Anda di halaman 1dari 22

“SKENARIO PBL 1 BLOK GANGGUAN GIHBP”

KASUS 1: Ulkus Peptikum Dengan Infeksi H. Pylori


Seorang pria berusia 54 tahun mengeluh nyeri epigastrium yang berulang selama enam
minggu terakhir dan sudah dua minggu ini, nyeri tersebut sering membuatnya terbangun pada
malam hari. Rasa sakitnya berkurang setelah makan, tetapi semakin parah jika dia berpuasa
selama beberapa jam. Dia belum mengalami mual atau muntah. Tanda-tanda vitalnya adalah: T =
37,1°C, P = 90/menit, RR = 16/menit, BP = 130/80 mmHg. Pemeriksaan fisik dalam batas
normal, kecuali sedikit nyeri tekan pada epigastrium. Ketika ditanya tentang riwayat kesehatan
keluarganya, pasien mengatakan bahwa ibunya dan salah satu dari dua saudara kandungnya
memiliki gejala berulang yang mirip dengan yang dia alami sekarang.

TUJUAN PEMBELAJARAN:

Nyeri perut merupakan gejala yang umum pada banyak gangguan gastrointestinal. Skenario ini
bertujuan agar mahasiswa mampu:

- Menggunakan pengetahuan dasar ilmu kedokteran (Anatomi, Fisiologi, Hitologi dan


Biokimia) dan mengintegrasikannya pada blok gangguan sistem gastrointestinal, hepatobilier
dan pankreas, berdasarkan gejala pasien, temuan klinis dan hasil investigasi kasus.
- Mengetahui berbagai sumber, manifestasi klinis dan etiologi nyeri abdomen, serta
mendapatkan rasionalitas pemeriksaan diagnostik dan konsep dasar manajemen kasus
tersebut.

SUMBER BACAAN:

https://drive.google.com/file/d/1x0yIqj7bRUmSqyrMMKp2CeisDNVtlBFQ/view?usp=sharing

PANDUAN DISKUSI PBL:

Pertanyaan 1.1: Apa diagnosis awal Anda?

Gejala tersebut sugestif untuk Penyakit Ulkus Peptikum (PUD), yang meliputi ulkus gaster (GU)
dan ulkus dodenum (DU). Kasus ini kemungkinan besar melibatkan DU. Nyeri perut merupakan
gejala yang umum pada banyak gangguan gastrointestinal, termasuk PUD, tetapi memiliki nilai
prediksi yang rendah untuk adanya DU atau GU. Meskipun demikian, diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat saat menangani pasien yang mungkin menderita PUD. Nyeri
epigastrium dapat bermanifestasi sebagai rasa tidak nyaman seperti rasa terbakar atau perih, atau
sensasi nyeri yang tidak jelas yang menyerupai rasa lapar. Pola nyeri khas pada DU terjadi 90
menit sampai 3 jam setelah makan dan sering berkurang dengan antasida atau makanan. Nyeri
yang membangunkan pasien dari tidur adalah gejala yang paling membedakan, di mana dua
pertiga pasien dengan DU menggambarkan keluhan ini. Sebaliknya, rasa tidak nyaman atau nyeri
pada pasien GU sebenarnya dapat dipicu oleh makanan. Selain itu, mual dan penurunan berat
badan lebih sering terjadi pada pasien GU.

Pemeriksaan fisik seringkali dalam batas normal pada PUD. Nyeri tekan epigastrium merupakan
temuan yang paling sering. Meskipun tidak spesifik pada kasus ini, gejala tambahan dapat
mengindikasikan komplikasi yang berhubungan dengan ulkus peptikum. Pada Dispepsia, nyeri
tidak lagi berkurang dengan makanan atau antasida. Nyeri yang menjalar ke punggung dapat
mengindikasikan penetrasi ulkus ke pankreas. Nyeri hebat yang terjadi secara akut dan terasa di
seluruh abdomen dapat mengindikasikan perforasi, di mana terdapat nyeri tekan hebat dan perut
papan. Nyeri yang memburuk saat makan, mual, dan muntah makanan yang belum tercerna
menunjukkan adanya obstruksi lambung, di mana dapat terdengar suara air bergerak/ gastric
splash (menunjukkan adanya cairan yang tertahan di lambung). Melena dan muntah kehitaman
mengindikasikan adanya perdarahan GI. Takikardia dan ortostasis menunjukkan dehidrasi
sekunder akibat muntah atau perdarahan GI yang aktif.

Pertanyaan 1.2: Tes diagnostik apa yang dapat Anda lakukan?

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang komprehensif diperlukan untuk mengeliminasi


kemungkinan diagnosis lain, termasuk penyakit refluks gastroesofagal (GERD), sindrom
kolelitiasis, pankreatitis, gastritis, dispepsia non-ulkus, neoplasma (karsinoma lambung,
limfoma, dll.), angina pektoris, diseksi aneurisma, obstruksi usus halus letak tinggi, gejala awal
appendisitis, dll.
Modalitas diagnostik meliputi endoskopi bagian atas/ esophagogastroduodenoscopy (EGD),
lebih disukai karena beberapa alasan: (1) akurasi tertinggi (90-95%, dibandingkan dengan 70-
80% pemeriksaan radiologis lain UGI), (2) kemampuan untuk mengidentifikasi lesi superfisial
atau sangat kecil, (3) diperlukan untuk diagnosis lengkap ulkus gaster, (4) biopsi ulkus gaster, (5)
sebagai tatalaksana/ tindakan pada perdarahan ulkus, dan (6) deteksi kemungkinan mikroba
sebagai agen penyebab.

