Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENYAJIAN KASUS

1.1. IDENTITAS
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Alamat : Sui. Ambawang
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan :-
Masuk RS : 30 Maret 2017

1.2. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Tidak dapat melihat

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli saraf RSP Universitas
Tanjungpura dengan keluhan tidak dapat melihat sejak
1 tahun terakhir, dimana pandangan dirasa mulai
buram sejak 2 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh
terkadang dirasakan nyeri kepala seperti ditusuk-
tusuk, nyeri diraskan hilang timbul sejak 2 tahun yang
lalu. Penurunan berat badan disangkal. Keluhan mual,

1
muntah, penurunan nafsu makan, demam, kejang,
kelemahan anggota gerak, gangguan memori,
gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan
disangkal oleh pasien.
Pasien mengaku adanya riwayat trauma
tertimpa buah kelapa pada saat usia 10 tahun. Namun
keluhan pandangan buram dan nyeri kepala baru
muncul sejak 2 tahun terakhir.
Sebelumnya pada januari 2015 pasien mulai
sering merasakan nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk
dan dirasakan hilang timbul dan dirasakan semakin
memberat. Pada juni 2015 penglihatan mata kiri
pasien dirasa mulai buram, diikuti mata kanan yang
juga mulai dirasa semakin buram pandangannya
beberapa bulan setelahnya. Atas keluhan pandangan
mata yang semakin buram dan keluhan nyeri kepala
yang sering muncul dan dirasa semakin memberat,
pasien melakukan pengobatan kampung. Pasien
mengaku penglihantannya mulai membaik dan nyeri
kepala hilang mulai Desember tahun 2015. Setelah 4
bulan dirasa pandangan membaik nyeri kepala hilang,
pada Maret 2016 pandangan kedua mata mulai dirasa
buram kembali dan nyeri kepala muncul lagi dan
dirasa semakin memberat. Keluhan tersebut semakin

2
memberat sampai pasien sama sekali tidak dapat
melihat, intensitas nyeri kepala semakin sering.
Pasien berobat ke spesialis mata 3 minggu
sebelumnya, namun dirujuk ke spesialis saraf.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


o Riwayat hipertensi, DM, dislipidemia, penyakit
jantung, serta penyakit sistemik lainnya disangkal.
o Riwayat tumor disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


o Keluarga dengan riwayat keluhah yang sama
diangkal.
o Riwayat keluarga dengan tumor disangkal.

E. Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi


o Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 22 tahun
yang lalu dan sudah berhenti sejak tahun terakhir.
o Pasien sebelumnya bekerja sebagai petani, namun
semenjak muncul keluhan pasien sudah jarang
bekerja dan sudah tidak dapat bekerja sama sekali
sejak 1 tahun terakhir.
o Pendidikan terakhir pasien SMP.
o Pasien memiliki 1 orang istri dan 1 orang anak
berusia 8 tahun.

3
o Kebutuhan hidup sehari-hari dipenuhi oleh istri
pasien yang bekerja bertani.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital : TD 120/80 mmHg
Nadi 64x/mnt
Respirasi 20x/mnt
Suhu 35,9oC
VAS 6
Status gizi : Baik
Kepala :Normocephal, Konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Peningkatan JVP (-), Pembesaran
limfonodi (-)
Dada
Paru : I : simetris
P: fremitus normal
P: sonor
A: vesikuler, suara tambahan (-)
Jantung : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis teraba
P: batas jantung normal

4
A: S1 dan S2 reguler
Abdomen : I :Simetris, pembesaran (-),
hiperemis (-)
P:Pembesaran hepar dan lien (-)
P : Supel, nyeri tekan (-)
A : Bising usus (+) 8 kali/mnt
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat,
CRT < 2 detik

B. Status Mental
Kewaspadaan : Normal
Observasi perilaku
o Perubahan perilaku : Normal
o Status mental
Tingkah laku umum : Normoaktif
Alur pembicaraan : Normal
Perubahan mood dan emosi : Normal
Isi pikiran : Normal
Kemampuan intelektual : Cukup
Sensorium:
o Kesadaran :Compos mentis
o Atensi : Baik
o Orientasi : Baik
o Memori jangka panjang : Baik
o Memori jangka pendek : Baik
o Kecerdasan berhitung : Baik
o Simpanan informasi : Baik

