Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

ULKUS PEPTIKUM

Oleh:
DANNISA NURMIYA
G99172056

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri perut adalah salah satu manifestasi gangguan saluran cerna dan organ
yang berada di dalam ronga abdomen. Nyeri perut dapat dikelompokkan berdasar
lokasi nyeri yang dirasakan. Untuk mempermudah, pengelompokkan dibagi
menjadi 9 regio. Adapun nyeri di regio epigastrium biasanya disebabkan kelainan
pada organ lambung, duodenum, saluran empedu, dan pankreas.

Selain nyeri, petunjuk adanya kelainan pada saluran cerna ialah diare. Diare
merupakan upaya pertahanan tubuh sebagai respon terhadap adanya kelainan atau
adanya benda asing yang dapat membahayakan saluran cerna tersebut. Namun,
bila tidak terkontrol dan ditangani, diare adalah ancaman bagi tubuh, hal mana
dapat menimbulkan komplikasi diataranya adalah dehidrasi.

Tukak lambung atau tukak usus atau ulkus peptikum adalah luka pada lapisan
bagian dalam dari lambung atau usus. Yang dirasakan penderita adalah nyeri di
saluran pencernaannya. Berdasarkan sifatnya, tukak lambung dan tukak usus
dapat dibedakan sebagai berikut:

Tukak Lambung : lebih sering terjadi pada pria usia lanjut (60 tahun atau
lebih). Penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan tukak usus,
karena luka di lambung terus-menerus bersentuhan dengan asam lambung.

Tukak Usus : muncul di bagian awal usus kecil, lebih sering terjadi pada
wanita. Jumlah penderitanya lebih banyak dibandingkan tukak lambung, dan lebih
sering muncul pada usia lebih muda dibandingkan tukak lambung (30 tahun atau
lebih).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Ulkus Peptikum adalah suatu luka terbuka yang berbentuk bundar atau
oval pada lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum).
Ulkus pada lambung disebut ulkus gastrikum, sedangkan ulkus pada usus
dua belas jari disebut ulkus duodenalis. Tukak lambung/gastric ulcer/maag
merupakan luka/ulkus yang terjadi pada lambung yang diakibatkan oleh karena
gangguan keseimbangan asam-basa pada lambung dimana terjadi peningkatan
keasaman lambung dan atau penurunan daya tahan/proteksi jaringan lambung.
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung
terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga
sebagai tukak (misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda dengan tukak
akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak. Menurut definisi, tukak
peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga
jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan
factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu
factor dari banyak factor yang berperan dalam patogenesis tukak peptic.
B. Etiologi
Ulkus peptikum bisa disebabkan oleh bakteri (misalnya Helicobacter
pylori) atau obat-obatan yang menyebabkan melemahnya lapisan lendir pelindung
lambung dan duodenum sehingga asam lambung bisa menembus lapisan yang
sensitif di bawahnya. Asam lambung dan bakteri dapat mengiritasi lapisan
lambung dan duodenum serta menyebabkan terbentuknya ulkus.
Helicobacter pylori biasanya ditularkan pada masa kanak-kanak, bisa
melalui makanan, air atau kontak dengan penderita infeksi H. pylori.
Penyakit menular ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa yang berumur
lebih dari 60 tahun dan juga lebih sering ditemukan di negara-negara berkembang.
Sebagian besar orang yang memiliki H. pylori baru menunjukkan gejala-gejala
setelah mencapai usia lanjut, mereka bahkan tidak menyadari bahwa mereka
memiliki bakteri tersebut. Meskipun H.pylori biasanya tidak menimbulkan
masalah pada masa kanak-kanak, tetapi jika tidak diobati bisa menyebabkan
gastritis, ulkus peptikum dan bahkan kanker lambung.
Para ahli sepakat bahwa penyebab utama dari ulkus peptikum pada orang
dewasa adalah bakteri Helicobacter pylori, tetapi tidak semua ahli berpendapat
bahwa penyebab utama dari ulkus pada masa kanak-kanak adalah bakteri tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan perbedaan antara ulkus duodenalis dan ulkus
gastrikum; ulkus duodenalis biasanya disebabkan oleh infeksi Helicobacter
pylori, sedangkan ulkus gastrikum memiliki penyebab yang lain.
50% dari kasus disebabkan oleh Helicobacter pylori dan sisanya memiliki
penyebab yang tidak diketahui secara pasti. Yang pasti, ulkus peptikum jarang
ditemukan pada anak-anak yang sehat.
Pada beberapa kasus, penyebabnya adalah pemakaian obat. Pemakaian
NSAIDs (non-steroid anti inflammatory drugs, obat anti peradangan non-steroid)
dosis menengah bisa menyebabkan kelainan saluran pencernaan dan perdarahan
pada beberapa anak.
Acetaminophen tidak menyebabkan ulkus gastrikum dan merupakan pilihan
NSAIDs yang baik bagi anak-anak.
Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang
terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan
frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif
jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan
bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat
beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah
menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus
peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan
Predisposisi:
Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus. Beberapa
pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor
predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi
apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga
yang juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter
selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada
individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga
dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat
antiinflamasi non steroid (NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan
infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat
sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang
diproduksi oleh tumor (gastrinomas-sindrom zolinger-ellison) jarang terjadi.
Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress.
C. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa yang menghasilkan alkali,
biasanya pada atau di dekat curvatura minor, karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan
pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan
kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal
dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang
cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1. Fase Sefalik.
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan,
bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang
pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak
menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi
lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan
pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal
berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang
signifikan.
2. Fase lambung.
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari
rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung.
Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi
lambung oleh makanan.
3.Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan
hormon(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang
sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida
dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar
mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap
asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi
meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari
rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan
tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan
perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak
lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil
permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat.
Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier
ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang
dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang
mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa,
integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang
mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini :
1. Hipersekresi asam pepsin
2. Kelemahan barier mukosa lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang
merusak mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat
antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk
dalam kategori ini.
Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang
dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi
medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut :
hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma(tumor sel
istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric triangle yang
mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari
duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah
ganas(maligna).
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat
ditemui. Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau
hyperplasia, dan karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia.
Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah
istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area
lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis.
Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan
organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik
dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung,
setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress
berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas
pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi
mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan
penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin
dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana
ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus
cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus
cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat
terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih
dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering
terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
Pada kasus tukak lambung yang parah maka ulkus/lukanya dapat
berdarah sehingga mengalir melalui saluran pencernaan dan dapat
menyebabkan muntah bercampur darah yang berwarna coklat seperti kopi
dan feses berwarna kehitaman karena bercampur darah. Tukak yang kronis
menginvasi tunica muscularis, dan nantinya mengenai peritoneum
sehingga gaster dapat mengalami perforasi sampai ke dalam bursa
omentalis atau mengalami perlekatan pada pankreas. Erosi pancreas
menghasilkan nyeri alih ke punggung. Arteri lienalis berjalan pada
sepanjang margo superior pancreas, dan erosi arteria ini dapat
menimbulkan perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang menembus
dinding anterior gaster dapat mengakibatkan isi gaster keluar ke dalam
cavitas peritonealis dan menimbulkan peritonitis difusa. Namun, paries
anterior gaster dapat melekat pada hepar, dan ulkus kronis dapat meluas
sampai ke jaringan hepar. Apabila hal ini terjadi diperlukan perawatan
dokter untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.\
D. Anatomi Gaster
Ulkus peptikum merupakan penyakit yang terdapat pada lambung.
Dimana lambung merupakan bagian dari abdomen.

