Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. GASTRITIS

A. DEFINISI

'Gastritis' adalah peradangan mukosa lambung yang ditunjang dengan bukti

mikroskopis evaluasi histologis biopsi. Istilah 'Gastropati' digunakan untuk

menunjukkan kerusakan epitel sel tanpa peradangan. Belum ada sistem penilaian

derajat histologis yang diterima secara universal di pediatri.1,2

B. EPIDEMIOLOGI

Insiden keseluruhan gastritis tidak diketahui pasti. Kejadian gastritis yang

disebabkan oleh Helicobacter pylori rendah di Eropa Barat, Amerika Serikat, dan

Kanada. Prevalensi H. pylori pada 10 tahun terakhir di negara-negara maju adalah

sekitar 10% dan meningkat dengan usia, sedangkan prevalensi infeksi ini jauh

lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Selatan, Meksiko, dan Eropa selatan dan

timur dengan angka kejadian hingga 90%. Infeksi biasanya didapatkan pada usia 5

tahun.1,2

Faktor risiko gastritis karena infeksi H. pylori termasuk status sosial

ekonomi yang rendah, berbagi tempat tidur, dan jumlah saudara kandung yang

banyak. Tingkat reinfeksi dianggap rendah setelah pengobatan berhasil tetapi

lebih mungkin terjadi pada anak-anak.1,2

3
C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Peradangan pada gaster akan menyebabkan timbulnya nyeri perut terutama

pada regio epigastrium. Gastritis sendiri dapat menyebabkan kelainan mukosa

yang lebih parah berupa erosi atau ulkus. Ulkus peptikum berkaitan erat dengan

kelainan mukosa gaster karena pada ulkus peptikum hampir selalu ditemukan baik

itu gastritis maupun gastropati. Perdarahan dapat timbul baik dari erosi lokal atau

dari gastritis yang difus. Perdarahan ini dapat semakin bertambah oleh karena

penurunan daya lekat platelet yang dapat terjadi pada gastritis karena konsumsi

aspirin yang menghambat produksi tromboksan pada platelet.1,3 Berikut adalah

beberapa penyebab umum dari gastritis pada anak:

1. Gastritis Infeksiosa

Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif yang bertanggung jawab

untuk gastritis nodular pada manusia dan merupakan penyebab paling umum dari

gastritis di seluruh dunia. Transmisi H. pylori tidak sepenuhnya dipahami tetapi

diduga kuat secara kontak orang-ke-orang lewat fekal-oral, oral-oral, atau gaster-

oral. H. pylori dapat bertahan dalam asam lambung dengan memproduksi urease

untuk menciptakan buffer asam dan dengan menciptakan koloni di dalam lapisan

mukosa.1,2,3

Gastropati-bakteri lainnya yang terkait termasuk karena Helicobacter

heilmannii yang jarang terjadi dan berhubungan dengan karsinoma gaster/mucosa-

associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma. Ukuran H. heilmannii sekitar dua

kali ukuran H. pylori, dan pengobatannyas serupa dengan H. pylori.2

4
Infeksi virus yang berkaitan dengan gastritis mencakup cytomegalovirus

(CMV), Epstein-Barr Virus (EBV), human herpes virus-7, influenza, dan herpes

simplex virus (HSV). Penyebab gastritis karena virus relatif jarang terjadi. HSV

adalah yang paling sering terlihat pada pasien immunocompromised.1,2,3

Infeksi jamur pada gaster paling umum terjadi pada neonatus, pasien

malnutrisi, dan anak immunocompromised. Organisme yang penting termasuk

Candida, Aspergillus, Histoplasma, dan Mucorales spp.1,2,3

2. Gastritis Terinduksi Obat

Gastritis yang disebabkan obat antiinflamasi non steroid (NSAID) adalah

yang paling sering terjadi. Ini terjadi sekunder karena iritasi topikal dan

penghambatan siklooksigenase, sehingga terjadi defisiensi prostaglandin pada

mukosa gaster yang menyebabkan gaster tidak bisa mempertahankan integritas

lapisan mukosanya. Ini dapat terjadi sejak setelah dosis pertama. Obat-obat lain

yang dikaitkan dengan gastritis termasuk kortikosteroid, kalium klorida, dan

preparat besi.1,2,3

3. Gastritis alergi dan gastritis eosinofilik

Gastritis/gastropati alergi biasanya berhubungan dengan intoleransi protein

susu pada masa bayi dan biasanya dapat diatasi dengan menghindari alergen.