5
o Tilikan, keputusan dan rencana : Baik

C. Status neurologis
Kesadaran : Compos mentis
Sikap tubuh : Normal
Kepala : Normocephal

Saraf Kranialis
Kanan Kiri
N.I Daya Pembau N N
N.II Daya penglihatan Visus 0 Visus 0
Penglihatan warna - -
Lapang Pandang - -
N.III Ptosis - -
Gerakan mata ke N N
medial
Gerakan mata ke N N
atas
Gerakan mata ke N N
bawah
Ukuran pupil D 5 mm D 5 mm
Reflek cahaya - -
langsung
Reflek cahaya - -
konsensuil
Strabismus - -
divergen
N.IV Gerakan mata ke + +
lateral bawah
N.V Strabismus - -
konvergen
Menggigit N
Membuka mulut N
Sensibilitas muka N N

6
Refleks kornea + +
Trismus -
N.VI Gerakan mata ke + +
lateral
Strabismus - -
konvergen
N.VII Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis N N
Menggembungkan N N
pipi
Daya kecap lidah N N
2/3 depan
N.VIII Mendengar suara N N
berbisik
Mendengar detik N N
arloji
Tes Rinne N N
Tes Schawabach N N
Tes Weber N N
N.IX Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah N N
1/3 belakang
Refleks muntah +
Sengau -
Tersedak -
N.X Denyut nadi 64x/mnt,reguler 64x/mnt,regular
Arkus faring N
Bersuara N
Menelan N
N.XI Memalingkan + +
kepala
Sikap bahu Simetris
Mengangkat bahu - +

7
Trofi otot bahu E E
N.XII Sikap lidah N
Artikulasi N
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah N N
Trofi otot lidah E E
Fasikulasi lidah - -

Leher : Meningeal Sign (-)


Ekstremitas :
B B 5 5 N N
G B B 5 5 N N

E
E
E
E
CL -/-

+2 +2 - -
RF
+2 +2 - -

Gerakan involunter :-
Sensibilitas : dbn
Vegetatif : dbn

Karnofsky Performance Status : 70 (mampu menjalankan


keperluan sendiri, tidak mampu
menjalankan pekerjaan).

8
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (30/03/2017)
Hematologi Rutin
HGB 14,7 g/dl
WBC 10,3 x 109/L
PLT 349 x 109/L
Kimia Klinik
GDS 77 mg/dl
Ureum 28,4 mg/dl
Creatinin 1,16 mg/dl

B. CT Scan Kepala dengan kontras (30/03/2017)


o Tampak bayangan massa batas tegas daerah sella
tursica yang meluas ke suprasella yang menekan
ventrikel lateralis cornu anterior.
o Post contrast scanning massa memberikan
penyangatan.
Kesimpulan MSCT kepala dengan kontras saat ini
menunjukkan: Massa pada sella tursica yang
meluas ke suprasella.

9
Gambar 1. Hasil MSCT Kepala dengan kontras Pasien Tn.R

1.5. RESUME
Seorang pasien laki-laki, usia 35 tahun mengeluh
tidak dapat melihat sejak 1 tahun terakhir, dimana
pandangan mulai buram dan muncul keluhan nyeri kepala
hilang timbul dirasa seperti ditusuk-tusuk sejak 2 tahun
terakhir. Riwayat merokok sejak 22 tahun yang lalu.
Pasien sudah tidak dapat bekerja sama sekali karena
keluhan tersebut sejak 1 tahun terakhir. Pasien berobat ke
spesialis mata 3 minggu sebelumnya, namun dirujuk ke
spesialis saraf.
Dari pemeriksan fisik didapatkan visus kedua mata
0, diameter kedua pupil 5 mm, reflek cahaya langsung
(-/-), reflek cahaya tidak langsung (-/-). Dari pemeriksaan
penunjang MSCT kepala dengan kontras menunjukkan
Massa pada sella tursica yang meluas ke suprasella.

1.6. DIAGNOSIS

10
Diagnosis Klinik : Space Occupying Lesion
Diagnosis Topik : Massa pada sella tursica
Diagnosis Etiologik :Susp Tumor hipofisis DD
Kraniofaringioma
1.7. PENATALAKSANAAN
o IVFD RL 16 tpm
o Inf Paracetamol 2 x 1 g
o Inj Dexamethasone 3 x 1 amp
o Inj Ranitidin 2 x 1 g

Usulan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan


lanjutan
Pemeriksaan hormon GH, ACTH, LH/FSH, Prolaktin,
TSH.
Rontgen Thorax.
Rujuk ke Spesialis Bedah Saraf
Pemeriksaan Patologi Anatomi Jaringan.