Lambung
E. Gejala Klinis
Pada bayi baru lahir, gejala awal dari ulkus peptikum bisa berupa
adanya darah di dalam tinja. Jika ulkus menyebabkan terbentuknya lubang
(perforasi) pada lambung atau usus halus, bayi bisa tampak kesakitan dan
cenderung timbul demam.
Pada bayi yang lebih tua dan anak kecil, selain di dalam tinjanya
ditemukan darah, juga disertai muntah atau nyeri perut berulang.
Nyeri seringkali semakin memburuk atau membaik jika anak makan.
Nyeri juga menyebabkan anak terbangun dari tidurnya pada malam hari.
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali,
sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu
mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi
yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri
Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti
tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal
ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan
duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf
yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan
menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung
telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan
lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut
pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa
gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
2. Pirosis (nyeri ulu hati)
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam.
Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran
mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah
dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat
yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai
akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan
perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat
ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka
menunjukkan gejala setelahnya.
F. Diagnostik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan
epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada.
Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat
dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi
beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena
ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan
laboratorium adalah negatif terhadap darah samar. Pemeriksaan sekretori
lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan
sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau
antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus. Adanya Helicobacter Pylory dapat ditentukan dengan
biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes
laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi
Helicobacter Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen
Helicobacter Pylori.
Selain pemeriksaan fisik dapat pula dilakukan pemeriksaan endoskopi
gastrointestinal serat optik. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
penderita dipuasakan sejak jam 12.00 malam dan pada saat akan dilakukan
pemeriksaan diberikan sulfas atropin 0,5 mg dan 20 mg Buscopan® secara
intramuskuler serta anestesi lokal pada orofaring.
Alat endoskopi yang dapat dipergunakan adalah Olympus CIF P2 atau
GIF Q dengan cold-light source. Penilaian terhadap varises esofagus
berdacarkan warna (colour), tanda wama merah (red colour sign), bentuk
(form) dan lokasi varises.
Diagnosis endoskopis : gastritis, bila ditemukan mukosa lambung
hiperemis; "bile reflux gastritis" bila terdapat cairan empedu pada lambung
yang berasal dari duodenum; gastritis kronis bila terdapat mukosa
lambung hipertrofi/atrofi disertai bercak-bercak hiperemis; esofagitis bila
mukosa esofagus mengalami hiperemis.
G. Pencegahan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman
lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan
pembedahan :
1. Penurunan stress dan istirahat.
2. Penghentian merokok
3. Modifikasi diet
4. Obat-obatan
5. Intervensi bedah
Jika penyebabnya adalah NSAIDs, sebaiknya hindari pemakaian
NSAIDs, termasuk setiap obat yang mengandung ibuprofen maupun
aspirin.
Jika tidak ada makanan tertentu yang diduga menjadi penyebab
maupun pemicu terjadinya ulkus, biasanya tidak dianjurkan untuk
membatasi pemberian makanan kepada anak-anak yang menderita ulkus.
Makanan yang bergizi dengan berbagai variasi makanan adalah penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Alkohol dan merokok dapat memicu terbentuknya ulkus. Selain itu,
kopi, teh, soda dan makanan yang mengandung kafein dapat merangsang
pelepasan asam lambung dan memicu terbentuknya ulkus, jadi sebaiknya
makanan tersebut tidak diberikan kepada anak-anak yang menderita ulkus.
Langkah-langkah perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah
dan mengatasi tukak lambung antara lain :
(1) Istirahat yang cukup sampai gejala mereda hindari stres, tekanan
emosional, dan kerja berat jangan sampai terlambat makan dan
jangan makan yang berlebihan jangan biarkan lambung kosong,
makan sedikit-sedikit dengan jenjang waktu yang sering.
(2) Konsumsi makanan yang ringan dan lunak
(3) Hindari makanan yang pedas, asam, keras, dan lain-lain yang dapat
memperparah radang lambung seperti alkohol, kopi, buah yang
mentah dan masam, nangka, durian, salak.
(4) Hindari merokok karena rokok dapat mengiritasi dinding lambung
dan duodenum.
(5) Hindari obat-obatan yang mengandung aspirin.
(6) usahakan buang air besar secara teratur
Untuk menurunkan asam lambung yang berlebihan yang dapat
mengiritasi lambung biasanya minum obat antasida.
Obat-obatan bersifat antasid yang banyak dijual bebas di warung
berfungsi menurunkan keasaman cairan di lambung dengan cara
menaikan pH, sehingga untuk sementara gejala sakit akan hilang.
Namun hal tersebut hanya bersifat sementara karena luka pada
lambung belum pulih dan sekresi kelenjar-kelenjar lambung belum
seimbang.
(7) Dengan perawatan yang baik dan memperhatikan pola hidup dan
