic planning), yang
berhubungan dengan penetapan tujuan jangka panjang bagi
perusahaan secara keseluruhan.
4. Pelatihan dan penilaian manajer
Karena manajer divisi diberi tanggung jawab yang besar dalam
mengelola divisinya, maka semua persoalan yang menjadi
tanggungjawabnya juga menjadi tanggung jawab untuk
memutuskannya. Hal ini bisa memberikan rasa puas pada
manajer divisi, karena segala inisiatif dan daya kreatifitasnya akan
dikeluarkan sekuat tenaga. Mengapa? Karena kinerja yang akan
dinilai manajemen puncak akan tergantung pada kepiawaian
manajer divisi memecahkan permasalahan dan mengambil

161
keputusan di divisinya. Dengan demikian motivasi para manajer
bisa meningkat karena terjadi kompetisi yang sehat.

Kelemahan Desentralisasi
Masalah dalam desentralisasi adalah bagaimana keselarasan
tujuan antara kepentingan divisi dan kepentingan manajemen puncak
bisa diselaraskan, karena keputusan manajer yang satu bisa
mempengaruhi keputusan manajer yang lain, bahkan bisa
berpengaruh terhadap profitabilitas secara keseluruhan, misalnya
dalam penetapan harga transfer. Jika manajemen divisi penjual
melakukan penerapan harga yang tidak sesuai keinginan divisi
pembeli, dan divisi pembeli mempunyai peluang untuk membeli
barang dari pemasok luar karena harga lebih murah, maka ini akan
mempengaruhi profit masing masing divisi dan akhirnya bisa
mempengaruhi profit perusahaan secara keseluruhan.

Demikian sebuah konsep diterapkan, namun desentralissi


memiliki kelemahan sebagai berikut:
1. Keputusan bersifat segmen divisi
Karena setiap divisi memiliki kewenangan dalam pengambilan
keputusan, maka sifat dari keputusan bersifat segmentasi dan
sangat dimungkinkan keputusan ini tidak selaras dengan
keinginan manajemen puncak yang memiliki dasar informasi yang
terbatas.
2. Duplikasi biaya dan aset
Kemungkinan besar terjadi adanya duplikasi biaya, karena
sehubungan dengan biaya pengumpulan dan pemrosesan
informasi operasi jadi besar, karena setiap divisi memiliki biaya
tersendiri untuk informasi yang sama.
3. Komunikasi untuk menyampaikan ide menjadi sulit
Seorang manajer divisi yang memiliki ide dan inovasi cemerlang
dalam pelaksanaan operasional perusahaan, kadang tidak bisa
ditangkap oleh manajemen puncak, karena manajer divisi

162
biasanya akan fokus ke divisinya saja, komunikasi menjadi sulit
padahal kemungkinan besar ide itu bisa mempengaruhi
profitabilitas perusahaan secara keseluruhan

Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas ada tiga (3) hal yang bisa
dilakukan perusahaan:
1. Membentuk sistem akuntansi pertanggungjawaban, sehingga
keputusan manajerial tidak hanya untuk kepentingan divisi, tapi
kepentingan keseluruhan;
2. Adanya pemilahan pengambilan keputusan, mana keputusan
yang harus dilakukan oleh manajemen puncak (misalnya tentang
pertanggungan asuransi) dan mana yang harus diputuskan oleh
divisi.
3. Membentuk sistem informasi manajemen modern yang mampu
menghasilkan informasi terpadu dari informasi dari seluruh
bagian dan informasi dari manajemen puncak.

3. Akuntansi Pertanggungjawaban
Definisi akuntansi pertanggungjawaban menurut Hansen dan Mowen
(2006) “Responsibility Accounting is a system that measures the results of
each responsibility center according to the information managers need to
operate their centers”.

163
Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban
Traditional Resposibility Activity Based Sistem Biaya
Accounting Responsibility Standar
Accounting
Akuntansi Activity Based Akuntansi
pertanggungjawaban Responsibility manajemen
tradisional memfokuskan Accounting tradisional
pengendalian terhadap memfokuskan menekankan
konsumsi sumberdaya pengendalian pengendalian
oleh responsible terhadap aktivitas terhadap harga
manager yang pokok produk
mengkonsumsi (product cost)
sumber daya

Sumber daya Aktivitas Produk


Nilai Sumberdaya yang Aktivitas Produk
dikonsumsi merupakan mengkonsumsi memerlukan
biaya sumber daya aktivitas
Sumber: Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa (Mulyadi, 2001)
Gambar 11.1
Perkembangan Fokus Metode Pengendalian Biaya

Berdasarkan gambar di atas, sistem akuntansi pertanggungjawaban


tradisional adalah suatu sistem yang disusun sedemikian rupa sehingga
pengumpulan dan pelaporan biaya dan atau pendapatan dilakukan sesuai
dengan pusat pertanggungjawaban dalam organisasi, dengan tujuan agar
dapat ditunjuk orang atau kelompok orang yang bertanggung jawab atas
penyimpangan biaya dan atau pendapatan yang dianggarkan. Sistem
akuntansi pertanggungjawaban merupakan metode pengendalian biaya
yang dikembangkan kemudian setelah sistem biaya standar. Pada waktu
setiap tahap pembuatan produk: tahap desain dan pengembangan, tahap
produksi dan tahap distribusi produk mengkonsumsi sumber daya secara
signifikan, akuntansi manajemen mengembangkan sistem akuntansi
pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas yang dikenal dengan nama
Activity Based Responsibility Accounting System. Fokus Activity Based

164
Responsibility Accounting System adalah aktivitas yang mengkonsumsi
sumber daya. Dengan sistem akuntansi pertanggungjawaban ini,
manajemen mendapat informasi akuntansi yang memungkinkan
manajemen melakukan pengelolaan aktivitas (activity management).

Menurut Simamora (2012), Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility


accounting) adalah bentuk akuntansi khusus yang dipakai untuk
mengevaluasi kinerja keuangan segmen bisnis, yang pada intinya
akuntansi pertanggungjawaban mensyaratkan setiap manajer harus
berpartisipasi dalam penyusunan rencana-rencana financial segmennya
dan menyediakan laporan kinerja tepat waktu yang membandingkan hasil
aktual dengan yang direncanakan.

Tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut:


“Responsibility accounting collects and reports planned and actual
accounting information about the inputs and outputs of responsibility
center” (Anthony dan Govindaradjan, 2005).

Manfaat informasi akuntansi pertanggungjawaban dijelaskan sebagai


berikut (Mulyadi, 2001):
1. Sebagai Dasar Penyusunan Anggaran
Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses
penetapan peran (role setting) dalam usaha pencapaian sasaran
perusahaan. Usaha pencapaian sasaran perusahaan tersebut diukur
dalam satuan moneter standar yang berupa informasi akuntansi. Oleh
karena itu, penyusunan anggaran hanya mungkin dilakukan jika
tersedia informasi akuntansi pertanggungjawaban yang mengukur
berbagai nilai sumber daya yang disediakan bagi setiap manajer yang
berperan dalam usaha pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dalam tahun anggaran. Dengan demikian anggaran berisi informasi
akuntansi pertanggungjawaban yang mengukur nilai sumber daya
yang disediakan selama tahun anggaran bagi manajer yang diberi
peran untuk mencapai sasaran perusahaan.

165
2. Sebagai Penilai Kinerja Manajer Pusat Pertanggungjawaban
Informasi akuntansi pertanggungjawaban menekankan hubungan
antara informasi dengan manajer yang bertanggungjawab terhadap
perencanaan dan realisasinya. Sehingga informasi akuntansi
pertanggungjawaban mencerminkan skor (score) yang dibuat oleh
setiap manajer dalam menggunakan berbagai sumber daya untuk
melaksanakan peran manajer tersebut dalam mencapai sasaran
perusahaan.
3. Sebagai Alat Pemotivasi Manajer
Seseorang akan memiliki motivasi jika ia memiliki nilai penghargaan
yang tinggi atau jika ia berkeyakinan bahwa suatu kinerja akan diberi
penghargaan yang tinggi, dan alat ukur kinerja tersebut menggunakan
informasi akuntansi pertanggungjawaban. Jika struktur penghargaan
(reward structure) perusahaan, informasi akuntansi merupakan
bagian yang signifikan maka informasi akuntansi akan berdampak
terhadap motivasi manajer melalui dua jalur berikut ini:
1. Menimbulkan pengaruh langsung terhadap motivasi manajer
2. Menimbulkan pengaruh tidak langsung melalui nilai penghargaan

166
Nilai Kemampuan Penghargaan yang
Penghargaan dan Bakat dirasa pantas

Usaha Kinerja Penghargaan Kepuasan

Kemungkinan usaha akan Persepsi


diberi penghargaan terhadap peran Informasi akuntansi
pertanggungjawaban masa
lalu berperan sebagai
pengukur kinerja

Informasi akuntansi
pertanggungjawaban masa
yang akan datang berperan
sebagai role sending device

Sumber: Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa (Mulyadi, 2001)

Gambar 11.2
Model Aspek Motivasi dalam Perilaku Individu menurut Porter-Lawler
dan Peran Informasi Akuntansi sebagai Pemotivasi

Model Akuntansi Pertanggungjawaban


Menurut Hansen dan Mowen (2006), model akuntansi
pertanggungjawaban didefinisikan dengan empat (4) elemen inti yaitu:
1. Menugaskan tanggung jawab.
2. Membuat ukuran kinerja atau kriteria.
3. Mengevaluasi kinerja.
4. Memberikan penghargaan.

Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi perilaku sehingga


inisiatif individu dan organisasional sejalan untuk mencapai suatu tujuan
umum atau berbagai tujuan organisasi. Keempat elemen inti tersebut
berbeda-beda tergantung jenis sistem akuntansi pertanggungjawaban
yang dibedakan dari kompleksitas dan lingkungan persaingan organisasi.

167
Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban
Berdasarkan kondisi bisnis yang dikategorikan stabil dan dinamis, maka
sistem akuntansi pertanggungjawaban dibagi menjadi dua (2), yaitu sistem
akuntansi pertanggungjawaban tradisional dan sistem akuntansi
pertanggungjawaban kontemporer.

Sistem akuntansi pertanggungjawaban tradisional hanya dapat diterapkan


pada kondisi bisnis yang stabil dimana keadaan dimana relatif tidak ada
perubahan pada ekonomi misalnya perubahan tingkat bunga, nilai
investasi, pajak, harga, penyediaan sumber ekonomi, persaingan yang
tajam, tidak ada fluktuasi nilai tukar mata uang yang signifikan, tidak ada
inflasi dan lain-lain. Dalam kondisi demikian program kerja dan anggaran
mudah disajikan dan kinerja manajemen mudah diukur. Dalam praktek
bisnis masa sekarang, sistem akuntansi pertanggungjawaban tradisional
sulit dipraktekkan, karena adanya keterbatasan:
1. Lebih fokus ke program internal: misalnya pembuatan standar
biaya, anggaran, dan analisa biaya dan pendapatan.
2. Lebih fokus ke penghematan dan pengukuran kinerja dengan
analisa varian.
3. Memberikan imbalan kepada manajer hanya berdasarkan analisa
varian saja.

Sistem akuntansi pertanggungjawaban kontemporer diterapkan pada


kondisi bisnis yang dinamis yang melibatkan proses seluruh tim
manajemen yang bertanggung jawab atas kesuksesan operasional mulai
riset perusahaan sampai dengan layanan purna jual. Pada sistem ini
memiliki kelebihan:
1. Lebih fokus kepada kerja sama tim dan mata rantai nilai.
2. Memberi penekanan pada pengurangan biaya, dan perbaikan
terus menerus di segala bidang.
3. Melakukan klasifikasi atas biaya yang memberi nilai tambah dan
yang tidak memberi nilai tambah.

168
4. Pemberian imbalan diukur berdasarkan keberhasilan kerja tim
yang bisa melakukan peningkatan kualitas dan pengurangan
biaya.

Jenis-Jenis Akuntansi Pertanggungjawaban


Akuntansi manajemen memberikan tiga (3) jenis sistem akuntansi
pertanggungjawaban, yaitu sistem akuntansi pertanggungjawaban
berbasis fungsional, aktivitas dan strategi. Suatu perusahaan seharusnya
memilih sistem yang cocok dengan kebutuhan dan perekonomian
lingkungan operasionalnya. Sistem akuntansi pertanggungjawaban
berdasarkan fungsional cocok untuk diterapkan pada organisasi bisnis
yang beroperasi di lingkungan yang stabil dengan produk dan proses
produksi yang standar serta tingkat persaingannya rendah. Sebaliknya,
sistem akuntansi pertanggungjawaban berbasis aktivitas dan strategi lebih
cocok diterapkan pada organisasi bisnis yang beroperasi di lingkungan
yang dinamis dengan perubahan yang cepat dan persaingan yang ketat.

Berikut sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan fungsi,


aktivitas dan strategi (Hansen dan Mowen, 2006):
1. Berdasarkan Fungsi
Sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan fungsi menugaskan
tanggung jawab pada unit organisasional dan menyatakan ukuran kinerja
berdasarkan perspektif keuangan. Perusahaan yang beroperasi dalam
lingkungan bisnis yang stabil dengan produk dan proses yang distandarkan
serta tekanan kompetisi rendah telah dirasa cukup memadai untuk
menggunakan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan fungsi.

Model akuntansi pertanggungjawaban fungsional didefinisikan oleh empat


(4) unsur utama sebagai berikut:
1. Menetapkan Tanggung Jawab
Sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan fungsi
menugaskan tanggung jawab pada unit organisasional dan
individu sehingga sistem ini juga terfokus pada individu dan fungsi

169
organisasional, seperti divisi, pabrik atau departemen. Adapun
unit fungsionalnya, tanggung jawab ditempatkan pada individu
yang bertugas. Tanggung jawab dan kinerja yang diukur dalam
sistem sistem ini hanya perspektif keuangan saja (financial
measures).
2. Menetapkan Ukuran Kinerja
Ukuran kinerja yang ditetapkan pada sistem akuntansi
berdasarkan fungsi anggaran dan perhitungan biaya standar.
Secara tidak langsung hal ini menyatakan bahwa ukuran kinerja
yang dipakai adalah keuangan dan bersifat objektif. Ukuran
tersebut cenderung mendukung status quo dan relatif stabil dari
waktu ke waktu.
3. Mengevaluasi Kinerja
Dalam kerangka kerja sistem akuntansi pertanggungjawaban
berdasarkan fungsi, kinerja dengan membandingkan hasil aktual
dengan hasil aktual dengan hasil yang dianggarkan. Secara
prinsip, para individu dapat dianggarkan hanya pada hal-hal
dimana mereka memiliki kontrol.
4. Memberikan Penghargaan
Penghargaan atau hukum diberikan kepada individu menurut
kebijakan manajemen yang lebih tinggi. Sistem penghargaan
dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan fungsi
didesain untuk mendorong para individu mengelola biaya agar
bisa mencapai atau mengalahkan standar anggaran.