1.8. PROGNOSIS
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam

11
BAB II
PEMBAHASAN

Dari anamnesis, pada pasien didapatkan keluhan nyeri


kepala yang berlangsung kronis progresif. Dalam menilai nyeri
kepala memperhatikan 4 pola nyeri kepala, yaitu:1

12
1. Onset mendadak: berhubungan dengan abnormalitas vaskuler,
abnormalitas sirkulasi cairan serebrospinal.
2. Onset subakut tanpa progresi yang berat: berhubungan
dengan gangguan nyeri kepala primer, seperti migren.
3. Onset subakut dengan progresi: diikuti perkembangan tanda
neurologik, berhubungan dengan nyeri kepala primer seperti
migren dan penyakit yang lebih serius seperti infark serebral,
hematoma subdural, meningitis/ensefalitis, sinusitis sphenoid,
proses intrakranial yang semakin memberat (tumor, abses,
tuberkuloma)
4. Onset bertahap (kronis) dengan progresi: berhubungan
dengan tumor intrakranial, abses, tuberkuloma, hematoma,
membesarnya aneurisma, infeksi, iskemik, arteritis, gangguan
metabolik, meningitis/ensefalitis, sinusitis sfenoid.
Dari gejala klinis pasien tersebut didapatkan nyeri kepala
yang berlangsusng kronis progresif. Dari pemeriksaan penunjang
MSCT scan kepala menggambarkan suatu lesi struktural di otak
yang mengarah pada Space Occupying Lesion (SOL). Penyebab
dari SOL ini dapat neoplasma maupun non neoplasma berupa
kontusio serebri, hematoma, dan abses otak. Onset nyeri kepala
dan penurunan penglihatan pasien ini dengan onset bertahap
(kronis) dan tidak adanya riwayat trauma sebelum keluhan
muncul dapat menyingkirkan adanya perdarahan pada otak. Tidak
adanya keluhan demam, tidak ada leukositosis pada pemeriksaan
penunjang laboratorium, serta pada pemeriksaan MSCT scan

13
kepala post contras scanning massa memberikan penyangatan
dapat menyingkirkan kemungkinan abses otak dan mendukung
adanya tumor intrakranial.
Neoplasma dapat mengenai susunan saraf pusat melalui
tiga cara. Pertama, tumor primer yang berasal dari otak, medulla
spinalis, atau bangunan di sekitarnya. Kedua, tumor metastasis
yang merupakan penyebaran dari tumor primer di tempat lain.
Ketiga, kerusakan otak dan medulla spinalis secara tidak
langsung akibat adanya tumor di tempat lain.2
Metastasis serebral merupakan tumor otak paling umum
terlihat secara klinis. Lima belas sampai dengan tiga puluh persen
penderita dengan kanker berkembang menjadi metastasis
serebral. Pada penderita tanpa riwayat kanker ditemukan serebral
metastasis sekitar 15 % dan 43-60% diantaranya memiliki
gambaran roentgen thoraks abnormal. Rute penyebaran biasanya
hematogen meskipun ekstensi lokal juga dapat ditemukan. 3 Pada
pasien ini riwayat adanya tumor lain disangkal. Dirasa perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen thorax untuk
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor metastase,
meskipun secara pasti penegakan diagnosis dilakukan melalui
pemeriksaan patologi anatomi jaringan.
Gejala dan tanda klinik awal tumor otak sangat bervariasi
tergantung pada lokasi tumor. Manifestasi gejala juga sangat
tergantung dari mekanisme yang mendasari yaitu: (1)