Gastropati eosinofilik terjadi karena alergen menyebabkan respon imunologis dan

menginduksi terjadinya infiltrasi eosinofil ke dalam mukosa. Ini mungkin

melibatkan semua saluran gastrointestinal. Gangguan ini dapat diperbaiki dengan

menghindari alergen atau penggunaan kortikosteroid. Jika perlu, antigen tertentu

5
dapat diidentifikasi. Pemeriksaan endoskopi dapat menemukan erosi atau

pseudopolip pada gastropati eosinofilik.1,2,3

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis gastritis sangat bervariasi karena mungkin terjadi oleh

berbagai penyebab dan pada berbagai usia dari pasien. Gejala umum adalah

sebagai berikut:2,4

a) nyeri perut (lokasi bervariasi, tetapi terutama pada regio epigastrium),

b) iritabilitas,

c) muntah,

d) nafsu makan yang buruk.

Gejala tambahan mungkin meliputi terbangun pada malam hari, cepat

kenyang, dan penurunan berat badan. Infeksi H. pylori umumnya asimptomatis.

Gastritis hemoragik terkait dengan hematemesis, anemia, melena, dan darah

samar pada tinja. Perdarahan yang berasal esofagus, lambung, atau duodenum

dapat menyebabkan hematemesis. Saat darah terkena asam lambung atau cairan

usus, warna darah dengan cepat akan menjadi gelap menyerupai ampas kopi.

Perdarahan yang besar atau kontak yang minimal dengan asam lambung

kemungkinan akan menyebabkan muntah darah yang berwarna merah.2,4

E. DIAGNOSIS

Bila pasien dalam keadaan tidak stabil karena perdarahan, yang didahulukan

adalah resusitasi A-B-C (Airway–Breathing–Circulation). Setelah keadaan pasien

6
cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih

seksama.4

Diagnosis gastritis adalah histologis. Endoskopi dapat menunjukkan

kemerahan pada mukosa gaster. Mungkin akan terdapat korelasi skoring antara

endoskopi dan histologi kecuali terdapat ulserasi. Untuk pemeriksaan histologi,

sampel biopsi harus diperoleh dari beberapa tempat yang berbeda pada gaster.1,2,3

Diagnosis histologis adalah standar emas untuk H. pylori. pengujian urea

napas (urea breath test) memiliki spesifisitas dan sensitivitas sangat baik.

Sensitivitas akan menurun di pengujian urea napas jika pasien mengonsumsi obat-

obatan seperti antibiotik, Proton-Pump Inhibitor, dan senyawa yang mengandung

bismut. Kerjasama anak mungkin menjadi faktor pembatas dalam uji tersebut.

pengujian antigen tinja memiliki nilai prediksi positif dan negatif yang baik. tes

antibodi dari darah, urine, dan air liur memiliki nilai diagnostik yang kecil karena