pola makan yang sesuai, kebanyakan tukak lambung dapat sembuh
sama sekali. Namun seringkali meninggalkan bekas jaringan parut
yang dapat robek dan terjadi ulkus/luka kembali sehingga serangan
dapat berulang kembali.\
(8) Tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk mengatasi tukak
lambung berfungsi untuk mengurangi peradangan dan infeksi,
memperkuat dinding mukosa lambung, mengurangi kepekaan
dinding lambung, dan memperbaiki fungsi pencernaan secara
umum.
H. Tatalaksana
Tujuan pengobatan ulkus peptikum adalah :
1. Menghilangkan rasa nyeri dan menyembuhkan ulkus.
2. Mencegah kambuhnya ulkus dan mencegah terjadinya komplikasi.
Apabila tidak terdapat komplikasi dapat dilakukan terapi sebagai berikut :
a.Suportif : nutrisi
b.Memperbaiki / menghindari faktor risiko
c.Pemberian obat-obatan : antasida, antagonis reseptor M2, proton pump
inhibitor, pemberian obat-obatan untuk mengikat asam empedu.
prokinetik. pemberian obat untuk eradikasi kuman Helicobacter pylori.
d. Pemberian obat-obatan untuk meningkatakan faktor defensif.
Berdasarkan patofisiologinya, terapi farmakologik ulkus peptikum
ditujukan untuk menekan faktor-faktor agresif dan/ atau memperkuat
faktor-faktor defensif. Sampai saat ini pengobatan ditujukan untuk
mengurangi asam lambung, yakni dengan cara menetralkannya dengan
antasida atau mengurangi sekresinya dengan obat-obat antisekresi yakni :
1. H2bloker : simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin.
2. Muskarinik bloker : pirenzepin.
3. Penghambat pompa proton (H+/K+ ATPase) : omeprazol.
dan dalam kelompok obat-obat ini H2bloker pada saat ini merupakan obat standar
karena efektivitas, keamanan dan kepraktisan penggunaannya dalam terapi jangka
panjang untuk mencegah kambuhnya ulkus.
Akhir-akhir ini, pengobatan ulkus peptikum mulai dituju-kan untuk
memperkuat mekanisme defensif mukosa lambung duodenum, yakni dengan obat-
obat sitoproteksi. Obat sitopro-teksi bermula dari prostaglandin didefinisikan
sebagai obat yang dapat mencegah atau mengurangi kerusakan mukosa lam-bung
atau duodenum oleh berbagai zat ulserogenik atau zat penyebab nekrosis, tanpa
menghambat sekresi atau menetralkan asam lambung.
Ada 2 kelompok obat sitoproteksi yakni :
(1) Analog prostaglandin obat sitoproteksi dengan anti sekresi, yakni
misoprostol, enprostil dan rioprostil, dan
(2) Non-prostaglandin (obat sitoproteksi dengan proteksi lokal), yakni
sukralfat, bismuth koloidal dan setraksat.
Untuk terapi jangka pendek menyembuhkan ulkus, hanya sukralfat,
bismuth koloidaldan rioprostil yang sebanding dengan H2bloker (sukralfat juga
sebanding keamanannya), tetapi sukralfat dan bismuth tidak praktis
penggunaannya. Obat-obat sitoproteksi mempunyai keuntungan dibandingkan
dengan H2bloker, yakni memberi masa remisi yang lebih panjang (kelompok PG
belum jelas) dan angka kesembuhan serta angka kekambuhan yang tidak
dipengaruhi oleh merokok (setraksat belum jelas). Kedua efek ini dikaitkan
dengan sifat sitoproteksi (untuk bismuth koloidal dihubungkan juga dengan sifat
bakterisidalnya terhadap Campylobacter pylori. Efek lain yang juga dikaitkan
dengan sitoproteksi adalah efektivitas misoprostol, setraksat dan sukralfat untuk
mengurangi kerusakan mukosa saluran cerna, terutama lambung, akibat
pemberian kronik NSAID.
Untuk terapi jangka panjang mencegah kambuhnya ulkus, sukralfat dan
setraksat sudah mapan penggunaannya. Garam bismuth tidak boleh dipergunakan
karena toksisitasnya, sedangkan kelompok PG tampaknya tidak dianjurkan.
Analog PG yang ada sekarang pada umumnya inferior dibanding H2bloker untuk
terapi jangka pendek menyembuhkan ulkus, baik efektivitas (kecuali rioprostil)
maupun efek sam-pingnya; tetapi penyembuhan ulkus duodenum oleh analog PG
tampaknya tidak dipengaruhi oleh merokok. Efek obat-obat ini pada masa remisi
masih belum jelas. Sedangkan untuk terapi jangka panjang, tampaknya analog PG
tidak dapat dianjurkan. Tetapi analog PG efektif untuk mencegah/mengurangi
kerusakan mukosa lambung oleh NSAID. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa :
1. Efek sitoproteksi saja, tanpa adanya efek lain, tidak cukup untuk
menyembuhkan ulkus.
2. Efek sitoproteksi dapat memperpanjang masa remisi ulkus, tetapi
untuk analog PG masih belum jelas.
3. Efek sitoproteksi berguna bagi perokok, karena efek ini bisa mengatasi
efek merokok terhadap kesembuhan dan kekambuh-an ulkus, tetapi
untuk analog PG terhadap ulkus lambung tidak jelas, sedangkan untuk
setraksat tampaknya masih belum diteliti.
4. Obat sitoproteksi berguna untuk mencegah atau mengurangi kerusakan
lambung akibat pemberian kronik NSAID (kecuali garam bismuth).
Meskipun untuk PG masih digunakan dosis sitoproteksi + anti sekresi,
untuk hasil yang terbaik tampaknya efek sitoproteksinya ikut berperan.
5. Obat sitoproteksi, karena mekanisme kerjanya yang ber-beda, dapat
digunakan untuk mengobati ulkus yang resisten terhadap H2bloker
(analog PG) dan setraksat (belum diketahui).
6. Obat sitoproteksi, mengingat ketintungannya dalam memperpanjang
remisi pada perokok, mungkin dapat dipikirkan untuk menjadi
alternatif dari H2bloker untuk menjadi pilihan pertama dalam
pengobatan ulkus.
7. Kombinasi obat terhadap faktor agresif dengan obat sito-proteksi
diharapkan akanmemberikan efek yang sinergistik dalam
menyembuhkan ulkus. Ini telah terbukti pada kombinasi simetidin
dengan sukralfat dan kombinasi simetidin dengan setraksat. Analog
PGE yang ada sekarang tidak memberikan efek yang lebih baik karena
efek sitoproteksinya mungkin tidak ikut berperan/minimal dalam
proses penyembuhan ulkus.
Selain itu dapat pula dilakukan pembedahan yang dilakukan pada gastritis
kronis dan ulkus duodenum (tukak duodenum) merupakan usaha untuk
mengurangi sekresi asam lambung dengan memotong nervus vagus
(vagotomi) dan membuang mukosa gaster yang menghasilkan gastrin, yaitu
mukosa antrum (gastrektomi parsial).
BAB III