14
peningkatan tekanan intrakranial, (2) kompresi langsung jaringan
otak, (3) pergeseran isi intrakranial, (4) akibat iskemia serebral.4
Neoplasma sistem saraf pusat (SSP) mencakup neoplasma
yang berasal dari dalam otak, medulla spinalis, atau meningen,
serta tumor metastatik yang berasal dari tempat lain. Neoplasma
SSP primer sedikit berbeda dengan neoplasma yang timbul di
tempat lain, dalam artian bahwa bahkan lesi yang secara hitologis
jinak, dapat menyebabkan kematian karena penekanan terhadap
struktur vital. Selain itu, berbeda dengan neoplasma yang
timbul di luar SSP, bahkan tumor otak primer yang secara
histologis ganas jarang menyebar kebagian tubuh lain.4
Pada saat tumor otak terjadi, pertumbuhan sel yang tidak
diperlukan secara berlebihan menimbulkan penekanan dan
kerusakan pada sel-sel lain di otak dan mengganggu fungsi otak
bagian tersebut. Tumor tersebut akan menekan jaringan otak
sekitar dan menimbulkan tekanan oleh karena tekanan
berlawanan oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang sehat,
serta area sekitar saraf. Sebagai hasilnya, tumor akan merusak
jaringan otak. 4
Biasanya tumor otak diklasifikasikan berdasar pada
jaringan asalnya (astrositoma, meningioma, ependimoma,
oligodendroglioma, meduloblastoma). Tumor otak primer
biasanya noninvasif dan jarang menginfiltrasi jaringan
sekitarnya.5

15
Astrositoma cenderung terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda. Kebanyakan disertai dengan kejang. Predileksinya
pada lobus temporal, posterior frontal dan anterior lobus parietal.
Tumor ini menunjukkan selularitas derajat rendah dan terdapat
jaringan tumor normal di dalamnya. Kalsifikasi jarang terjadi.
Tidak dijumpai anaplasia dan mitosis. Vasa darah dapat sedikit
meningkat. Prognosis berhubungan dengan peningkatan TIK,
penurunan kesadaran, defisit neurologik yang signifikan, durasi
yang pendek saat munculnya gejala sebelum terdiagnosis, dan
adanya enhancement pada gambaran radiologis.3
Glioblastoma Multiform (GBM) merupakan 40% dari
tumor otak primer. Insidensinya terbanyak pada usia 55 tahun.
GBM berkembang cepat dan menginfiltrasi jaringan otak.
Predileksinya paling sering pada lobus temporal, parietal dan
frontal. Gejala dan tanda serupa dengan astrositoma karena GBM
merupakan Grade IV Astrocytoma. Gambaran radiologis
menunjukkan enhancement dengan kontras.3
Pasien dengan Oligodendroglioma (ODG) telah
mengalami kejang sejak beberapa tahun sebelum didiagnosis.
Kejang dijumpai pada 50-80% ODG. Predileksinya 90% ada di
supratentorial, terbanyak di lobus frontalis. Gambaran radiologis
paling sering dijumpai kalsifikasi.3
Meningioma terjadi pada tempat dimana sel arakhnoid
ditemukan (antara tulang kranium dengan jaringan otak, dalam
ventrikel dan sepanjang corda spinalis). Paling sering pada falk,

16
konfeksitas, dan tulang sphenoid. Biasanya berkembang lambat,
circumscribed (tidak infiltratif), lesi jinak. Tumor ini
menyebabkan hyperostosis pada tulang di dekatnya. Kadang
dijumpai kalsifikasi. Biasanya sembuh dengan eksisi komplit.3
Pada pemeriksaan penunjang pasien didapatkan massa
pada sella tursica yang mengarahkan bahwa tumor merupakan
jenis tumor pada rongga sella dimana yang tersering merupakan
tumor hipofisis. Tumor hipofisis, terutama terdapat pada usia
20-50 tahun, dengan insiden yang seimbang pada laki- laki dan
wanita. Adenoma hipofisis terutama timbul pada lobus
anterior hipofisis, pada lobus posterior (neurohipofisis) jarang
terjadi, tumor ini biasanya jinak.6

17
Gambar 2. Jenis Tumor SSP7

18
Gambar 3. Jenis Tumor SSP (2)7
Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting
bagi tubuh manusia, kelenjar ini mengatur fungsi dari kelenjar
tiroid, kelenjar adrenal, ovarium dan testis, kontrol laktasi,
kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan tumbuh kembang
yang linear, dan mengatur osmolalitas dan volume dari
cairan intravascular dengan memelihara resorpsi cairan di
ginjal.6
Kelenjar hipofisis terletak pada sella turcica, pada
konvavitas berbentuk sadel dari tulang sphenoid. Superior dari
kelenjar hipofisis terdapat diaphragma sella, yang merupakan
perluasaan secara transversal dari duramater dimana tungkai
hipofisis menembusnya. Diatas diaphragma ini terletak nervus
optikus, chiasma dan traktus. Pada dinding lateral dari sella

19
terdapat dinding medial dari sinus kavernosus yang berisi N
III, IV, VI, V1,V2 dan A.karotis interna.6

