Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN (UREA BREATH TEST)

Pemeriksaan (Urea Breath Test)


Uji diagnostik infeksi H. pylori sering ditemukan kendala pada anak. Saat ini urea
breath test (UBT) dianggap sebagai baku emas non-invasif untuk uji diagnostik infeksi
H, pylori pada anak, akan tetapi pemeriksaan ini relatif mahal dan tidak semua
laboratorium atau rumah sakit mempunyai alat tersebut. Sejak beberapa tahun
terakhir telah dikembangkan satu uji diagnostik serologi dengan antigen lokal
Indonesia, yaitu Kit Bio M pylorl Beberapa senter di Indonesia telah menggunakan alat
ini sebagai uji diagnostik infeksi H, pylori terutama pada orang dewasa tetapi belum
pada anak. Alat tersebut mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi pada
orang dewasa (masing-masing sebesar 95% dan 92%).
UBT (Urea Breath Test) adalah pemeriksaan non invasive gold standard untuk deteksi infeksi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel nafas dan
didasarkan pada kemampuan Helicobacter pylori dalam mengeluarkan enzim urease yang
dapat mengubah urea menjadi karbondioksida (CO2) dan amonia. Pemberian tablet urea
dengan 13C pada pasien dengan infeksi Helicobacter pylori akan menghasilkan 13CO2 yang
tinggi pada nafas yang dapat dideteksi dengan spektrofotometer inframerah UBiT-IR300
dengan cara mengukur rasio 13CO2 tersebut dibandingkan dengan baseline (sebelum
diberikan tablet urea).
Dikembangkan Graham dan Marshall. Prinsip pemeriksaan UBT adalah berdasarkan reaksi
antara urease yang dihasilkan oleh H.pylori pada mukosa gastrik, dengan urea berlabel isotop
yang diberikan secara oral sehingga menghasilkan karbondioksia dan amonia. Konsentrasi
yang tinggi pada nafas pasien menunjukkan adanya infeksi H.pylori.
Pemeriksan UBT telah menjadi gold standard pemeriksan non invasif untuk diagnosis infeksi
H.pylori. Terdapat 2 metode untuk melabel urea yang digunakan. Yang pertama dengan
menggunakan isotop 13C dan metode lain menggunakan isotop 14C. Maastricht III
Consensus Report telah merkomendasikan 13C-UBT sebagai pilihan terbaik.
Pemeriksaan 13C-UBT dilakukan pada semua pasien, baik dewasa maupun anak anak,
dengan protokol yang sama. Semua pasien diharuskan berpuasa minimal selama 4 jam dan
diberi asam sitrat untuk memperlama pengosongan lambung. Tablet 13C dilarutkan dalam air
kemudian diminum. Sampel nafas dikumpulkan sebelum pemberian asam sitrat dan 30 menit
setelah larutan urea diberikan. Perbedaan 13CO2 antara kedua sampel nafas tersebut
dianalisis dengan menggunakan spektrometri massa atau spektrometer infra merah. Selisih
13CO2 diekspresikan dalam bentuk DOB (Delta ( ) over base line) dengan satuan. 0/00.
Pemeriksaan UBT dapat dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak, dengan tata cara
pemeriksaan yang sama.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan UBT adalah sebagai
berikut :
Berpuasa selama minimal 3 jam
Tidak boleh melakukan pemeriksaan dengan barium
Tidak boleh minum antibiotik dan sediaan bismuth atau sodium ecabet , sukralfat atau protom

pump inhibitor 30 hari sebelum pemeriksaan.