170
Individu (manajer) yang Unit organisasi
Penetapan
bertanggung jawab atas Tanggung jawab
TanggungJawab
unit organisasi keuangan

Standar ditetapkan Sistem biaya standar


Anggaran Unit
untuk pengukuran Standar yang dapat
Standar Statis
kinerja dicapai sekarang

Efiesiensi Keuangan Controllable Costs


Pengukuran Kinerja
Aktual vs Standar Financial Measures

Pemberian penghargaan
Promosi Bonus
berbasis kinerja
Profit Sharing Kenaikan Gaji
keuangan
Sumber: Cost Management (Hansen & Mowen, 2006)
Gambar 11.3
Elemen dari Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban
Berbasis Fungsi

2. Berdasarkan Aktivitas
Sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas adalah
sistem akuntansi pertangungjawaban yang dikembangkan bagi
perusahaan yang beroperasi di lingkungan yang terus menerus menuntut
perbaikan. Akuntansi pertanggungjawaban menugaskan tanggung jawab
pada proses dan menggunakan ukuran kinerja keuangan dan non
keuangan.

Model akuntansi peran aktivitas didefinisikan oleh empat (4) unsur utama
sebagai berikut:
1. Menetapkan Tanggung Jawab
Penetapan tanggung jawab pada sistem berdasarkan aktivitas
menunjukkan bahwa akuntansi pertanggungjawaban menitik
beratkan pada proses dan tim. Proses dipilih karena merupakan
unit perubahan dan merupakan aktivitas yang saling terkait
dengan tujuan umum sehingga dapat menggambarkan cara kerja

171
organisasi. Proses membutuhkan masukan dan menghasilkan
keluaran yang memberikan nilai bagi pelanggan internal ataupun
eksternal perusahaan. Karena proses merupakan cara kerja, maka
perubahan cara kerja berarti mengubah proses. Adapun tiga (3)
metode perubahan cara kerja adalah:
1. Perbaikan proses, mengacu pada peningkatan dan kenaikan
konstan dalam efisiensi proses yang sudah ada.
2. Inovasi proses atau rekayasa ulang bisnis (business
reengineering), merujuk pada kinerja proses dalam suatu
cara baru yang radikal dengan tujuan mencapai perbaikan
secara dramatis dalam hal waktu tanggapan atau response
time, kualitas dan efisiensi.
3. Pembuatan proses, mengacu pada instalasi suatu proses baru
secara keseluruhan dengan tujuan memenuhi tujuan
pelanggan dan keuangan.
4. Perbaikan proses, inovasi, dan pembuatan proses sangat
membutuhkan aktivitas dan dukungan dari kelompok atau
tim, tidak dapat dilakukan secara efektif oleh individu-
individu.
2. Menetapkan Ukuran Kinerja
Akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas
berorientasi pada proses, maka ukuran kinerja juga berhubungan
dengan proses seperti waktu proses, kualitas, dan efisiensi.
Standar ukuran kinerja dibuat sebagai tolak ukur dalam
pengukuran kinerja dan distrukturkan untuk mendukung
perubahan. Jadi standar-standar ukuran kinerja pada akuntansi
pertanggungjawaban aktivitas bersifat dinamik.
3. Mengevaluasi Kinerja
Dalam kerangka kerja akuntansi pertanggungjawaban
berdasarkan aktivitas, kinerja dinilai lebih dari sekedar perspektif
keuangan. Ukuran seperti siklus waktu dan pengiman tepat waktu
adalah ukuran yang penting. Selain itu ukuran kinerja yang
berhubungan dengan kualitas dan efisiensi juga penting.

172
Produktivitas dan ukuran biaya ditekankan untuk mendorong
perubahan efisiensi. Perbaikan proses harus diterjemahkan dalam
hasil keuangan yang lebih baik. jadi ukuran dari penurunan biaya
yang dicapai, kecenderungan atau trend dalam biaya, dan biaya
per unit output merupakan indikator yang berguna dalam
menentukan apakah telah terjadi perbaikan proses. Kemajuan
dalam memenuhi standar optimal dan standar intern harus
diukur. Salah satu pendekatannya adalah untuk mengukur
kecendrungan biaya aktual terhadap standar optimal. Tujuannya
adalah menghasilkan produk berbiaya rendah, berkualitas tinggi,
dan dikirim tepat waktu, sehingga bisa dikatakan bahwa ukuran
merupakan campuran dari faktor operasional dan keuangan yang
berhubungan dengan kinerja proses.
4. Memberikan Penghargaan
Pemberian penghargaan dalam akuntansi pertanggungjawaban
aktivitas berdasarkan kinerja multidimensional, yang
penekanannya adalah pada perbaikan proses dan perbaikan
sebagian besar dari usaha tim, maka imbalan berdasarkan
kelompok lebih cocok digunakan daripada imbalan individu.
Bonus diberikan dimana kinerja tim dapat dipertahankan pada
semua ukuran dan perbaikan atas setidaknya satu ukuran.
Standar optimal ditetapkan untuk biaya per unit, pengiriman
tepat waktu, kualitas pergerakan, persediaan bahan yang
terbuang dan waktu siklus. Sehingga di dalam perusahaan yang
berlingkungan dinamis, perusahaan bersaing berdasarkan waktu,
kualitas dan efisiensi untuk menanggapi tuntutan pelanggan.

173
Tim Proses Penetapan Proses
Rantai Nilai TanggungJawab Keuangan

Standar ditetapkan
Optimal Dinamis
untuk pengukuran
Proses/Tindakan Customer Value
kinerja

Pengurangan waktu Peningkatan kualitas


Pengukuran Kinerja
Pengurangan biaya Pengukuran Trend

Penghargaan individual
Promosi Bonus
berbasis kinerja yang
Gain Sharing Kenaikan Gaji
bersifat multidimensi
Sumber: Cost Management (Hansen & Mowen, 2006)
Gambar 11.4
Elemen dari Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban Berbasis Aktivitas

3. Berdasarkan Strategi
Akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi (balanced scorecard)
menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam tujuan operasional
dan mengukur empat perspektif yang berbeda yaitu keuangan, pelanggan,
proses, dan perspektif infrastruktur (pembelajaran dan pertumbuhan).
Sistem ini merupakan langkah selanjutnya dari evolusi akuntansi
pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan
aktivitas menambahkan perspektif proses pada perspektif keuangannya.
Penambahan perspektif proses penting untuk kegiatan dalam suatu
lingkungan yang membutuhkan perbaikan berkelanjutan. Namun hal-hal
seperti sistem navigasi yang kurang baik, hasil yang tidak diarahkan, serta
perbaikan berkelanjutan yang tidak memiliki sasaran menyebabkan
keberhasilan kompetitif yang diharapkan tidak terjadi. Hal yang
dibutuhkan adalah perbaikan berkelanjutan yang terarah. Akan tetapi
sistem arahan formal untuk perbaikan berkelanjutan berarti bahwa para
manajer suatu organisasi perlu berhati-hati menspesifikasikan suatu misi
dan strategi keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem

174
akuntansi pertanggungjawaban yang didasarkan pada strategi dan dikenal
dengan akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi.
1. Menetapkan Tanggung jawab
Penetapan tanggung jawab pada sistem akuntansi pertanggung
jawaban berdasarkan strategi mempertahankan perspektif
proses dan keuangan pada pendekatan berdasarkan aktivitas,
namun menambah dengan perspektif pelanggan serta
pertumbuhan dan pembelajaran.
2. Menetapkan Ukuran Kinerja
Dalam akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi,
ukuran kinerja harus diintegrasikan sehingga semua ukuran
secara mutualisme konsisten dan ditekankan kembali. Hasilnya,
misi, strategi, dan tujuan perusahaan dapat mengarahkan ukuran
kinerja suatu organisasi. Ukuran kinerja seharusnya dirancang
sehingga dapat mengkomunikasikan strategi bisnis dan
membantu menggariskan tujuan dan inisiatif individu dalam
organisasi. Disamping itu, ukuran-ukuran harus diseimbangkan
dan dihubungkan dengan strategi organisasi. Ukuran yang
seimbang berarti bahwa ukuran yang memimpin, antara ukuran
objektif dan subjektif, antara ukuran keuangan dan nonkeuangan,
dan antara ukuran eksternal dan ukuran internal.
3. Mengevaluasi Kinerja
Dalam akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi,
pengukuran kinerja telah diperluas secara signifikan. Kinerja
diukur dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan,
pelanggan, proses, dan perspektif infrastruktur (pembelajaran
dan pertumbuhan). Perspektif keuangan menjelaskan
konsekuensi ekonomi dari tindakan yang diambil dalam tiga
perspektif lain. Perspektif pelanggan mendefinisikan segmen
pasar dan pelanggan dimana unit bisnis akan bersaing. Perspektif
proses bisnis internal menjelaskan proses internal yang
diperlukan untuk pemberian nilai pada pelanggan dan pemilik
saham. Sedangkan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran

175
mendefinisikan kemampuan yang diperlukan oleh organisasi
untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan.
Perspektif ini mengacu pada tiga (3) faktor utama yang
memungkinkan, yaitu: kemampuan pegawai, kemampuan sistem
informasi, dan perilaku pegawai (motivasi, pemberdayaan, dan
pensejajaran). Berikut adalah ilustrasi strategi yang dapat diuji
dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban (Hansen dan
Mowen, 2006):

Peningkatan Peningkatan
Keuangan
Penjualan Penjualan

Peningkatan
Peningkatan Pangsa
Pelanggan Kepuasan
Pasar
Pelanggan

Perancangan Ulang Penurunan Unit


Proses
Produk yang Catat

Infrastruktur Pelatihan Khusus


Gambar 11.5
Ilustrasi Strategi dalam Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban

4. Memberikan Penghargaan
Pemberian penghargaan dalam akuntansi pertanggungjawaban
strategi yaitu berdasarkan kinerja multidimensional yang masih
sedang dieksplorasi. Salah satu pendekatan pemberian
penghargaan dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban
strategi adalah mendistribusikan kompensasi intensif, seperti
promosi, bonus, kenaikan gaji, dan upah premi di antara ke empat
perspektif dengan menggunakan suatu skema.

176
Financial Penetapan Tanggung Customer
Proses Jawab Infrastruktur

Standar ditetapkan
Communication strategy Balanced measures
untuk pengukuran
Alignment of objectives Link to Strategy
kinerja

Customer Measures
Financial Measures
Pengukuran Kinerja Insfrastruktur
Process Measures
Measures

Penghargaan individual
Promosi Bonus
berbasis kinerja yang
Gain Sharing Kenaikan Gaji
bersifat multidimensi
Gambar 11.6
Elemen dari Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban
Berbasis Strategis

Pusat Pertanggungjawaban
Dalam akuntansi pertanggungjawaban, laporan kinerja disusun untuk
kepentingan divisi atau segmen yang beroperasi dibawah kendali manajer
yang bertanggungjawab, pusat pertanggungjawaban merupakan suatu
unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang
bertanggungjawab. Suatu pusat pertanggungjawaban dapat dipandang
sebagai suatu sistem yang mengelola masukan menjadi keluaran. Masukan
suatu pusat pertanggungjawaban yang diukur dalam satuan uang disebut
dengan biaya. Sedangkan keluaran suatu pusat pertanggungjawaban yang
dinyatakan dalam satuan uang disebut pendapatan. Diagram skema
tentang pusat pusat pertanggungjawaban sebagai suatu sistem.

177
Pusat Pertanggungjawaban
Efektivitas

Input Proses Output

Efisiensi

Sumber : Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang (Bambang Hariadi, 2002)


Gambar 11.7
Hubungan Input, Proses dan Output

Hubungan antara masukan dan keluaran tersebut di atas dapat


menjelaskan mengenai efisiensi dan efektivitas suatu pusat
pertanggungjawaban. Efisiensi mengacu pada seberapa besar
pengorbanan sumber daya yang dikeluarkan dibanding hasil yang
diperoleh. Suatu pusat pertanggungjawaban dapat dikatakan lebih efisien
bila menggunakan jumlah input yang lebih sedikit tetapi menghasilkan
jumlah output yang sama dengan pusat pertanggungjawaban yang lain
atau menggunakan jumlah input yang sama dengan pusat
pertanggungjawaban yang lain tapi menghasilkan jumlah keluaran yang
lebih besar. Sedangkan efektivitas mengacu pada sampai sejauh mana
hasil atau output yang diperoleh menemui sasarannya. Semakin dekat
keluaran yang dihasilkan terhadap sasaran yang diterapkan maka semakin
efektif suatu pusat pertanggungjawaban.

Dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban, laporan prestasi disiapkan


untuk setiap segmen. Segmen dapat berupa departemen, bagian-bagian
yang lebih kecil dari depertemen, atau sekelompok departemen yang
beroperasi di bawah kendali dan wewenang seorang manajer yang
bertanggungjawab. Setiap unit organisasi yang disiapkan laporan
prestasinya disebut pusat pertanggungjawaban.

178
Menurut Slamet Sugiri (2015) Pusat Pertanggungjawaban diklasifikasikan
menjadi empat (4) yaitu:
1. Pusat Biaya (cost center) secara financial hanya bertanggung
jawab atas terjadinya biaya.
2. Pusat Pendapatan (revenue center) bertanggung jawab atas
timbulnya pendapatan, baik dari penjualan barang dagang, dari
barang jadi, maupun dari jasa.
3. Pusat Laba (profit center) bertanggung jawab terhadap laba, yaitu
selisih antara pendapatan dan laba.
4. Pusat Investasi (investment center) bertanggung jawab terhadap
hubungan antara laba dan seluruh investasi.

Pusat Pertanggungjawaban Biaya (Cost Center)


Menurut Mulyadi (2001), Pusat Biaya adalah Pusat pertanggungjawaban
yang manajernya diukur prestasinya, atas dasar biayanya (nilai
masukannya). Menurut Hansen dan Mowen (2006), Pusat biaya adalah
suatu pusat pertanggungjawaban yang manajernya bertanggung jawab
hanya biayanya.