sensitivitas yang rendah. Tambah lagi, tes antibodi bisa tetap positif untuk

beberapa tahun pasca paparan, dan tidak ada manfaat menguji antibodi untuk

pemberantasan infeksi.1,2,3

D. PENATALAKSANAAN

Penanganan umum diperlukan pada setiap pasien. Penilaian awal pada setiap

anak dengan perdarahan GIT perlu dipertajam serta dipercepat. Dua persoalan

yang perlu segera diperhatkan adalah: status volume darah pasien dan

kecenderungan yang akan terus berlangsunng. Penampilan anak, status mental,

tekanan darah, detak jantung merupakan cermin dari status anak, sedangkan

7
potensi terjadinya perdarahan yang terus berlangsung akan terlihat atau dapat

diperkirakan dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.5,6

Stabilisasi awal ditujukan untuk mencegah atau mengatasi hipovolemia dan

anemia yang berat. Tujuan pemberian bolus cairan awal adalah untuk menjaga

perfusi jaringan tetap baik. Setelah pemberian bolus cairan awal sebanyak 10-20

ml/kg selama 10 menit, lanjutkan bolus secara pelan (titrasi) untuk menjaga

tekanan darah dan perfusi jaringan. Pilihan cairan paling baik dapat dilihat

berdasarkan kemudahan dan tersedianya cairan. Apabila lebih dari 50-70 ml/kg

yang diperlukan dalam waktu 4-6 jam, perlu dipertimbangkan pemantauan invasif

untuk memudahkan penanganan cairan. Cairan dan/atau koloid yang sesuai

kemudian dapat mulai diberikan. Prosedur diagnostik lanjut, hendaknya dilakukan

bila resusitasi yang sesuai sudah tercapai.5,6

Vitamin K 5-10 mg diberikan untuk setiap pasien dengan masa protrombin

yang memanjang, tanpa membedakan pasien penderita hati atau bukan. Transfusi

darah dapat dipertimbangkan, tergantung dari nilai hematokrit sesudah

pengembalian volume darah dan tidak adanya perdarahan yang berlanjut.

Transfusi darah dapat diberikan pada pasien dengan perdarahan yang sudah

berhenti untuk berjaga-jaga apabila terjadi perdarah kembali. Pada keadaan ini,

berikan packed cell (10ml/kg BB) sangat dianjurkan sebagai langkah awal. 5,6

Inti dari pengobatan gastritis adalah penekanan asam lambung. Ada dua

jenis obat utama: antagonis reseptor H2 histamin (H2-blocker) dan Proton-Pump

Inhibitor (PPI). H2-blocker menghambat reseptor H2 sel parietal secara reversibel.

Mereka memiliki onset cepat dan dapat dikonsumsi kapan saja di sepanjang hari.

8
Terdapat bentuk oral dan intravena. Toleransi untuk H2-blocker dapat terjadi dan

akan membatasi penggunaan jangka panjang.1,5,6

PPI adalah obat yang lebih kuat dan memiliki half-life yang lebih panjang.

PPI secara irreversibel mengikat sistem enzim H+/K+-ATPase dalam sel parietal

lambung. PPI paling efektif jika diberikan 30 menit sebelum makan. Mereka

memiliki onset yang lambat dalam bentuk oral, dan dapat bekerja cepat jika

diberikan IV. Penggunaan PPI pada pasien kritis telah dikaitkan dengan

peningkatan risiko pneumonia pada orang dewasa. Literatur yang lebih baru

menunjukkan peningkatan risiko kolitis oleh Clostridium difficile pada pasien

yang menerima PPI. Penggunaan jangka panjang dari PPI dikaitkan dengan

hipomagnesemia.2,3

Antasida secara kimiawi menetralisir asam lambung asam dengan garam

bikarbonat dan aluminium atau magnesium. Obat-obat ini memiliki onset yang

cepat namun durasi yang pendek. Antasida tidak boleh diberikan kepada balita

karena risiko toksisitas dari kandungan natrium atau aluminium. Antasida berbasis

magnesium dapat menyebabkan diare dan harus diberikan dengan hati-hati pada

pasien dengan penyakit ginjal. Antasida dapat mengganggu absorpsi obat-obatan

lain seperti H2-blocker dan antibiotik.2,3

Sukralfat adalah agen pelindung mukosa lokal yang meningkatkan

pelepasan prostaglandin. Sukralfat bekerja terbaik di lingkungan asam dan harus

diberikan secara terpisah dari antasida, agen penekanan asam, dan makanan.