STATUS PASIEN

A. Anamnesa
1. Identitas penderita
Nama : Ny. S
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin :P
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh tani
Alamat : Klaten
No. RM : 012061XX
Tanggal Masuk RS : 20 Mei 2018
Tanggal Pemeriksaan : 23 Mei 2018
2. Keluhan utama
BAB hitam
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak 2 minggu
SMRS. BAB konsistensi lembek jika disiram dengan air berwarna merah berbau
amis. BAB sehari 1-2 kali, setiap pagi BAB kurang lebih ¼ gelas belimbing.
Nyeri saat BAB (-). Pasien belum minum obat untuk menangani BAB hitamnya.
Pasien juga mengaku makan teratur sehari 3x. Selain BAB hitam, pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati (+), mules (+), mual (+), muntah (-), muntah darah (-),
kembung (-), perut membesar (-), perut merongkol (-). Keluhan demam, sesak,
batuk disangkal.

Nyeri ulu hati seperti ini sudah dialami pasien sejak 6 bulan yang lalu.
Nyeri perut seperti ditusuk-tusuk dan perih. Nyeri bertambah terutama jika
terlambat makan. Nyeri biasanya berkurang dengan pemberian makan, pasien juga
mengolesi perutnya dengan minyak gosok atau dibuat tiduran lebih enakan.
Kebiasaan minum air putih sehari 5-8 gelas. BAK 4-6 kali/ hari, rasa panas saat
BAK (-), anyang-anyang an (-), mengejan (-), berat badan dirasa menurun (-).

Pasien mengaku memiliki sakit asam urat. Sakit asam uratnya kurang lebih
sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengaku ibu jari kaki kanan dan kirinya sering
merasa sakit. Sakit seperti ditusuk- tusuk hingga tidak kuat untuk berjalan. Sakit
biasanya muncul mendadak. Sakit dirasakan hilang timbul. Sakit bertambah berat
dengan aktivitas, tidak berkurang dengan istirahat, berkurang dengan pemberian
obat. Pasien sering membeli obat nyeri untuk asam urat di apotek kurang lebih 1
tahun terakhir.

4. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat sakit kuning (-)

Riwayat sakit ginjal (-)

Riwayat operasi (-)

Riwayat mondok (+) 1 minggu SMRS di RSUD Karanganyar karena BAB hitam
dengan diagnosis sementara gastritis. Karena keterbatasan alat maka pasien di
rujuk ke RSUD Dr. Moewardi seminggu setelahnya.

Riwayat keganasan (-)

Riwayat asam urat (+) sejak 1 tahun yang lalu.

5. Riwayat kebiasaan
Riwayat minum jamu (-)

Riwayat minum obat bebas (+) obat nyeri

Riwayat minum alcohol (-)

Riwayat merokok (-)


6. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat sakit kuning (-)

Riwayat sakit ginjal (-)

Riwayat operasi (-)

Riwayat mondok (-)

