Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

ASITES EC CAUSA KOLESTATIS JAUNDICE INTRAHEPATIK DISERTAI


PNEUMONIA DAN GIZI BURUK

Disusun Oleh:
Rizal Mukhlisin
I4061191010

Pembimbing:
dr. M. Budi Nugroho, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:


ASITES EC CAUSA KOLESTATIS JAUNDICE INTRAHEPATIK DISERTAI
PNEUMONIA DAN GIZI BURUK

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Telah disetujui,
Pontianak, Agustus 2021

Pembimbing Penulis

dr. M. Budi Nugroho, Sp. A Rizal Mukhlisin


BAB I
PENYAJIAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/Usia : 15 Februari 2021 / 5 Bulan
Agama : Islam
Alamat : Pontianak
Tanggal Masuk RS : 25 Juli 2021
Tanggal Keluar RS : 30 Juli 2021
Pembiayaan : BPJS
Ayah Ibu
Nama Tn M Ny. DR
Usia 37 tahun 39 Tahun
Pekerjaan Buruh IRT
B. Anamnesis
Diberikan oleh : Ibu pasien
Tanggal : 28 Juli 2021
1. Keluhan Utama
Perut membesar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bayi perempuan usia 5 bulan datang bersama keluarga ke poli
bedah anak RSUD dr. Soedarso dengan keluhan perut yang membesar sejak 3
minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini awalnya disadari ibu pasien
pada awal bulan Juli namun masih belum jelas pembesaran yang terlihat hingga
kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit saat ibu pasien mengganti
popok. Pasien kemudian diperiksakan ke puskesmas Sungai Durian kemudian
dirujuk ke Poli bedah anak RSUD dr Soedarso, dan pasien dirawat inap pada
hari jumat. Perut pasien perlahan – lahan membesar dan diikuti dengan
pembesaran pada bagian kemaluan bayi. Menurut ibu pasien perut yang
membesar ini kembali mengecil dalam beberapa hari namun kembali membesar
dalam 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini membuat bayi tidak
bisa tidur dan terlihat lemas.
Ibu pasien memberikan obat tradisional berupa tanaman yang di tumbuk
dan dioleskan pada perut, namun perut tetap membesar. Keluhan ini disertai
dengan demam, nafsu makan yang menurun, bayi tampak sesak dan rewel.
Keluhan mual dan muntah disangkal ibu pasien
Selain keluhan berupa perut membesar, ibu pasien mengeluhkan pasien
yang tampak kuning pada seluruh tubuhnya. Keluhan ini muncul pertama kali
pada usia 20 hari. Saat itu pasien baru dipulangkan dari rumah sakit paska
dilahirkan, pasien di rawat dikarenaka prematur, berat badan lahir sangat
rendah dan asfiksia. Pasien dibawa keluarganya APS dikarenakan tidak cukup
biaya untuk perawatan. Untuk mengatasi tampak kuning ini, ibu pasien hanya
menjemur pasien disetiap pagi. Namun kulit tampak kuning ini menetap sampai
sekarang. Kuning diawali dengan wajah yang tampak kuning kemudian sampai
ketelapak tangan dan kaki. Keluhan ini disertai oleh adanya BAB yang
berwarna pucat dan BAK yang berwana gelap seperti teh.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu Pasien mengatakan selain dari kulit tampak kuning dan perut yang
membesar, pasien tidak pernah mengalami penyakit yang lain.
4. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
a. Riwayat kehamilan dan kelahiran
- Masa kehamilan : 32 minggu
- Partus : Lahir section cesarea
- Tempat : RSUD dr Soedarso
- Ditolong oleh : Dokter Spesialis
- Tanggal : 15 Februari 2021
- Berat Badan : 1,100 gr
- Panjang Badan : 40 cm
- Lingkar kepala : 22 cm
- Apgar score : 5/6
- Suntikan Vit. K :+
b. Riwayat Makanan dan Kebiasaan
- ASI :-
- Susu formula :+
- Bubur nasi :-
- Nasi lembek :-
- Nasi biasa :-
c. Riwayat Imunisasi
- BCG :-
- Hepatitis B :-
- Polio :-
- DPT :-
d. Riwayat Keluarga
- Penyakit yang pernah diderita : tidak ada keluarga / saudara yang pernah
mengalami keluhan yang sama, ibu pasien menderita hipertensi yang
mulai diderita dari kehamilan ke 3 dan menetap hingga sekarang.
- Pasien anak pertama dan memiliki 3 saudara tiri
- Anak pertama : lahir tahun 2006, lahir spontan di puskemas ditolong
oleh bidang
- Anak kedua : lahir tahun 2011, lahir spontan di puskemas ditolong
dokter
- Anak ke tiga : lahir tahun 2017, lahir SC di RS Tarakan atas indikasi
PEB

=
Pasien

Gambar 1.1 Genogram


e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
- Pertumbuhan : pasien tidak pernah dibawa ke posyandu untuk dilakukan
pemeriksaan mengenai pertumbuhan, namun pada pemeriksaan yang
dilakukan di rumah sakit kondisi status gizi pasien ialah gizi buruk.
- Perkembangan :Pasien usia 5 bulan, untuk perkembangan kognitif
pasien sudah bisa melakukan kontak mata dan menangis untuk
menjunkan kebutuhan. Pada perkembangan motorik pasien belum bisa
mengangkat kepala dan hanya bisa menggerakan kepala ke kiri/kanan ke
tengah. Pada perkembangan personal – sosial, pasien sudah bisa melihat
dan menatap wajah ibunya. Kemudian belum ada perkembangan pada
bahasa pasien.
f. Status gizi
- BB/TB (3,8 kg / 45 cm): Di atas +3 SD (Asites masif intraabdomen)
- TB / U (45 cm ) : Di bawah -3 SD
- BB / U (3,8kg) : Di bawah -3 SD
- Lila (10,5 cm) : Gizi Buruk
e. Riwayat Pengobatan : Ampicilin 2 x 80 mg, dan Gentamisin 1x 5 mg
, tranfusi PRC 1 x 30 cc
f. Riwayat Alergi :-
5. Riwayat Sosial ekonomi
Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan saudaranya. Ayah pasien merupakan buruh
bangunan, ayah pasien merupakan perokok aktif sejak usia 20 tahun. Ibu pasien
tidak bekerja.
Gambar 2.1 Antropometri PB/U