Pertanyaan 1.3: Apa kemungkinan agen penyebab dan bagaimana cara mendeteksinya?

Ulkus duodenum dan ulkus gaster dapat disebabkan oleh karena kerusakan akibat penggunaan
obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID), obat lain, alkohol, atau tembakau. Namun sebagian
besar kasus berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori, satu-satunya mikroba yang
berhubungan dengan PUD. Metode untuk mendeteksi infeksi H. pylori meliputi:

 Urea breath test: Tes ini menggambarkan infeksi aktif. Pasien menelan sejumlah kecil
urea berlabel karbon-13 atau karbon-14. Jika ada urease (diproduksi oleh H. pylori), urea
dihidrolisis dan pasien menghembuskan napas berlabel CO 2 yang dikumpulkan dan
diukur. Tes ini lebih mahal dan jarang tersedia dibandingkan tes serologi.

 Pemeriksaan serologis untuk antibodi: Tes ini mudah dan murah, tetapi keberadaan
antibodi hanya dapat menunjukkan infeksi sebelumnya (berlawanan dengan infeksi saat
ini). Antibodi terhadap H. pylori dapat tetap meningkat selama berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun setelah infeksi sembuh.

 Evaluasi histologis dari sampel biopsi endoskopik: Saat ini merupakan standar emas yang
akurat untuk diagnosis infeksi H. pylori. 

 Tes antigen feses: Pendekatan ini seakurat Urea breath test untuk follow-up pasien yang
dirawat karena infeksi H. pylori.
Pertanyaan 1.4: Apa faktor virulensi utama dari agen penyebab?

Helicobacter pylori merupakan bakteri Gram negatif berbentuk spiral, bersifat mikroaerofilik dan
memproduksi urease. Bakteri ini berkolonisasi di dalam lambung manusia dan menyebabkan
inflamasi mukosa yang berat, serta respons imun lokal maupun sistemik.

Helicobacter pylori terdiri dari berbagai galur (strain) yang mempunyai sifat dan gejala klinis
berbeda. Urease dan flagel terdapat pada semua strain dan diperlukan dalam proses patogenesis
dan kolonisasi. Flagel dengan sifat motilitasnya diperlukan untuk kolonisasi, sedangkan urease
yang merupakan enzim sitoplasmik berperan menghidrolisis urea menjadi bikarbonat dan
amonia. Amonia yang terbentuk merupakan nutrisi bagi bakteri dan menyebabkan lesi pada
epitel lambung. Di samping itu, urease juga berfungsi melindungi H.pylori dari paparan asam.

Gen vacuolating cytotoxin A (vacA) terdapat pada semua strain, tetapi hanya 50% yang
terekspresi pada isolat H. pylori. Gen vacA memperlihatkan kombinasi alel yang berbeda.
Kolonisasi strain gen s1/ml mempunyai kemampuan aktivitas sitotoksik yang paling tinggi dan
berhubungan dengan ulkus peptikum, gastritis, dan kanker lambung, sedangkan strain gen s2/m2
tidak mempunyai efek toksis. Faktor virulens lainnya adalah cytotoxic-associated gene A (cagA)
yang dihubungkan dengan kejadian gastritis atrofi, ulkus duodenum, dan karsinoma lambung.
CagA hanya terdapat pada beberapa strain, sehingga tidak semua strain memperlihatkan gejala
klinis. Walaupun demikian, data terakhir tidak memperlihatkan adanya hubungan antara derajat
inflamasi dengan cagA maupun vacA pada anak. Kerusakan membran apikal yang dalam akibat
melekatnya H. pylori pada sel epitel lambung menyebabkan H. pylori resisten terhadap terapi
antibiotik topikal. Antigen darah group O merupakan reseptor pejamu infeksi H. pylori. Hal ini
mungkin yang menerangkan mengapa ulkus lebih sering ditemukan pada pasien dengan
golongan darah O. Metaplasia intestinal dihubungkan dengan gastritis atrofi yang dikaitkan
dengan infeksi H. pylori.

Pertanyaan 1.5: Apakah agen penyebab berhubungan dengan penyakit lain?

Infeksi H. pylori hampir selalu dikaitkan dengan gastritis kronis aktif, tetapi hanya 10-15%
individu yang terinfeksi mengalami ulserasi peptik yang nyata. Dasar perbedaan ini tidak
diketahui. Bakteri ini juga terlibat dalam perkembangan mucosa-associated lymphoid tissue
(MALT) dan adenokarsinoma gaster. Hasil akhir spesifik dari infeksi H. pylori (gastritis, PUD,
MALT limfoma gaster, kanker lambung) ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara faktor
bakteri (misalnya, strain yang berbeda menghasilkan faktor virulensi yang berbeda) dan faktor
pejamu (misalnya, intensitas respon inflamasi, golongan darah O, dll).