Pusat biaya merupakan pusat pertanggung jawaban yang mengelola


masukan dan menghasilkan keluaran, tetapi keluaran yang dihasilkan tidak
digunakan sebagai dasar ukuran prestasi manajernya. Hal tersebut
dikarenakan, keluaran pusat biaya sulit diukur dengan satuan uang,
keluaran pusat biaya dapat diukur dengan satuan uang, tetapi keluaran
tidak dapat dipengaruhi (dikendalikan) oleh manajer pusat
pertanggungjawaban.

Pusat Biaya, (cost center) suatu pusat tanggung jawab dimana manajer
diserahi tanggung jawab untuk mengendalikan biaya yang terjadi diunit
tersebut dan otorisasi untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi
biaya tersebut. Kinerja manajernya akan diukur dari segi biaya yang
dikendalikanya atau efisiensi biaya produksi. Contoh: manajer bagian
produksi/pabrik, dimana manajer ini bertanggungjawab atas efisiensi

179
biaya produksi. Wewenangnya adalah menentukan besarnya biaya bahan
baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Menurut Mulyadi (2001), Pusat biaya dapat dibedakan menjadi dua (2)
yaitu :
1. Biaya kebijakan (discretionary expense center) adalah pusat
pertanggungjawaban yang sebagian besar masukannya tidak
mempunyai hubungan dengan keluarannya.
2. Biaya teknik (engineereed expense center) adalah pusat
pertanggungjawaban yang sebagian besar masukannya mempunyai
hubungan yang nyata dan erat dengan keluarannya.

Menurut Bambang Hariadi (2002), dalam sistem akuntansi


pertanggungjawaban terdapat unsur-unsur pertanggungjawaban biaya
meliputi:
1. Kode Rekening
Kode rekening merupakan salah satu elemen penting dalam menunjang
efektivitas akuntansi biaya karena didalam sistem akuntansi
pertanggungjawaban pengumpulan dan pelaporan biaya dihubungkan
dengan jenjang manajemen yang bertanggung jawab akan terjadinya
biaya. Tujuannya adalah untuk menghasilkan informasi akuntansi guna
mengukur kinerja manajer pusat biaya. Dalam pemberian kode rekening
buku besar, digunakan metode kelompok yaitu untuk tiap rekening buku
besar diberi kode dengan jumlah angka yang tepat dan kedudukan tiap-
tiap angka dalam kode tersebut mempunyai arti masing-masing.

Cara pelaksanaan pemberian kode rekening yang digunakan dalam sistem


akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut:
Rekening buku besar dibagi enam kelompok:
1. Aktiva
2. Utang
3. Modal
4. Penghasilan

180
5. Biaya
6. Penghasilan dan Biaya Luar Usaha

Kemudian jika terdapat jenjang dalam organisasi, tingkat direksi, tingkat


departemen dan tingkat bagian, maka jenjang organisasi diberi kode
dengan memakai tiga angka, misalnya departemen penjualan memiliki
kode-410.

Posisi angka dalam kode rekening biaya akuntansi pertanggungjawaban


terbagi dua yaitu kelompok pertama menunjukan tempat terjadinya biaya
dan kelompok kedua menunjukan kode jenis biaya dan penghasilan yang
digolongkan sesuai dengan objek pengeluaran atau penerimaan. Tempat
terjadinya biaya, penghasilan dan investasi dikaitkan dengan pusat-pusat
pertanggungjawaban pada tingkat manajemen dalam organisasi.
1. Menunjukan Tempat Terjadinya Biaya
X X X X

Kelompok Biaya

Pusat Biaya Manajer

Pusat Biaya Kepala Bagian

Pusat Biaya Kepala Seksi

2. Menunjukan kode jenis biaya atau penghasilan


X X X

Kelompok Jenis Biaya

Jenis Biaya

Terkendalikan/tidak

181
2. Anggaran Pertanggungjawaban
Dalam penerapan sistem akuntansi pertanggungjawaban, adanya
anggaran yang disusun oleh tiap-tiap pusat pertanggungjawaban
berdasarkan struktur organisasi perusahaan dalam menggolongkan biaya
dan pendapatan sesuai dengan manajemen yang bertanggung jawab atas
keduanya.

Menurut Bambang Hariadi (2002), ada beberapa hal penting mengenai


anggaran yang perlu diperhatikan setiap perusahaan yang menerapkan
sistem akuntansi pertanggungjawaban yaitu:
1. Apabila selama periode anggaran terjadi perubahan yang signifikan
atas asumsi-asumsi yang dijadikan sebagai dasar penyusunan
anggaran maka anggaran tersebut harus diperbaiki untuk memasukan
perubahan pengaruh perubahan tersebut. Kalau anggaran tidak
sesuai, maka anggaran tersebut akan menjadi nilai-nilai yang
membingungkan untuk dijadikan sebagai alat penolong dalam
mengenai biaya.
2. Anggaran harus mendapat dukungan dari para staf yang menduduki
partisipasi aktif dalam penyusunan maupun pelaksanaannya. Jika
anggaran hanya ditentukan dari atas dan tidak melibatkan orang
bawah, sudah dapat dipastikan bahwa pengendalian biaya sulit
berhasil dan jika terus dipaksakan maka dapat menimbulkan akibat
negatif lain yang tidak perlu.
3. Untuk penetapan anggaran pada tiap-tiap pusat
pertanggungjawaban, harus sudah diklasifikasikan biaya yang dapat
dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan oleh pemimpin pusat
pertanggungjawaban seperti dijelaskan bahwa masalah penentuan
terkendali tidaknya suatu biaya dapat menjadi masalah sensitif
terlebih dalam situasi ketidakpastian yang tinggi.

182
3. Biaya Terkendali dan Tidak Terkendali
Pemisahan biaya menjadi terkendali dan tidak terkendali bagi seseorang
sejak penetapan anggaran adalah sangat penting agar tdak terjadi
tanggung jawab ganda terhadap biaya tertentu dan agar setiap pemimpin
pusat biaya dapat mengetahui dengan jelas batas-batas
tanggungjawabnya.

Menurut Bambang Hariadi (2002), Biaya dapat dikendalikan adalah Biaya


dapat diatur secara langsung pada tingkat pimpinan tertentu atau dapat
dipenuhi secara signifikan oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Mulyadi (2001), Biaya Tidak Terkendalikan adalah Biaya yang
dialokasikan kepada suatu pusat pertanggungjawaban dengan dasar yang
sembarang, tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada manajer
pertanggungjawaban yang bersangkutan sehingga biaya tersebut
merupakan biaya tidak terkendalikan bagi manajer tersebut.

4. Laporan Pertanggungjawaban
Setelah perusahaan menyusun rencana melalui anggara maka seluruh
bentuk penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan, harus dilaporkan
bentuk laporan harus disusun secara sistematis sehingga manajemen
dapat mengetahui persoalan dan dapat melakukan tindakan koreksi yang
diperlukan.

2. Pusat Pendapatan (Revenue Center)


Atkinson et al (2009) mendefinisikan pusat pendapatan adalah “A Revenue
Centers are responsibility centers whose members control revenues, but no
control either the manufacturing or the acquisition cost of the product or
service they sell or the level of investment made in responsibility centers”.
Pusat pendapatan merupakan bagian dari pusat pertanggungjawaban
yang mengontrol pendapatan, tetapi tidak mengontrol manufakturing dan
biaya akuisisi dari produk atau jasa yang dijual atau tingkat investasi yang
dipakai oleh pusat pertanggungjawaban dan manajernya memegang
tanggung jawab untuk menentukan pendapatan sub unitnya. Jadi pusat

183
pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban di dalam suatu organisasi
yang prestasinya dinilai berdasarkan pendapatan dan tidak mengontrol
biaya serta tingkat investasi. Ukuran prestasi pusat pertanggungjawaban
ini yang terpenting adalah pendapatan dan hanya biaya yang dapat
dikendalikan langsung oleh setiap pusat pendapatan.

Pusat Pendapatan suatu pusat tanggung jawab dimana manajer


bertanggungjawab mengenai penjualan untuk mengendalikan
pendapatan. Daerah penjualan sering dikatagorikan sebagai pusat
pendapatan. Kinerja manajernya akan diukur dari pengendalian
pendapatan yang bisa dicapainya dan kemampuan meluaskan pangsa
pasar. Contohnya: manajer pemasaran, manajer ini akan
bertanggungjawab atas peningkatan jumlah barang dan jasa yang dijual
dan jumlah pendapatan. Wewenangnya adalah menetapkan bentuk
strategi strategi pemasaran yang berhubungan dengan pengembangan
produk, promosi, harga, daerah pemasaran dan memberi kepuasan pada
pelanggan, serta strategi lain yang terkait dengan pemasaran dan
penjualan produk atau jasa.

3. Pusat Laba (Profit Center)


Atkinson et al (2009) mendefinisikan pusat laba adalah “Profit Centers are
responsibility centers in which managers and other employees control both
the revenues and the costs of the product or service they deliver”. Pusat
laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang manajernya memiliki
tanggung jawab untuk mengontrol pendapatan dan biaya yang
dikeluarkan untuk produk atau jasa yang dihasilkan, tidak mengontrol
tingkat investasi.

Pusat laba prestasinya dinilai atas dasar selisih antara pendapatan dengan
biaya dalam pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Pada
umumnya pusat laba dibentuk jika perusahaan mempunyai usaha yang
bervariasi sifatnya sehingga manajemen puncak mendelegasikan
wewenangnya ke manajer yang lebih rendah.

184
Pusat Laba, suatu pusat tanggung jawab dimana manajer
bertanggungjawab untuk mengendalikan pendapatan, biaya dan laba yang
terjadi di unit tersebut. Perencanaan dan pengendalian memfokuskan dari
laba dari pusat ini. Kinerja manajernya akan diukur dari kemampuan
manajer menghasilkan laba. Contohnya: manajer cabang, manajer anak
perusahaan. Wewenangnya adalah melakukan pengelolaan terhadap
pendapatan dan biaya

4. Pusat Investasi (Investment Center)


Menurut Hilton et al (2003), pusat investasi adalah “A investment center is
an organizational subunit whose manager is held accountable for the
subunit’s profit and the invested capital used by the sub unit to generate
its profit”. Pusat investasi mengharuskan manajer dan karyawannya
mengontrol pendapatan, biaya dan tingkat investasi dalam pusat
pertanggungjawaban, karena manajernya bertanggungjawab untuk
keuntungan sub unitnya dan penggunaan modal atau investasi ke dalam
sub unitnya akan menghasilkan laba. Jadi pusat investasi dalam suatu
organisasi yang mempunyai pengendalian atas biaya dan pendapatan
serta pengendalian atas dana investasi agar memperoleh laba yang lebih
besar.

Pusat Investasi, suatu pusat tanggung jawab yang satu tingkat lebih tinggi
dari pusat laba. Dalam suatu investasi, manajer bertanggung jawab
terhadap biaya, pendapatan, laba dan jumlah sumber daya yang
diinvestasikan dalam harta yang digunakan oleh pusat tadi. Perencanaan
dan pengendalian investasi yang dihasilkan oleh pusat tanggung jawab
tersebut. Kinerjanya diukur dari hasil yang diperoleh dari investasi (Return
On Investment/ROI). Contohnya: manajer yang diberi wewenang untuk
melakukan proyek investasi yang berhubungan degan sumber pembiayaan
dan penggunaan dana untuk investasi dan operasi.

185
Latihan Diskusi:
1. Mengapa perusahaan membutuhkan informasi akuntansi
pertanggungjawaban?
2. Deskripsikan perbedaan antara sentralisasi dan desentralisasi!
3. Untuk desentralisasi diperlukan pusat-pusat pertanggungjawaban.
Benarkah pernyataan tersebut? Deskripsikan dengan jelas!

“Kalau kita tidak pernah mencoba melalukan hal, maka kita tidak
akan tahu hal itu. Fokus hal yang baik-baik saja”
--Erha--

186
BAB 12
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN DALAM
PENYUSUNAN ANGGARAN

1. Pendahuluan
Salah satu manfaat dari informasi akuntansi pertanggungjawaban adalah
menyusun anggaran, hal ini sangat penting karena dalam operasionalnya,
perusahaan menetapkan tujuan (goals) dan sasaran (objectives) dan
kemudian membuat rencana kerja untuk mencapai tujuan dan sasaran
tersebut. Akibat dari adanya rencana kerja, maka harus dibuat alokasi
biaya yang terkait dengan hal tersebut, hal ini bisa dievaluasi dari proses
penyusunan anggaran.

Proses penyusunan anggaran merupakan proses penyusunan rencana


jangka pendek, dalam kegiatan perusahaan untuk mendapatkan laba,
pemilihan rencana didasarkan atas dampak rencana kerja tersebut
terhadap laba. Sistem penganggaran memiliki peran yang penting dalam
pencapaian tujuan perusahaan. Keberhasilan anggaran untuk mendukung
tujuan perusahaan dapat ditentukan dari sejauh manakah anggaran dapat
memenuhi fungsi-fungsinya. Hal ini tidak terlepas dari sistem
penganggaran yang direncanakan dengan baik. Permasalahan yang
dihadapi adalah apakah sistem penganggaran yang diterapkan perusahaan
dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian manajemen
untuk mencapai tujuan perusahaan dengan maksimal.

2. Pengertian Anggaran
Beberapa ahli mendefinisikan terkait anggaran sebagai berikut:
Robert N, Anthony dan Vijay Govindarajan (2005) “Anggaran merupakan
bagian yang penting untuk perencanaan efektif jangka pendek dan kontrol

187
dalam organisasi, penyelenggaraan anggaran biasanya meliputi satu tahun
dan menyatakan pemasukan dan pengeluaran selama satu tahun”

Mulyadi (2001) menyatakan “Anggaran adalah rencana kerja jangka


pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang
ditetapkan dalam penyusunan program (programming)”. Menurut
Munandar (2001) definisi anggaran adalah ”suatu rencana yang disusun
secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang
dinyatakan dalam unit atau kesatuan moneter yang berlaku untuk jangka
waktu yang akan datang”.