Gambar 4. Letak Kelenjar Hipofisis


Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus anterior dan
lobus posterior, pada lobus anterior kelenjar ini terdapat 5 type
sel yang memproduksi 6 hormon peptida. Sedangkan pada
lobus posterior dilepaskan 2 macam hormon peptida.6
Tumor pada kelenjar ini akan memberikan gejala oleh
karena adanya efek masa atau gangguan produksi hormon pada
penderitanya. Evaluasi endokrin diperlukan untuk
mengkonfirmasi ada atau tidak adanya suatu endokrinopathy
yang akan menolong menetapkan etiologinya.6
Adenoma hipofisis merupakan tumor yang jinak,
dengan partumbuhan yang lambat, yang berasal dari sel-sel
kelenjar hipofisis. Adenoma ini diklasifikasikan berdasarkan
produk sekretorinya. Tumor fungsional (endocrineactive)

20
termasuk hampir 70% dari tumor hipofisis yang menghasilkan
1 atau 2 hormon. Adenoma nonfungsional adalah tumor
endocrine-inactive. Karena efek fisiologis dari hormon yang
dikeluarkan, tumor fungsional biasanya tampak lebih awal dari
pada adenoma nonfungsional. Sebaliknya, efek massa dari
adenoma hipofisis yang besar (seringnya karena tumor
endocrine-inactive) dapat berakibat gejala-gejala penekanan
seperti sakit kepala, defek lapangan pandang (kehilangan
penglihatan perifer), defisit saraf kranial, hipohipofisissme
(kompresi dari kelenjar hipofisis normal), apopleksi hipofisis
(perdarahan tiba-tiba atau infark perdarahan dari tumor yang
meluas) atau disfungsi stalk.8
Adenoma fungsional adalah mereka yang mensekresikan
PRL, GH, TSH, atau ACTH, yang menghasilkan gambaran
fenotip klinis dari sindrom amenorrhea-galaktorrhea, akromegali
atau gigantisme, hipertiroid sekunder, dan penyakit Cushing atau
sindroma Nelson. Tumor-tumor yang tidak berhubungan dengan
keadaan hipersekretori klinis (adenoma gonadotrof, adenoma sel
null, onkositomas, dan berbagai adenoma yang diam) secara
kolektif didesain secara nonfungsional klinis.8
Adenoma hipofisis fungsional termasuk:8
1. Adenoma yang mensekresi prolaktin (PRL), umum
ditemukan, terjadi pada 40-60% kasus.
2. Adenoma yang mensekresi Adreno- corticotropic Hormone
(ACTH). Adenoma ini terjadi pada 5-10% adenoma hipofisis,
namun > 35% pada karsinoma hipofisis; berhubungan dengan

21
penyakit Cushing.
3. Adenoma yang mensekresi Growth Hormone (GH),
terjadi pada 2-3% kasus; dihubungkan dengan akromegali
dan gigantisme.
4. Adenoma yang mensekresi Thyroid Stimulating Hormone
(TSH), terjadi < 1% kasus. Berhubungan dengan
hipertiroidisme.
5. Adenoma tipe campuran, mensekresikan lebih dari satu
hormon; terjadi pada kira-kira 10% dari adenoma fungsional.
Adenoma non fungsional dilaporkan terjadi antara 25%
dan 35% dari adenoma hipofisis, tidak aktif secara
hormonal, dan merupakan bentuk yang lazim dari
makroadenoma. Tumor hipofisis yang menghasilkan Follicle
Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH)
digolongkan ke dalam adenoma nonfungsional.8
Pasien dengan tumor hipofisis menunjukkan macam-
macam tanda dan gejala klinis yang dapat dibagi ke dalam
kategori berikut:8,9
1. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan hiperseksresi
dari hormone hipofisis yang terlibat, seperti akromegali,
prolaktinemia, sindrom Cushing, tirotoksikosis. Misalnya
tanda dan gejala dari hiperkortisolisme pada pasien dengan
adenoma yang mensekresi ACTH atau tanda dari pasien
akromegali dengan adenoma yang mensekresi GH.
2. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan efek mekanik
dari perluasan tumor ke dalam sella tursika. Seperti gejala