Tidak jelas bagaimana H. pylori, yang hidup di perut, menyebabkan ulkus di


duodenum. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa metaplasia gaster pada duodenum
memungkinkan H. pylori untuk berikatan dengannya dan menghasilkan cedera lokal sekunder
akibat respons inang. Hipotesis lain adalah bahwa infeksi H. pylori dapat menyebabkan
peningkatan produksi asam, peningkatan asam duodenum, dan cedera mukosa. Infeksi H.
pylori juga dikaitkan dengan penurunan produksi bikarbonat oleh mukosa duodenum. Namun
mekanisme sebenarnya terkait infeksi H. pylori pada lambung yang dapat menyebabkan ulserasi
duodenum belum bisa disimpulkan.

KASUS 2: Peritonitis akibat Perforasi Ulkus Duodenum


Seorang pria berusia 54 tahun mengalami nyeri epigastrium berulang selama 12
minggu. Nyeri berkurang setelah makan namun memburuk 3-4 jam setelah makan. Meskipun
nyerinya sering membuat terbangun pada malam hari, pasien tidak ke dokter untuk mencari saran
medis dikarenakan pasien sangat mementingkan pekerjaan dan sulit untuk mengambil cuti. Di
samping itu, pasien merasa tablet antasida yang diminumnya bisa sedikit mengurangi
nyerinya. Kemudian, suatu malam, pasien mengalami nyeri perut difus dan muntah setelah
makan malam. Nyeri dirasakan sepanjang malam dan memburuk keesokan paginya. Nyeri dan
muntah terus-menerus berlanjut sepanjang hari dan malamnya pasien mengeluhkan
demam. Terlebih lagi, rasa sakitnya semakin memburuk saat itu. Keesokan paginya, pasien
merasa sangat kesakitan dan akhirnya pergi ke IGD. Tanda-tanda vitalnya adalah: T =
38,5°C, Nadi = 105/min, RR = 24/min, TD = 105/65 mmHg. Pemeriksaan thoraks dan jantung
dalam batas normal. Abdomen tampak distensi dan terdapat nyeri tekan difus. Tidak tampak
adanya herniasi. Bunyi usus tidak terdengar. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan obat,
penyalahgunaan obat atau alkohol, trauma, pembedahan, atau infeksi.

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Akut abdomen merupakan gejala klinis kegawatdaruratan pada sistem gastrointestinal. Skenario
ini bertujuan agar mahasiswa mampu:

- Menggunakan pengetahuan dasar ilmu kedokteran (Anatomi, Fisiologi, Hitologi dan


Biokimia) dan mengintegrasikannya pada blok gangguan sistem gastrointestinal, hepatobilier
dan pankreas, berdasarkan gejala pasien, temuan klinis dan hasil investigasi kasus.
- Mengetahui berbagai sumber, manifestasi klinis dan etiologi akut abdomen, serta
mendapatkan rasionalitas pemeriksaan diagnostik dan konsep dasar manajemen kasus
tersebut.

SUMBER BACAAN:

https://emedicine.medscape.com/article/195537-overview

PANDUAN DISKUSI PBL:

Pertanyaan 2.1: Apa diagnosis awal Anda?

Riwayat pasien dan gejala saat ini menunjukkan kemungkinan kasus peritonitis, situasi yang
berpotensi sangat berbahaya. Diferensial termasuk radang usus buntu, penyakit radang usus
(IBD), kolitis menular, divertikulitis, kolesistitis akut, pankreatitis, obstruksi usus, dll.

Pertanyaan 2.2: Tes apa yang harus Anda lakukan?

Jika diduga peritonitis, seri sinar-X perut (untuk mencari udara bebas, distensi usus, dll.) dan
sinar-X dada (untuk mendeteksi diafragma yang meninggi) harus segera dilakukan, bersama
dengan CBC dengan diferensial. Jika tersedia, CT scan perut juga bisa membantu.

Untuk lebih memperkuat diagnosis dan/atau untuk menghilangkan diagnosis banding, tes
tambahan mungkin termasuk SMA7 (ketidakseimbangan elektrolit, disfungsi ginjal), lipase
(pankreatitis), LFT (penyakit hati, cholelithsiasis), kultur darah (bakteremia, sepsis), parasentesis
dengan asites analisis cairan (transudat versus eksudat), dll.

Hasil tes
Hematokrit 45% dan jumlah sel darah putih 24.000/mikroliter, dengan 80% PMN, 10% pita, dan
10% limfosit. Lipase serum, elektrolit, dan tes fungsi hati dan ginjal semuanya normal. Namun,
sinar-X mengungkapkan beberapa loop usus yang buncit dan adanya udara bebas di bawah
diafragma di sebelah kiri.

Pertanyaan 2.3: Apa yang Anda lakukan selanjutnya?

Temuan x-ray sangat mendukung diagnosis peritonitis dan menunjukkan operasi darurat harus
dilakukan untuk menyelidiki dan memperbaiki masalah. Dalam kasus ini, pembedahan
mengungkapkan bahwa pasien memiliki ulkus duodenum yang berlubang, memungkinkan isi
lumen usus keluar ke rongga peritoneum. Hal ini menyebabkan peradangan akut pada
peritoneum yang, pada gilirannya, menimbulkan sebagian besar gejala yang dialami pasien baru-
baru ini.