Karena juga mengandung garam aluminium, sukralfat harus diberikan dengan

9
hati-hati pada pasien dengan gagal ginjal atau prematuritas. Sukralfat juga dapat

menghambat penyerapan beberapa obat layaknya antasida.2,3

Misoprostol adalah analog sintetis prostaglandin E yang mencegah sekresi

asam lambung dan telah disepakati untuk pencegahan ulserasi yang diinduksi oleh

NSAID. Efek samping yang paling umum adalah nyeri perut dan diare yang

terkait dosis.2,3

Pengobatan infeksi H. pylori dianjurkan hanya jika pasien memiliki infeksi

dengan gastritis atau ulserasi. Tidak ada bukti bahwa pasien dengan nyeri perut

tanpa ulserasi mengalami penurunan rasa sakit setelah perawatan. Ada beberapa

regimen lini pertama dengan taraf pemberantasan 70-90%. Regimen tiga jenis

obat terdiri dari PPI ditambah dua dari tiga antibiotik (amoksisilin, klaritromisin,

atau metronidazole); atau garam bismut dengan amoksisilin dan metronidazol.

Regimen empat-obat termasuk PPI atau H2-blocker; garam bismut; metronidazole;

dan salah satu dari tiga antibiotik lain (amoksisilin, klaritromisin, atau tetrasiklin).

Kalau tidak, contoh terapi sekuensial dapat diberikan yaitu termasuk PPI dan

amoxicillin selama 5 hari; kemudian PPI, klaritromisin dan tinidazol untuk

tambahan 5 hari selanjutnya.2,3

E. PROGNOSIS

Identifikasi penyebab gastritis adalah langkah awal yang paling penting

dalam pengobatan. Penanganan gastritis yang tepat dapat menyembuhkan. Semua

anak yang mendapat terapi untuk H. pylori harus menjalani evaluasi kesuksesan

terapi meskipun sudah tidak bergejala. Evaluasi yang sistematis dan teratur

dibutuhkan untuk mengurangi persentase komplikasi perdarahan saluran cerna.1

10
2. ESOFAGITIS

A. DEFINISI

Esofagitis didefinisikan sebagai peradangan sel epitelium skuamosa dari

esofagus. Peradangan yang dialami dapat terjadi akut maupun kronik.7,8

B. EPIDEMIOLOGI

Pada populasi anak, penyakit reflux gastroesofageal (GERD), infeksi,

esofagitis eosinofilik, dan esofagitis korosif adalah penyebab tersering dari

esofagitis.7

Sekitar 50% dari bayi usia 2-3 bulan dan 67% dari bayi usia 4 bulan

mengalami regurgitasi setiap hari (dengan demikian, GER tapi tidak GERD).

Sekitar 8% bayi memiliki kuantitas asam yang abnormal saat GER yang

menghasilkan tanda-tanda atau gejala GERD.8

Esofagitis infeksiosa relatif jarang terjadi pada anak imunokompeten dan

biasanya merupakan indikator primer atau sekunder dari immunodefisiensi. Pada

anak-anak imunokompeten, esofagitis infeksi sering dikaitkan dengan kondisi

penurunan mekanisme pertahanan esofagus. Spektrum infeksi esofagus telah

berubah selama beberapa dekade terakhir. Esofagitis infeksiosa jarang terjadi

sebelum munculnya sindrom defisiensi kekebalan tubuh (AIDS) dan rejimen

pengobatan imunosupresif pasca transplantasi.9

Menelan zat korosif (alkalis, asam, pemutih) terjadi sekitar 3-5% dari

laporan kasus tidak sengaja menelan, atau sekitar 5.000-10.000 kasus per tahun di