22
sakit kepala, gangguan penglihatan dan kelumpuhan saraf
kranial. Efek lokal yang diakibatkan pendesakan massa tumor
seperti:
o Massa yang membesar dalam fossa hipofisis dapat
menimbulkan sakit kepala, defek neurooftalmologi atau
nyeri trigeminal tergantung pada ukuran dan arah
pembesaran.
o Sakit kepala; biasanya retroorbita atau bitemporal.
o Cenderung memburuk ketika bangun. Sakit kepala
katastropik mendadak bisa disebabkan oleh apopleksi
hipofisis.
o Tumor hipofisis yang sangat besar dapat
mengakibatkan obstruksi cairan otak, menyebabkan
hidrosefalus.
o Defek lapangan pandang : umum namun seringkali
asimptomatik. Hemianopia bitemporal adalah kelainan
klasik namun dapat juga timbul defek lapangan
pandang bilateral atau unilateral.
o Pembesaran ekstensif ke hipotalamus dapat
mengakibatkan gangguan selera makan, haus, dan
gangguan regulasi suhu serta kesadaran.
3. Tanda dan gejala dari kelemahan fungsi hipofisis normal.
Hal ini hampir selalu ditemukan pada pasien-pasien dengan
makroadenoma, pengecualian utama yaitu ketika gangguan
dari fungsi hipofisis yang diakibatkan oleh efek dari sekresi
hormon yang berlebihan. Contoh lazim selanjutnya yaitu
temuan hipogonadsisme pada pasien dengan adenoma yang

23
mensekresi prolaktin. Defisiensi hormonal hipofisis anterior
sebagai berikut:
o Panhipopituitarism atau penurunan satu atau lebih dari
keenam hormon dalam berbagai derajat dapat terjadi.
o Manifestasi pada dewasa cenderung berupa infertilitas,
oligo/amenorrhea, penurunan libido dan disfungsi ereksi.
Defisiensi LH dan GH dapat mengakibatkan penurunan
massa otot, jumlah bulu pada tubuh, obesitas sentral dan
testis yang kecil dan lunak.
o Pada anak-anak, gejala hipopituitarisme seringkali
muncul dalam bentuk pubertas yang terlambat atau
gangguan pertumbuhan.
o Diabetes insipidus merupakan tampilan yang jarang
namun dapat muncul setelah operasi adenoma hipofisis.
Massa yang membesar dalam fossa hipofisis dapat
menimbulkan sakit kepala, defek neurooftalmologi. Pada pasien
ini ditemukan adanya gejala tanda dan gejala yang berhubungan
dengan efek mekanik dari perluasan tumor ke dalam sella
tursika. Nyeri kepala yang dirasakan pasien disebabkan karena
defek mekanik akibat perluasan tumor. Visus kedua mata pasien
0, menunjukkan adanya gangguan pada nervus optikus pasien,
hal ini didukung dengan hasil CT scan kepala yang
menunjukkan adanya berluasan massa ke suprasella yang mana
di sana terdapat nervus optikus, chiasma dan traktus optikus.
Diameter kedua pupil melebar dan tidak adanya reflek cahaya
langsung maupun tidak langsung menunjukkan adanya

24
gangguan pada nervus okulomotorius yang mana nervus tersebut
terletak dilateral dari sella tursica.
Untuk memastikan termasuk adenoma hipofisis fungsional
atau non-fungsional dapat dilakukan pemeriksaan adanya
kemungkinan adenoma hipofisis fungsional perlu dilakukan
pemeriksaan hormon-hormon hipofisis dan evaluasi
endokrinologi.
Differential Diagnosis untuk adenoma hipofisis berupa
tumor lain di dalam regio sella termasuk kraniofaringioma, kista
Rathkes cleft, dan yang lebih jarang, meningioma, germinoma,
dan hamartoma. Kraniofaringioma merupakan tumor jinak, kistik
dan ditemukan diatas sella tursica. Biasanya muncul dengan
gejala sakit kepala, defek lapangan pandang dan hipopituitarisme
(termasuk kegagalan pertumbuhan, sering muncul pada masa
kanak-kanak atau remaja).9
Terapi adenoma hipofisis tergantung pada tipe tumor
hipofisis dan apakah terdapat perluasan ke sekitar hipofisis.
Tumor penghasil hormon dapat ditangani dengan operasi, terapi
radiasi atau dengan obat-obatan seperti bromokriptin (adenoma
penghasil prolaktin) atau analog somastatin (adenoma penghasil
GH).9
Tatalaksana untuk tumor hipofisis harus secara
komprehensif dan individual, dengan tujuan.
1. Mengawasi tanda klinis dan biokimia dari sekresi hormon
yang berlebihan.