Pertanyaan 2.4: Mikroba manakah yang paling sering dikaitkan dengan kondisi ini?

Peritonitis biasanya merupakan infeksi campuran karena terjadi ketika flora mikroba normal
saluran GI (berbagai kelompok mikroorganisme) tumpah ke dalam rongga peritoneal. Dalam
beberapa kasus, perforasi dinding usus disebabkan oleh mikroba patogen invasif (walaupun tidak
terjadi dalam kasus yang disajikan di sini). Bahkan kemudian, peradangan peritoneum akan
dihasilkan lebih banyak dari mikroba usus yang ada dalam jumlah yang relatif besar daripada
dari tindakan patogen. Di antara mikroba yang paling sering dikaitkan dengan peritonitis adalah
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterobacteriaceae lainnya, Enterococcus,
Bacteroides fragilis dan spesies lainnya, Fusobacterium spesies, spesies Clostridium, spesies
Peptostreptococcus, dan beberapa lainnya.

Pertanyaan 2.5: Bagaimana penanganan kasus ini?

Usus berlubang, tentu saja, diperbaiki selama operasi. Setiap cairan abses yang terkontaminasi
dievakuasi dan, jika perlu, drainase dipasang dan dipantau. Antibiotik spektrum luas diberikan
untuk membunuh bakteri menular yang tersisa. Regimen antibiotik yang khas mungkin sebagai
berikut:
* Agen tunggal: ceftrioxone, cefotaxime

* Beberapa agen:

A. Ampisilin; gentamisin; klindamisin

B. Ampisilin; gentamisin; metronidazol

KASUS 3: Perdarahan GI karena Ulkus Duodenum


- KELUHAN UTAMA:
"Pasien BAB kehitaman" dan kepala terasa pusing sudah 3 hari.

- RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Tn. X adalah seorang karyawan berusia 45 tahun yang datang ke ruang gawat darurat
dengan keluhan buang air besar berwarna hitam sudah 3 hari dan disertai rasa pusing. Dia
juga menceritakan bahwa aktivitas rutinnya terganggu karena merasa kelelahan. Setelah
ditanyai lebih lanjut, dia menyatakan bahwa fesesnya tidak hanya hitam, tetapi juga lengket
dan berbau busuk. Pasien juga mengeluh nyeri epigastrium yang bertambah parah baru-baru
ini yang merupakan masalah kesehatannya selama bertahun-tahun. Pasien telah
menggandakan dosis obat yang biasa dikonsumsi namun nyeri tidak berkurang signifikan.
Pasien minum 2-3 kopi saat makan siang dan juga pecandu alkohol. Pasien mengonsumsi
NSAIDS sesuai kebutuhan untuk nyeri punggung dan baru-baru ini memulai dengan satu
tablet aspirin per hari untuk profilaksis jantung. Pasien merokok dua bungkus per hari.
Pasien didiagnosis maag di masa lalu tetapi tidak ada evaluasi atau pengobatan khusus
terkait maag kronisnya.
Tn. X telah berobat karena hipertensi selama delapan tahun terakhir. Berat badannya
stabil dan meningkat, serta mengaku memiliki nafsu makan yang sangat baik. Dia memiliki
kebiasaan buang air besar yang normal dan sebelumnya tidak pernah buang air besar
berwarna hitam. Pasein tidak memiliki riwayat oprasi abdomen dan juga menyangkal adanya
kelainan perdarahan atau riwayat transfusi sebelumnya.

- PEMERIKSAAN FISIK:
Pada pemeriksaan pasien tampak sadar, orientasi baik dan obesitas. Dia tampak
cemas dan agak gelisah. Tanda vital adalah sebagai berikut. Tekanan Darah 120/80 mmHg,
Detak Jantung 110/mnt pengukuran saat posisi supine; TD 90/60 mmHg; Berdiri (Pasien
mengeluh pusing saat berdiri). Laju Pernafasan - 20/menit; Suhu 37,0C.
 KEPALA-LEHER: Terlihat pucat pada wajah dan kulit yang dingin dan lembap.
Tidak ada telangiektasia pada bibir atau rongga mulut. Tidak ada spider nevi yang
terlihat. Kelenjar parotis tampak penuh/ membesar.
 TORAKS: Paru-paru terdengar jelas saat auskultasi dan perkusi. Pemeriksaan jantung
tampak irama teratur dengan S4. Tidak ada murmur. Denyut nadi perifer ada tetapi
cepat dan lemah.
 ABDOMENT/REKTUM: Perut tampak bulat. Bunyi usus bersifat hiperaktif. Ada
nyeri sedang di epigastrium. Hati teraba dengan tepi solid. Limpa tidak teraba dan
tidak ada massa abdoment; pada pemeriksaan abdomen kurang maksimal karena
pasien gemuk. Pemeriksaan dubur menunjukkan feses berwarna hitam.

- HASIL LABORATORIUM:
Hemoglobin 9 gm/dL, Hematokrit 27%, MCV 90. WBC 13.000/mm. PT/PTT - normal.
BUN 45 mg/dL, Kreatinin 1,0 mg/dL. Rontgen dada normal. Rontgen perut (ginjal, ureter,
kandung kemih) normal.