Gambar 2.2 Antropometri BB/U


Gambar 2.3 Antropometri BB/TB

Gambar 2.4 Antropometri lingkar lengan atas


Gambar 2.4 Antropometri lingkar kepala

C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : E4M6V5 Compos Mentis
Tekanan Darah :-
Frekuensi Nadi : 112 x/mnt
Frekuensi Napas : 30 x/mnt
Suhu : 38,6 oC
SpO2 : 99%
Tipe pernapasan : thoraloabdominal
Edema perifer :-/-
Sianosis :-/-
Ikhterus : + , Kramer V
Berat Badan : 3,8 Kg
Panjang Badan : 45,9 cm
Lingkar kepala : 30 cm
Lingkar perut : 45,9 cm
LiLA : 10.5 cm
Status Gizi : Gizi Buruk
2. Status Lokalis :
a. Abdomen :
- Inspeksi : Perut tampak buncit, tampak dilatasi vena, tanda kemerahan (-),
pusar tampak membonjol, terpasang drain pungsi asites di regio iliaca
dekstra, cairan asites (+) berwarna kuning keruh sebanyak 400 cc
- Auskultasi : Bising usus terdengar lemah dengan frekuensi 10x/menit
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) massa (-)
- Perkusi : Undulasi (+), Shifting dullnes (+),
b. Genital
- Tampak pembesaran pada labio mayor sinistra, labia minora dan mayora
dalam batas normal
3. Status Generalis
a. Kepala :
- Bentuk : Mikrosepal - Kehalusan : cukup
- Rambut : Lurus - Sutura : Belum
- Warna : Hitam menutup
- Mudah rontok :- - Fontanella mayor : datar
b. Wajah
- Bentuk wajah : Bulat - Pembengkakan : -
- Wajah simetris - Tanda dismorfik: -
c. Alis
- Kerapatan : Dbn
- Mudah rontok :-
- Alopesia :-
d. Mata
- Sklera Ikhterik : +/+
- Konjungtiva anemis : -/-
- Konjungtiva hiperemis : -/-
- Mata cekung : -/-
- Palpebra : simetris, tidak ada edem
- Pupil : pupil isokor 3 mm/3mm, reflek cahaya
langsung +/+, reflek cahaya tak langsung +/+
- Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
e. Hidung
- Deformitas :-
- Pernapasan cuping hidung : -
- Sekret :-
- Terpasang OGT
f. Telinga
- Tanda infeksi :-
- Secret :-
- Tanda dismorfik :-
- Tajam pendengaran : tidak dilakukan pemeriksaan
g. Mulut
- Mukosa bibir kering :-
- Sianosis/pucat : -/-
- Sudut bibir : simetris
h. Leher
- JVP Normal,
- Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-).
i. Thorax (Paru)
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dinamis.
- Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sulit dinilai.
- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
- Auskultasi : SNDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
j. Thorax (Jantung)
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba kuat angkat.
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
- Auskultasi : S1S2 regular, murmur (-), gallop (-).
k. Genital/Anus
Dalam batas Normal
l. Ekstremitas : CRT < 2”, akral hangat (+/+), edema (-/-).
4. Status Neurologis
a. Reflek Fisiologis
• Biceps : (+/+)
• Triceps : (+/+)
• Patella : (+/+)
• Achilles : (+/+)
b. Reflek Patologis
- Babinski, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Sheiffer, Rossolimo.
- -
- -

c. Pemeriksaan Rangsang Meningeal


- Kaku kuduk :-
- Kernig sign :-
- Laseque sign :-
- Brudzinski I :-
- Brudzinski II :-
- Brudzinski III :-
- Brudzinski IV :-
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi
Parameter Hasil Hasil Nilai Rujukan
(23/7) (25/7)
Leukosit 14,13 22,77 4,5-14,5
Eritrosit 2,65 4,47 4-5,2
Hemoglobin 7,6 12,1 11,5-15,5
Hematokrit 23,7 36,7 35-45
MCV 89,4 82,1 79-99
MCH 28,7 27,1 27-31
MCHC 32,1 33,0 33-37
Trombosit 124 176 150-450
PT 12.4 11-18
APTT 58.6 27 – 42
INR 0.68
2. Elektrolit
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Na+ 136.39 135-147
K+ 4.40 3,50-5,0
Cl- 107.95 95-105
Ca2+ 1.26 1,00-1,50
3. Kimia Klinik
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Albumin 2,5 3.5-5.2
GDS 50 70 – 150
Ureum 10.9 10 – 50
Cr 5.4 0.6 – 1.4
SGOT 725.1 32
SGPT 165.3 31
Gamma GT 28.3 5 – 36
Alkali fosfatase 600.3 <240
BD 19.8 0.3
BT 29.6 1.1
Total protein 4,3 6.4 – 8.3
4. Foto Thorak (26/7)

Hasil:
- COR tak membesar
- Pulmo : hilus baik,
- Tampak curiga bercak infiltrate suprahiler, paracardial paru kanan
- Sinus kostofrenikus, diafragma dan kosta baik
Kesan: Curiga pneumonia kanan dd/ Aspirasi pneumonia
5. USG Abdomen (26/7)
Hasil :
- Liver : tak membesar, permukaan rata, tepi tajam, parenkim echo
homogen, tak tampak mass/ nodul. Sistem portal dan biller baik
- Kandung empedu : terisi cukup, uk, +/- 2,6 cm ( > 1,9 cm), tak tampak
batu
- Spleen dan pancreas : besar bentuk baik, parenkimecho normal
- Ginjal kanan dan kiri : besar bentuk baik, sistem pelviokalises tak
melebar, differensiasi kortex dan medulla baik, tak tampak batu/cyst
- Buli – buli : sedikit terisi tak tampak batu
- Tak tampak mass intraabdominal
- Appendix tidak tervisualisasi
- Tampak cairan ascites cukup banyak
Kesan : Sesuai ascites permagna
E. Diagnosis
- Asites permagna et causa kolestasis jaundice intrahepatik dd
ekstrahepatik
- Pneumonia aspirasi
- Gizi buruk
F. Tatalaksana
a. Non medika mentosa
- Memposisikan dalam keadaan terlentang.
- Diet rendah natrium
- Pemberian cairan dan makanan sesuai dengan rencana V tatalaksana gizi
buruk
- Dilakukan parasintesis fungsi asites
- Edukasi dan motivasi orang tua
- Observasi tanda – tanda dehidrasi setiap 6 jam dan tanda- tanda sesak
jika saturasi <90 % diberika oksigen 1 lpm via Nasal kanul
b. Medikamentosa
- RL 5 cc / jam
- Vitamin K 1 1 x 1mg i.m ( senin dan kamis)
- Ampicillin 4 x 200 mg
- Gentamisin 1 x 30 mg
- Ursodeoxycholic acid 3 x 20 mg
- Albumin 25 % 1 x 12 ml
- Paracetamol 3 x 30 mg prn demam
G. Prognosis
- Ad Vitam : Dubia ad malam.
- Ad Sanationam : Dubia ad malam.
- Ad Funsionam : Dubia ad malam.
H. Follow up pasien

HP 2 (30-07-2021) HP 3 (31-07-2021)