Dari pengertian anggaran di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran


merupakan rencana kerja sistematis yang dinyatakan dalam bentuk nilai
uang dengan uang serta disusun dalam suatu atau beberapa periode
tertentu yang dipakai sebagai alat perencanaan, pengkoordinasian yang
terpadu dan pengendalian tanggung jawab manajemen melalui proses
tertentu. Di dalam perusahaan harus ada komitmen yang kuat antara
manajemen di berbagai level karena itu merupakan harapan manajemen
tentang pendapatan, biaya dan beragam transaksi keuangan dalam jangka
waktu tertentu di masa yang akan datang.

3. Proses Penyusunan Anggaran


Dalam proses penyusunan anggaran ada empat (4) tahap yang dilalui,
yaitu:
1. Tahap persiapan anggaran
Adalah tahap dimana panitia pembuatan anggaran dibentuk
dalam perusahaan, bertugas untuk mengembangkan garis
pedoman yang akan disebarkan ke semua jenjang manajer.
Semua pusat tanggungjawab harus mengikuti garis pedoman
tersebut. Panitia anggaran terdiri dari anggota senior
manajemen, seperti kepala bagian eksekutif, kepala bagian
operasi dan kepala bagian keuangan. Panitia anggaran melakukan

188
peranaan yang penting. Mereka menilai dan juga menyetujui dan
menyesuaikan tiap anggaran.
2. Tahapan ratifikasi
Adalah tahap dimana anggaran akan disahkan, pada tahap ini
tarik menarik antara kepentingan sangat kentara, pemimpin
eksekutif harus dituntut tidak hanya memiliki “managerial skills”
namun harus juga mempunyai “political skills” dan
“salesmanship”.
3. Tahapan implementasi
Adalah tahap dimana anggaran mulai diberlakukan untuk setiap
unit yang sudah ditetapkan. Dalam tahap pelaksanaan anggaran,
hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer keuangan
publik adalah sistem akuntansi, sistem informasi akuntansi, dan
sistem pengendalian manajemen.
4. Tahapan pelaporan dan evaluasi
Adalah tahap terakhir dalam siklus penganggaran. Pada tahap ini
anggaran dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan dan
dievaluasi pelaksanaannya.

4. Karakteristik Anggaran yang Baik


Anggaran yang baik, akan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Anggaran disusun berdasarkan program;
2. Anggaran disusun berdasarkan karakteristik dari pusat
pertanggungjawaban;
3. Anggran mampu menciptakan keselarasan tujuan antara tujuan
individu dan tujuan organisasi secara selaras dengan cara yang
etis;
4. Anggaran harus mampu berfungsi sebagai perencanaan dan alat
pengendalian.

189
5. Manfaat Anggaran
Anggaran yang sudah dibuat akan bermanfaat bagi:
1. Menyelaraskan dengan rencana stratejik;
2. Merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya yang
dimiliki perusahaan;
3. Alat koordinasi dan komunikasi internal setiap umanajer
pertanggungjawaban;
4. Alat pemotivasi kinerja manajer.

6. Jenis-Jenis Anggaran
Di bawah ini jenis-jenis anggaran beserta pengertiannya secara singkat dan
jelas:
1. Anggaran biaya produksi, terdiri dari :
1. Anggaran Biaya Bahan Baku, adalah anggaran mengenai taksiran
bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi,
perhitungannya adalah banyaknya kuantitas bahan baku yang
dibutuhkan dikalikan dengan nilai moneter harga bahan baku
yang dibeli;
2. Anggaran Biaya Tenaga Kerja langsung, adalah anggaran
mengenai taksiran tenaga kerja yang dikonsumsi, perhitunganya
adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan
dikalikan dengan tarif standar untuk setiap waktu yang
dikonsumsi;
3. Anggaran Biaya Overhead Pabrik, adalah anggaran mengenai
taksiran Biaya overhead pabrik yang dibebankan, perhitungannya
adalah membagi jumlah biaya overhead yang dianggarkan pada
kapasitas normal dengan kapasitas normal itu sendiri.

2. Anggaran persediaan
Anggaran ini mengenai persediaan perusahan dalam satu periode
(waktu) tertentu. Anggaran persediaan yaitu merupakan anggaran
yang merencanakan secara terperinci dan jelas berapa nilai
persediaan yang direncanakan ada periode yang akan datang. Dalam

190
perusahaan manufaktur, persediaan dibagi menjadi tiga (3) bagian: (1)
Persediaan Bahan Baku, (2) Persediaan Barang Dalam Proses, dan (3)
Persediaan Barang Jadi.

3. Anggaran Penjualan
Anggaran ini memuat mengenai rencana penjualan selama
periode/waktu anggaran (pada umumnya satu tahun), yang
dinyatakan dalam satuan uang dan juga kuantitas penjualan.
Anggaran ini disusun berdasarkan proyeksi penjualan yang dibuat oleh
perusahaan. Anggaran yang menerangkan secara terperinci dan juga
teliti tentang penjualan perusahaan dimasa yang akan datang, dimana
didalamnya terdapat rencana tentang jenis-jenis barang, jumlah,
harga, waktu maupun tempat penjualan barang tersebut.

Anggaran penjualan sering disebut juga sebagai anggaran kunci dalam


proses penyusunan anggaran, sebab anggaran tersebut merupakan
dasar dari penyusunan jenis-jenis anggaran yang lain, diantaranya
yaitu: Anggaran Produksi, Anggaran Kas, Anggaran Biaya Non
Produksi, serta Anggaran Rugi-Laba.

4. Anggaran untuk Rugi Laba


Anggaran ini menghitung taksiran rugi ataupun laba perusahaan
selama periode (waktu) anggaran, yang sumber data dilihat dari
anggaran penjualan dan anggaran biaya yang dikeluarkan atas barang
yang terjual.

5. Anggaran Neraca
Anggaran yang berisi tentang taksiran posisi keuangan (aktiva, utang,
dan modal) perusahaan pada awal dan akhir periode anggaran.

6. Anggaran Perubahan Posisi Keuangan


Anggaran yang berisi tetag taksiran perubahan utang, aktiva,dan
modal perusahaan selama periode (waktu) anggaran. Dan anggaran

191
jenis yang lain biasanya dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
misalnya ada yang membuat anggaran program, anggaran
pengeluaran modal, anggaran kas dan anggaran lainnya.

Latihan Kasus:
1. Anggaran merupakan implementasi dari rencana dan program kerja.
Mengapa semua program kerja dianggarkan?
2. Perusahaan harus pandai memilah program kerja yang bisa
dilaksanakan jangka pendek (kurang dari 1 tahun) dan program kerja
jangka panjang. Terkait hal itu, apakah anggaran terbagi atas anggaran
jangka pendek dan anggaran jangka panjang? Jelaskan!
3. Jelaskan manfaat dari anggaran yang dibuat perusahaan?
4. Tuliskan dan jelaskan macam-macam anggaran!

“Maka bersabarlah engkau dengan kesabaran yang baik”


--QS Al-Ma’arij: 5--

192
BAB 13
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN DALAM
MANAJEMEN BERBASIS AKTIVITAS

1. Pendahuluan
Aktivitas utama manajemen pada perusahaan profit oriented (berorientasi
laba) adalah mencapai laba yang diharapkan, sehingga hidup perusahaan
bisa berkelanjutan. Setiap aktivitas adalah biaya, sehingga aktivitas dalam
operasional perusahaan harus memperoleh manfaat yang lebih besar dari
pada pengorbanannya.

Manajemen harus berusaha meningkatkan aktivitas yang bernilai tambah


(value-added-activity) dan mengurangi aktivitas yang tidak bernilai
tambah (non-value-added-activity) secara sistematis. Contoh aktivitas
bernilai tambah seperti perancangan dan pengembangan produk, survei
pasar, memproduksi atau menjual produk atau jasa, pelayanan purna jual
dan lain-lain. Sedangkan contoh dari aktivitas yang tidak menambah nilai
seperti: inspeksi, pengerjaan ulang, waktu tunggu, material handling,
penyimpanan bahan buku, barang dalam proses, dan barang di gudang dan
lain-lain. Aktivitas-aktivitas ini harus dikurangi bahkan dihapus sama sekali.

Sistem manajemen biaya berdasarkan aktivitas merupakan pendekatan


yang paling tepat dalam lingkungan yang dinamis khususnya di antara
organisasi-organisasi yang memiliki beragam produk dan pelanggan,
produk yang lebih rumit, siklus waktu produk yang pendek, persyaratan
peningkatan kualitas, dan tekanan persaingan yang ketat yang menuntut
untuk melakukan continues improvement (perbaikan terus menerus).
Continues improvement adalah suatu proses untuk selalu meningkatkan
performance perusahaan dengan upaya menghilangkan “pemborosan”

193
atau waste secara terus menerus. Dengan hilangnya pemborosan, biaya
dapat berkurang, sehingga laba akan meningkat.

Informasi akuntansi pertanggungjawaban memegang peranan yang


penting dalam pengukuran input dan output yang akan digunakan untuk
menentukan performance serta reward bagi masing-masing individu.
Menurut Hansen dan Mowen (2006) akuntansi pertanggungjawaban
adalah alat fundamental untuk pengendalian manajemen dan ditentukan
melalui empat (4) elemen penting, yaitu pemberian tanggung jawab,
pembuatan ukuran kinerja atau benchmarking, pengevaluasian kinerja dan
pemberian penghargaan. Akuntansi pertanggungjawaban bertujuan
mempengaruhi perilaku dengan cara tertentu sehingga seseorang atau
kegiatan perusahaan akan disesuaikan untuk mencapai tujuan bersama.

2. Manajemen Berbasis Aktivitas (Activity-Based


Management)
Menurut Supriyono (2001), manajemen berbasis aktivitas (MBA) adalah
suatu disiplin (sistem yang luas dan pendekatan yang terintegrasi) yang
memusatkan perhatian manajemen pada aktivitas-aktivitas dengan tujuan
untuk meningkatkan nilai yang diterima oleh konsumen dan laba yang
diperoleh dari penyediaan nilai tersebut. Menurut Mulyadi (2001),
manajemen berbasis aktivitas adalah pendekatan pengelolaan terpadu
dan bersistem terhadap aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan
customer value dan laba yang dicapai dari penyediaan value tersebut.

Hilton, et al (2008) menyatakan manajemen berdasarkan aktivitas


digunakan oleh manajemen untuk mengevaluasi biaya-biaya dan nilai-nilai
dari kegiatan proses untuk mengidentifikasi peluang untuk peningkatan
efisiensi. Menurut Hansen dan Mowen (2007) manajemen berbasis
aktivitas (Activity-Based Management/ABM) adalah pendekatan
manajemen yang memusatkan pengelolaan pada aktivitas dengan tujuan
untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap value yang

194
dihasilkan bagi customer dan laba yang dihasilkan dari penyediaan value
tersebut. Sumber utama informasi ABM adalah sistem perhitungan biaya
berdasarkan aktivitas (Activity-Based Costing/ABC). Sedangkan menurut
Blocher, et al (2011) menyatakan bahwa Activity-Based Management
(ABM) yaitu mengelola sumber daya dan aktivitas untuk memperbaiki nilai
produk atau jasa bagi pelanggan serta meningkatkan kompetisi dan
profitabilitas perusahaan.

Pada dasarnya manajemen berbasis aktivitas harus berupa pendekatan


pengelolaan terpadu dan bersistem terhadap aktivitas dengan tujuan
untuk meningkatkan customer value dan laba yang dicapai dari value
tersebut. Sehingga ada dua hal penting yang menjadi fokus:
1. Fokus ke pengelolaan terpadu dan sistematik terhadap aktivitas,
dalam serangkaian kegiatan yang membentuk proses pembuatan
produk dan penyerahan jasa;
2. Bertujuan untuk meningkatkan customer value dan laba, dengan
cara perbaikan berkelanjutan terhadap customer value dan
penghilangan pemborosan yang diakibatkan adanya aktivitas
bukan penambah nilai (non-value-added-activity) dan adanya
aktivitas penambah nilai (value-added-activity) yang tidak
dilaksanakan secara efisien.

Cooper dan Kaplan (2005) mengelompokkan penerapan Activity-Based


Management ke dalam dua (2) kategori:
1. Activity-Based Management operasional
Activity-Based Management operasional meningkatkan efisiensi
operasi dan tingkat penggunaan aset serta menurunkan biaya,
fokusnya adalah melakukan sesuatu dengan benar dan melakukan
aktivitas dengan lebih efisien.
2. Activity-Based Management Strategis
Berusaha meningkatkan permintaan akan aktivitas dan profitabilitas
pada efisiensi aktivitas saat ini atau efisiensi aktivitas yang telah

195
ditingkatkan. Activity-Based Management strategis berfokus pada
pemilihan aktivitas yang tepat untuk operasi perusahaan.

Keunggulan yang dimiliki oleh Activity-Based Management adalah:


1. Activity-Based Management mengukur efektifitas proses dan aktivitas
bisnis dan mengidentifikasi bagaimana proses dan aktivitas tersebut
bisa diperbaiki untuk menurunkan biaya dan meningkatkan nilai bagi
pelanggan;
2. Activity-Based Management memperbaiki fokus manajemen dengan
cara mengalokasikan sumber daya untuk menambah nilai aktivitas
kunci, pelanggan, dan metode untuk mempertahankan keunggulan
bersaing perusahaan;
3. Activity-Based Management bisa diterapkan di berbagai jenis
perusahaan termasuk manufaktur, jasa, instansi pemerintah dan lain-
lain;
4. Activity-Based Management mampu memberikan informasi
mengenai bidang operasional dalam bisnis. Mana yang merupakan
aktivitas penambah nilai (value-added-activity) dan mana yang bukan
penambah nilai (non-value-added-activity);
5. Activity-Based Management membantu perusahaan dalam
menghasilkan anggaran keuangan lebih akurat.

Kelemahan Activity-Based Management:


Activity-Based Management dalam penerapannya berbiaya mahal karena
semua aktivitas dari setiap bagian organisasi harus direncanakan secara
akurat, itu membutuhkan waktu dan biaya.

Dimensi Manajemen Berbasis Aktivitas


Menurut Hansen dan Mowen (2007) terdapat dua (2) dimensi pada
Manajemen Berbasis Aktivitas yaitu:
1. Cost Dimension
Menyediakan informasi tentang sumber ekonomi, aktivitas, produk
serta konsumen. Dalam dimensi ini dilakukan penelusuran biaya ke

196
setiap aktivitas, kemudian biaya setiap aktivitas dibebankan ke produk
Dimensi ini sangat bermanfaat untuk product costing, managemen
biaya strategik serta tactical analysis. Menekankan pada ketelitian
alokasi biaya aktivitas ke setiap produk.
2. Process Dimension
Menyediakan informasi tentang mengapa suatu aktivitas dilaksanakan
dan bagaimana pelaksanaannya. Dimensi ini ingin mengetahui kinerja
setiap aktivitas yang dilakukan perusahaan. Dimensi ini menunjukan
informasi tentang continues improvement yang dilakukan perusahaan.