TUJUAN PEMBELAJARAN:

Perdarahan Upper GI merupakan gejala klinis kegawatdaruratan pada sistem gastrointestinal.


Skenario ini bertujuan agar mahasiswa mampu:

- Menggunakan pengetahuan dasar ilmu kedokteran (Anatomi, Fisiologi, Hitologi dan


Biokimia) dan mengintegrasikannya pada blok gangguan sistem gastrointestinal, hepatobilier
dan pankreas, berdasarkan gejala pasien, temuan klinis dan hasil investigasi kasus.
- Mengetahui berbagai sumber, manifestasi klinis dan etiologi Perdarahan Upper GI, serta
mendapatkan rasionalitas pemeriksaan diagnostik dan konsep dasar manajemen kasus
tersebut.

SUMBER BACAAN:

https://emedicine.medscape.com/article/187857-overview
PANDUAN DISKUSI PBL:

1. Jelaskan temuan apa saja yang berkaitan dengan keluhan utama pasien?
A. ANAMNESA
 BAB Kehitaman.
 (+) Darah (perdarahan GI Atas): Seperti aspal dan lengket dengan bau busuk
 (-) Darah/ bukan darah:
 Terapi asupan zat besi (Tablet Fe)
 Pepto-Bismol (senyawa bismut)
 Licorice.
 Pusing. Tanda curah jantung rendah akibat hipovolemia.
 BAB berbau busuk dan lengket. Tidak ditemukan pada BAB kehitam yang
bukan disebabkan oleh karena perdarahan GI.
 NSAID. Dapat menimbulkan Gastritis atau memicu pendarahan dari Ulkus.
B. FISIK
 Hipotensi postural. Penurunan lebih besar dari 10 mmHg dalam posisi tegak/
berdiri.
 Tidak ada telengiektasis. Jika ada menunjukkan Telengiectasia hemoragik
herediter sebagai etiologi kasus tersebut.
 Tidak ada spider nevi. Dijumpai pada Sirosis menunjukkan kemungkinan
varises esofagus sebagai sumber perdarahan.
 Pembesaran Kelenjar parotis. Terlihat pada pecandu alkohol kronis dengan
Sirosis.
C. LABORATORIUM
 Jenis anemia. Anemia normokromik pada kasus perdarahan akut. Anemia
hipokromik mikrositik pada kasus perdarahan kronis.
 BUN dan Kreatinin. Meningkat akibat absorbsi darah dan penurunan perfusi
ginjal

2. Apa masalah utama pada kasus (bukan diagnosisnya)?


 Melena (BAB kehitaman seperti aspal) adalah masalah klinis utama
3. Apa penyebab yang paling mungkin dari feses berwarna hitam berdasarkan informasi?
 Perdarahan GI akut

4. Apa pemeriksaan fisik dan hasil lab yang mendukung diagnosis perdarahan akut?
 Manifestasi hipovolemia.
 Cemasan, pusing, gelisah.
 Kulit pucat dan lembab.
 Hipotensi Ortostasik, takikardia
 Nadi perifer lemah
 Absorbsi darah
 Meningkatnya nilai BUN (normal 8-23 mg/dl)
 Kehilangan darah
 Penurunan hemoglobin dengan MCV normal.
 Melena per rektum.

5. Di mana kemungkinan lokasi perdarahan terjadi di saluran GI?


 Di atas ligamen Treitz.

6. Apa yang membuat feses berwarna hitam?


 Asam Hydrochloric mengubah Hemoglobin menjadi Enzim pencernaan yang bekerja
pada darah dan mengubah warna serta konsistensinya.

7. Berapa jumlah kehilangan darah yang dibutuhkan untuk menghasilkan masing-masing


hal berikut:
 Darah samar = 3 cc (kasat mata, untuk itu diperlukan pemeriksaan feses/ FOBT)
 Melena = 100-200 cc
 Orthostasis = 20% kehilangan volume sirkulasi atau sekitar 1000 cc

8. Apa diagnosis banding kasus berdasarkan lokasi sumber perdarahan (Upper GI)?
 Ulkus duodenum
 Ulkus Gaster
 Gastritis (erosi Gastro-duodenal)
 Esofagitis (GERD)
 Varises esofagus
 Ruptur Mallory-Weiss
 Malformasi arteriovenosa
 Keganasan (Adenocarcinoma gaster)
 Darah yang tertelan dari hemoptisis atau perdarahan orfaringeal

9. Diskusikan kemungkinan diagnosis dan jelaskan alasannya?


 Perdarahan ulkus duodenum adalah diagnosis yang paling mungkin.
 Diagnosis diperkuat dengan rasa terbakar di epigastrium dengan keluhan yang
sama di masa lalu.
 Nyeri tekan epigastrium saat pemeriksaan.
 Riwayat alkohol dan kopi, merokok, penggunaan NSAID, penggunaan aspirin.
(faktor predisposisi)
 Riwayat "Maag" sebelumnya
 Pusing dan hipotensi ortostatik. Kulit dingin dan lembap, Melena mendukung
perdarahan GI akut
 Peningkatan BUN. (Pre-renal Azotemia)
 Erosi gastro-duodenal. Penyalahgunaan NSAID
 Esofagitis (GERD). Riwayat refluks
 Varises esofagus. Pada kasus sirosis dengan hipertensi portal.
 Ruptur Mallory-Weiss. Muntah diikuti dengan hematamesis.
 Malformasi arteriovenosa. Pada pasien dengan telengiektasis hemoragik herediter.