S Demam (+), kejang (-), minum (+), gerakan Demam (+), kejang (-), minum (+), gerakan
aktif, (+),kulit tampak kuning, BAB aktif, (+), kulit tampak kuning, BAB berwarna
berwarna kuning pucat, BAK berwarna kuning pucat, BAK berwarna seperti teh
seperti the
O HR : 117 x/menit HR : 105 x/menit
RR: 60 x/menit RR: 30 x/menit
o o
T: 36,8 C T : 37,8 C
Lp : 46 cm Lp : 45 cm
BB : 3,8 Kg BB : 3,8 kg
SpO2 : 90 % → 97 % Nk 1 Lpm SpO2 : 99%
Retraksi dinding dada (+), supstrernal (+) Distensi abdomen (+) vasodilatasi vena (+),
Distensi abdomen (+) vasodilatasi vena (+), turgor baik, shifting dullnes (+), Undulasi (+),
turgor baik, shifting dullnes (+), Undulasi nyeri tekan (+), bising usus melemah.
(+), nyeri tekan (+), bising usus melemah. Kramer V
Kramer V
A - Asites permagna et causa - Asites permagna et causa kolestasis
kolestasis jaundice jaundice interahepatik dd
interahepatik dd ekstrahepatik ekstrahepatik
- Pneumonia aspirasi - Pneumonia aspirasi
- Gizi buruk - Gizi buruk
P • Dilakukan parasintesis • Dilakukan parasintesis fungsi
fungsi asites asites
• RL 5 cc / jam • RL 5 cc / jam
• Vitamin K 1 1 x 1mg i.m ( • Vitamin K 1 1 x 1mg i.m ( senin
senin dan kamis) dan kamis)
• Ampicillin 3 x 100 mg • Ampicillin 3 x 100 mg
• Ursodeoxycholic acid 3 x 20 • Ursodeoxycholic acid 3 x 20 mg
mg • Paracetamol 3 x 40 mg iv
• Paracetamol 3 x 40mg iv