Penerapan Manajemen Berbasis Aktivitas


Atkinson (2009) menyatakan secara spesifik analisis aktivitas dapat
dilaksanakan melalui empat (4) tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Identifikasi tujuan proses
Tujuan dari proses ini diketahui dari keinginan atau harapan konsumsi
dari proses tersebut.
2. Pencatatan aktivitas
Mencatat seluruh aktivitas yang digunakan untuk produk atau jasa
dari awal sampai akhir.
3. Klasifikasi
Mengklasifikasikan seluruh aktivitas sebagai value added maupun non
value added.
4. Perbaikan berkelanjutan
Meningkatkan efisiensi seluruh aktivitas dan merencanakan aktivitas
yang tak bernilai tambah secara berkesinambungan.

Menurut Hansen dan Mowen (2007) Activity Based Management lebih


komprehensive dibandingkan dengan Activity Based Costing. Activity
Based Management memiliki dua (2) tujuan utama, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dengan menyajikan
informasi biaya yang lebih akurat;
2. Melakukan pengurangan biaya dengan mendorong dilakukannya
program-program pengurangan biaya.

197
Tujuan dari Activity Based Management adalah untuk mengidentifikasi
dan menghilangkan aktivitas dan biaya tak bernilai tambah. Aktivitas yang
tidak bernilai tambah adalah operasi yang (1) tidak perlu dan tidak penting
(2) perlu tapi tidak efisien dan tidak dapat dikembangkan. Biaya yang tidak
bernilai tambah adalah hasil dari beberapa aktivitas, biaya dari beberapa
aktivitas yang bisa dihilangkan tanpa mengurangi kualitas produk, daya
guna, dan nilai yang dirasakan. Tujuan keseluruhan Activity Based
Management adalah meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Sumber: Akuntansi Manajerial Hansen dan Mowen (2007)


Gambar 13.1
Model Implementasi Activity-Based Management

Manfaat Manajemen Berbasis Aktivitas


Manfaat Manajemen Berbasis Aktivitas menurut Supriyono
(2001) adalah:
1. Mengukur kinerja keuangan dan pengoperasian (non keuangan)
organisasi dan aktivitas-aktivitasnya;
2. Menentukan biaya-biaya dan profitabilitas yang benar untuk setiap
tipe produk dan jasa;
3. Mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas bernilai tambah dan tidak
bernilai tambah;

198
4. Mengelompokkan aktivitas-aktivitas (faktor-faktor yang men-driver
biaya-biaya) dan mengendalikannya;
5. Mengefisiensikan aktivitas bernilai tambah dan mengeliminasi
aktivitas-aktivitas tak bernilai tambah;
6. Menjamin bahwa pembuatan keputusan, perencanaan, dan
pengendalian didasarkan pada isu-isu bisnis yang luar dan tidak
semata berdasarkan pada informasi keuangan;
7. Menilai penciptaan rangkaian nilai tambah untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan konsumen.

Proses Manajemen Berbasis Aktivitas


Business process analysis:
1. Pengurangan biaya (cost reduction) dilandasi oleh keyakinan bahwa
pemahaman secara mendalam terhadap proses bisnis dan
improvement berkelanjutan terhadap proses tersebut merupakan
penentu efektivitas pengelolaan biaya;
2. Pergeseran paradigma terhadap organisasi; dari organisasi sebagai
sekelompok fungsi/departemen ke organisasi sebagai sekumpulan
proses.

Business Process Analysis dilakukan dengan tujuan untuk:


1. Memberikan panduan dalam program pengurangan biaya dan
cycle time;
2. Improvement terhadap kualitas proses;
3. Usaha lain dalam meningkatkan kinerja organisasi.

Tahap Business Process Analysis:


1. Mengidentifikasi business process;
2. Mengidentifikasi subprocess dan activities;
3. Melaksanakan process value analysis;
4. Mengembangkan rencana improvement.

199
Process Value Analysis
Process Value Analysis merupakan suatu analisa yang menghasilkan
informasi tentang mengapa dan bagaimana suatu aktivitas atau pekerjaan
dilakukan. Analisa ini menekankan pada upaya untuk memaksimumkan
sistem penilaian kinerja secara keseluruhan dari pada performance
individu. Process Value Analysis dilakukan dengan tiga (3) langkah di
bawah ini:
1. Driver Analysis untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
biaya suatu aktivitas
Setiap aktivitas pasti membutuhkan input dan menghasilkan output.
Input aktivitas merupakan sumber-sumber ekonomi yang dibutuhkan
dalam melaksanakan suatu aktivitas, sedangkan output aktivitas
merupakan produk yang dihasilkan dari suatu aktivitas. Output yang
dihasilkan oleh suatu akitivitas perlu diukur dalam satuan kuantitatif
tertentu yang disebut dengan Activity Output Measure.
Apabila permintaan akan suatu aktivitas berubah akan menyebabkan
perubahan jumlah biaya aktivitas, akan tetapi satuan ukuran output
aktivitas tidak selalu berhubungan langsung dengan penyebab
timbulnya biaya suatu aktivitas. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
analisa yang disebut dengan analisa driver. Analisa Driver bertujuan
untuk menunjukan penyebab munculnya biaya aktivitas.
2. Activity Analysis untuk menentukan aktivitas apa yang dilakukan,
jumlah pekerja yang telibat, waktu dan sumber ekonomi yang
digunakan serta rekomendasi bagi manajemen tentang aktivitas
tersebut.

Analisa aktivitas merupakan inti dari process value analysis. Analisa


aktivitas merupakan suatu proses identifikasi, penjabaran serta evaluasi
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh suatu organisasi. Analisa aktivitas
diharapkan mampu menjawab empat (4) pertanyaan berikut ini:
1. Aktivitas-aktivitas apa saja yang dilaksanakan?
2. Berapa jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam pelaksanaan setiap
aktivitas?

200
3. Berapa jumlah waktu dan sumber-sumber ekonomi lainnya yang
dibutuhkan oleh setiap aktivitas?
4. Bagaimana manfaat aktivitas bagi organisasi secara keseluruhan
organisasi termasuk rekomendasi untuk teyap mempetahankan nilai
tambah setiap aktivitas bagi organisasi.
Dari empat (4) hal tersebut di atas, hasil akhir dari suatu analisa
aktivitas adalah penentuan nilai tambah setiap aktivitas bagi organisasi.
Oleh karena itu dalam analisa aktivitas, aktivitas dapat dibedakan menjadi
dua (2) jenis aktivitas yaitu:
1. Aktivitas bernilai tambah (value-added activities)
Merupakan aktivitas yang diperlukan untuk tetap dapat
mempertahankan kegiatan operasional perusahaan. Dapat pula
dikatakan bahwa aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang
diperlukan dan sudah dilaksanakan dengan efisien. Biaya untuk
melaksanakan aktivitas bernilai tambah disebut dengan biaya aktivitas
bernilai tambah. Biaya ini merupakan biaya yang seharusnya terjadi
dalam melaksanakan suatu aktivitas. Aktivitas yang dapat
dikategorikan sebagai aktivitas bernilai tambah meliputi:
1. Required Activities, merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan
untuk memenuhi peraturan atau perundangan yang berlaku.
2. Discretionary activities, merupakan aktivitas yang dilakukan untuk
memenuhi tiga (3) kriteria berikut yaitu: (1) aktivitas
menyebabkan adanya perubahan sifat atau bentuk; (2)
perubahan sifat atau bentuk tidak dapat dilakukan oleh aktivitas
sebelumnya; (3) aktivitas yang memungkinkan aktivitas lain untuk
dilaksanakan.
2. Aktivitas tidak bernilai tambah (non value-added activities)
Merupakan aktivitas yang tidak diperlukan atau diperlukan tetapi
dilaksanakan dengan tidak efisien. Biaya untuk melaksanakan aktivitas
ini disebut dengan biaya aktivitas tidak bernilai tambah. Biaya inilah
yang harus dieliminasi karena menimbulkan adanya pemborosan.

201
Contohnya:
1. Scheduling, merupakan aktivitas penjadwalan proses produksi
untuk setiap jenis produk.
2. Moving, merupakan aktivitas pemindahan bahan, barang dalam
proses dan barang jadi dari satu departemen ke departemen lain.
3. Waiting, merupakan aktivitas menunggu tersedianya bahan baku,
menunggu datangnya Barang Dalam Proses yang dikirimkan dari
bagian atau departemen lain.
4. Inspeksi, merupakan aktivitas pemeriksaan barang untuk
meyakinkan bahwa barang telah memenuhi spesifikasi atau
kualitas yang diharapkan.
5. Storing, merupakan aktivitas penyimpanan bahan, Barang Dalam
Proses, produk selesai sebagai persediaan di gudang menunggu
waktu pemakaian atau pengiriman.

Hasil akhir yang ingin dicapai dalam analisa aktivitas adalah penurunan
biaya (cost reduction) yang ditimbulkan karena adanya continues
improvement. Dalam lingkungan yang kompetitif, perusahaan harus
mampu mengirimkan produk yang diinginkan konsumen, dalam waktu
yang tepat serta harga yang rendah. Hal ini mendorong perusahaan harus
selalu melakukan perbaikan yang terus menerus dalam melaksanakan
aktivitasnya. Mencapai Pengurangan Biaya dimana aktivitas tak bernilai
tambah dapat diidentifikasi. Ada empat (4) cara bisa digunakan untuk
mengurangi biaya tak bernilai tambah:
1. Mengurangi Aktivitas (Activity reduction). Cara ini digunakan secara
sederhana pada aktivitas, dengan mengurangi waktu atau sumber
daya yang digunakan untuk aktivitas tersebut (pengurangan non-
value-added activities).
2. Menghilangkan Aktivitas (Activity elimination). Pendekatan ini
mengasumsikan aktivitas tersebut sepenuhnya tidak perlu
(penghilangan non-value-added activities).

202
3. Memilih Aktivitas (Activity selection). Di bawah strategi ini, aktivitas
yang paling efisien yang dipilih dari serangkaian alternatif (pemilihan
value-added activities).
4. Membagi Aktivitas (Activity sharing). Cara ini menemukan jalan untuk
mendapatkan pencapaian yang lebih dari sebuah aktivitas yang telah
ada dengan mengkombinasikan fungsi pada beberapa cara yang lebih
efisien (pemanfaatan optimum value-added activities). Contohnya
adalah menggunakan suku cadang yang sama pada beberapa produk
yang berkaitan daripada mendesain tiap produk untuk menggunakan
suku cadang khusus.

Activity Performace Measurement


Activity Performace Measurement yaitu pengukuran performance dalam
pelaksanaan suatu aktivitas dengan menggunakan alat ukur finansial
maupun non finansial. Alat ukur yang digunakan harus mampu
mengetahui bagaimana suatu aktivitas dilaksanakan dan hasil yang
dicapai. Alat ukur ini juga diharapkan mampu menunjukan perbaikan yang
secara terus menerus dilakukan perusahaan. Penilaian dipusatkan pada
tiga (3) hal yaitu:
1. Waktu
1. Reliability: Jumlah pengiriman yang tepat waktu
2. Responsiveness: Cycle time (waktu untuk melaksanakan 1
aktivitas), Velocity (jumlah output aktivitas yang dihasilkan dalam
satuan waktu tertentu)
3. Manufacturing cycle efficiency: Waktu pemprosesan/(waktu
proses + waktu perpindahan + waktu inspeksi + waktu tunggu)
2. Kualitas: jumlah produk cacat, jumlah produk cacat/total produksi,
persentase kegagalan eksternal, jumlah sisa bahan atau jumlah bahan
yang digunakan. Untuk aktivitas pembelian ukuran kualitas dapat
dinilai dengan jumlah kesalahan atau jumlah total permintaan
pembelian, jumlah kesalahan setiap order pembelian.

203
3. Efisiensi
1. Efisiensi operasi: Output/bahan, Output/Jam Tenaga Kerja
Langsung, Output/jam mesin
2. Efisiensi mesin: Persentase kapasitas mesin yang terpakai
3. Persediaan: Perputaran persediaan, Jumlah persediaan, Lamanya
persediaan

Analisa Selisih
Dalam penilaian kinerja berbasi aktivitas, perlu ditindak lanjuti dengan
melakukan analisa selisih. Pertama-tama penilaian kinerja dilakukan
dengan membandingkan antara anggaran dan pelaksanaannya untuk
setiap aktivitas. Perbedaannya akan merupakan selisih (variance) yang
dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Selisih ini kemudian dapat
dianalisa dengan memisahkan unsur tetap dan variabelnya. Dalam analisa
selisih juga dilakukan untuk setiap aktivitas dengan perincian sebagai
berikut:
1. Selisih biaya aktivitas tetap (fixed activity variance)
Selisih untuk elemen biaya aktivitas yang sifatnya tetap dapat
dijabarkan menjadi 3 selisih, yaitu:
1. Fixed spending variance. Merupakan selisih yang disebabkan
karena perbedaan tarif yang telah ditentukan untuk setiap
aktivitas dengan cost driver yang telah ditetapkan.
2. Fixed volume variance. Merupakan selisih yang menunjukan biaya
untuk aktivitas yang tidak bernilai tambah
3. Unused activity variance. Menunjukan adanya kapasitas yang
berlebihan untuk suatu aktivitas.
2. Selisih biaya aktivitas variabel (variable activity variance)
1. Variabel spending variance. Merupakan selisih harga yang baru
akan terjadi apabila harga yang dibayar untuk satu unit sumber
ekonomi berbeda dengan yang dianggarkan.
2. Variabel effisiensi variance. Merupakan biaya aktivitas tidak
bernilai tambah yang terjadi untuk melakukan aktivitas tersebut.

204
Latihan kasus:
1. Apakah implementasi Activity Based Management bisa membuat
perusahaan beroperasional secara efisien, beri contoh
perbandingannya antara penerapan ABM dan tradisional?
2. Kekuatan dan kelemahan ABM apa saja?
3. Apa perbedaan aktivitas yang tidak menambah nilai dan aktivitas
penambah nilai? Berikan contohnya!
4. Bagaimana cara mengurangi aktivitas yang tidak menambah nilai?