Amerika Serikat. Esofagitis korosif dari tidak disengaja menelan zak korosif

11
biasanya terjadi pada anak-anak muda dari 5 tahun, sedangkan non kecelakaan

pada remaja mungkin adalah usaha bunuh diri.7

Menurut penelitian yang lebih baru, prevalensi esofagitis eosinofilik adalah

0,5-1 kasus per 1000 orang, dan kejadian ini terjadi 10 per 10.000 kasus tiap

tahun. Rasio laki-laki:perempuan adalah 3:1.10

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Patofisiologi esofagitis dapat dikategorikan sesuai dengan jenis etiologi

sebagai berikut:

1. Esofagitis Reflux (peptik)

Peradangan bagian distal esofagus terjadi ketika lambung dan cairan

duodenum, termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan empedu, dimuntahkan

melewati esofagus. Penurunan kekuatan sfingter esofagus bawah (LES) dan

perubahan motilitas akan menyebabkan GER. Peradangan esofagus dapat lebih

mendorong kedua mekanisme, dan menciptakan lingkaran setan.8

Meskipun penurunan tonus LES terjadi pada GER infantil, penyakit refluks

gastroesofageal (GERD) dan pada gangguan dismotilitas, faktor tunggal saat ini

dianggap sebagai yang paling penting dalam patogenesis GERD adalah terjadinya

relaksasi LES berulang transien yang abnormal. Faktor-faktor yang

mempengaruhi waktu pembukaan esofagus termasuk interaksi postur-gravitasi,

ukuran dan isi dari makanan, pengosongan lambung yang abnormal, dan

peristaltik esofagus yang abnormal.8

12
Perubahan awal mungkin termasuk iritasi mukosa esofagus ringan dengan

hiperplasia sel basal dan penebalan papila. Ini berlangsung sepanjang perjalanan

penyakit yang dapat menyebabkan infiltrasi sel inflamasi, ulserasi, jaringan parut,

dan fibrosis dengan stenosis. metaplasia selular untuk epitel kolumnar, yang

dikenal sebagai Barrett esophagus, juga dapat terjadi. Barrett esophagus langka

terjadi di populasi anak; dalam populasi anak, kondisi ini lebih sering pada remaja

dibandingkan pada anak-anak yang lebih muda.8

2. Esofagitis Korosif

Tergantung pada jenis, konsentrasi, dan volume zat yang tertelan, berbagai

tingkat luka bakar kimia yang melibatkan berbagai lapisan esofagus dapat terjadi.

cedera dangkal mukosa (tingkat pertama), cedera mukosa transmural dengan

kemungkinan keterlibatan muskularis (derajat kedua), atau cedera penuh seluruh

(derajat ketiga) dapat terjadi. Kondisi ini dapat meluas ke jaringan periesophageal

atau perigastrik, mengakibatkan perforasi, peritonitis, atau mediastinitis. Volume

zat tertelan tidak selalu berkorelasi dengan tingkat cedera jaringan.4

Esofagitis korosif yang disebabkan oleh kontak langsung dari mukosa

dengan obat terlihat terutama pada pasien yang memiliki motilitas esofagus yang

abnormal. Obat yang terlibat meliputi:4,7

-doksisiklin

-klindamisin

-tetrasiklin

-ferrous sulfat

-kalium klorida

13
-kuinidin

-nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)

3. Esofagitis Eosinofilik

Patofisiologi yang pasti dari esofagitis eosinofilik tidak diketahui. Namun,

kontak alergen dengan mukosa esofagus atau usus dianggap awal dari

kejadian.10,11

Berbeda dengan GERD, esofagitis eosinofilik melibatkan mukosa,

submukosa, dan, mungkin, tunica muskularis. Beberapa antigen makanan

(misalnya, susu, telur, kacang-kacangan, daging sapi, gandum, ikan, kerang,

jagung, kacang tanah, kedelai, ayam) dapat menginduksi esofagitis eosinofilik.

Protein susu sapi adalah endapan yang paling umum.10,11

Interleukin-5 (IL-5), interleukin-13 (IL-13), dan eotaksin-1, kemokin khusus

untuk eosinofil, memainkan peran utama dalam perekrutan eosinofil dan

proliferasi sel T serta polarisasi dalam jaringan. Selain itu, sel mast dapat

diaktifkab melalui prostaglandin D2 (PGD2) untuk menarik eosinofil ke esofagus.