I. Analisis Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kolestasis Jaundice
1. Definisi1
Ketika bayi baru lahir mengalami ikterus, harus ditentukan apakah
memenuhi kriteria ikterus patologis dan kolestasis. Jaundice ialah :
a. Penyakit kuning dimulai dalam 24 jam pertama kehidupan.
b. Berhubungan dengan choluria, feses berwarna terang, acholia yang
merupakan gejala kolestasis.
c. TB meningkat lebih dari 5 mg/dl/hari
d. TB lebih besar dari 13 mg/dl untuk bayi cukup bulan dan lebih dari 15 mg/dl
untuk bayi prematur
e. Ikterus berlangsung lebih dari 14 hari pada FTN dan lebih dari 21 hari pada
bayi prematur.
f. DB lebih besar dari 2 mg/dl atau 20% TB.
Sedangkan kolestasis didefinisikan sebagai berkurangnya pembentukan
atau terhambatnya aliran empedu mengakibatkan terjadinya disfungsi pada
hepar, kolestasis memeliki karakteristik sebagai berikut :
a. Meningkatnya kadar bilirubin direk diatas 2 mg/dl atau lebih dari 20% dari
total bilirubin total.
b. Meningkatnya kadar serum kolesterol dan asam empedu.
2. Epidemiologi2
Angka kejadian kolestasis pada bayi atau sindrom hepatitis neonatal
dapat mencapai 1 dari 2500 kelahiran hidup. Mieli–Vergani dkk, (dikutip dari
Suchy) melaporkan, kolestasis intrahepatik pada bayi sebanyak 675 (62%) dari
1086 bayi dengan kolestasis yang dirujuk ke RS King’s College selama 20
tahun (1970-1990). Hepatitis neonatal idiopatik merupakan penyebab tersering
(49%) dengan perkiraan angka kejadian sebanyak 1 dari 5.000 kelahiran hidup.
Penyebab kedua terbanyak yang dilaporkan oleh penulis yang sama adalah
defisiensi alpa-1antitripsin (28%) yang memang banyak dilaporkan pada ras
kulit putih, dengan angka kejadian diperkirakan sebanyak 1 dari 20.000
kelahiran hidup. Tetapi tidak demikian halnya dengan di Asia yang dilaporkan
oleh Chang, tidak ada satupun defisiensi alpa-1-antitripsin diantara 300
kolestasis pada bayi.
Di Subdivisi Hepatologi Anak FKUI/RSCM, dalam kurun waktu 2
tahun (2002-2003) telah dirawat sebanyak 119 (73,5%) kasus kolestasis
intrahepatik dari 162 kasus kolestasis pada bayi. Kolestasis pada bayi terjadi
pada ± 1:25.000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5.000 kelahiran
hidup, atresia billier 1:10.000-1:13.000. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal,
rasionya terbalik.
Pada hasil penelitian di RSUP. Dr. Kariadi dari bulan Desember 2010
sampai Januari 2012 didapatkan sebanyak 29 kasus kolestasis, terdiri dari 19
laki-laki dan 10 perempuan. Sebagian besar berusia 0-2 tahun (66%). Kasus
yang belum terdiagnosis penyebab kolestasisnya sebanyak 10 anak (34%), 19
anak didiagnosis kolestasis dengan berbagai penyebab yaitu 7 orang dengan
infeksi cytomegalovirus (CMV), 4 orang dengan atresia bilier, 2 orang dengan
kolelitiasis, 1 orang dengan Alagille sindrom, 1 orang dengan limfoma, 1 orang
hepatoma, 1 orang dengan Wilson disease, 1 orang dengan kista duktus
koledokus, dan 1 orang dengan kolangitis.
Pada hasil penilitian di RSUP Sutomo Surabaya dari tahun 1999 sampai
tahun 2004 dari 19270 penderita, didapatkan 96 penderita dengan neonatal
kolestasis. Pada hasil penilitian di RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Januari
2008 sampai September 2010 terdapat 787 bayi dengan kecurigaan sepsis dan
didapatkan 355 bayi dengan hasil kultur darah positif, 265 bayi dengan hasil
kultur darah negatif. Dari 355 bayi yang terbukti sepsis neonatorum,
didapatkan 138 bayi (38,9%) dengan kolestasis. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui lebih dalam mengenai prevalensi dan karakteristik kolestasis serta
perbedaan gambaran parameter laboratorium pada kolestatis intrahepatal dan
ekstrahepatal.
3. Etiologi2
Tabel 2.1 Penyebab terjadinya kolestasis
Multifaktorial Infeksi Obstruksi Metabolic
Premature ISK bagian atas atau Kista pada saluran Hipothiroid
infeksi lain empedu
Total nutrisi Virus : CMV, VEB, Atresia billier Perubahan pada
parenteral Coxsakievirus, echo, metabolism asam
adenovieus, varicella, empedu
parvovirus, B19, HBV,
HCV, HAV, HIV, dan
spesies lainnya
Puasa TORCH Operasi abdomen Tyrosinemia,
galactosemia,
glikogenosis,,
PJB TB Cholangitis sclerosis Kistik fibrosis
neonatal
Post bedah Listeria Defisiensi GH dan
kortisol
Hipoksia atau Sifilis Defisiensi alfa 1
hipoperfusi antitripsin
Obat – obatan
hemolisis
4. Patofisiologi1
a. Perkembangan sistem hepatobilier belum matang
Sistem hepatobilier yang belum matang meningkatkan kemungkinan
penyakit kuning sebagai manifestasi dari penyakit hati atau sistemik.
b. Infeksi
- Infeksi melibatkan aksi kolestatik langsung dari toksin bakteri (dalam
gram negatif, terutama E. coli), pelepasan sitokin seperti IL1 dan TNF
alfa yang menurunkan transpor dan bersifat fibrogenik serta dapat
langsung mempengaruhi hati. (7,8)
- Hepatitis neonatus akibat infeksi kongenital dari mikroorganisme
kelompok TORCH, parvovirus B19, tuberkulosis, dan/atau listeria. (5)
- Hepatitis pascanatal karena CMV, herpes 1, 2 dan 6, Coxsackievirus,
Echovirus, Adenovirus, varicella (5). Pada bayi, virus hepatitis klasik
bukanlah penyebab dari kolestasis selain ketika terjadi gagal hepar yang
disebabkan HBV ( biasanya setelah 45 hari kehidupan).
c. Total Nutrisi Parenteral
Penggunaan nutrisi parenteral total (TPN) yang berkepanjangan selama
lebih dari 15 hari merupakan predisposisi pasien untuk mengembangkan
kolestasis yang terjadi pada sekitar 56,7% dari pasien ini. TPN
menyebabkan kolestasis karena alasan berikut:
- Gangguan sirkulasi enterohepatik selama puasa yang menyebabkan
penurunan produksi dan sekresi asam empedu.
- Penurunan kontraksi kandung empedu.
- Penurunan produksi hormon usus seperti CCK yang juga dipengaruhi
oleh hilangnya massa sel penghasil hormon melalui reseksi usus.
- Komponen toksik seperti pitosterol yang digunakan dalam TPN
mendukung kolestasis, dan komponen lipid yang digunakan dalam TPN
mendukung pelepasan leukotrien B4 proinflamasi.
d. Atresia Bilier ekstrahepatik
Atresia bilier ekstrahepatik merupakan penyebab kolestasis pada 35%
hingga 41% pasien. Fibrosis dan obliterasi progresif dari saluran empedu
ekstra hepatik terjadi dan menyebabkan kerusakan parenkim dan saluran
empedu intrahepatik. Hal ini akhirnya menyebabkan sirosis dan kematian
sebelum usia tiga tahun.
e. Sindrom Alagille
Sindrom Alagille mencakup tidak adanya saluran empedu karena
mutasi pada gen JAG1 (terletak pada kromosom 20) yang dapat bersifat de
novo atau pewarisan dominan autosomal. Mutasi de novo sangat umum.
Hal ini terkait dengan perubahan jantung (paling sering stenosis perifer
arteri pulmonalis), vertebra kupu-kupu, embriotokson posterior (gangguan
mata), dan deformasi wajah yang khas termasuk hipertelorisme, dahi
menonjol dan dagu menonjol (wajah segitiga).
f. kolestasis intrahepatik familial progresif (PFIC)
Progresif familial intrahepatik kolestasis (PFIC) menyumbang 10%
sampai 15% dari kasus kolestasis pada anak-anak. PFIC adalah mutasi
resesif autosomal de novo atau bawaan pada gen yang mengkode sistem
transpor membran kanalikular hepatosit yang mengubah pembentukan
empedu dan mengakibatkan sekresi garam empedu yang buruk. Ada tiga
jenis mutasi PFIC pada kromosom 18q21-22, 7q21. Tipe 1 dan 2 ditandai
dengan ikterus pada periode neonatus, pruritus hebat yang tidak
berhubungan dengan derajat ikterus, hepatomegali tegas, splenomegali,
dan penurunan nutrisi. Tipe 3 dapat berkembang pada anak yang lebih
besar. GGT menurun pada Tipe 1 dan 2, tetapi meningkat pada Tipe 3.
g. Perubahan hormone
Bayi dengan defisiensi hormpn tiroid, GH, dan kortisol menyebabkan
malfungsi pada hepatoselular.
h. Defisiensi alpa 1 antitripsin
Kekurangan pada alpa 1 antitripsin disebabkan adanya mutasi pada
kromosom 14 sehingga menyebabkan kelainan produksi dan akumulasi
dari alpa 1 antitripsin di hepatosit.
i. Kistik fibrosis
Fibrosis kistik adalah penyakit resesif autosomal yang ditandai dengan
perubahan pergerakan natrium dan klorin transmembran ke kelenjar
eksokrin dan endokrin karena mutasi gen CFTR (CF transmembrane
konduktansi regulator protein) yang mengubah fungsi normal berbagai
organ termasuk paru-paru dan pankreas. Ini juga mempengaruhi saluran
bilier intrahepatik dan menghasilkan sirosis bilier fokal yang menyebabkan
kolestasis neonatus pada 2% pasien. Adanya kolestasis pada pasien CF
merupakan fenotipe dengan prognosis yang buruk.
j. Penyakit Metabolik
- Tirosinemia muncul sebagai kolestasis dan pemanjangan waktu
pembekuan yang tidak dikoreksi setelah pemberian awal vitamin K. Hal
ini disebabkan oleh defisiensi suksinil dan aseton dengan peningkatan
serum tirosin dan fenilalanin.
- Galaktosemia muncul sebagai malnutrisi dengan hipoglikemia dengan
gula pereduksi dalam urin dengan asupan laktosa. Ini didiagnosis dengan
mengukur kadar galaktosa 1-P-uridiltransferase dalam sel darah merah
(tanpa transfusi sel darah merah sebelumnya).
- Hemokromatosis neonatus ditandai dengan hepatomegali, kolestasis,
peningkatan saturasi transferin dan feritin dan dikonfirmasi dengan
biopsi hati.
- Penyakit Wolman ditandai dengan diare, dislipidemia, kalsifikasi
adrenal dan kolestasis dan didiagnosis dengan mengukur asam lipase
dalam biopsi kulit.
5. Manifestasi Klinis1,3
a. Ikterus: Warna kuning pada kulit
b. Koluria: Hiperpigmentasi kuning, oranye-coklat, pada urin
c. Hipokolia: Feses berwarna terang
d. Acholia: Perubahan warna tinja total (tinja putih)
e. Hepatomegali
f. Splenomegali
6. Diagnosis3
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik

c. Laboratorium
d. USG abdomen
e. Biopsi Hati
7. Tatalaksana4
Tujuan tatalaksana kolestasis intrahepatik adalah:
a. Memperbaiki aliran empedu dengan cara:
- Mengobati etiologi kolestasis dengan medikamentosa pada kolestasis
hepatoselular yang dapat diobati untuk beberapa kelainan tertentu.