“ Orang yang paham betul dan percaya betul,,, akan mengatakan


jujur itu hebat, dan jujur itu penyelamat...”
--kata bijak--

205
206
BAGIAN IV
MATERI PENDUKUNG

207
208
BAB 14
BALANCED SCORECARD

1. Pendahuluan
Perusahaan masuk dalam pasar global mengharuskan bertemu dengan
persaingan ketat. Hal terpenting yang menjadi kunci utama adalah adanya
kualitas total baik untuk kualitas total, kualitas biaya, kualitas pengiriman
barang, kualitas pelayanan, dan kualitas lainnya yang bertujuan
memberikan kepuasan pada konsumen. Jika perusahaan mampu
melakukan perhatian terhadap kualitas total, maka akan terdapat
pelanggan yang loyal, di sinilah perlu disadari bahwa “keunggulan” dan
nilai merupakan hal yang tidak bisa diremehkan, karena akan membawa
perusahaan ke persaingan global. Keberhasilan dari perusahaan secara
keseluruhan berasal dari adanya kinerja yang baik dari setiap segmen
usaha.

Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang


penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan
perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk
menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak
manajemen juga dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan
sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu.

Pada penilaian kinerja tradisional, perusahaan sangat terbiasa


menggunakan ukuran Return On Investment (ROI), Profit Margin, Rasio
Operasi, Biaya Standar dan pengukuran lainnya yang berorientasi terhadap
kinerja keuangan.

Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang riil mengenai


keadaan perusahaan karena tidak memperhatikan hal-hal lain di luar sisi

209
finansial misalnya sisi pelanggan yang merupakan fokus penting bagi
perusahaan dan karyawan, padahal dua hal tersebut merupakan roda
penggerak bagi kegiatan perusahaan.

Saat ini metode yang paling mendapat perhatian banyak pihak dalam
hubungannya dengan penyusunan strategi bisnis adalah Balanced
Scorecard (BSC). Termasuk dalam menyusun strategi lingkungan dalam
pengelolaan sumberdaya alam.

Konsep Balance Scorecard diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan seorang


profesor pimpinan pengembangan pada Harvard Business School dan
David P. Norton seorang pimpinan Akademi Renaissance Solutions, Inc.
Combining.

Pengukuran dengan menggunakan Balance Scorecard akan menentukan


kinerja yang akan dicapai dengan jelas dan dapat diimplementasikan
sesuai dengan kebutuhan bisnis yang ada. Metodologi yang digunakan
untuk menciptakan panduan ini menjadikan patokan baku yang sangat
baik untuk menentukan strategi yang harus diambil dalam menentukan
suatu kebijaksanaan yang berdasarkan pada semua kegiatan dari
perusahaan.

Balanced scorecard merupakan kerangka manajemen yang


menerjemahkan visi dan misi perusahaan ke dalam satu set pengukuran
kinerja berdasarkan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton, 2000).

Perusahaan menggunakan Balanced Scorecard sebagai sebuah sistem


manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang.
Perusahaan menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard untuk
menghasilkan berbagai proses manajemen seperti:

210
1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan misi perusahaan.
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran
strategis.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan
berbagai inisiatif strategis.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis (Kaplan
dan Norton, 2000).

2. Konsep Balanced Scorecard


Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu scorecard (kartu nilai) dan
balanced (berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur
kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan,
serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta berimbang (balanced)
artinya kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan
dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.

Balanced Scorecard
Balance Scorecard bukan menggantikan laporan keuangan, strategi atau
kebijakan yang sudah ada pada perusahaan, namun Balance Scorecard
adalah suatu alat pengelolaan terhadap perkembangan semua bisnis yang
berlaku di seluruh penjuru dunia pada abad ini. Kaplan dan Norton
menjelaskan bahwa Balance Scorecard adalah sebagai alat penunjang
pengukur keuangan kinerja masa lalu dengan mengukur arahan kinerja
pada masa yang akan datang. Tujuan dan ukuran scorecard adalah hasil
breakdown dari strategi dan visi perusahaan. Tujuan dan ukuran kinerja
menurut perusahaan terdiri dari empat (4) pandangan yaitu:
1. Keuangan
2. Pelanggan
3. Proses Bisnis Internal
4. Pembelajaran dan pertumbuhan
Ke empat pandangan tersebut di atas merupakan kerangka kerja dari
Balance Scorecard.

211
Gambar 14.1
Perspektif Balanced Scorecard

Keunggulan terbesar dari Balanced Scorecard adalah memberikan


wewenang pimpinan perusahaan melakukan peninjauan terhadap
kegiatan perusahaan dari empat atau pandangan yang berpautan satu
sama lain. Hal ini menghubungkan strategi dengan kinerja di samping itu
tetap mempertahankan pengukuran keuangan saat ini yang
menggambarkan kinerja yang terdahulu. Balanced Scorecard akan
memberikan jawaban terhadap empat pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana cara user melihat kita ? (Pandangan Pelanggan)
2. Kelebihan apa yang harus kita tampilkan ? (Pandangan Intern)
3. Dapatkah kita secara berkelanjutan menciptakan dan
mengembangkan nilai perusahaan ? (Pandangan pembelajaran
dan penciptaan)
4. Bagaimana cara kita melihat stakeholders ? (Pandangan
Keuangan)

Balanced scorecard merupakan alat komunikasi antara manajemen


organisasi dengan karyawan. Dengan menggunakan balanced scorecard,
rencana-rencana bisnis strategis akan mencapai setiap orang dalam
organisasi, karena semua orang dalam organisasi telah memiliki alat
komunikasi yang sama. Apabila rencana-rencana strategis bisnis itu

212
dinyatakan dalam bentuk pengukuran dan target, karyawan dapat
mengerti dan mengkaitkan dengan apa yang akan terjadi. Hal ini akan
mengarah pada pelaksanaan rencana-rencana strategis yang lebih baik
(Gasperzs, 2005).

Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran,


dan pengendalian yang dapat memberikan pemahaman tentang kinerja
bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat
perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,
serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab
akibat, perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan oleh
tolak ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai pendorong
(Yuwono et al, 2006).

3. Perspektif dalam Balanced Scorecard


Dalam empat (4) perspektif, maka harus ada hal yang diutamakan:
1. Financial, pada perspektif ini perusahaan harus berorientasi pada
pemegang saham;
2. Customer, pada perspektif ini perusahaan harus menjadi supplier
utama yang paling dibutuhkan pelanggan;
3. Internal Bussiness Process, pada perspektif ini perusahaan harus
mampu mengidentifikasikan proses bisnis apa yang terbaik yang
harus dilakukan dalam jangka panjang;
4. Learning and Growth, pada perspektif ini perusahaan harus
mampu menciptakan value (nilai) secara berkelanjutan terutama
yang berhubungan dengan kemampuan dan motivasi karyawan.

1. Perspektif Keuangan
Dalam Perspektif Keuangan, perusahaan menggunakan ukuran dalam
perspektif keuangan yang harus memainkan peran ganda, yaitu
menentukan kinerja keuangan yang diharapkan dari strategi
organisasi dan menjadi sasaran akhir dari tujuan dan ukuran
perspektif lainnya. Tujuan ini memberikan penegasan bahwa

213
perusahaan harus mampu menghasilkan laba, sehingga kontribusi
penerapan strategi bisa dilihat pengaruhnya terhadap laba
perusahaan. Laba di perusahaan biasanya diukur oleh tingkat
kembalian investasi (ROI), nilai tambah ekonomis, arus kas yang
dihasilkan atau pertumbuhan penjualan. Setiap ukuran yang dipilih
harus menjadi bagian dari suatu hubungan sebab akibat yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Penentuan tolak ukur keuangan diawali dengan penentuan posisi
strategis perusahaan pada daur bisnis yang terbagi dalam tiga (3)
tahapan, yaitu:
1. Tahap Awal Pertumbuhan (Early Stage Company)
Pada tahapan awal dari siklus kehidupan bisnis ini, perusahaan
membangun dan mengembangkan fasilitas produksi,
membangun kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung
terciptanya hubungan global, membina dan memelihara serta
mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan. Tujuan
keuangan pada tahap ini adalah tingkat pertumbuhan
pendapatan dan tingkat pertumbuhan penjualan dalam pasar
yang telah ditargetkan.
2. Tahap Keberlangsungan (Sustainable Stage Company)
Pada tahap ini perusahaan diharapkan mampu mempertahankan
pangsa pasar yang dimilikinya. Tujuan keuangan pada tahap ini
antara lain adalah tingkat profitabilitas, tingkat pengembalian
investasi, tingkat pengembalian modal, dan nilai tambah
ekonomis.
3. Tahap Kematangan (Mature Stage Company)
Pada tahap ini perusahaan menuai investasi yang dibuat pada dua
tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi membutuhkan investasi
yang besar, cukup untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas.
Tujuan keuangan pada tahap ini adalah memaksimalkan arus kas
yang masuk ke perusahaan dan penghematan kebutuhan modal
kerja (Kaplan dan Norton, 2000).

214
2. Perspektif Pelanggan
Dalam Perspektif Pelanggan, perusahaan melakukan identifikasi
pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Dengan
perusahaan akan mengukur kinerja dari target segmen pasar tersebut.
Pengukuran bisa dilihat dari kepuasan konsumen dan bertambahnya
pelanggan sampai ke adanya pelanggan yang loyal. Perusahaan harus
mengidentifikasi berbagai segmen pasar, baik dalam populasi
pelanggan yang ada saat ini maupun pelanggan potensial dan
kemudian memilih segmen mana yang akan dimasuki.
Mengidentifikasi proporsi nilai yang akan diberikan kepada segmen
sasaran menjadi kunci dalam pengembangan tujuan dan ukuran
perspektif pelanggan, karena kinerja yang buruk dari perspektif ini
akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan. Untuk dapat
melakukan pengukuran kinerja organisasi terhadap perspektif
pelanggan, maka terdapat dua (2) kelompok pengukuran yang
digunakan, yaitu:
1. Kelompok Pengukuran Pelanggan Utama (Core Measurement
Group)
a. Pangsa Pasar (Market Share)
Pangsa pasar digunakan untuk mengukur proporsi segmen
pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan, meliputi
jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit
penjualan.
b. Retensi Pelanggan (Customer Retention)
Retensi pelanggan digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan hubungan dengan
pelanggan lamanya. Selain mempertahankan pelanggan,
perusahaan dapat mengukur loyalitas pelanggan melalui
persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada
saat ini.
c. Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition)
Akuisisi pelanggan digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memperoleh pelanggan baru. Akuisisi

215
pelanggan dapat diukur dengan banyaknya jumlah pelanggan
baru atau jumlah penjualan kepada pelanggan baru di
segmen yang ada.
d. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Kepuasan pelanggan digunakan untuk mengukur tingkat
kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa yang
diberikan oleh perusahaan. Ukuran kepuasan pelanggan
memberikan umpan balik mengenai seberapa baik
perusahaan melaksanakan bisnisnya.
e. Profitabilitas Pelanggan (Customer Profitability)
Profitabilitas pelanggan digunakan untuk mengukur
keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dari
pelanggan setelah menghitung berbagai pengeluaran yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.
Hubungan kelompok pengukuran pelanggan utama dalam
perspektif pelanggan dapat dilihat pada Gambar 14.2.

Gambar 14.2
Kelompok Pengukuran Pelanggan Utama

2. Proporsi Nilai Pelanggan (Customer Value Proposition)


Proporsi nilai pelanggan menggambarkan atribut yang
diberikan perusahaan sebagai faktor pendorong (performance
driven) bagi kelompok pengukuran pelanggan utama guna

216
menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Proporsi nilai
pelanggan antara lain terdiri dari:
1. Atribut produk atau jasa, digunakan untuk mengukur
harapan pelanggan terhadap produk atau jasa yang diberikan
oleh perusahaan.
2. Hubungan pelanggan, digunakan untuk mengukur usaha
yang dilakukan perusahaan dalam membina hubungan
dengan para pelanggannya.
3. Citra dan reputasi perusahaan, digunakan untuk mengukur
persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa yang diberikan
oleh perusahaan (Kaplan dan Norton, 2000).

3. Perspektif Proses Bisnis Intenal


Dalam Perspektif Proses Bisnis Internal perusahaan harus mampu
mengembangkan tujuan dan ukuran perspektif proses bisnis internal
setelah merumuskan tujuan dan ukuran dalam perspektif keuangan
dan perspektif pelanggan guna memfokuskan kepada proses yang
akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan
dan para pemegang saham. Dalam hal ini perusahaan harus mampu
melakukan identifikasi proses intern yang harus dilakukan oleh
perusahaan dengan amat baik. Proses intern memasukkan proses
inovasi dalam perspektif proses bisnis intern yaitu perencangan
produk dan pengembangan produk. Dengan adanya inovasi ke dalam
proses bisnis intern, maka perusahaan berusaha untuk selalu
memberikan kepuasan pada pelanggan.

Proses bisnis suatu perusahaan secara umum dapat dikelompokkan ke


dalam tiga (3) bagian utama atau yang disebut dengan rantai nilai
proses bisnis internal, yaitu:
1) Inovasi
Proses inovasi dilakukan melalui riset pasar untuk
mengidentifikasi ukuran pasar dan preferensi pelanggan
sehingga perusahaan mampu menciptakan dan menawarkan

217
produk atau jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan
pasar.
2) Operasi
Proses operasi menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan mulai dari penerimaan pesanan sampai dengan
penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan. Proses ini
menitik beratkan pada peningkatan efisiensi produksi,
kualitas produk atau jasa, dan penyerahan produk berkualitas
tepat waktu.
3) Layanan Purna Jual
Tahapan terakhir dari rangkaian proses bisnis internal adalah
layanan purna jual. Layanan purna jual mencakup garansi dan
aktivitas perbaikan serta penggantian produk yang rusak
untuk memenuhi permintaan pemeliharaan produk (Kaplan
dan Norton, 2000).