10. Apa saja informasi penting untuk Anamnesis kasus perdarahan akut pada Upper GI?
 Karakteristik feses
 Hitam
 Lengket
 Bau busuk
 Riwayat konsumsi/ Asupan
 Besi/ Fe
 Pepto-Bismol (senyawa bismut)
 Licorice
 Gejala hipovolemia
 Pusing
 Penggunaan NSAID. Dapat menimbulkan Gastritis atau memicu pendarahan dari
Ulkus.
 Epigastric distress
 Gejala GERD
 Muntah
 Mimisan
 Riwayat Alkoholisme dan Sirosis-hipertensi portal-varises esofagus

11. Temuan apa yang akan Anda cari pada saat Pemeriksaan Fisik?
 Manifestasi hipovolemia.
 Cemasan, pusing, gelisah.
 Kulit pucat dan lembab.
 Hipotensi Ortostatik, takikardia
 Nadi perifer lemah
 Temuan yang dijumpai pada Sirosis menunjukkan kemungkinan varises esofagus
sebagai sumber perdarahan.
 Spider nevi.
 Pembesaran Kelenjar Parotis
 Asites
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Hiperestrogenisme
 Temuan yang mengindikasikan telengiektasis hemoragik herediter
 Pemeriksaan Orofaring

12. Apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan pada kasus perdarahan akut UGI?
 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik singkat
 Evaluasi sirkulasi (kompensasi hemodinamik) dengan melakukan pengukuran TD
saat perubahan posisi tubuh.
 Pasang akses IV 2 jalur dengan abocath ukuran besar.
 Resusitasi cairan.
 Persiapan transfusi darah (Golda dan crossmatch darah).
 Pemberian O2.
 EKG.
 Pemeriksaan Lab DL, Koagulasi, BUN, kreatinin.
 Pemasangan NGT.
 Konsultasikan dengan ahli endoskopi dan bedah digestive.

13. Setelah terpasang NGT, tampak Aspirasi jernih. Apa maknanya? dan Apakah itu
mengubah diagnosis pada kasus?
 Perdarahan GI seringkali intermiten dan dapat berhenti secara spontan.
 Aspirasi jernih menggambarkan fungsi pilorus baik dan perdarahan mungkin masih
terjadi di bulbus duodenum dan menuju postbulbar.

14. Apa saja kemungkinan Aspirasi dari selang nasogastrik dan interpretasinya?
 Ampas kopi = perdarahan lambat atau mengalir perlahan.
 Darah merah/gumpalan = perdarahan aktif yang sedang berlangsung.
 Berwarna hijau-empedu = tidak ada perdarahan aktif di atas ligamen Treitz. Aspirasi
NGT yang mengadung cairan empedu menandakan perdarahan kemungkinan bukan
berasal dari duodenum.
 Jernih = perdarahan GI sering intermiten dan dapat berhenti secara spontan. Aspirasi
cairan lambung yang jernih menunjukkan pilorus yang kompeten dan perdarahan
mungkin masih terjadi di bulbus duodenum dan menuju postbulbar.

15. Apa prosedur yang ideal untuk memastikan lokasi perdarahan UGI?
 Setelah pasien stabil (Tanpa hipotensi ortostatik, denyut nadi melambat) endoskopi
Upper GI (EGD) akan menjadi prosedur pilihan.
 EGD dapat bersifat diagnostik dan juga terapeutik jika perdarahan aktif atau
pembuluh darah terlihat.
 EGD dalam kasus ini akan menyingkirkan varises (penyebab perdarahan saluran
cerna parah) sebagai diagnosis awal yang perlu dipertimbangkan.
 EGD juga memungkinkan biopsi untuk mengevaluasi Helicobacter pylori, agen
penyebab pada sebagian besar penyakit peptikum. Biopsi akan diambil dari area
antrum, bukan dari atau di sekitar lesi yang berdarah.

16. Kebanyakan perdarahan UGI akan berhenti secara spontan. Apa keuntungan
melakukan EGD dalam setiap kasus?
 EGD dapat memberikan informasi yang berguna (diagnosis) serta menjadi terapi
dalam keadaan yang dibutuhkan.
 Jaringan dapat diperoleh.
 Temuan endoskopi dapat membantu menilai risiko perdarahan berulang (perdarahan
ulang meningkatkan kematian)

17. Sebutkan faktor-faktor yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat


perdarahan UGI?

 Perdarahan berulang setelah onset awal.


 Indeks keparahan perdarahan (kebutuhan transfusi, Aspirasi NGT, hipotensi).
 Perdarahan varises
 Usia>60.
 komorbiditas.

KASUS 4: Perdarahan GI karena Ca Colon


KELUHAN UTAMA: "Gangguan Defekasi dan BAB darah."