- Menstimulasi aliran empedu dengan:


• fenobarbital: bermanfaat sebagai antipruritus dan dapat mengurangi
kuning. Mekanisme kerjanya yaitu meningkatkan aliran empedu
dengan cara menginduksi enzim UDP-glukuronil transferase, sitokrom
P-450 dan Na+K+ATP-ase. Tetapi pada bayi jarang dipakai karena
efek sedasinya dan mengganggu metabolisme beberapa obat
diantaranya vitamin D, sehingga dapat mengeksaserbasi ricketsia.
Dosis: 3-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam dua dosis.
• Asam ursodeoksikolat: asam empedu tersier yang mempunyai sifat
lebih hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan
asam empedu primer serta sekunder sehingga merupakan competitive
binding terhadap asam empedu toksik. Selain itu asam ursodeoksikolat
ini merupakan suplemen empedu untuk absorpsi lemak. Khasiat
lainnya adalah sebagai hepatoprotektor karena antara lain dapat
menstabilkan dan melindungi membran sel hati serta sebagai bile flow
inducer karena meningkatkan regulasi sintesis dan aktivitas transporter
pada membran sel hati. Dosis: 10-20 mg/kgBB/hari. Efek samping :
diare, hepatotoksik.
• Kolestiramin dapat menyerap asam empedu yang toksik sehingga juga
akan menghilangkan gatal. Kolestiramin dapat mengikat asam empedu
di lumen usus sehingga dapat menghalangi sirkulasi enterohepatik
asam empedu serta meningkatkan ekskresinya. Selain itu, kolestiramin
dapat menurunkan umpan balik negative ke hati, memacu konversi
kolesterol menjadi bile acids like cholic acid yang berperan sebagai
koleretik. Kolestiramin biasanya digunakan pada manajemen jangka
panjang kolestasis intrahepatal dan hiperkolesterolemia. Dosis: 0,25-
0,5 g/kgBB/hari. Efek samping: konstipasi, steatorrhea, asidosis
metabolik hiperkloremik.
• Rifampisin: dapat meningkatkan aktivitas mikrosom serta
menghambat ambilan asam empedu oleh sel hati dan mengubah
metabolismenya, sehingga dapat menghilangkan gatal pada 50%
kasus. Efek sampingnya adalah trombositopenia dan hepatotoksisitas
yang terjadi pada 5%-10% kasus. Dosis: 5 -10 mg/kgBB/hari.
b. Nutrisi
Kekurangan Energi Protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari
kolestasis (terjadi pada lebih dari 60% pasien). Steatorrhea sering terjadi
pada bayi dengan kolestasis. Penurunan ekskresi asam empedu
menyebabkan gangguan pada lipolisis intraluminal, solubilisasi dan
absorbsi trigliserid rantai panjang. Maka pada bayi dengan kolestasis
diperlukan kalori yang lebih tinggi dibanding bayi normal untuk mengejar
pertumbuhan. Karena itu untuk menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal
mungkin dengan terapi nutrisi digunakan formula spesial dengan jumlah
kalori 120%-150% dari kebutuhan normal serta vitamin, mineral dan trace
element:
- Formula MCT (medium chain triglyceride) karena relatif lebih larut
dalam air sehingga tidak memerlukan garam empedu untuk absorpsi
dan menghindarkan makanan yang banyak mengandung cuprum
(tembaga).
- Kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 125% kebutuhan bayi
normal sesuai dengan berat badan ideal. Kebutuhan protein :2-3
gr/kgBB/ hari.
- Vitamin yang larut dalam lemak: -
• A : 5000-25000 U/hari
• D3 : Calcitriol: 0,05 –0,2 ug/kgBB/hari
• E : 25-50 IU/kgBB/hari
• K : Kl 2,5-5 mg/2-7x/minggu
• Mineral dan trace element: Ca, P, Mn, Zn, Selenium, Fe.
c. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya hiperlipidema/xantelasma
dengan kolestipol dan pada gagal hati serta pruritus yang tidak teratasi
adalah transplantasi hati.
d. Dukungan psikologis dan edukasi keluarga terutama untuk penderita
dengan kelainan hati yang progresif yang memerlukan transplantasi hati.
8. Prognosis4
Tergantung penyakit dasar, prognosis umumnya baik yaitu 60%
sembuh pada kasus sindrom hepatitis neonatal yang sporadik, sementara pada
kasus yang bersifat familial, prognosisnya buruk (60% meninggal). Prognosis
hepatitis neonatal idiopatik biasanya baik dengan mortalitas sebesar 13%-25%.
Prediktor untuk prognosis yang buruk adalah: kuning hebat yang berlangsung
lebih dari 6 bulan, tinja dempul, riwayat penyakit dalam keluarga,
hepatomegali persisten dan terdapatnya inflamasi hebat pada hasil biopsi hati.
B. Asites
1. Definisi5
Asites adalah akumulasi secara patologi dari cairan yang ada di dalam
rongga peritoneum. Asites di ambil dari kata askites dan askos yang berarti
tampungan dalam perut. Asites dapat terjadi di semua usia dan in utero. Pada
anak biasanya disebabkan oleh adanya penyakit liver atau ginjal.
2. Epidemiologi5
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh wikrom karnsakul et
all, dari data yang diambil dari tahun 1983 sampai 2010 di Rumah Sakit John
Hopkins ditemukan data sebanya 518 anak yang didiagnosis asites dan dari
data tersebut didapatkan bahwa ada 9 penyebab tersering yaitu penyakit
intrahepatik 20,3%, infeksi dan inflamasi 14,9 %, misccllaneous 14,7%,
idiopatik 13,7%, keganasan 9,5%, HVOO 8,7%, nefrotik sindrom 6,9%,
kongestif hepatopati 6,4%, pancreatitis 5%.
3. Etiologi6
Penyebab asites pada bayi dan anak
Hepatobiliary disorder : Neoplasm :
Sirosis, fibrosis kongenital hepatic, Limfoma, tumor wilm, sarcoma
hepatitis akut, sindrom budd-chiari, clear cell renal, glioma, tumor
perforasi pada saluran empedu, dan ovarium, mesothelioma,
transplantasi hepar neuroblastoma
Gastrointestinal disorder : Metabolic disease
Apendisitis akut, atresia intestinal,
pankreatitis, duplicasi pilori
Serositis : Genitourinary disorder :
Crohn disease, enteropati Nefrotik sindrom, dialysis
eosinopilik, pur pura Henoch – peritoneum
schonlein
Asites chylous : Kardiak : Gagal jantung
Intestinal lymphangiestasia,
obstruksi saluran limfatik, trauma
pada saluran limfatik
Ekstravasasi nutrisi parenteral Pseudoasites : Celiac disease,
mesothelioma, kista omental, kista
ovarium
Lain – lain : SLE,
Venticuloperitoneal shunt, vitamin
A toksisitas, granulomatosa kronik,
trauma, idiopatik