7. Anamnesis sistemik
a. Keluhan Utama : BAB hitam
b. Kulit : kuning (-), kering (-), pucat (-), menebal(-), gatal (-)
bercak-bercak kuning (-), luka (-)
c. Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-), nggliyer (-), kepala
terasa berat (-), perasaan berputar-putar (-), rambut
mudah rontok (-)
d. Mata : konjungtiva pucat (-/-), mata berkunang kunang (-)
pandangan kabur (-), gatal (-), mata kuning (-)
mata merah (-/-)
e. Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau
air berlebihan (-), gatal (-).
f. Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah
(-), telinga berdenging (-).
g. Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), sariawan
(-), gigi mudah goyah (-), sulit berbicara (-)
h. Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-),
sakit tenggorokan (-), suara serak (-).
i. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri
dada (-), mengi (-).
j. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-),
sering pingsan (-), berdebar-debar (-), keringat
dingin (-), ulu hati terasa panas (-), denyut
jantung meningkat (-), bangun malam karena
sesak nafas (-).
k. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (-), rasa penuh di perut (-),
cepat kenyang (-), nafsu makan berkurang (-),
nyeri ulu hati (+), BAB cair (-), sulit BAB (-)
BAB berdarah (+), perut nyeri setelah makan
(-), BAB warna seperti dempul (-), BAB
warna hitam (+).
l. Sistem muskuloskeletal : lemas (-), seluruh badan terasa keju kemeng
(-), kaku sendi (-), nyeri sendi (+) bengkak
sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-), kejang (-)
leher cengeng (-)
m. Sistem genitouterina : nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-), sering
buang air kecil (-), air kencing warna seperti teh
(-), BAK darah (-), nanah (-), anyang-anyangan
(-), sering menahan kencing (-), rasa pegal di
pinggang, rasa gatal pada saluran kencing (-),
rasa gatal pada alat kelamin (-), keluar darah
dari vagina (-)
n. Ekstremitas :
Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa dingin
(-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam kulit (-/-)
Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa
dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam
kulit (-/-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 25 Mei 2018
1. Keadaan Umum : CM, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
 Tensi : 120 / 80 mmHg
 Nadi : 88x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
 Frekuensi nafas: 18x/menit, abdominothorakal
 Suhu : 36,50C
3. Status gizi :
 BB : 45 kg
 TB : 155 cm
 BMI : 18,73kg/m2
 Kesan : Status gizi cukup
4. Kulit : warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-)
5. Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna putih, mudah rontok (-
), luka (-), atrofi m. Temporalis (-).
6. Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-
/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
7. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
10. Leher : JVP R + 2 cm (tidak meningkat), trakea di tengah,
simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi
cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
11. Axilla : rambut axilla rontok (-)
12. Thorax : bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, venektasi (-), retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan
torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-),
atrofi m. Pectoralis (-).
a. Jantung
 Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : ictus kordis tidak kuat angka, teraba di 1 cm
sebelah medial SIC V linea medioclavicularis sinistra
 Perkusi :
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
- Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).
b. Pulmo
i. Depan
 Inspeksi
- Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis: pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis: pergerakan kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri
 Perkusi
- Kanan : sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada
SIC VI linea medioclavicularis dextra, pekak pada batas
absolut paru hepar
- Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
 Auskultasi
- Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
- Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
ii. Belakang
 Inspeksi
- Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis: pengembangan dada simetris kanan=kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis: pergerakan kanan=kiri, fremitus raba kanan =kiri
 Perkusi
- Kanan : Sonor.
- Kiri : Sonor.
- Peranjakan diafragma 5 cm
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
13. Abdomen
 Inspeksi : dinding perut sejajar dinding thorak, ascites (-),
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
 Perkusi : timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
 Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+); hepar
dan lien tidak teraba
14. Ekstremitas
Akral dingin Oedem

15. Rectal toucher : nyeri tekan (-), mukosa licin (+), prostat teraba,
sulcus medialis tidak teraba, permukaan licin, konsistensi padat, tidak
ditemukan sarung tangan lendir, benjolan abnormal (-), feses pada
sarung tangan berwarna kehitaman.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Hb 13,5 g/dl 13,5-17,5

Hct 39 % 33-45

AE 4,7 106 /  L 4,5-5,9

AL 9,8 103 /  L 4,5-11

AT 160 103/  L 150-450

MCV 91,21 Femtoliter 82-92

MCH 31,27 picograms 27-31


/ sel
MCHC 34,29 gram / 32-37
desil
iter
Na 136 mmol/L 136-145

K 3,9 mmol/L 3,3-5,1

Cl 105 mmol/L 98-106

Ureum 1,0 mg/dl 0,9-1,3

Creatinin 23 mg/dl <50

HBsAg Non reaktif


2. Pemeriksaan Endoskopi
Tampak ulkus pada mukosa gaster dengan lebar 7x3x2 mm dengan mukosa
hiperemis, dan tampak adanya perdarahan.

D. DIAGNOSIS BANDING
Ulkus peptikum

Ulkus duodenum

Hemoroid

E. DIAGNOSIS
Ulkus peptikum

F. PENATALAKSANAAN
A. Non – Medikamentosa
1. Bed rest tidak total
2. Diet lambung bubur 1700 kkal tidak merangsang lambung
3. Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, kondisi
pasien dan penatalaksanaan
B. Medikamentosa
1. Infus D5%
2. Omeprazole
3. Simetidin
4. Sukralfat
Penulisan Resep :

