Anda di halaman 1dari 22

KELOMPOK 1


A.Pengertian

Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (daerah berlubang)


yang terbentuk di dalam dinding mukosal lambung,
pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut
juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal,
tergantung pada tergantung. (Bruner dan Suddart, 2001).

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas
mukosa lambung yang meluas sampai di bawah
epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke
bawah epitel disebut sebagai erosi, Meskipun sering
dianggap sebagai "ulkus" (misalnya ulkus karena
stres). Menurut resolusi, peptikum dapat dipasang
pada setiap bagian saluran cerna yang mendapatkan
asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,
dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum. (Sylvia A.
Price, 2006).

B.Etiologi
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah
lambung. Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang
mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa disertai
dengan alkorida.

2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak
duodeni jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun
sebabnya belum diketahui dengan benar. Dan hasil penelitian dilaporkan
bahwa pada penderita dengan golongan darah O kemunkinan terjadinya
tukak duodeni adalah 38% lebih besar dibandingkan golngan lainnya.

3. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang
diduga sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun.
Selanjutnya pada hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau
inflamasi khemis lebih besar dari pada inflamasi bakterial. Tukak yang
spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik mikrooganisme.
4. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab
didasarkannya inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia
yang mana dapat disebutkan juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan
tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak
yang akut. Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang
nyata dari erosi akut ke tukak yang akut.

5. Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering
ditemukan pada otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark,
karena asam getah lambung dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan
trombose.
6. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang
dapat menimbulkan tukak peptik.
7. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer)
Dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.dari sekian banyak
obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan salisilat, yaitu
menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon jugadapat
menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata
golongan salisilat hanya akan menyebabkan erosi lokal.
8. Berhubungan dengan penyakit lain.

a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin
merupakan tempat timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada
sirosis lebih banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada
kaum wanita dengan sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari
isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan.
Bertambah banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan
bertambah beratnya emfisema dan corpulmonale.
9. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan
jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.

C.Patofisiologi
1.Infeksi bakteri H.pilory
. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat
berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman
diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi,
bakteri dapat melakukan penetrasi sawar mukosa
lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk
menembus sawar maupun dengan melepaskan enzin-
enzim pencernaan yang mencairkan sawar
2. Peningkatan sekresi asam

Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan
sering dua kali lipat dari normal.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin,
Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase
sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara
sistemik- termasuk pada epitel lambung dan duodenum. (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat
(Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan
meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas
yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi
kerusakan epitel mukosa.

E.Manifestasi klinis

1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh


nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar di
epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini
bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan
duodenum meningkat menimbulkan erosi dan
merangsang ujung saraf yang terpajan

2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami
sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang
naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak
terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus
peptikum. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului
oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang
dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi
pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari
diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan
perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak
mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala
setelahnya.
F.Pemeriksaan penunjang
1.
nyeri tekan abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada

Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan

3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan


adanya ulkus, namun
endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi.
Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn biopsy
didapatkan. Endoskopi
telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui
pemeriksaan sinar X
karenaukuran atau lokasinya.

5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan
laboratorium adalah negative terhadap darah samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang
menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak
terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan
sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan
makanan atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul
juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan
histiologi melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes
laboratorium khusus. Serta tes serologis terhadap antibody
pada antigen H. pylori.

G.Penatalaksanaan
1. Tripel terapi yang meliputi klaritomisin,amoksisilin,dan
inhibitor pompa proton untuk mengatasi infeksi H.pylori
2. Antasida
3. Antagonis reseptor histamin-2 ,seperti
simetidin(tagamet)atau ranitidin (zantac),atau inhibitor pompa
proton seperti omeprazol(Prisolec)
4. Agen pelapis seperti sulralfat untuk ulkus duodenum
5. Agen antisekresi seperti misoprodtol(CYTOTEC)
6. Obat tidur dan penenang,seperti klordizepoksid dan
fenobarbital
7. Antikolinergik seperti propantelin

8. Istirahat dan mengurangi aktivitas untuk membantu
menurunkan sekresi lambung
9. Terapi diet yang mencangkup makan 6 kali sehari atau kudapan
kecil setiap jam,lebih baij daripada porsi tiga kali makan seperti
biasa
10. Penalaksanaaan emergensi untuk pendarahan gastrointetinal
,dimulai dengan pemasangan NGT untuk mengalirkan saline
dingin,yang mengandung norepinefrin
11. Gastroskopi untuk memvisualkan tempat pendarahan dan
koagulasi dengan leser atau kauter untuk menghentikan
pendarahan
12. Pembedahan untuk perforasi,jenisnya tergantung lokasi dan
derejat penyakitnya
13. Vagotomi bilateral ,piloroplasti,gastrektomi

H.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa,


kerusakan jaringan lunak pasca operasi
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan
volume darah sekunder akibat hematemesis dan
melena massif
3. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan
kemampuan batuk, nyeri pasca operasi

5) Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
tidak adekuat
6) Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya
cairan akibat muntah berlebihan, respon perubahan
pasca bedah gastreoktomi
7) Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan
interprestasi terhadap informasi, dan rencana
pembedahan
NO Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. 1). Nyeri b.d Dalam waktu 1 -secara subjektib -Jelaskan dan bantu -pendekatan dengan
iritasi mukosa x 24 jam dan 3 x melaporkan pasien dengan menggunakan tehnik
lambung, 24 jam nyeri berkurang memberikan pereda relaksasi dan terapi
perporasi pascabedah atau dapat nyeri non nonfarmakologi telah


mukosa, gastrekotomi, diadaptasi. farmakologi dan menunjukkan
kerusakan nyeri -Skala nyeri 0-1 noninvasive keefektifan dalam
jaringan berkurang/hila (0-4). -lakukan mengurangi nyeri.
lunak pasca ng atau Dapat manajemen nyeri. 1). istirahat secara
operasi teradaptasi. mengidentifikasi 1). Istirahatkan fisiologis akan
aktifitas yang pasien pada saat menurunkan
meningkatkan nyeri muncul kebutuhan oksigen
atau 2). Ajrkan tehnik yang diperlukan untuk
menurunkan relaksasi nafas pada memenuhi kebutuhan
nyeri. saat nyeri metabolism basal.
-pasien tidak 3). Ajarkan tehnik 2). Meningkatkan
gelisah distraksi pada saat asupan oksigen
nyeri sehingga akan
4). Manajemen menurunkan nyeri
Lingkungan: sekunder dari iskemia
Lingkungan tenang, intestinal
batasi pengunjung,
dan istirahatkan
pasien.
5). lakukanManaje
men sentuhan
Kolaborasi dengan tim 3). Distraksi
medis untuk (pengalihan Panggilan
pemberian:
) dapat menurunkan
1). Pemakaina
penghambat H2 ( stimulus internal.
seperti Simetidin Lingkungan tenang
/Ranitidin). akan menurunkan
2). Antasida stimulus nyeri

 eksternal dan
pembatasan
pengunjung akan
membantu
meningkatkan
oksigen ruangan yang
akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
Istirahat akan
menurunkan kebutuhan
oksigen jaringan perifer.

5). Manajemen sentuhan


pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan
psikologis dapat
membantu menurunkan
nyeri.
2. Risiko Dalam Kaji sumber dan respon Deteksi awal mengenai
menunjukkan
tinggi syok wkatu 3 x perdarahan dari melena sevberapa jauh tinkat
perbaikan
hipovolemi 24 jam sistem dan hematemesis. pemberian intervensi yang
k b.d tidak kardiovaskuler diberikan sesuai dengan
penurunan terjadi -hematemesis -monitor TTV kemampuan individu.
volume syok dan melena 1). Penurunan kualitas dan
darah hivopolemi terkontrol Monitor status cairan denyut jantung merupakan
sekunder k -konjungtivitis (turgor kulit, membrane parameter penting gejala


akibat tidak anemis mukosa dan keluaran awal syok
hematemes -pasien tidak urine). 2). Hipotensi dapat terjadi
mengeluh
is dan pusing, Lakukan kolaborasi pada hipovolemia, hal
melena memebran pemberian paket sel tersebut memberikan
masif mukosa lembab, darah manifestasi terlibatnya
turgor kulit merah(PRC=Pocked Red sistem kardiovaskuler
normal, dan Cells). dalam melakukan
akral hangat. kompensasi dalam
- Evaluasi adanya respon mempertahankan tekanaan
seklinik dari pemberian darah.
transfusi.

Lakukan gastric cooling.


normal, CRT > 3 detik,
urine > 600 ml/hari pasien setiap Peningkata
Laboratorium: nilai pergantian shift. n frekuensi
haemoglobin, sel
darahmerah, nafas
hematokrit, dan Kolaborasi merupakan
BUN/kreatinin dalam pemberian terapi manifestasi
batas normal.
endoskopik. dri

 Lakukan
kompensasi
respirasi
dokumentasi untuk
intervensi yang mengambil
telahdilakukan dan sebanyak-
dilaporkan apabila banyaknya
didapatkan oksigen,
perubahan kondisi akibat
mendadak. penurunan
kadar
Kolaborasi : haemoglobi
dilakukan tindakan n sekunder
pembedahan gastre dari
ktomi penurunan
volume
darah.
4).
Hipotermi
dapat
sekunder dari penurunan volume
 darah.
4). Hipotermi dapat terjadi pada
perdarahan massif.
Jumlah dan tipecairan penganti
darah ditentukan dari keadaan
status cairan. Penurunan volume
darah mengakibatkan menurunnya
produksi urine, monitor yang ketat
pada produksi urine< 600ml/ hari
merupakan tanda-tanda terjadinya
syok

Anda mungkin juga menyukai