Fibrosis jaringan terjadi sebagai efek jangka panjang dari esofagitis

eosinofilik.10,11

4. Esofagitis Infektif

Candida adalah penyebab paling umum dari esofagitis infektif dan pasien

imunosupresi pasien rentan terhadap infeksi ini. Herpes Simplex Virus (HSV)

adalah penyebab viral utama dari esophagitis infektif terutama dan paling sering

terjadi pada pasien dengan transplantasi sumsum tulang. CMV merupakan

patogen yang juga signifikan. Infeksi bakteri adalah penyebab yang jarang dari

14
esofagitis. Biasanya terjadi pada pasien keganasan hematologi dengan

neutropenia, transplantasi sumsum tulang, ketoasidosis diabetes, dan terapi

steroid. Hal ini biasanya terjadi polimikroba dan berasal dari flora normal mulut

(Streptococcus viridans, Staphylococcus, dan Bacillus spp). Esofagitis bakteri

sering dikaitkan dengan bakteremia; oleh karena itu, kultur darah selalu harus

dilakukan.9

5. Esofagitis Radiasi

Perubahan karakteristik histologis dari esofagitis radiasi dimulai dalam

waktu 2 minggu dari dosis radiasi dan terdiri dari kerusakan epitel, pengelupasan,

dan nekrosis, yang dapat memanjang ke lapisan yang lebih dalam. Resolusi dan

penyembuhan terjadi dalam 3-4 minggu dari dosis radiasi yang terakhir.7

D. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya, emesis terjadi tanpa disengaja dengan disertai regurgitasi yang

sering pada bayi. Hematemesis juga dapat diamati. Cegukan yang bertahan lama

dan menelan keras adalah tanda-tanda samar dari penyakit refluks

gastroesophageal (GERD) pada bayi dan anak-anak.8

tanda-tanda nonspesifik seperti menangis, lekas marah, masalah tidur atau makan,

melengkungkan punggung, dan kolik mungkin menunjukkan nyeri esofagus pada

bayi. Apnea, penyakit pernapasan kronis (pneumonia, mengi, stridor), dan

eksaserbasi asma dapat berhubungan dengan GERD kronis. Keengganan makan

dan gagal tumbuh atau penurunan berat badan adalah manifestasi yang juga sering

terjadi.8

15
Anemia karena kekurangan zat besi dapat terjadi akibat dari kehilangan darah

okulta. Sakit perut, disfagia, heartburn, dan nyeri dada atau epigastrium dapat

terjadi pada anak-anak yang lebih tua dan remaja.4

Batuk, menangis, dan muntah setelah asupan mungkin gejala awal esofagitis

korosif. Disfagia, penolakan untuk minum, dan mulut atau nyeri dada dengan air

liur dan air liur dapat mengikuti. gangguan pernapasan dan stridor dapat hasil dari

obstruksi jalan napas dan edema glotis.4

Sariawan, demam, atau lesi kulit (viral) dapat menjadi gejala penyerta dari

esofagitis infeksiosa. Odinodisfagia, penolakan untuk minum, dan disfagia dapat

terjadi, terutama dengan esofagitis virus dan jamur. Demam, nyeri dyspnea, atau

atipikal dada juga dapat terjadi.9

Pada pasien imunokompeten, infeksi virus herpes simpleks (HSV) dapat

bermanifestasi sebagai demam, odinodisfagia, dan nyeri retrosternal akut. lesi

orofaringeal biasanya tidak ada. Meskipun jarang, HSV, cytomegalovirus (CMV),

dan HIV dapat menyebabkan esofagitis asimtomatik.9

Esofagitis eosinofilik dapat terjadi pada semua usia. Pada bayi dan anak-

anak, esofagitis eosinofilik muncul dengan gejala mirip dengan GERD (termasuk

regurgitasi, lekas marah, penolakan makanan, dan gagal tumbuh pada bayi), tetapi

gagal merespon terhadap terapi antireflux agresif. Disfagia dan nyeri dada dapat

terjadi pada anak-anak yang lebih tua dan remaja. eosinophilic esophagitis sering