R / Infus D5% flab No III


Cum infus set No I
Abocath no 22 No I
Three way No I
IV 3000 No I
S imm

R/ Omeprazole tab mg 20 No I
S 1 dd tab 1 1⁄2 hora a.c

R/ Simetidin tab mg 800 No II


S 1 dd tab I hora somni

R/ Sukralfat susp No I
S 2 dd cth II 1h a.c

Pro : Ny. A ( 51 th )
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT

1. Infus dextrose 5%
Pemberian infus pada kasus ini hanya sebagai cairan pemeliharaan untuk
mencegah dehidrasi dan sebagai tambahan nutrisi.
2. Omeprazole
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol
Dosis :
Dosis yang dianjurkan 20 mg untuk kasus tukak duodenum, sekali sehari,
kapsul harus ditelan utuh dengan air (kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau
dihancurkan). Sebaiknya diminum sebelum makan.
- Penderita dengan gejala tukak duodenal : lama pengobatan memerlukan
waktu 2 minggu, dan dapat diperpanjang sampai 2 minggu lagi.
- Penderita dengan gejala tukak lambung atau refluks esofagitis erosif /
ulseratif : lama pengobatan memerlukan waktu 4 minggu, dan dapat
diperpanjang sampai 4 minggu lagi.
- Penderita yang sukar disembuhkan dengan pengobatan lain, diperlukan 40
mg sekali sehari.
- Penderita sindroma Zollinger Ellison dosis awal 20-120 mg sekali sehari,
dosis ini harus disesuaikan untuk masing-masing penderita. Untuk dosis
lebih dari 80 mg sehari, dosis harus dibagi 2 kali sehari.
Farmakodinamik :
Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole yang
tersubstitusi. Omeprazole menghambat sekresi asam lambung pada tahap
akhir dengan memblokir system enzim H+, K+-ATPase (Proton Pump) dalam
sel parietal lambung. Omeprazole yang berikatan dengan proton (H+) secara
cepat akan diubah menjadi sulfenamid, suatu penghambat pompa proton yang
aktif. Sulfenamid bereaksi secara cepat dengan gugus merkapto (SH) dari H+,
K+-ATPase, kemudian terbentuk ikatan disulfide diantara inhibitor aktif dan
enzim, dengan demikian dapat menginaktifkan enzim secara efektif. Sehingga
menghambat pembentukan asam lambung baik dalam keadaan basal ataupun
pada saat adanya rangsangan
Farmakokinetik:
Omeprasol dimetabolisme secara sempurna terutama dihati, sekitar 80%
metabolit diekskresikan melalui urin dan sisanya melalui feses. Dalam bentuk
garam natrium omeprazole diabsorpsi dengan cepat. Sembilan puluh lima
persen natrium omeprazole terikat pada protein plasma.
Indikasi :
- Pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif
terhadap obat-obat antagonis reseptor H2.
- Pengobatan jangka pendek tukak lambung.
- Pengobatan refluks esofagitis erosif / ulceratif yang telah didiagnosa
melalui endoskopi.
- Pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison.
Kontra indikasi :

Penderita hipersensitif terhadap omeprazole.

Interaksi obat :
- Omeprazole dapat memperpanjang eliminasi obat-obat yang
dimetabolisme melalui sitokrom P-450 dalam hati yaitu diazepam,
warfarin, fenitoin.
- Omeprazole mengganggu penyerapan obat-obat yang absorbsinya
dipengaruhi pH lambung seperti ketokonazole, ampicillin dan zat besi.
Efek samping :
Omeprazole umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Pada dosis besar dan
penggunaan yang lama, kemungkinan dapat menstimulasi pertumbuhan sel
ECL (enterochromaffin-likecells). Pada penggunaan jangka panjang perlu
diperhatikan adanya pertumbuhan bakteri yang berlebihan di saluran
pencernaan.
Peringatan dan perhatian :

Pada wanita hamil, wanita menyusui dan anak–anak sebaiknya dihindari bila
penggunaannya dianggap tidak cukup penting.

3. Simetidin
Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel.
 Mekanisme Antagonis reseptor H2
o Menghambat secara sempurna sekresi asam lambung yang sekresinya
diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi menghambat secara
parsial sekresi asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh
asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan melihat kembali
mekanisme sintesis asam lambung di sel parietal.
o Menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan,
insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal.
o Mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Seluruh
senyawa yang termasuk antagonis reseptor H2 efektif menyembuhkan
tukak lambung maupun tukak duodenum.
 Farmakologi
Memiliki struktur imidazole, dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh,
termasuk air susu dan dapat melewati plasenta. Diekskresi sebagian besar
lewat urin, memiliki t½ pendek, meningkat pada gangguan ginjal. 30%
dosis diinaktivasi lambat dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam
bentuk tidak berubah.
 Dosis
Pada kasus tukak duodenum 800 mg sekali minum sebelum tidur malam.
Jika belum efektif, Anda bisa mengonsumsi 200 mg tiga kali dari pagi
hingga sore dan 400 mg sekali sebelum tidur malam. Jika masih belum
efektif juga, bisa dikonsumsi 400 mg empat kali sehari.
 Efek Samping
Lelah, pusing, diare, ruam, Jarang : ginekomastia, rasa bingung yang
reversibel, impotensi (pria), reaksi alergi, artralgia, mialgia, gangguan
darah, nefritis interstitial, sakit kepala, hepatotoksik, pankreatitis.
 Interaksi Obat
Meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin, teofilin, beberapa
golongan antiaritmia (benzodiazepin, β-bloker, vasodilator) dalam darah.