4. Patofisiologi6
Dua faktor penting diperlukan untuk mempelajari perkembangan asites
pada penyakit hati. Pertama hipertensi portal akibat proses sekunder dari
sirosis hati yang menyebabkan terhambatnya aliran keluar vena hepatik yang
menyebabkan kongesti di dalam sinusoid hepatik dan selanjutnya kebocoran
cairan ke peritoneum. Faktor penting lainnya adalah retensi natrium dan air
yang tidak tepat yang memungkinkan pengisian kembali volume
intravaskular dan pemeliharaan pembentukan asites. Retensi natrium ini baik
sebagai peristiwa primer (hipotesis overfill) atau sekunder untuk perubahan
vaskular (hipotesis vasodilatasi perifer dan underfill).
a. Hipotesis Vasodilatasi Perifer
Vasodilatasi arteri mungkin terjadi karena produksi sekunder dari
nitrikoksida. Beberapa vasodilator lain seperti adrenomedullin, karbon
monoksida, endocannabinoids, prostasiklin, faktor nekrosis tumor alfa
dan urotensin juga terlibat. Vasodilatasi arteri perifer menghasilkan
penurunan volume darah arteri efektif dan penurunan tekanan arteri
sistemik, yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron (RAAS) dan sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan
retensi natrium dan air dan vasokonstriksi ginjal yang menyebabkan
ekspansi volume plasma dan asites pada latar belakang hipertensi portal.
b. Hipotesis Luapan
Teori ini mengusulkan bahwa peristiwa utama berasal dari ginjal.
Sinyal yang timbul dari hati menghasilkan peningkatan primer dalam
volume plasma melalui peningkatan retensi natrium dan air ginjal,
peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskular sistemik.
Sinyal-sinyal ini telah dipostulatkan untuk mengurangi sintesis hati dari
agen natriuretik, mengurangi pembersihan hati dari hormon penahan
natrium, atau 'refleks hepatorenal' dari etiologi yang tidak diketahui.
5. Manifestasi klinis6
a. Indikasi pertama pembentukan asites pada anak-anak adalah kenaikan
berat badan yang tidak sesuai.
b. redupnya perkusi di panggul. Karena semakin banyak cairan yang
terakumulasi, keberadaan asites pada akhirnya mungkin terlihat dengan
inspeksi saja.
c. Jika pasien dalam posisi terlentang, cairan pertama kali terlihat sebagai
panggul yang menonjol. Kemudian, perut menjadi sangat buncit dan
umbilikus terbalik karena tekanan perut yang meningkat.
d. Pada asites berat, kulit mengkilat dan peningkatan tekanan intra-
abdomen menyebabkan hernia umbilikalis, inguinalis, femoralis atau
insisional dan divariasi rektus.
e. Stria perut dapat terlihat.
f. Kolateral abdomen yang melebar dan caput medusa dapat terlihat pada
asites karena penyakit hati, sedangkan kolateral di panggul dan punggung
menunjukkan blok vena cava inferior.
g. Shifting dullness, fluid thrill and Puddle sign adalah tes lain untuk
mendeteksi cairan di perut. Sensasi cairan positif lebih spesifik tetapi
tanda terakhir dari asites kasar dan tegang. Tidak adanya pergeseran
kusam atau sensasi cairan keduanya tidak termasuk diagnosis asites
karena dua tanda di atas hanya dapat ditimbulkan pada sekitar setengah
dari kasus asites.
h. Peningkatan tekanan vena jugularis mungkin menunjukkan perikarditis
konstriktif sebagai etiologi. Pasien dengan penyakit jantung atau sindrom
nefrotik mungkin mengalami anasarca.
i. Efusi pleura sisi kanan dapat terlihat pada beberapa pasien sirosis karena
defek pada diafragma.
j. Asites dapat dinilai sebagai Grade 1 (Mild) — Terdeteksi pada USG saja,
Grade II (Sedang)— Terbukti dengan distensi abdomen simetris sedang
dan Grade III (Besar/Kotor) — Distensi abdomen yang nyata.
6. Diagnosis6
Diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
radiografim dan parasentesis.
a. Anamnesis
Anamnesis didapatkan adanya pembesaran pada perut dan bertambahnya
berat badan yang tidak sesuai dengan usia. Selain itu didapatkan apakah
kemungkinan penyakit hati kronis atau hepatitis.
b. Pemeriksaan fisik
- Distensi abdomen, bulging flanks, atau redup pada perkusi
abdomen.
- Icterus
- Spider angiomas
- Kolateral vena umbikal
- Clubbing dan eritema palmar.
c. Radiografi
- Foto Polos Abdomen
Meskipun tidak diperlukan untuk diagnosis asites, mungkin
menunjukkan tanda-tanda asites, termasuk perpindahan usus besar
dari garis panggul properitoneal, usus kecil mengambang yang
terletak di pusat, pemisahan usus atau cairan lateral ke hati atau
limpa. Kehadiran cairan di panggul menyebabkan peningkatan
kepadatan di atas kandung kemih, menghasilkan apa yang disebut
tanda telinga anjing.
- USG Abdomen
Ini adalah tes sensitif untuk mendeteksi keberadaan asites. Saat
jumlah cairan meningkat, cairan ini dapat dideteksi di talang
pericolic (kantong Morrison) dan di sekitar hati dan limpa. Gema
di dalam cairan menunjukkan adanya eksudat, bekuan darah atau
keganasan.
- Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging
Ini tidak dianjurkan untuk mengkonfirmasi diagnosis asites,
meskipun mereka dapat membantu menentukan penyebabnya
dalam situasi tertentu.
d. Diagnostic parasentesis
Ini adalah prosedur penting dalam penilaian diagnostik pasien untuk
menentukan berbagai etiologi dan komplikasi seperti peritonitis bakteri
spontan yang memerlukan analisis cairan asites untuk diagnosis.
Parasentesis biasanya dilakukan melalui dinding perut di kuadran kiri
bawah. Di garis tengah, cephalad atau caudad ke umbilikus, pembuluh
darah kolateral dinding perut mungkin ada, jadi area ini harus dihindari.
Spina iliaka anterior superior harus ditempatkan dan lokasi yang dipilih
adalah dua lebar jari (3 cm) medial dan dua lebar jari (3 cm) cephalad ke
tengara ini. Indikasi untuk parasentesis diagnostik meliputi (1) Asites
onset baru (2) Pasien sirosis dengan asites saat masuk (3) Pasien sirosis
dengan asites dan tanda klinis infeksi (4) Pasien sirosis dengan asites dan
perburukan yang tidak dapat dijelaskan. Pemeriksaan yang dilakukan
berupa warna dari cairan asites, perhitungan neutrophil dan kultur pada
cairan asites, pewarnaan gram, dan parameter lainnya.
7. Tatalaksana5
a. Pembatasan diet natrium
b. Posisi supine
c. Diuretik berupa : Spironolakton 2 – 3 mg/kgbb (max 100mg) 1 kali pada
pagi hari. Jika tidak ada respon maka 2 mg/kg selama 5 – 7 hari hingga 4
– 6 mg/kgbb (400mg) pemberian ini di monitoring dengan kadar natrium
pada urin dengan target > 50meq/L. Jika tidak ada respon bisa
ditambahkan dengan furosemid 1 mg/kgbb (40mg) selama 5 – 7 hari
hingga 2 – 4 mg/kgbb ( 160mg ). Target pengobatan ialah penurunan
berat badan sekitar 0,5 – 1 % ( 300 – 500gr) hingga asites menghilang.