Pemeriksaan diawali dengan pengumpulan udara pernafasan normal (baseline) ke dalam
sebuah kantong, kemudian pasien diminta untuk meminum 13C-urea (urea berlabel). Setelah
itu pasien diminta berbaring ke sisi kiri selama 5 menit sebelum melakukan pengambilan
sampel nafas yang kedua. Perbedaan konsentrasi CO2 pada kedua sampel nafas tersebut
diukur.
Kegunaan UBT :
Diferensial diagnostik penyakit ulkus peptik dan gastritis kronik yang aktif
Monitoring terapi dan dokumentasi kesembuhan pada pasien dengan infeksi H.pylori
Pemeriksaan hanya ditujukan bagi pasien yang memang akan diterapi
Sensitivitas pemeriksaan UBT untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%, sementara
spesifitasnya untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%.
Merupakan pemeriksaan non invasive gold standard untuk deteksi infeksi Helicobacter
pylori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel nafas dan didasarkan pada
kemampuan Helicobacter pylori dalam mengeluarkan enzim urease yang dapat mengubah
urea menjadi karbondioksida (CO2) dan amonia. Pemberian tablet urea dengan 13C pada
pasien dengan infeksi Helicobacter pylori akan menghasilkan 13CO2 yang tinggi pada nafas
yang dapat dideteksi dengan spektrofotometer inframerah UBiT-IR300 dengan cara
mengukur rasio 13CO2 tersebut dibandingkan dengan baseline (sebelum diberikan tablet urea).
Pemeriksaan UBT dapat dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak, dengan tata cara
pemeriksaan yang sama.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan UBT adalah sebagai
berikut :
1. Berpuasa selama minimal 3 jam
2. Tidak boleh melakukan pemeriksaan dengan barium
3. Tidak boleh minum antibiotik dan sediaan bismuth atau sodium ecabet , sukralfat atau
protom pump inhibitor 30 hari sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan diawali dengan pengumpulan udara pernafasan normal (baseline) ke dalam
sebuah kantong, kemudian pasien diminta untuk meminum 13C-urea (urea berlabel). Setelah
itu pasien diminta berbaring ke sisi kiri selama 5 menit sebelum melakukan pengambilan
sampel nafas yang kedua. Perbedaan konsentrasi CO2 pada kedua sampel nafas tersebut
diukur.
Kegunaan UBT :
1. Diferensial diagnostik penyakit ulkus peptik dan gastritis kronik yang aktif
2. Monitoring terapi dan dokumentasi kesembuhan pada pasien dengan infeksi H.pylori
3. Pemeriksaan hanya ditujukan bagi pasien yang memang akan diterapi
Sensitivitas pemeriksaan UBT untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%, sementara
spesifitasnya untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%.

Apa yang dimaksud dengan nyeri epigastrium?


Nyeri epigastrium berhubungan dengan nyeri yang tajam dan terlokalisasi yang dirasakan
oleh seseorang pada daerah tengah atas perut yang berada tepat di bawah tulang iga. Nyeri
bisa dipicu oleh beberapa hal, misalnya nyeri yang berasal dari organ penyebab nyeri
langsung ataupun sekunder dari organ lain.
Salah satu contoh nyeri epigastrium dan diduga terjadi pada skenario adalah rasa nyeri pada
ulu hati dikarenakan oleh dispepsia. Pengertian dispepsia adalah sesuatu yang
menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman
di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa,
regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada.
Penyebab nyeri epigastrium yang paling umum antara lain makan secara berlebihan, minum
alkohol, atau mengkonsumsi makanan-makanan yang berminyak atau pedas. Nyeri
epigastrium juga dapat disebabkan oleh penyakit saluran pencernaan seperti refluks asam
lambung atau intoleransi laktosa. Hal ini dapat diakibatkan oleh isi lambung yang bergerak ke
atas masuk ke bagian belakang tenggorokan, menyebabkan peradangan dan nyeri dengan
sensasi terbakar.

Patofisiologi
Proses patofisiologis yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan
dispepsia fungsional adalah:
1.

hipersekresi asam lambung

2.

infeksi Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah sejenis kuman yang terdapat dalam lambung dan berkaitan dengan
keganasan lambung. Hal penting dari Helicobacter pylori adalah sifatnya menetap seumur
hidup, selalu aktif dan dapat menular bila tidak dieradikasi. Helicobacter ini diyakini
merusak mekanisme pertahanan penjamu (keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga
menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit) dan merusak jaringan. Helicobacter
pyloridapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan gastrin
sehingga terjadi hipergastrinemia.
3.
dismotilitas gastrointestinal (perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hopomotilitas antrum) --> Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan
motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan
pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus
4.

hipersensivitas viseral.