terlihat pada pasien dengan atopi yang memiliki asma, eksim, atau rinitis kronis

atau pada mereka yang memiliki riwayat keluarga penyakit atopik.10,11

16
E. DIAGNOSIS

Pada pasien yang immunocompromised, esofagitis mungkin memiliki beberapa

etiologi. Secara klinis, esofagitis non-infeksi dan infeksi mungkin sulit untuk

dibedakan. Akibatnya, antireflux, antijamur, antivirus, dan terapi antibiotik sering

diberikan empiris.7

Pemeriksaan laboratorium hanya sedikit yang membantu untuk diagnosis

esofagitis. Hitung darah lengkap dapat menunjukkan anemia (biasanya defisiensi

besi karena kehilangan darah) atau leukositosis spesifik. Eosinofilia perifer dapat

diamati pada pasien dengan esofagitis eosinofilik. Tingkat serum albumin dapat

menurun pada pasien dengan esofagitis korosif atau cytomegalovirus (CMV).8

Esofagogastroduodenoskopi (EGD) memungkinkan visualisasi yang lebih

definitif dari mukosa esofagus. Sampel biopsi pada lokasi yang berbeda dari

esofagus harus selalu diperoleh untuk mencari konfirmasi histologis; pada

kenyataannya, saluran esofagus bagian bawah dikenal sebagai daerah di mana

perbedaan antara endoskopi dan histologis temuan sering ditemukan. Jika

dibutuhkan, apusan dan kultur jaringan dapat dilakukan. Prosedur terapi seperti

dilatasi striktur esofagus juga dapat dilakukan.8

Studi gastrointestinal (GI) atas dengan kontras harus dipertimbangkan pada

semua pasien dengan emesis persisten dan dicurigai esofagitis. Ini dapat

membantu dalam mendefinisikan setiap kelainan anatomi seperti striktur esofagus,

obstruksi lambung, stenosis pilorus, atau malrotasi usus. Kelainan motilitas

esofagus juga dapat terungkap dengan pemeriksaan ini. Ini tidak membantu dalam

17
mendiagnosis gastroesophageal reflux (GER). Kurangnya kerjasama pasien dapat

menyebabkan hasil yang kurang optimal.8

Ruang retrotracheal dapat terlihat muncul pada radiografi toraks lateral

dengan infeksi paraesophageal atau abses. Radiografi dada dapat mengungkapkan

bukti aspirasi pneumonia setelah menelan korosif.8

F. PENATALAKSANAAN

Pengobatan khusus untuk esofagitis bervariasi sesuai dengan etiologi.

pengobatan simtomatik mungkin termasuk antasida untuk esofagitis refluks ringan

atau esofagitis virus pada pasien imunokompeten. Rawat inap diperlukan jika

pasien mengalami perdarahan yang signifikan, gangguan hemodinamik, obstruksi,

perforasi, atau gangguan pernapasan atau tidak mampu untuk makan sendiri.

Secara khusus, pastikan untuk segera membawa anak ke rumah sakit setelah

setiap menelan zat yang dicurigai berbahaya.8

1. Esofagitis Refluks (peptik)

Untuk penyakit refluks gastroesofageal ringan, tirah baring dengan posisi

kepala ditinggikan, manajemen asupan (pemberian susu yang lebih kental, lebih

sedikit, dan lebih sering serta puasa 2 jam sebelum tidur), dan penatalaksanaan

konservatif lainnya dapat dilakukan.8

Anti-histamin H2 dapat diberikan sebagai terapi farmakologis. Namun PPI

sebaiknya segera diberikan jika sudah mencapai diagnosis esofagitis refluks

karena efeknya yang lebih kuat dan lebih lama. Pada kasus yang lebih parah dan

18
tidak merespon dengan terapi farmakologis, Nissen fundoplication dapat

dilakukan. Pasien dengan gangguan pengosongan lambung mungkin

membutuhkan pyloroplasti.8

2. Esofagitis Infektif

Esofagitis infektif memerlukan antivirus yang tepat, antijamur, atau terapi

antibiotik berdasarkan organisme penyebab. Untuk esofagitis bakterali, drainase

abses paraesophageal mungkin diperlukan.9

3. Esofagitis Korosif

Untuk esophagitis korosif karena basa atau asam, setiap paparan lanjutan

dengan mata, mulut, dan kulit harus berhenti dan daerah yang terkena dibasuh

dengan air. A-B-C (Airway–Breathing–Circulation) dan status kardiorespirasi

keseluruhan harus ditangani. intubasi endotrakeal atau trakeostomi mungkin

diperlukan jika edema saluran napas bagian atas yang berat terjadi.12

Meskipun cairan dalam jumlah besar (misalnya, air, susu) sering diberikan

untuk mengencerkan agen korosif, ini harus dilakukan hati-hati karena jika

perforasi telah terjadi, cairan ini dapat ekstravasasi, yang mengarah ke

mediastinitis. volume besar cairan juga dapat menyebabkan muntah, tetapi

sejumlah kecil air atau susu dapat membasuh sisa agen dari permukaan mukosa.12

Jika tidak ada luka bakar mukosa terdeteksi, pasien dapat dipulangkan ke

rumah setelah menoleransi diet normal. Untuk pasien dengan luka bakar tingkat

pertama, amati selama setidaknya 48-96 jam dan sampai dapat menoleransi diet

19
normal. Pasien dengan luka bakar tingkat kedua dan ketiga membutuhkan rawat

inap yang lebih lama.12

Antibiotik spektrum luas dapat digunakan pada kasus yang berat untuk

mencegah infeksi sekunder. Penggunaan kortikosteroid sistemik masih

kontroversial, tetapi mereka dapat digunakan dalam upaya untuk mengurangi

pembentukan striktur. Manajemen bedah unutk perbaikan perforasi dan perbaikan

struktur mungkin diperlukan.12

4. Esofagitis Eosinofilik

Pengobatan eosinophilic esophagitis masih banyak diperdebatkan. Patch test

dalam kombinasi dengan skin prick test dapat membantu menentukan alergen

penyebab makanan (paling sering, susu, telur, gandum, daging sapi, kacang

kedelai, ayam).10

Eliminasi selektif makanan yang terlibat berdasarkan pengujian alergi atau,

dalam kasus-kasus tertentu, inisiasi unsur diet, diperlukan. Selama 1-3 bulan,

pasien ditempatkan pada diet eliminasi khusus yang mencegah paparan dengan

makanan penyebab alergi atau diet elemental. Ulangi endoskopi dengan biopsi

untuk menentukan perbaikan dan waktu untuk memulai kembali makanan biasa.

Diet elemental memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada diet

eliminasi.7,10

Pengobatan lain, seperti obat anti-inflamasi, stabilisator sel mast, dan

antagonis reseptor leukotrien, juga telah digunakan. kortikosteroid oral

20
menunjukkan hasil yang efektif dalam mengobati gejala dan normalisasi histologi,

tetapi penyakit ini dapat terjadi kembali ketika kortikosteroid dihentikan.10

G. PROGNOSIS

Penanganan GER pada bayi sangat penting untuk mencegah terjadinya

GERD. Apabila sudah terjadi, lesi dapat bertahan hingga bertahun-tahun.8

Esofagitis infektif menandakan pasien immunocompromised sehingga penanganan

esofagitis akan lebih sulit9. Esofagitis eosinofilik masih menjadi kasus yang sulit

ditangani karena sering terjadi relaps.10

21

Anda mungkin juga menyukai