Untuk mencegah efek samping dari furosemide dapat dib erikan NSAID
d. Suplemen albumin 25% dengan dosis 1gr/kgbb iv 3 kali sehari hingga
kadar albumin >2,5 gr/dl
e. Parasentesis
f. Peritoneovenous shunting*
g. TIPS Shunting
8. Prognosis6
Berdasarkan dari penelitian fede G et al, pasien dengan asites yang
disebabkan sirosis hepatic rata – rata meninggal pada 3 tahun sebanyak 50%
C. Pneumonia7
1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru; walaupun
banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan
inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan satu definisi tunggal yang
universal. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga didefinisikan
berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu
definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik
yang ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan
gambaran infiltrat pada foto rontgen toraks. Dikenal istilah lain yang mirip
yaitu pneumonitis yang maksudnya lebih kurang sama. Banyak yang
menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses
infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non-infeksi.
Namun hal inipun tidak sepenuhnya ditaati oleh para ahli.
2. Etiologi
Sebagian penyebab dari pneumonia ialah infeksi dari mikroorganisme dan
hal lain seperti aspirasi, radiasi dan lain – lain.
Table 3.3 Bakteri penyebab pneumonia
Dugaan kuman Pneumonia Pneumonia dengan komplikasi
penyebab tanpa Efusi pleura Abses paru
komplikasi
Streptococcus ++++ ++ +
pneumoniae
Haemophilus ++ ++ +
influenzae
Streptococcus + ++ +
group A
Flora mulut + +++ ++++
Staphylococcus + ++ ++
aureus
3. Faktor risiko
a. Malnutrisi
b. Usia muda
c. Imunisasi
d. Kepadatan hunian
e. Defisiensi vitamin A, dan zinc
f. Polusi udara
4. Patogenesis
a. Filtrasi partikel di hidung
b. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
c. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
d. Pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier
e. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
f. Netralisasi kuman oleh substansi imun local
g. Drainase melalui sistem limfatik
5. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit.
Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga
gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda
pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik),
gejala pulmonal, pleural, atau ekstrapulmonal.
Gejala nonspesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia, resah dan
gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal
seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut.
Gejala pada paru timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala napas
cuping hidung, takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu napas
interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai
pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk.
6. Diagnosis
Table 3.4 diagnosis pneumonia
Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma
Anamnesis : Pada usia Usia berapapun, onset Terjadi pada usia sekolah.
a. Usia berapapun, onset perlahan, keluarga ada Onset kurang jelas, bisa
b. Awitan mendadak, tidak yang sakit, batuk tidak saja menular pada keluarga,
c. Sakit ada yang sakit, produktif disertai batuk kering, disertai nyeri
serumah batuk produktif dengan myalgia, ruam, kepala, otot, dan
d. Batuk organ bermukosa tenggorokan
e. Gejala
penyerta
Fisik : Klinis > temuan, Klinis < temuan, Klinis < temuan, umumnya
a. Keadaan demam > 39 demam < 39 celcius, demam <39 celcius, ronkhi
umum celcius. Ronkhi ronkhi bilateral, difus unilateral dan mengi
b. Demam kadang – dan mengi
c. auskkultasi kadang,suara
nafas melemah
Dilakukan pula pemeriksaan penunjang berupa : Foto thorak AP lateral,
pemeriksaan darah rutin dan CRP.
7. Tatalaksana
Tabel 3.5 Pilihan terapi antibiotic pneumonia
Pneumonia tanpa komplikasi Pneumonia dengan komplikasi
Efusi pleura Abses paru
Ampisilin + kloramfenikol Sefuroksim Sefazolin
Sefuroksim Ampisilin + Sulbaktam Klindamisin
Ampisilin + sulbactam Ampisilin + Sulbaktam
a. Terapi suportif : Pemberian nutrisi dan cairan sesuai kebutuhan, dan
terapi oksigen
b. Terapi etiologi : antibiotic dapat dilihat pada table 3.5.
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien bayi perempuan usia 5 bulan datang dengan keluhan perut yang
membesar sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini muncul dan
menetap secara perlahan – lahan, perut pernah mengecil namun kembali
membesar, pembesaran terlihat awalnya pada perut kemudian pada kemaluan
pasien. Keluhan ini membuat pasien tampak lemas dan tidak bisa tidur. Ibu
pasien telah memberikan obat tradisional namun perut masih tetap membesar.
Keluhan ini disertai dengan warna kuning pada kedua mata dan seluruh tubuh
pasien yang terlebih dahulu muncul saat usia pasien 20 hari, keluhan kuning ini
menetap dan tidak pernah hilang, ibu pasien menjemur pasien setiap hari namun
keluhan kuning tidak pernah hilang. Selain keluhan kuning, BAB pasien
tampak kuning pucat dan BAK tampak seperti warna teh, pasien juga demam,
nafsu makan yang menurun, bayi tampak sesak dan rewel. Berdasarkan
anamnesis didapatkan masalah pada pasien berupa pembesaran perut yang
didahului kuning yang menetap.
Berdasarkan riwayat kehamilan dan kelahiran pasien lahir secara SC
dengan indikasi PEB pada ibu di usia 32 minggu dengan berat badan lahir
sangat rendah sekitar 1,1 kg, kecil masa kehamilan, asfiksia dan anemia. Pasien
sehari – hari tidak mengonsumsi ASI dan sudah diganti susu formula sejak
keluar dari rumah sakit. Pasien tidak pernah dibawa ke posyandu untuk
dilakukan pemeriksaan dan diberikan imunisasi. Pasien usia 5 bulan, untuk
perkembangan kognitif pasien sudah bisa melakukan kontak mata dan
menangis untuk menjunkan kebutuhan. Pada perkembangan motorik pasien
belum bisa mengangkat kepala dan hanya bisa menggerakan kepala ke
kiri/kanan ke tengah. Pada perkembangan personal – sosial, pasien sudah bisa
melihat dan menatap wajah ibunya. Kemudian belum ada perkembangan pada
bahasa pasien.
Bersadarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital
ditemukan nadi 112 x/menit, frekuensi napas 30 x/menit, suhu 38,6 oC dan
saturasi oksigen 99%. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan adanya
demam dengan suhu diatas 37,5 oC. Ditemukan adanya ikhterus pada pasien
dengan Kramer V, dan pembesaran pada regio abdomen dan inguinalis.
Pada pemeriksaan antropometri didapatkan TB / U (45 cm ) : di bawah