5.

penyakit lain juga dapat menyebabkan manifestasi dalam bentuk dispepsia, misalnya
gangguan kardiak, penyakit tiroid, obat-obatan, dan sebagainya.1

Ulkus peptikum

Ulkus peptikum atau tukak peptikum adalah keadaan di mana terjadi defek pada
mukosa ataupunsubmukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai
lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi.

Etiologi dan Patogenesis


Faktor yang paling sering menimbulkan gangguan ini adalah Helicobacter pylori, OAINS,
asam lambung, pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan pada faktor defensif.

- Helicobacter pylori, adalah bakteri gram negatif yang hidup dalam suasana asam dalam
lambung dan duodenum. Bakteri ini ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Pada bagian
lambung bakteri ini banyak terdapat pada bagian antrum dan dapat masuk menembus celah
antara dinding sel-sel epitel. Bakteri terlebih dahulu melekat di dinding lambung dengan
bantuan adhesin sehingga dapat lebih efektif merusak mukosa dengan melepaskan zat yang
sehingga terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi gastritis kronik aktif atau
duodenitis kronik aktif. Kelainan yang lebih berat yang dapat terjadi adalah tukak pada
lambung dan duodenum. Keadaan ini ditentukan dari faktor virulensi bakteri dan host sendiri
maupun fisiologis organ lambung/duodenum.
Apabila terjadi infeksi tubuh akan merespon dengan mengeluarkan sel-sel PMN maupun
limfosit yang menginfiltrasi sel mukosa secara intensif dengan mengeluarkan bermacammacam mediator atau sitokin, misalnya interleukin 8, gamma interferon alfa, TNF, dll. Proses
ini juga melibatkan sistem imun yang akan menimbulkan kerusakan sel-sel epitel
gastroduodenal yang lebih parah namun tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi
menjadi kronik. H. pylori juga mengeluarkan bermacam-macam enzim seperti urease,
protease, lipase, dan fosfolipase.Vacuolating cytotoxin menyebabkan vakuolisasi sel-sel
epitel, cytotoxin associated gen Amerupakan petanda virulensi bakteri ini dan hampir selalu
ditemukan pada tukak peptik.

Urease memecahkan urea dalam lambung menjadi amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel.
Protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi mukus akibatnya daya tahan mukus menurun,
dan merusak lapisan lipid pada apikal sel epitel. Asam lambung terus menerus berdifusi balik
sehingga terjadi pengikisan yang juga terus terjadi di duodenum sehingga terbentuk tukak
peptik.

H. pylori paling banyak terkumpul pada bagian antrum lambung sehingga merusak sel D
yang menghasilkan hormon gastrin. Akibatnya terjadi pengeluaran berlebihan dari gastrin
akibat somatostasin dari sel D yang rusak. Gastrin yang banyak ini akan merangsang sel
parietal mengeluarkan asam lambung berlebihan dan masuk ke duodenum. Hal ini dapat
menyebabkan duodenitis yang dapat berlanjut menjadi tukak duodenum. Asam lambung yang
tinggi pada duodenum dapat mengalami metaplasia gastrik dan H. pylori juga dapat hidup di
duodenum. Dengan seperti itu H. pylori dapat menyebabkan keasaman yang lebih lagi terjadi
pada duodenum karena penekanan produksi mukus dan bikarbonat.

- Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat (ASA) merupakan obat
yang sering digunakan dalam berbagai mekanisme seperti anti piretik, anti inflamasi,
analgetik, anti trombotik dan kemoprevensi kanker kolorektal.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal pada penggunaan
OAINS/ASA adalah akibat efek toksik atau iritasi langsung pada mukosa yang
memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel. Kerja dari
kedua obat ini adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat
sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin.

Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin melalui empat tahap, yaitu:
menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel
mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskuler yang diperberat
oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi.
Endotel vaskular akan terus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I, yang apabila
terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokontriksi sehingga aliran darah
menurun yang menyebabkan nekrosis epitel. Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan
perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskular gastroduodenal dan mesenterik, dimulai
dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen sehingga memperberat kerusakan epitel
dan endotel. Dan hal terakhir akan terjadi statis aliran mikrovaskular, iskemia, dan berakhir
dengan kerusakan mukosa/tukak peptik.

Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya tukak peptik pada pemakaian OAINS
adalah

Umur tua (> 60 tahun)

Riwayat tukak peptik sebelumnya

Dispepsia kronik

Intoleransi terhadap OAINS

Jenis, dosis dan lama penggunaan OAINS

Penggunaan bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan, dan penggunaan 2 jenis


OAINS bersamaan

Penyakit lain yang diderita orang pemakai OAINS

Faktor Lain
- Merokok, dapat menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai untuk H.
pylori.
- Faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin.

- Penyakit lain seperti sindrom Zollinger Elison, mastositosis sistemik, penyakit Chron dan
hiperparatiroidisme.
- Faktor genetik.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Endoskopi (gastroskopi) dengan biopsi dan sitologi
2. Pemeriksaan dengan barium
3. Pemeriksaan radiologi pada abdomen
4. Analisis lambung
5. Pemeriksaan laboratorium kadar Hb, Ht, dan pepsinogen

Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat ulkus peptikum ini adalah:
1. Perdarahan: hematemesis/melena dengan tanda syok apabila perdarahan
masive dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia defisiensi Fe.
2. Perforasi: nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis.
3. Penetrasi tukak yang mengenai pankreas: timbul nyeri tiba-tiba tembus ke belakang.
4. Obstruksi outlet bila ditemukan gejala mual & muntah, perut kembung dan
adanya
suara deburan sebagai tanda retensi cairan dan udara, dan berat badan menurun.
5. Keganasan dalam gaster dan duodenum (walaupun jarang terjadi).

PENATALAKSANAAN
1. Secara Medikamentosa
Hindari rokok dan makanan yang menyebabkan nyeri
Antasida untuk terapi simtomatik
Bloker H2 (ranitidin, cimetidine)
PPI (omeprazole)
Bismuth koloidal
Ampisilin atau tetrasiklin + metronidazole
(efektif melawan Helicobacter pylori)

Re-endoskopi pasien dengan ulkus gaster setelah 6 minggu karena terdapat


risiko keganasan.
2. Pembedahan
Hanya diindikasikan untuk kegagalan terapi medikamentosa dan komplikasi.

UBT (Urea Breath Test)


Merupakan pemeriksaan non invasive gold standard untuk deteksi infeksi Helicobacter
pylori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel nafas dan didasarkan pada
kemampuan Helicobacter pylori dalam mengeluarkan enzim urease yang dapat mengubah
urea menjadi karbondioksida (CO2) dan amonia. Pemberian tablet urea dengan C pada pasien
dengan infeksi Helicobacter pylori akan menghasilkan CO2 yang tinggi pada nafas yang
dapat dideteksi dengan spektrofotometer inframerah UBiT-IR300 dengan cara mengukur
rasio CO2 tersebut dibandingkan dengan baseline (sebelum diberikan tablet urea).

Pemeriksaan UBT dapat dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak, dengan tata cara
pemeriksaan yang sama.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan UBT adalah sebagai
berikut :
1. Berpuasa selama minimal 3 jam
2. Tidak boleh melakukan pemeriksaan dengan barium
3. Tidak boleh minum antibiotik dan sediaan bismuth atau sodium ecabet , sukralfat atau
protom pump inhibitor 30 hari sebelum pemeriksaan.

Pemeriksaan diawali dengan pengumpulan udara pernafasan normal (baseline) ke dalam


sebuah kantong, kemudian pasien diminta untuk meminum C-urea (urea berlabel). Setelah itu
pasien diminta berbaring ke sisi kiri selama 5 menit sebelum melakukan pengambilan sampel
nafas yang kedua. Perbedaan konsentrasi CO2 pada kedua sampel nafas tersebut diukur.