Gambar 14.3
Perspektif Proses Bisnis Internal

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Dalam Perspektif Proses Pembelajaran dan Pertumbuhan,
perusahaan melihat tiga (3) faktor utama yaitu orang, sistem dan
prosedur organisasi. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang
memungkinkan tujuan dalam tiga (3) perspektif lainnya dapat
tercapai. Perspektif ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus
dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan

218
peningkatan kinerja jangka panjang. Tujuan dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong
dihasilkannya kinerja dalam perspektif proses bisnis internal,
perspektif pelanggan, dan perspektif keuangan. Proses pembelajaran
dan pertumbuhan bersumber dari sumber daya manusia, sistem, dan
prosedur organisasi. Tiga (3) faktor utama yang harus diperhatikan
dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan antara lain:
1. Kemampuan Pekerja
Produktivitas pekerja adalah suatu ukuran hasil dan dampak
keseluruhan usaha peningkatan keterampilan pekerja.
Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh
para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk
menghasilkan keluaran tersebut.
2. Kemampuan Sistem Informasi
Agar dapat bekerja dengan efektif di dalam lingkungan bisnis
yang kompetitif dewasa ini, maka diperlukan informasi yang
cepat, tepat, dan akurat mengenai kondisi keuangan, pelanggan,
dan proses bisnis internal perusahaan.
3. Motivasi
Pekerja yang terampil dan dilengkapi dengan akses informasi
yang luas tidak akan memberikan kontribusi bagi keberhasilan
perusahaan jika mereka tidak termotivasi untuk bertindak selaras
dengan tujuan perusahaan atau jika mereka tidak diberikan
kebebasan untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan
(Kaplan dan Norton, 2000).

219
Tabel 14.1
Contoh Ukuran Kinerja Umum Bagi Balanced Scorecard
Di Luar Perspektif Keuangan (Financial)
Perspektif Pelanggan
Perubahan yang
Ukuran Kinerja
diharapkan
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction); Bertambah
Retensi pelanggan (customer retention); Berkurang
Pangsa pasar (market share); Bertambah
Kemampulabaan pelanggan Bertambah
Jumlah pelanggan Bertambah
Perspektif Proses Bisnis Intern
Persentase penjualan dari produk baru Bertambah
Waktu untuk mengenalkan produk baru ke
Berkurang
pasar
Persentase respon terhadap telepon yang
Bertambah
masuk
Persentase pengiriman tepat waktu Bertambah
Persentase barang dalam proses terhadap
Berkurang
penjualan
Selisih biaya standar tidak menguntungkan Berkurang
Persentase produk cacat terhadap total
Bertambah
produk
Biaya kualitas Berkurang
Waktu bongkar pasang (set Up) Berkurang
Persentase keluhan yang langsung ditangani Bertambah
Waktu untuk menangani keluhan pelanggan Berkurang
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Usulan tiap karyawan Bertambah
Nilai tambah karyawan Bertambah
Perputaran karyawan Berkurang
Jam pendidikan dan pelatihan karyawan Bertambah

220
Kunci daripada penerapan BSC adalah:
1. Keterlibatan dari pimpinan tertinggi di peusahaan
2. Menterjemahkan dengan jelas tentang visi dan misi perusahaan
3. Melakukan identifikasi terhadap kinerja yang ada hubungannya
dengan misi dan visi
4. Terjemahkan papan nilai kepada tim, devisi, dan tingkatan fungsi
5. Kembangkan pengukuran yang efektif dan standar yang berarti
(jangka pendek dan panjang, memimpin, dan tertinggal)
6. Kenakan penganggaran yang tepat, Teknologi Informasi,
Komunikasi, dan Sistem Imbal Jasa
7. Melihat BSC sebagai proses kontinius, membutuhkan perbaikan,
penilaian ulang, dan pemutakhiran, dan;
8. Percaya bahwa BSC sebagai fasilitator perubahan kultur dan
organisasi.

Latihan Diskusi:
1. Apa yang dimaksud dengan balanced scorecard, dan mengapa
penilaian ini dibutuhkan pada bisnis masa kini?
2. Ada berapa perspektif dalam balanced scorecard?
3. Supaya BSC sukses, apa yang harus dilakukan perusahaan?
4. Mengapa dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
perputaran karyawan harus dikurangi?
5. Mengapa dalan perspektif proses bisnis internal persentase terhadap
telepon yang masuk harus ditambah?
6. Mengapa dalam perspektif pelanggan, pangsa pasar harus ditambah?

“Pelanggan adalah Raja, dan itu senyatanya. Coba anda berselisih


dengan pelanggan, menang atau kalah maka pelanggan akan
meninggalkanmu.......”
--Katabijak--

221
222
BAB 15
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

1. Pendahuluan
Gagasan tentang Corporate Responsibility (CSR), yang merupakan
kewajiban perusahaan sosial dan lingkungan untuk konstituen dan
masyarakat yang lebih besar. Tanggung jawab sosial bisnis adalah untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan. Perusahaan perlu menerapkan
program-program masyarakat dan kemitraan dengan organisasi non-
pemerintah (LSM) dan non-keuntungan dan yang paling inovatif, yang
menyesuaikan model bisnis mereka sendiri untuk menjadi lebih
bertanggungjawab dan berkelanjutan.

Corporate social responsibility dewasa ini telah menjadi suatu hal yang
sangat penting dan telah pula diimplementasikan oleh banyak perusahaan
dalam berbagai bentuk kegiatan. Corporate Social Responsibility
merupakan penghargaan organisasi untuk kepentingan masyarakat,
ditunjukkan dengan mengambil kepemilikan dampak kegiatannya
terhadap konstituen kunci, termasuk pelanggan, karyawan, pemegang
saham, masyarakat lingkungan, dan di seluruh wilayah operasi mereka.
Singkatnya pelaksanaan CSR memainkan peranan yang cukup penting bagi
keberlanjutan suatu perusahaan. Urgensi CSR ini tidak hanya milik
perusahaan tetapi, para stakeholder dalam hal ini adalah masyarakat
menjadi aktor lain yang juga memiliki kepentingan terhadap CSR. Kegiatan
perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak dalam bidang ekstraksi
sumber daya alam telah berdampak bagi berbagai elemen dalam
kehidupan masyarakat lingkar tambang. Oleh karena itu, perusahaan
haruslah menanggapi berbagai isu yang beredar dalam masyarakat dengan
pengimplementasian CSRnya. Perusahaan memiliki kewajiban sosial atas
apa yang terjadi disekitar lingkungan masyarakat. Selain menggunakan
dana dari pemegang saham, perusahaan juga menggunakan dana dari

223
sumber daya lain yang berasal dari masyarakat (konsumen) sehingga hal
yang wajar jika masyarakat mempunyai harapan tertentu terhadap
perusahaan.

2. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan
hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab
terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan
"pembangunan berkelanjutan", di mana suatu organisasi, terutama
perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan
keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek
ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, melainkan juga harus
menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya
itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.
Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi
perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara
manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak
positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.

CSR merupakan gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi


dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line,
yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja.
Kesadaran atas pentingnya CSR dilandasi pemikiran bahwa perusahaan
tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomi dan legal kepada pemegang
saham (shareholder), tetapi juga kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholder). CSR menunjukkan tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu tanggung jawab
perusahaan pada aspek sosial, lingkungan, dan keuangan.

224
Bateman (2008) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan
sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh perusahaan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakt dengan cara meningkatkan dampak
positif dan mengurangi dampak negatif yang terjadi pada masyarakat di
masa depan karena hasil kontribusi aset yang ditanggung oleh perusahaan
kepada masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat,
khususnya masyarakat yang berkekurangan. Boone dan Kurtz (2007)
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai dukungan
yang diberikan oleh manajemen perusahaan agar perusahaan mampu
mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan, dan kesejahteraan
masyarakat dengan cara mengevaluasi kinerja perusahaan yaitu dengan
mempertimbangkan income statement agar perusahaan dapat mengambil
keputusan dengan benar untuk melakukan pemenuhan kebutuhan utama
masyarakat yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Hartman
dan DesJardins (2008) mengemukakan pendapat bahwa tanggung jawab
sosial perusahaan mencakup berbagai tanggung jawab dan kewajiban
yang dimiliki oleh perusahaan di mana perusahaan harus mengambil
keputusan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik, serta menciptakan
lingkungan yang lebih bersih.

3. Teori dalam Corporate Social Responsibility


Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai adanya tanggung jawab
sosial perusahaan yang terdiri dari:
1. Teori Legitimasi
Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang
diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat. Teori
tersebut dibutuhkan oleh institusi-institusi untuk mencapai
tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Dasar pemikiran
teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut
keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi
beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai
masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan

225
untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya sesuai dengan
batasan dan norma-norma di mana perusahaan itu berada
sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan
menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan
kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh
masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari masyarakat
tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan
sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut
dapat mendorong atau membantu investor dalam melakukan
pengambilan keputusan investasi.
2. Teori Agency
Teori Agency menjelaskan ada konflik kepentingan antara
manajer (agen) dan principal (pemilik). Pemilik ingin mengetahui
semua informasi di perusahaan termasuk aktifitas manajemen
dan sesuatu yang terkait investasi/dananya dalam perusahaan.
Hal ini dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban atas
kinerja manajer. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan
akuntan publik yang mengevaluasi kinerja manajer.
3. Teori Stakeholders
Stakeholder didefinisikan seperti sebuah kelompok atau
individual yang dapat memberi dampak atau terkena dampak
oleh hasil tujuan perusahaan termasuk dalam stakeholder yaitu
stockholders, creditors, employees, customers, suppliers, public
interest groups, dan govermental bodies. Perkembangan konsep
stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan
perusahaan dan kebijakan bisnis dan corporate social
responsibility. Model perencanaan perusahaan dan kebijakan
bisnis fokus pada perkembangan dan penentuan nilai startegi
perusahaan yang dibuat oleh kelompok yang mendukung serta
menghendaki perusahaan terus berlangsung. Model CSR dari
analisis stakeholder melanjutkan model perencanaan perusahaan
yang meliputi pengaruh eksternal dalam perusahaan yang
diasumsikan sebagai posisi lawan. Kelompok lawan dicirikan

226
seperti peraturan atau kelompok khusus yang fokus pada isu-isu
sosial. CSR model mengikuti perubahan permintaan sosial dari
kelompok non tradisional. Teori stakeholder menyediakan aturan
yang tidak sah dalam pembuatan keputusan stategi perusahaan
yang dipelajari dari aktivitas CSR. Teori stakeholder terdiri atas
stakeholder power, stategic posture, dan kinerja ekonomi
berhubungan dengan corporate social disclosure. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu
pengguna laporan keuangan dapat mempengaruhi corporate
social disclosure. Sebaliknya, dimana investor dalam melakukan
investasi dapat menggunakan corporate social disclosure sebagai
pertimbangan selain menggunakan laba.

Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan


bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga (3) level
sebagai berikut:
1. Basic responsibility (BR)
Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang
pertama dari suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan
perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus membayar pajak,
memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan
memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini
tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius.
2. Organization responsibility (OR)
Pada level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan
untuk memenuhi perubahan kebutuhan ”Stakeholder” seperti
pekerja, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya.
3. Sociental responses (SR)
Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara
bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat
sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara
berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam
lingkungannya secara keseluruhan.

227
Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
1. Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar-
besarnya.
2. Tujuan yang terbagi-bagi dan harapan yang membingungkan.
3. Biaya keterlibatan sosial.
4. Kurangnya tenaga terampil di bidang kegiatan sosial.

Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan


1. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah.
2. Terbatasnya sumber daya alam.
3. Lingkungan sosial yang lebih baik.
4. Perimbangan tanggung jawab dan perusahaan.
5. Bisnis mempunyai sumber-sumber daya yang berguna.
6. Keuntungan jangka panjang.

4. Manfaat dan Tujuan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Manfaat adanya CSR melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan baik
pihak internal maupun eksternal yang terdiri atas perusahaan, masyarakat,
dan pemerintah. Bagi perusahaan, manfaat adanya CSR adalah
membangun citra positif perusahaan di mata masyarakat dan pemerintah
sehingga perusahaan dapat menunjukkan bentuk-bentuk tanggung jawab
sosial perusahaan yang diimplementasikan oleh perusahaan tersebut. Bagi
masyarakat, manfaat CSR adalah kepentingan masyarakat dapat
terakomodasi oleh perusahaan. Selain itu, manfaat lainnya bagi
masyarakat adalah memperat hubungan masyarakat dengan perusahaan
dalam situasi win-win solution. Manfaat CSR bagi pemerintah adalah
memiliki partner dalam menjalankan misi sosial dan misi pemerintah
dalam hal tanggung jawab sosial yang di masa depannya pemerintah juga
mempunyai peran ikut serta dalam mengakomodasi masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan mutlak dan kebutuhan
primer.

228
Tujuan adanya CSR adalah agar perusahaan dapat membagi kegiatan yang
dilakukan sesuai dengan norma-norma moral dan etika. Dengan
perusahaan membagi kegiatan yang dilakukan sesuai dengan norma-
norma moral dan etika, perusahaan dapat menciptakan produk yang
mampu memenuhi kebutuhan para penggunanya. Selain agar perusahaan
mampu membagi kegiatan sesuai dengan norma moral dan etika, CSR juga
mempunyai tujuan agar perusahaan dapat menyediakan informasi dan
melakukan promosi yang jujur dan benar mengenai produk yang
dihasilkan. Pada perusahaan manufaktur, CSR merupakan elemen yang
sangat penting karena dengan adanya CSR, perusahaan memberikan
informasi mengenai komposisi, manfaat, tanggal kadaluwarsa produk,
kemungkinan efek samping, cara penggunaan yang tepat, kuantitas, mutu,
dan harga dalam kemasan produknya untuk memungkinkan konsumen
dapat mengambil keputusan yang rasional apakah akan menggunakan
atau tidak akan menggunakan produk tertentu.

Pengungkapan Corporate Social Responsibilty (CSR)


Menurut World Business Council for Sustainable Development
menjelaskan CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia
usaha untuk bertindak secara etis dan memberikan kontribusi kepada
pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat
secara luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya
beserta seluruh keluarganya. Sedangkan, menurut ISO 26000 mengenai
pedoman tanggung jawab sosial yang telah diresmikan November 2011,
CSR adalah Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak
dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan
lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis
yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan
dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional;
serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Perusahaan selain
berorientasi terhadap laba, perusahaan juga bertanggungjawab terhadap
masalah sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas operasional yang dilakukan

229
perusahaan dengan manajemen lingkungan sehingga tidak hanya terbatas
pada orientasi kinerja keuangan perusahaan. Banyak manfaat yang dapat
diperoleh atas aktivitas CSR antara lain: meningkatkan penjualan dan
market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra
perusahaan, menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan daya tarik
perusahaan di mata para investor dan analisis keuangan. Dengan
menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya
mengejar keuntungan jangka pendek, namun juga turut memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat
serta lingkungan sekitar dalam jangka panjang. Dengan melaksanakan CSR
secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan rasa
keberterimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan.