-3 SD yang berarti severely stunting, BB / U di bawah -3 SD yang berarti
severely underweight, BB/TB diatas + 3SD namun pada pasien dalam keadaan
asites yang membuat berat badannya bertambah. Dikarenakan kondisi asites ini
maka status gizi diliat dari lila dimana hasilnya 10,5 yang berarti gizi buruk8,9,10.
Pada pemeriksaan abdomen tampak buncit, distensi andomen, tampak
dilatasi vena, pusar tampak membonjol, terpasang drain pungsi asites di regio
iliaca dekstra dengan cairan asites yang mengalir berwarna kuning keruh
sebanyak 400 cc. Bising usus terdengar lemah dengan frekuensi 10 x/menit,
hepar dan lien tidak teraba, terdapat undulasi dan shifting dullnes. Pembesaran
juga terdapat pada labia mayor sinistra yang diartikan adanya hernia inguinalis
akibat cairan asites. Pada pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Berdasarkan dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya asites abdomen
dan ikhterus.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan dua kali pemeriksaan,
pemeriksaan pertama tanggal 23 Juli 2021 didapatkan kadar hemoglobin 7,6
g/dl yang bermakna adanya anemia pada pasien kemudia diberikan tranfusi
sebanyak 30ml dan dilakukan pemeriksaan ulang kadar hemoglobin naik
menjadi 12,1 g/dl. Pada pemeriksaan elektrolit dan kimia darah tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan kadar albumin, ditemukan bahwa kadar dibawah
batas normal sekitar 2,5 yang menandakan adanya hipoalbumin, kemudian pada
pemeriksaan fungsi hati didapat peningkatan pada kadar SGOT (725,1) dan
SGPT (165,3) hal ini menandakan adanya kerusakan pada sel hepatosit.
Kemudian peningkatan kadar alkali fosfatase sebesar 600,3, protein total
menurun sekitar 4,3, dan GGT dalam batas normal. Hal ini menandakan adanya
cholestatis pada hepar. Kemudian pada pemeriksaan Bilirubin total dan direk
ditemukan peningkatan dan pada pemeriksaan ini didapatkan peningkatan pada
bilirubin konjungasi yang menandakan bahwa penyebab yang terjadi berada
pada intrahepatic atau ekstrahepatik. Berdasarkan pada pemeriksaan
laboratorium bisa didapatkan bahwa terjadi kerusakan pada hepar baik dari
kerusakan sel hepatosit maupun fungsional hepar.
Pada pemeriksaan radiologi, untuk foto thorak didapatkan adanya
Tampak curiga bercak infiltrate suprahiler, paracardial paru kanan dan terkesan
adanya pneumonia yang disebabkan aspirasi. Pada pemeriksaan USG tidak
ditemukan adanya kelainan pada sistem bilier dan porta, tidak ditemukan pula
adanya batu pada saluran empedu maupun bulli, kemudian ditemukan adanya
cairan yang memenuhi rongga abdomen. Berdasarkan pemeriksaan ini
ditemukan adanya pneumonia dan asites.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang masalah yang ditemukan ialah asites permagna yang didahului
kuning yang tampak menetap dari usia 20 hari. Hal ini menandakan adanya
asites yang disebabkan adanya masalah pada sistem bilier baik kerusakan sel
hepatosit maupun fungsional dari hepar. Hal ini dibuktikan dengan adanya bab
yang berwarna kuning pucat dan bak yang berwarna kuning gelap seperti teh.
Pada asites ini tatalaksana yang bisa dilakukan ialah pembatasan diet natrium,
posisikan pasien dalam keadaan terlentang, pemberian diuretik, suplemen
albumin 25 %, parasentesis, PV shunting dan TIPS shunting. Pada pasien
tatalaksana untuk asites diberikan pembatasan diet, posisi terlentang dan
parasentesis. Kerusakan sel dan fungsional bilier yang disebut kolestasis
jaundice dapat disebabkan oleh infeksi, obstruksi, metabolik, dan
multifactorial. Dari pasien penyebab kolestasi dari adanya penyebab
multifactorial yaitu prematuritas. Penyebab yang sudah bisa disingkirkan
melalui pemeriksaan yang sudah dilakukan ialah tidak ditemukan adanya
obstruksi pada saluran empedu, namun pada penyebab lain seperti infeksi, dan
metabolic belum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tatalaksana yang
dilakukan untuk kolestasis jaundice ini diberikan pemberian nutrisi yang
seimbang pada pasien, memperbaiki saluran dengan pemberian asam
ursodeoxicholic. Pada pneumonia pasien diberikan antipiretik dan antibiotic.
Pada 3 hari masa perawatan ditemukan meningkatnya keadaan umum
pasien, penurunan ukuran lingkar perut, dan kebutuhan oksigen.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pasien bayi perempuan usia 5 bulan dengan diagnosis asites permagna et causa
kolestasis jaundice intrahepatic dd ekstrahepatik disertai pneumonia dan gizi
buruk.
2. Tatalaksana pasien dibagi menjadi prioritas awal perbaiki keadaan umum,
mengatasi asites, kolestasis jaundice dan pneumonia kemudian tatalaksana gizi
buruk.
3. Tatalaksana lebih lanjut dilakukan setelah mengetahui penyebab kolestasis
jaundice dengan melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. D Amato M, Ruiz P, Aguirre K, Gómez Rojas S. Cholestasis in Pediatrics.
Revista colombiana de Gastroenterología. 2016 Dec;31(4):409-17.
2. Prasetyo D, Ermaya YS, Martiza I. Perbedaan Manifestasi Klinis dan
Laboratorium Kolestasis Intrahepatal dengan Ekstrahepatal pada Bayi. Majalah
Kedokteran Bandung. 2016 Mar 31;48(1):45-50.
3. Fawaz R, Baumann U, Ekong U, Fischler B, Hadzic N, Mack CL, McLin VA,
Molleston JP, Neimark E, Ng VL, Karpen SJ. Guideline for the evaluation of
cholestatic jaundice in infants: joint recommendations of the North American
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition and the
European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition.
Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 2017 Jan 1;64(1):154-68.
4. Julfina Bisanto.“KOLESTASIS INTRAHEPATIK PADA BAYI DAN
ANAK” dalam Buku Ajar Gastroentrologi-Hepatologi. Jilid 1.2009.IDAI.
Jakarta.
5. Karnsakul W, Ingviya T, Seaberg E, Laengvejkal P, Imteyaz H, Vasilescu A,
Schwarz KB, Scheimann AO. Ascites in children: a single-center experience of
27 years. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 2017 Jan
1;64(1):83-8.
6. Giefer MJ, Murray KF, Colletti RB. Pathophysiology, diagnosis, and
management of pediatric ascites. Journal of pediatric gastroenterology and
nutrition. 2011 May 1;52(5):503-13.
7. Supriyatno B. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatri. 2016
Dec 5;8(2):100-6.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman Pelayanan Anak
Gizi Buruk, Jakarta.
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Bagan Tatalaksana Anak
Gizi Buruk, Jakarta.
10. Bavdekar A, Thakur N. Ascites in children. The Indian Journal of Pediatrics.
2016 Nov;83(11):1334-40.

Anda mungkin juga menyukai