25
2. Pemeliharaan fungsi normal hipofisis sedapat mungkin.
3. Menatalaksana kelemahan fungsi hipofisis.
4. Mengawasi pertumbuhan tumor dan efek mekanis pada
struktur sekitarnya.8
Pasien yang mengalami rekurensi setelah operasi reseksi
dapat ditangani dengan terapi radiasi. Komplikasi adenoma
hipofisis dapat berupa apopleksi hipofisishipopituitarism onset
mendadak disebabkan infark akut dari adenoma hipofisis. Remisi
didapatkan hingga 90% pasien dengan mikroadenoma dan sekitar
50% - 60% pada pasien dengan makroadenoma.9

BAB III
KESIMPULAN

Seorang pasien laki-laki, usia 35 tahun mengeluh nyeri


kepala dan penurunan penglihatan dengan onset bertahap (kronis)
selama 2 tahun terakhir. Dari pemeriksan fisik didapatkan visus
kedua mata 0, diameter kedua pupil 5 mm, reflek cahaya
langsung (-/-), reflek cahaya tidak langsung (-/-). Pada

26
pemeriksaan MSCT scan kepala post contras scanning massa
memberikan penyangatan, menunjukkan Massa pada sella tursica
yang meluas ke suprasella.
Onset keluhan kronis progresif, tidak ada trauma dan
demam sebelumnya, serta adanya penyangatan pada pemeriksaan
MSCT kepala mengarahkan pada adanya tumor intrakranial pada
pasien ini.
Pada pemeriksaan penunjang pasien didapatkan massa
pada sella tursica yang mengarahkan bahwa tumor merupakan
jenis tumor pada rongga sella dimana yang tersering merupakan
Adenoma hipofisis.
Pasien dengan tumor hipofisis menunjukkan macam-
macam tanda dan gejala klinis yang dapat dibagi ke dalam
kategori berikut:
1. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan produksi
hormon yang berlebihan.
2. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan efek mekanik
dari perluasan tumor ke dalam sella tursika.
3. Tanda dan gejala dari kelemahan fungsi hipofisis normal.
Pada pasien ini ditemukan adanya gejala tanda dan gejala
yang berhubungan dengan efek mekanik dari perluasan tumor
ke dalam sella tursika. Massa yang membesar dalam fossa
hipofisis dapat menimbulkan sakit kepala, defek
neurooftalmologi. Untuk memastikan termasuk adenoma hipofisis
fungsional atau non-fungsional dapat dilakukan pemeriksaan
adanya kemungkinan adenoma hipofisis fungsional perlu

27
dilakukan pemeriksaan hormon-hormon hipofisis dan evaluasi
endokrinologi.
Terapinya adenoma tergantung pada tipe tumor hipofisis
dan apakah terdapat perluasan ke sekitar hipofisis. Tumor
penghasil hormon dapat ditangani dengan operasi, terapi radiasi
atau dengan obat-obatan.
Pasien yang mengalami rekurensi setelah operasi reseksi
dapat ditangani dengan terapi radiasi. Remisi didapatkan hingga
90% pasien dengan mikroadenoma dan sekitar 50% - 60% pada
pasien dengan makroadenoma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Weiner, W.J., Shulman, L.M., 2009, Emergent and Urgent


Neurology, Second edition, Lippincott William and
Wilkins, 227 East Washington Square, Philadelphia,
United States of America.
2. Gilroy,J.,2000, Basic Neurology, third edition, Mc Graw
Hill, Singapore
3. Greenberg,M.S., 2001, Handbook of Neurosurgery, fifth
edition, Thieme, New York

28
4. Huff,J.S., 2001, Neoplasma Brain, eMedicine Journal, vol
2, number 5
5. Mardjono, M dan Sidharta P., 2000, Neurologi Klinis
Dasar, cetakan ke delapan, P.T. Dian Rakyat Jakarta
6. Japardi, Iskandar., 2002, Tumor Hipofisis, Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
7. David, et all., 2016, The 2016 World Health Organization
Classification of Tumor of the Central Nervous System: a
Summary, Acta Neuropathol, Springer-Verlag Berlin
Heidelberg.
8. Hidayat, M., 2015, Adenoma Hipofisis, MKA, Volume 38,
Nomor 2. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Unoversitas Andalas.
9. Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015,
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tumor Otak,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

29

Anda mungkin juga menyukai