4. Sukralfat
 Mekanisme Kerja
Sukralfat adalah garam aluminium dari sukrose sulfat. Pada suasana asam
(perut kosong), obat ini membentuk pasta kental secara selektif mengikat
pada ulkus (berupa kompleks yang stabil antara molekul obat dengan
protein pada permukaan ulkus, yang tahan hidrolisis oleh pepsin) dan
berlaku sebagai barier yang melindungi ulkus terhadap difusi asam, pepsin
dan garam empedu (proteksi lokal). Sukralfat juga mempunyai efek
sitoproteksi pada mukosa lambung melalui 2 mekanisme yang terpisah,
yakni (a) melalui pembentukan PG endogen dan (b) efek langsung
meningkatkan sekresi mukus. Efek sitoproteksi ini tidak memerlukan
suasana asam.
 Farmakologi dan farmakokinetik
Sukralfat dapat digunakan untuk mengobati ulkus, tetapi lebih utama
digunakan dalam pencegahan stress ulserasi. Diindikasikan untuk
penggunaan jangka pendek, dan lebih efektif pada ulkus usus. Obat ini
sukar diabsorpsi secara sistemik (meskipun telah didokumentasikan
adanya peningkatan kadar obat ini dalam darah pada penderita gagal
ginjal). Berikatan dengan protein bebas, dan konsentrasi sukralfat pada
bagian ulkus lebih besar daripada pada jaringan normal.
 Efek Samping
Pada penggunaan obat ini, efek samping yang sering terjadi yaitu
konstipasi yang disebabkan karena adanya aluminium. Sekitar 3-5%
aluminium dari dosis diabsorpsi dapat menyebabkan toksisitas aluminium
pada penggunaan jangka panjang. Resiko ini meningkat pada pasien
dengan gangguan ginjal. Efek yang jarang terjadi termasuk diare, mual,
kesulitan mencerna, mulut kering, dan mengantuk.
 Dosis
Dosis sukralfat adalah 2 sendok teh (10 mL), 4 kali sehari, sewaktu
lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur) selama 8 minggu atau
pada kasus yang resisten 12 minggu, maksimal 8 g sehari. Anak-anak tidak
dianjurkan mengkonsumsi obat ini. Profilaksis tukak stress (suspensi), 1 g
6 kali sehari (maksimal 8 g sehari). Saran untuk obat ini yaitu sediaan
tablet dapat didispersikan dalam 10-15 ml air. Obat ini juga diperlukan pH
asam untuk diaktifkan dan sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid
atau antagonis reseptor H2. Jika digunakan bersama antasida harus
diberikan t sebelum atau sesudah sukralfat.
 Interaksi obat
Sukralfat dapat menurunkan absorpsi siprofloksasin, norfloksasin,
ofloksasin, tetrasiklin, warfarin, fenitoin, ketokonazol, glikosida jantung,
dan tiroksin, simetidin, ranitidin dan teofilin.
BAB V

PENUTUP

Secara klinis, suatu Ulkus adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan
lebih dalam dengan diameter 2-5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau
radiologis.
Pada kasus diatas diberikan terapi non medikamentosa dan medikamentosa
yang meliputi:

Non – Medikamentosa :

1. Bed rest tidak total


2. Diet lambung bubur 1700 kkal tidak merangsang lambung
3. Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit, kondisi
pasien dan penatalaksanaan
Medikamentosa :
4. Infus D5% sebagai cairan pemeliharaan untuk mencegah dehidrasi
dan sebagai tambahan nutrisi.
5. Omeprazole sebagai penghambat sekresi asam lambung pada tahap
akhir dengan memblokir system enzim H+, K+-ATPase (Proton Pump)
dalam sel parietal lambung.
6. Simetidin sebagai penghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel sehingga dapat menghambat secara sempurna sekresi asam
lambung yang sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin,
Mengurangi volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Efektif
menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum.
7. Sukralfat berlaku sebagai barier yang melindungi ulkus terhadap
difusi asam, pepsin dan garam empedu
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2010). Atlas of Pathophysiology, 3rd Edition, Philadelphia: Lippincott


Williams & Wilkins.
Akil, H (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.V Jilid I. Jakarta: Interna
Publishing

Dipiro, Joseph T., et al., (2008). Pharmacotherapy: A Phatophysiology Approach,


7th Edition, Columbus: McGraw-Hill Company.

Fleming, Shawna. L., (2007). Helicobacter pylory, Deadly Diseases and


Epidemics, New York: Infobase Publishing.

Hadi S (1988). Diagnosis dan terapi sitoprotektif pada Ulkus Peptikum.


Simposium Sehari Penatalaksanaan Mutahir Hepatitis, Gastritis dan Tukak
Peptik. Singkawang

McGigan JE. (2005). Peptic Ulcer. In: Harrison's Principles of Internal Medicine
2,16th ed. Mc Graw Hill. p. 1239–1247.

Simadibrata R. (1990 ). Tukak peptik (Ulkus Peptikum). Ilmu Penyakit Dalam,


Jilid V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai