Anda di halaman 1dari 11

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS PEPTIKUM

A. PENGERTIAN
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding
mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai
ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya.

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena stres).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada mulkosa, submukosa
dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari traktus gastrointestinalis yang selalu
berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCL. Termasuk ini ialah
ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum
bagian atas (first portion of the duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum,
yaitu penderita yang mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).

B. ETIOLOGI
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum belum diketahui. Beberapa teori yang
menerangkan terjadinya tukak peptic, antara lain sebagai berikut :
a. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung.
Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita
dengan anemia pernisiosa disertai dengan aklorida.
b. Golongan darah.
Penderita dengan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni jika dibandingkan
dengan pada tukak lambung. Adapun sebab-sebabnya belum diketahui benar. Dan
hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemungkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dari pada golongan
lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah
A, baik berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah
O sering ditemukan kelainan pada korpus lambung.
c. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. berdasarkan
pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada edofagus, lambung dan
duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma
primer atau sekunder dan hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan
timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada
ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya yang
menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
d. Inflamasi bakterial.
Dari dasar tukak telah dibiakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga
sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya
pada hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis
lebih besar dari pada inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC
dan sipilis disebabkan spesifik mikroorganisme.
e. Inflamasi nonbakterial.
Teori yang mengatakan bahwa inflamasi nonbakterial sebagai penyebab didasarkan
pada inflamasi dari kurvatura minor, antrum dan bulbus duedeni yang mana dapat
disebutkan juga antaral gastritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai
penyebab dari gastritis sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai
kelanjutan dari tukak yang akut. Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan
perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak yang akut.
f. Infark.
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering
ditemukan pada otopsi. Adanya defek pada dinding lambung serta timbulnya infark,
karena asam gelah lambung dan dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose di
dasar tukak. Sekarang diketahuai bahwa jaringan trombose ialah sebagai hasil
daripada sebagian penyebab kerusakan, yang tidak akan dijumpai pada tukak yang
akut.
g. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat
menimbulkan tukak peptik.
h. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9. Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa
lambung. Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah
golongan salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung.
Phenylbutazon juga dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga
histamin, reseprin akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan,
ternyata golongan salisilat hanya akan menyebabkan erosi lokal.
i. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada
pengaruhnya dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang
menderita tukak, jika dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh
sebab itu, family anamnesa perlu ditegakkan.
j. Berhubungan dengan penyakit lain.
1. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan
tempat timbulnya erosi atau tukak.
2. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis
lebih banyak jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum
wanita dengan sirosis biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi
duodenum berkurang.
3. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan.
Bertambah banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah
beratnya emfisema dan corpulmonale.
k. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan
dipengaruhi oleh banyaknya suplay darah dan cepatnya regenerasi.

C. PATOFISIOLOGI
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida dan pepsin). Erosi
yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin atau
berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
a. Fase sefalik ( psikis )
Dimulai dengan adanya rangsangan seperti pandangan ,bau atau rasa makanan
dimana reseptor kortikal serebral bekerja merangsang saraf vagal. Intinya, makanan
yang tidak menimbulkan nafsu makan mempunyai sedikit efek pada sekresi lambung.
Inilah yang menyebabkan makanan saring secara konfensional diberikan pada pasien
dengan ulkus peptikum.
b. Fase lambung
Pada fase lambung, asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi
asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
c. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi
gastrin, yang pada intinya dapat merangsang sekresi asam lambung).
d. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri
Biasanya, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti tertusuk atau sensasi
bakar di epigastrium tengah atau dipunggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi
bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan
merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukan bahwa kontak lesi
dengan asam merangsang mekanisme refleks lokal yang memulai kontraksi otot
halus sekitarnya.
b. Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat mejadi ulkus
peptikum hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme
mukosa pylorus atau oleh obstruksi mekanis, yang dapat dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang
mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut.
c. Konstipasi dan perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien dengan ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari
diet dan obat-obatan.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau
distensi abdominal.
b. Bising usus mungkin tidak ada.
c. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya
ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
d. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan
lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.
Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui
pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
e. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap
darah samar.
f. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan
sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan
tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
g. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap
antibody pada antigen H. Pylori.
E. KOMPLIKASI
a. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum adalah
dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
b. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke dalam
rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
c. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke
dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik.
d. Obstruksi pilorik terjadi bila areal distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut
dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk
bila ulkus sembuh atau rusak.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Status perkawinan
7. Agama
8. Suku
9. Alamat
- Penanggung jawab
1. Nama penanggung
2. Hubungan dengan pasien
3. Pekerjaan
4. Alamat.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada atau tidak anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien.
c. Status kesehatan
- Status kesehatan saat ini
- Status kesehatan masa lalu
- Riwayat penyakit keluarga
- Diagnosa medis dan terapi.
d. Pola Fungsi kesehatan
• Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
• Nutrisi/metabolic
• Pola eliminasi
• Pola aktivitas dan latihan
• Oksigenasi
• Pola tidur dan istirahat
• Pola kognitif-perseptual
• Pola persepsi diri/konsep diri
• Pola seksual dan reproduksi
• Pola peran-hubungan
• Pola manajememn koping stress
• Pola keyakinan.
e. Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
- Tingkat kesadaran GCS
• Tanda-tanda vital
• Keadaan fisik
- Kepala dan leher
- Dada
- Payudara dan ketiak
- Abdomen
- Genitalia
- Integument
- Ekstremitas
- Pemeriksaan neurologist

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder
terhadap gangguan visceral usus.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah.
4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi
berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.

INTERVENSI

1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder
terhadap gangguan visceral usus.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan nyeri pada pasien dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : menggunakan obat-obatan sesuai resep,mengalami penurunan
nyeri,menggantikan aspirirn dengan aetaminofen
( Tylenol),menghindari obat yang dijual bebas yang mengandung
asam asetilsalisilat,mentaati pembatasan yang
dianjurkan,mengidentifikasi makanandan minuman yang
dihindari,mentati jadual makan dan kudapan secara teratur,berhenti
merokok dan berpartisispasi dalam program penghentian merokok
bila perlu.
Tindakan/ intervensi Rasional:
1. Berikan terapi obat-obatan sesuai program:
a. antagonis histamine.
b. Garam antibiotic /bismuth.
c. Agen sitoprotektif.
d. Inhibitor pompa proton.
e. Antasida.
f. Antikolinergik
2. Anjurkan menghindari obat-obatan yang dijual bebas.
3. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman yang mengiritasi
lapisan lambung ,kafein dan alcohol.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan makan dan kudapan pada interval yang
teratur.
5. Anjurkan pasien untuk berhenti merokok.
6. Farmakoterapi membantu menguranginya sebagai berikut:
a. Obat-obatan yang mengandung salisilat mengiritasi mukosa lambung.
b. Makanan/minuman yang mengandung kafein merangsang sekresi asam
hidroklorida.
c. Jadwal makan yang teratur membantu mempertahankan partikel makanan di
dalam lambung ,yang membantu menetralisasi keasaman sekresi lambung.
d. Antibiotik diberikan bersamaan dengan garam bismuth mematikan H.Pylori.
e. Agen sitoprotektif melindungi mukosa lambung.
f. Inhibitor pompa proton menurunkan asam lambung.
g. Antasida menetralisasi keasaman sekresil lambung.
h. Antikolinergik menghambat bpelepasan asam lambung.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan otot.


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan pasien memiliki sedikit tenaga untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : TTV normal dan pasien tidak terlihat lemas lagi.
Tindakan/ intervensi Rasional:
1. Anjurkan aktivitas ringan dan perbanyak istirahat.
2. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan.
3. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang ditolerir, bantu jika
keletihan terjadi :
a. dengan aktivitas yang ringan dan istirahat yang cukup dapat memulihkan
kondisi pasien.
b. dapat mengatasi masalah keletihan.
c. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang ditolerir, bantu
jika keletihan terjadi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan pasien mendapatkan tingakt nutrisi optimal.
Kriteria Hasil : Menghindari makanan dan minuman pengiritasi,makan-makanan
dan kudapan pada interval yang dijadwalkan secara teratur,dan
memilih lingkungan rileks untuk makanan.
Tindakan/intervensi Rasional:
1. Anjurkan makan-makanan dan minuman yang tidak mengiritasi.
2. Anjurkan makanan dimakan pada jadwal waktu teratur ,hindari kudapan
sebelum waktu tidur.
3. Dorong makanan pada lingkungan yang rileks :
a. Makanan yang tidak mengiritasi mengurangi nyeri epigastrik.
b. Makan teartur membantu menetralisasi sekresi lambung ,kudapan sebelum
waktu tidur meningkatkan sekresi asam lambung.
c. Lingkungan yang rileks kurang menimbulkan ansietas.Menurunkan ansietas
membatu menurunkan sekresi asam hidroklorida.

4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi


berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … menit diharapkan
pasien dapat mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan dan
penatalaksanaan.
Kriteria Hasil : mengekspresikan minat dalam belajar bagaimana mengatasi
penyakit,berpartisispasi dalam sesi penyuluhan,mengajukan pertanyaan, dan
menyatakan keinginan untuk bertanggungjawab terhadap perawatan diri.
Tindakan/intervensi Rasional:
1. Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien.
2. Ajarkan informasi yang diperlukan:
a.Gunakan kata-kata sesuai tingkat pengetahuan pasien
b.Pilih waktu kapan pasien paling nyaman berminat.
c.Batasi sesi penyuluhan sampai 30 menit atau kurang.
3. Yakinkan pasien bahwa penyakit dapat diatasi :
a. Keinginan untuk belajar tergantung pada kondisi fisisk pasien,tingkat ansietas
dan kesiapan mental.
b. Individualisasi rencana penyuluhan meningkatkan pembelajaran.
4. Memberi keyakinan dapat memberikan pengaruh positif pada perubahan prilaku.

Anda mungkin juga menyukai