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Pasien adalah seorang wanita berusia 68 tahun yang mengeluhkan perubahan buang air
besar yang signifikan selama 6 minggu terakhir. Sebelumnya pasien mengaku buang air besarnya
teratur, sekali sehari. Selama 6 minggu terakhir pasien mengalami periode konstipasi 3-4 hari
bergantian dengan diare yang tidak berdarah.
Meskipun saat BAB sebagian besar feses yang dihasilkan berwarna coklat dengan bentuk
yang normal, tiga hari yang lalu pasien mengeluhkan fesesnya bercampur bercak darah merah
segar. Saat itu pasien tidak merasa khawatir karena terkadang pasien juga menderita hemoroid
yang berdarah.
Selama periode konstipasi pasien merasa kembung dan sedikit tidak nyaman atau nyeri di
perut. Nyeri tidak terlokalisir dan tampaknya berkurang dengan BAB. Pasien kehilangan
beberapa kilogram berat badan baru-baru ini tetapi mengurangi asupan makanannya untuk
menjaga berat badannya tetap rendah. Meskipun dia mudah lelah pada beberapa waktu, menurut
pasien kesehatannya baik. Pasien menyangkal mual, muntah, melena, perdarahan vagina, disuria,
hematuria atau gangguan miksi.
Terhitung sudah 16 tahun pascamenopause. Riwayat kehamilan: P1A0. Pasien pernah
dirawat saat usia muda karena dismenore. Pasien saat ini juga sedang dalam perawatan dokter
untuk penyakit DM Tipe 2, osteoarthritis dan glaukoma. Pasien mengatakan 6 bulan yang lalu
dokter merawatnya karena “darah rendah”. Pasien kemudian disarankan meminum TTD selama
sebulan untuk “meningkatkan darah”.

PEMERIKSAAN FISIK:
Pasien adalah wanita dengan obesitas sedang dan tidak mengalami tanda distres akut.
Tanda-tanda vital sebagai berikut: Tekanan Darah 152/82 mmHg; Detak Jantung Apikal 92
kali/menit dan reguler; Laju Pernapasan 16 kali/menit; Suhu 37,0 oC.
 Pada pemeriksaan kepala hingga leher didapatkan katarak bilateral dan pterigium pada mata
kiri. Konjungtiva anemis. Saluran pendengaran tertutup serumen.
 Payudara besar, terjumbai dan simetris. Tidak teraba massa. Didapatkan senile hemangioma
pada kulit dada.
 Paru-paru dalam batas normal. Suara jantung S1 normal; Split S2 (fisiologis). Bunyi jantung
abnormal tidak ada.
 Abdomen supel, tidak nyeri dan agak cembung. Tampak bekas luka diagonal sepanjang 12
cm di regio hipokondrium kanan. (Pasien tidak menyebutkan bahwa dia menjalani
kolesistektomi pada tahun 1970). Perkusi menunjukkan sedikit hepatomegali; tepi hati
teraba. Bunyi usus normoaktif. Pemeriksaan rektal menunjukkan tidak ada massa. Tinja
positif untuk pemeriksaan darah samar (occult blood).
 Pemeriksaan panggul menunjukkan genitalia eksterna normal. Mukosa vagina atrofi.
Sistokel kecil muncul saat pasien mengejan. Rahimnya dalam batas normal; tidak ada massa
adneksa.

UJI LABORATORIUM: Hemoglobin 9,9 g/dL; hematokrit 30%; rontgen dada normal, alkaline
phosphatase 157 unit; liver test sudah dilakukan (namun hasilnya tertunda), total bilirubin 1,8
mg/100 mL.

TUJUAN PEMBELAJARAN:

Perdarahan Lower GI merupakan gejala klinis kegawatdaruratan pada sistem gastrointestinal.


Skenario ini bertujuan agar mahasiswa mampu:

- Menggunakan pengetahuan dasar ilmu kedokteran (Anatomi, Fisiologi, Hitologi dan


Biokimia) dan mengintegrasikannya pada blok gangguan sistem gastrointestinal, hepatobilier
dan pankreas, berdasarkan gejala pasien, temuan klinis dan hasil investigasi kasus.
- Mengetahui berbagai sumber, manifestasi klinis dan etiologi Perdarahan Lower GI, serta
mendapatkan rasionalitas pemeriksaan diagnostik dan konsep dasar manajemen kasus
tersebut.

SUMBER BACAAN:

https://www.uptodate.com/contents/approach-to-acute-lower-gastrointestinal-bleeding-in-adults

PANDUAN DISKUSI PBL:

1) Jelaskan temuan apa saja yang berkaitan dengan keluhan pasien?


a) Anamnesa

i) Buang air besar normal/ Tiga kali seminggu hingga tiga kali sehari
ii) Konstipasi bergantian dengan diare / Pertimbangkan Iritable Bowel Syndrome
(IBS), Kanker Kolon.
iii) Stool caliber / Menyempit dengan lesi obstruktif pada rektum.
iv) Tinja dengan bercak darah / Sering menandakan hemoroid yang berdarah.
v) Penurunan berat badan/ Pertimbangkan keganasan, dan kemungkinan-kemungkinan
lainnya.
vi) Darah rendah 6 bulan yang lalu / Seharusnya sudah ditelusuri etiologinya.

b) Fisik
i) Konjungtiva anemis / Anemia.

c) Lab
i) Tinja positif mengandung darah samar / perlu ditelusuri etiologinya
ii) Jenis anemia: Anemia mikrositik.
iii) Alkalin fosfatase / Meningkat pada Penyakit Hati dan Tulang.