Kegunaan UBT :
1. Diferensial diagnostik penyakit ulkus peptik dan gastritis kronik yang aktif
2. Monitoring terapi dan dokumentasi kesembuhan pada pasien dengan infeksi H.pylori
3. Pemeriksaan hanya ditujukan bagi pasien yang memang akan diterapi
Sensitivitas pemeriksaan UBT untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%, sementara
spesifitasnya untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%.
Infeksi Helicobacter pylori sampai saat ini masih merupakan masalah di dunia dan
banyak kasus yang tak terdiagnosis dengan baik. Kesulitan diagnosis pada penyakit ini
adalah karena manifestasi klinisnya yang kadang tidak khas bahkan banyak yang
asimtomatis dan prosedur diagnostik yang masih sulit dan tidak banyak tersedia di
rumah sakit. Fenomena infeksi H. pylori merupakan fenomena gunung es dimana
kebanyakan penyakit yang berhasil didiagnosis mungkin hanya sebagian kecil dari
seluruh populasi yang terinfeksi.
Helicobacter pylori adalah bakteri yang dapat berkoloni pada saluran cerna manusia
dan merupakan salah satu penyebab ulkus duodenum dan gaster, atau salah satu faktor

penyebab keganasan lambung. Infeksi didapatkan secara per oral dan sebagian besar
ditularkan antar anggota keluarga pada masa anak-anak.
Prevalensi H. pylori di Negara berkembang dilaporkan lebih tinggi dibanding negara maju.
Pada negara berkembang, prevalensi H. pylori pada anak berkisar antara 30-80% dan di
negara maju diperkirakan sebesar 10%.
Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna seperti muntah, mual,
diare, nyeri perut dan lain-lain. Infeksi H. pylori pada anak sebagian besar asimtomatis atau
memperlihatkan gejala saluran cerna yang tidak spesifik. Karena gejala klinis yang tidak khas
prevalensi tinggi dari penyakit ini sehingga diagnosis pasti dari penyakit ini adalah berdasar
pada biopsi.
H. pylori adalah gram negative, non spora, bias curved atau spiral rod shaped, tumbuh secara
microaerob, mempunyai 7 flagella. Organisme ini mempunyai ukuran kira-kira tebalnya 0,6
um dengan panjang 1,5 um. Bakteri ini dapat tumbuh baik pada suhu 35-37C dan
memproduksi enzyme catalase, cytochrome oxidase, urease, alkaline phosphatase dan
glutamyl transpeptidase. Strain H. pylori dapat dikultur dari duodenum, cairan lambung,
dental plague walaupun jarang dilakukan, dan feses. Habitat utama di saluran pencernaan
manusia.
UBT (Urea Breath Test)
Merupakan pemeriksaan non invasive gold standard untuk deteksi infeksi Helicobacter
pylori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel nafas dan didasarkan pada
kemampuan Helicobacter pylori dalam mengeluarkan enzim urease yang dapat mengubah
urea menjadi karbondioksida (CO2) dan amonia. Pemberian tablet urea dengan 13C pada
pasien dengan infeksi Helicobacter pylori akan menghasilkan 13CO2 yang tinggi pada nafas
yang dapat dideteksi dengan spektrofotometer inframerah UBiT-IR300 dengan cara
mengukur rasio 13CO2 tersebut dibandingkan dengan baseline (sebelum diberikan tablet
urea).
Pemeriksaan UBT dapat dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak, dengan
tata cara pemeriksaan yang sama.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan UBT adalah sebagai
berikut :
1. Berpuasa selama minimal 3 jam
2. Tidak boleh melakukan pemeriksaan dengan barium
3. Tidak boleh minum antibiotik dan sediaan bismuth atau sodium ecabet , sukralfat atau
protom pump inhibitor 30 hari sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan diawali dengan pengumpulan udara pernafasan normal (baseline) ke dalam
sebuah kantong, kemudian pasien diminta untuk meminum 13C-urea (urea berlabel). Setelah
itu pasien diminta berbaring ke sisi kiri selama 5 menit sebelum melakukan pengambilan
sampel nafas yang kedua. Perbedaan konsentrasi CO2 pada kedua sampel nafas tersebut
diukur.
Kegunaan UBT :

1. Diferensial diagnostik penyakit ulkus peptik dan gastritis kronik yang aktif
2. Monitoring terapi dan dokumentasi kesembuhan pada pasien dengan infeksi H.pylori
3. Pemeriksaan hanya ditujukan bagi pasien yang memang akan diterapi
Sensitivitas pemeriksaan UBT untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%, sementara
spesifitasnya untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%.

Anda mungkin juga menyukai