Pengungkapan CSR merupakan bagian dari akuntansi


pertanggungjawaban sosial yang mengkomunikasikan informasi sosial
kepada stakeholder. Menurut Guthrie dan Parker (1990) sebagaimana
dikutip oleh Sayekti dan Ludovicus (2007), pengungkapan informasi CSR
dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk
membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan
dari sisi ekonomis dan politis. Selain itu juga, akuntansi
pertanggungjawaban sosial dapat memberikan informasi mengenai sejauh
mana organisasi atau perusahaan memberikan kontribusi positif maupun
negatif terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya.

Tanggungjawab sosial perusahaan bersifat wajib (mandatory) bagi kriteria


perusahaan tertentu seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pasal 74 menyatakan bahwa: Perseroan yang
menjalankan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dan
tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut merupakan kewajiban
perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan
yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan
kewajaran. Jika Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung

230
jawab sosial akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Selain perusahaan wajib melakukan kegiatan CSR, UU No. 40 Tahun 2007


pasal 66 ayat (2) tentang Perseroan Terbatas juga mewajibkan perusahaan
untuk mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosialnya dalam laporan
tahunan. Namun demikian, item-item CSR yang diungkapkan perusahaan
merupakan informasi yang masih bersifat sukarela (voluntary).

Konsep pelaporan CSR yang digagas oleh GRI adalah konsep sustainability
report yang muncul sebagai akibat adanya konsep sustainability
development. Dalam sustainability report digunakan metode triple bottom
line, yang tidak hanya melaporan sesuatu yang diukur dari sudut pandang
ekonomi saja, melainkan dari sudut pandang ekonomi, sosial dan
lingkungan. Gagasan ini merupakan akibat dari adanya tiga (3) dampak
operasi perusahaan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. GRI Guidelines
menyebutkan bahwa, perusahaan harus menjelaskan dampak aktivitas
perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan dan sosial pada bagian
standard disclosures. Yang kemudian ketiga dimensi tersebut diperluas
menjadi enam (6) dimensi, yaitu: ekonomi, lingkungan, praktek tenaga
kerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung jawab produk.

Saidi dan Abidin (2004) menggambarkan tiga (3) tahap atau paradigma
yang berbeda, diantaranya:
1. Corporate Charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi
keagamaan.
2. Corporate Philanthropy, yakni dorongan kemanusiaan yang
biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk
menolong sesama dan memperjuangkan kemerataan sosial.
3. Corporate Citizenship, yakni motivasi kewargaan demi
mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan
sosial.

231
5. Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Menurut Saidi dan Abidin (2004) ada empat (4) model pola CSR di
Indonesia:
1. Keterlibatan langsung, Perusahaan menjalankan program CSR
secara langsung dengan menyelengarakan sendiri kegiatan sosial
atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, Perusahaan
mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya.
Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di
perusahaan-perusahaan di negara maju.
3. Bermitra dengan pihak lain, Perusahaan menyelenggarakan CSR
melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasi
pemerintah, Instansi Pemerintah, Universitas atau media masa,
baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan
kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu Konsorsium,
perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung
suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.

Peraturan Perundangan CSR


Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for
Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional,
berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim
(working group) yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi
untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance
Standard on Social Responsibility. ISO 26000 menyediakan standar
pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab
sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik
ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju.

232
Dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas
tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara:
1. Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian
tanggung jawab sosial dan isunya
2. Menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip
menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif
3. Memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan
disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat
internasional.

Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli


yang menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social responsibility
yang secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial maka
masalah SR akan mencakup tujuh (7) isu pokok yaitu:
1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
6. Hak asasi manusia
7. Organizational Governance (governance organisasi)

ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung


jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya
terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan
dan etis, yang: Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat; Memperhatikan kepentingan dari para
stakeholder; Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-
norma internasional; Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam
pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.

233
Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan social responsibility
hendaknya terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi yang mencakup
tujuh (7) isu pokok di atas. Dengan demikian jika suatu perusahaan
hanya memperhatikan isu tertentu saja, misalnya suatu perusahaan
sangat peduli terhadap isu lingkungan, namun perusahaan tersebut
masih mengiklankan penerimaan pegawai dengan menyebutkan secara
khusus kebutuhan pegawai sesuai dengan gender tertentu, maka
sesuai dengan konsep ISO 26000 perusahaan tersebut sesungguhnya
belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh.

Bentuk CSR Perusahaan


Di Indonesia sekarang ini, sudah banyak perusahaan-perusahaan besar
yang melaksanakan program CSR. Bentuknya pun sangat beragam dan
manfaatnya bisa diterapkan di semua kalangan, contohnya:
1. Pemberdayaan ekonomi: Memberikan pelatihan keterampilan
seperti usaha, kemudian memberikan dana bantuan sebagai
modal awal bagi masyarakat di sekitar. Menciptakan program
kemitraan untuk membuat usaha kecil menengah yang
berkelanjutan.
2. Kesehatan: Memberikan pelayanan pemeriksaan gratis dan
pembagian obat-obatan secara gratis.
3. Pendidikan: Menyediakan beasiswa bagi anak SD, SMP, SMA
sampai kuliah. Kemudian memberikan bantuan peralatan kepada
pihak sekolah. Memberikan support dan rangsangan lomba-
lomba untuk mengasah kecerdasan dan kreatifitas siswa;
4. Lingkungan: Mengelola limbah dengan baik, membangun kolam
renang yang asri, menanam pohon sebagai penghijauan.
Menyediakan pusat air bersih dan menjualnya kepada
masyarakat dengan harga terjangkau. Pengaturannya dijalankan
oleh warga masyarakat tersebut sendiri.

234
6. Sisi positif Corporate Responsibility
Sebuah strategi Corporate Responsibility dijalankan dengan baik dapat
menerjemahkan ke dalam berbagai manfaat, termasuk menarik dan
mempertahankan pelanggan, mengidentifikasi dan mengelola risiko
reputasi, menarik karyawan kualitas terbaik, dan mengurangi biaya. Skala
dan sifat keuntungan dari kegiatan Corporate Responsibility bagi suatu
organisasi dapat bervariasi tergantung pada bisnis dan seringkali sulit
untuk dihitung, meskipun meningkatkan upaya sedang dilakukan untuk
menghubungkan inisiatif Corporate Responsibility langsung terhadap
kinerja keuangan. Beberapa hal positif dari CSR antara lain:
1. Reputasi Manajemen Resiko
Manajemen harus mengelola resiko yang dihadapi, strategi dalam
Corporate Responsibility bisa mengimbangi resiko yang ada.
2. Merek diferensiasi
Kebutuhan manajemen terhadap pelanggan adalah adanya
loyalitas yang tinggi dari pelanggan. Corporate Responsibility bisa
membangun loyalitas pelanggan dengan penerapan etika etika
bisnis yang khusus.
3. Membantu citra perusahan dihadapan pemangku kepentingan.
Perusahaan selalu dihadapkan pada pemangku kepentingan
apakah itu investor, supplier, karyawan atau masyarakat luas.
Corporate Responsibility bisa memberikan citra yang baik bagi
pihak-pihak terkait.
4. Lisensi untuk beroperasi
Bentuk pertanggungjawaban social dalam perusahaan, bisa
dilakukan dengan mengembangkan dan melakukan karya nyata
dalam isu-isu kesehatan, keselamatan kerja, pengabdian pada
masyarakat, lingkungan dan lain-lain bentuk, oleh sebab itu
corporate responsibility bisa memberikan keyakinan pada
masyarakat dan masyarakat luas bahwa perusahaan terlibat
dalam aktivitas yang mendukung keperluan tersebut.

235
Latihan Kasus:
1. Corporate Social Responsibility adalah bentuk kearifan lokal yang
harus dilakukan oleh perusahan dalam rangka tanggung jawab
terhadap lingkungan dan masyarakat. Apakah hal tersebut memang
harus dilakukan? Beri penjelasan.
2. Beberapa bentuk CSR yang bisa dilakukan dengan menggunkan
perangjat teknologi seperti kegiatan sosial yang bersifat On Line,
apakah bisa dibenarkan? Jelaskan dan beri contoh!
3. Dampak apa yang bisa berpengaruh pada perusahaan jika CSR ini bisa
dilakukan secara berkesinambungan?
4. Sisi positif CSR apa saja, beri contoh!

“ Inti CSR adalah berbagi........


Inti berbagi adalah ikhlas.......
Ikhlas adalah ibadah..............
Jadi CSR adalah ibadah.........”
--ASKER--

236
DAFTAR PUSTAKA

Afif, Faisal. 1997. Analisis Pemasaran. Bandung: PT Rosda Karya.

Sartono, Agus. 2010. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta: BPFE.

Akhmad, Kamarudin. 1996. Akuntansi Manajemen Dasar dan Konsep


Biaya dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Wijaya, Andi. 2002. Transfer Pricing. Media Akuntansi.

Anthony, Robert N. dan Vijay Govindarajan. 2005. Sistem Pengendalian


Manajemen. Buku 1 Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat.

_______. 2005. Sistem Pengendalian Manajemen. Buku 2 Edisi 11.


Jakarta: Salemba Empat.

Atkinson, Rajiv D. Banker, Robert S. Kaplan, Mark Young. 2009. Akuntansi


Manajemen, Edisi 5, Jilid 1. Diterjemahkan Miranti Kartika Dewi.
Jakarta: PT. Indeks.

Bambang, Hariadi. 2002. Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang.


Yogyakarta: BPFE.

Bateman, Snell. 2008. Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam


Dunia yang Kompetitif. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Blocher, Stout, Cokins. 2011. Manajemen Biaya. Jakarta: Salemba Empat.

Boone, Louis E, David L Kurtz. 2007. Pengantar Bisnis Kontemporer, Edisi


11. Jakarta: Salemba Empat.

Cooper Robin dan Kaplan Robert, S. 2005. The design of Cost


Management System: Text, Cases and Reading. New Jersey:
Pearson Prentice-Hall.

237
Gaspersz, Vincent. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi:
Balanced Scorecard dengan Six Sigma. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Guthrie, J. and L.D. Parker. 1990. Corporate Social Disclosure Practice: A


Comparative International Analysis. Advances in Public Interest
Accounting, Vol. 3, pp. 159-175.

Handoko, Hani T. 2012. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Hansen, Don R., Maryanne M. Mowen. 2006. Cost Management:


Accounting and Control, Fifth Edition. Australia: South Western
College Publishing.

______. 2007. Managerial Accounting, Eighth Edition. United Stated of


America: Thomson South Western.

______. 2009. Akuntansi Manajerial 1. Jakarta: Salemba Empat.

Harahap, Sofyan Syafri. 2013. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan Edisi
11. Jakarta: Rajawali Pers.

Hartman Laura P. dan Joe Desjardins. 2008. Etika Bisnis. Jakarta: Penerbit
Erlangga

Hasibuan, Muhammad Rizal. 2001. Pengaruh Karakteristik Perusahaan


Terhadap Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) Dalam
Laporan Tahunan Emiten di BEJ dan BES, Tesis S2 Magister
Akuntansi Universitas Diponegoro (Tidak dipublikasikan).

Hilton, Ronald W. 2008. Managerial Accounting: Creating Value A


Dynamic Business Environment, 7th Edition. New York: The
McGraw-Hill Companies. Inc.

Hilton, Ronald W., Michael W. Maher, Frank H. Selto. 2003. Cost


Management─Strategies for Business Decisions 2nd edition. New
York: The McGraw-Hill Companies. Inc.

Horngren, Charles T. 2000. Pengantar Akuntansi Manajemen jilid 1.


Jakarta: Erlangga.
238
Horngren, Charles T. 2008. Akuntansi Biaya. Jakarta: PT Indeks Kelompok
Gramedia.

James F, Stoner. 1996. Manajemen. Jakarta: Prenhallindo

Kaplan, Robert S. dan David P. Norton. 2000. Balanced Scorecard:


Menerapkan strategi menjadi aksi. Jakarta: Erlangga.

Konsep ISO 26000. http://csr-indonesia.com (diakses 7 Februri 2018)

Krismiaji. 2002. Dasar-Dasar Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP


AMP YKPN.

Machfoedz, Mas’ud. 2000. Akuntansi Manajemen. Buku I. BPFE:


Yogyakarta.

Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat, dan Rekayasa,


Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Munandar, M. 2001. Budgeting, Perencanaan Kerja Pengkoodinasian


Kerja Pengawasan Kerja. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE
Universitas Gajah Mada.

Munawir, S. 2002. Akuntansi Keuangan Dan Manajemen, Edisi Revisi.


Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Prawironegoro, Darsono., Ari Purwanti. 2013. Akuntansi Manajemen.


Jakarta: Mitra Wacana Media.

Riyanto, Bambang. 2008. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi


Keempat. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Rudianto. 2013. Akuntansi Manajemen Informasi untuk Pengambilan


Keputusan Strategis. Jakarta: Erlangga.

Saidi dan Abidin. 2004. Corporate Social Responsibility Alternatif bagi


Pembangunan Indonesia. Jakarta: ICSD.

239
Sayekti, Yosefa, dan Ludovicus. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap
Earning Response Coefficient (Studi empiris Pada Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa efek Jakarta). Makassar: Simposium
Nasional Akuntansi X.

Simamora, Henry. 2012. Akuntansi Manajemen, Edisi III. Jakarta: Star


Gate Publisher.

Siregar, B. 2013. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

Sodikin, Slamet Sugiri. 2015. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Supriyono, R.A. 2001. Akuntansi Manajemen / (Konsep Dasar Akuntansi


Manajemen dan Proses Perencanaan). Yogyakarta: BEFE.

Welsch Glenn A, Hilton Ronald W, Gordon Paul. 2000. Anggaran


Perencanaan dan Pengendalian, Penerjemah Anas Sidik. Jakarta:
Salemba Empat.

Yuwono, Sony, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan. 2006. Petunjuk


Praktis Penyusunan Balanced Scorecard: Menuju Organisasi yang
Berfokus pada Strategi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

240

Anda mungkin juga menyukai