2) Apa saja masalah utama pada kasus (bukan diagnosis)?


a) Perubahan kebiasaan BAB.
b) Darah samar pada feses (+)
c) Anemia

3) Kembangkan diagnosis banding dengan membuat daftar penyakit yang mungkin


muncul terkait skenario, terutama pada lansia?
a) Hematokezia umumnya menunjukkan perdarahan saluran GI bagian bawah dari kolon
atau ileum distal.
i) Hematochezia volume kecil
(1) penyakit anorektal
(2) kolitis (iskemik)
(3) polip atau neoplasma
ii) Hematoskezia volume besar
(1) divertikulosis
(2) malformasi arteriovenosa

4) Apa perbedaan melena, hematochezia dan darah samar pada tinja.


a) Hematochezia : Buang air besar berdarah
b) Melena: BAB hitam, lengket seperti aspal, berbau busuk
i) Biasanya dari perdarahan GI atas, di atas kolon
ii) Enzim pencernaan bekerja pada darah untuk mengubah warna dan konsistensi
c) Darah samar (occult blood): Pendarahan dapat terjadi di mana saja dari nasofaring hingga
anus.

5) Jenis anemia apa yang terjadi pada pasien?


- Anemia mikrositik hipokromik

6) Apa penyebab paling umum dari jenis anemia ini. Apakah etiologi yang paling
mungkin pada pasien ini dan mengapa?
- Defesiensi zat besi (Fe)

7) Apakah ini akibat dari perdarahan akut atau perdarahan kronis?


- Kehilangan darah kronis

8) Apa jenis lesi yang dapat menyebabkan perdarahan kronis pada saluran GI?
a) Kanker Kolon
b) Kanker Lambung
c) Kanker usus halus
d) Telengiektasis hemoragik herediter

9) Selanjutnya kembangkan diagnosis banding untuk konstipasi.


- Diagnosis bandingnya bisa sangat luas.
a) Kekurangan serat dalam makanan
b) Irritable Bowel Syndrome (IBS)
c) Obstruksi mekanik
i) Kanker kolon
ii) Chronic diverticulitis
iii) Hernia
iv) Adhesi dari operasi sebelumnya
v) Volvulus
vi) Impaksi tinja
d) Obat yang mengubah motilitas saluran GI
i) Antikolinergik
ii) Antasida
iii) Analgesik
e) Depresi
f) Penyakit metabolik (hipotiroidisme)

10) Apakah penyebab yang paling mungkin pada pasien ini dan mengapa?
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Skenario!
Adenokarsinoma kolon dengan metastasis ke hati.
Pasien datang dengan:
a) perubahan kebiasaan BAB
b) penurunan BB
c) darah samar pada feses positif
d) anemia mikrositik
e) hal ini bersamaan dengan hepatomegali membuat diagnosis metastasis kanker kolon
sangat mungkin terjadi.

11) Pemeriksaan laboratorium apa yang signifikan dalam kasus ini? Apa makna dari
peningkatan alkaline phosphatase pada Skenario?
a) Anemia mikrositik adalah defisiensi besi akibat kehilangan darah kronis.
b) Peningkatan alkaline phosphatase dan sedikit peningkatan bilirubin menunjukkan adanya
obstruksi intrahepatik akibat metastasis.

12) Prosedur atau pemeriksaan apa yang diperlukan untuk mengkonfirmasi


kecurigaan klinis berdasarkan Skenario?
a) Kolonoskopi
b) CT Liver

13) Gambaran apa yang diharapkan dari hasil pemeriksaan CT liver ?


a) Kerusakan yang konsisten dengan metastasis dari kanker kolon.
b) Suatu metastasis tunggal mungkin dapat dilakukan reseksi.

14) Apa yang seharusnya dilakukan 6 bulan yang lalu ketika pertama kali menemukan
anemia pada pasien?
a) Anemia mikrositik pasien harus dievaluasi untuk mencari etiologinya.
b) Mengingat darah samar feses positif dan perubahan kebiasaan BAB, kolonoskopi lengkap
merupakan tes pertama yang paling baik dilakukan.
c) Flexible Sigmoidoscopy dalam kasus ini tidak adekuat, pemeriksaan ini paling baik untuk
evaluasi pada level fleksura limpa.
d) Jika hasil pemeriksaan kolon negatif, maka saluran GI lainnya harus diperiksa (EGD/
Esofagogastroduodenoskopi dan pemeriksaan usus halus dengan barium).

15) Bagaimana tatalaksana pasien tersebut?


a) Reseksi bedah (paliatif/kuratif)
b) Suplementasi besi
c) Obati metastasis

LAMPIRAN GAMBAR DAN DAFTAR BACAAN


 Melena
 Telengiectasia
 spider nevus
 Parotid gland enlargement
 Ligament of Treitz
 Duodenal ulcer
 Gastric ulcer
 Hemorrhagic gastritis
 NGT Aspirate Coffee grounds
 Ascites
 Hypochromic microcytic anemia
 Cancer colon
 Cancer stomach
 Liver metastasis
 Harrison's Principles of Internal Medicine 
 Cecil Essentials of Medicine
 Medscape

Anda mungkin juga menyukai