Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Ulkus peptikum adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval pada permukaan
mukosa lambung sehingga kontinuitas mukosa lambung terputus pada daerah tukak. Ulkus
peptikum disebut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada
lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya ulkus karena stres).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).

Ulkus peptikum adalah kerusakan selaput lendir karena factor – factor psikosomatis,
toksin, ataupun kuman – kuman Streptococcus. Faktor psikosomatis (missal ketakutan,
kecemasan, kelelahan, keinginan berlebihan) dapat merangsang sekresi HCL berlebihan.
HCL akan merusak selaput lendir lambung. Ulkus peptikum disebut juga penyakit mag.

Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak ditemukan, terjadi
pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus halus, tepat
dibawah lambung.

Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang lengkung atas
lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus marginalis, pada
daerah dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke usus.

Menurut kelompok : ulkus peptikum adalah suatu penyakit dengan adanya lubang yang
terbentuk pada dinding mukosa lambung, pilorus, duodenum atau esofagus.
B. Etiologi

Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara selresi cairan
lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum. (Arif Mutaqqin,2011)

Penyebab khususnya diantaranya :

1. Infeksi bakteri H. pylori

Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikim
menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenum
oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup
kecuali bila kuman diberantas dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri
mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk
menembus sawar maupun dengan melepaskan enzim – enzim pencernaan yang mencairkan
sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat
berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan mencernakan epitel, bahkan juga jaringan –
jaringan di sekitarnya. Keadaai ini menuju kepada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).

2. Peningkatan sekresi asam

Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal duodenum,
jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari
normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi
bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi
cairan lambung yang berlebihan (Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan sekresi asam
diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan
dan merokok.

3. Konsumsi obat-obatan

Obat – obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti indometasin, ibuprofen,


asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel lambung
dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga
memperlemah perlindungan mukosa (Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak
mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak
terhadap agregasi trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee,
1995).

4. Stres fisik

Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal
napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat (Lewis, 2000). Bila kondisi stress fisik
ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih
parah.

5. Refluks usus lambung

Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas yang berlimpah
dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.

C. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi
atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri
terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi
dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi
dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam
atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak
digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan
dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan
garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam.
Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan
parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di
sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual,
biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam
lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan
gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya
tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

D. Patofisiologi

Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi
mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :

1. Sefalik

Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf
vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek
pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology
menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau
penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung
kosong adalah iritan yang signifikan.
2. Fase lambung

Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan
mekanis terhadap reseptor didinding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam
sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.

3. Fase usus

Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi


gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, sekresi
lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara
kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa
terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat
karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan
usus.

Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar
mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan
merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan
lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat
dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung
terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang
mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel
mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus
peptikum karena satu dari dua faktor ini :

a. Hipersekresi asam pepsin


b. Kelemahan barier mukosa lambung

Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan
obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.

Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus


peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric triangle
yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher
korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah ganas(maligna).

Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini
dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat
menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area
lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti
luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus
stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada
lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus
meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung.
Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan
suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing
dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada
pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum,
dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering
terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.

E. Komplikasi

Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut. Tetapi pada
beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi yang bisa berakibat fatal,
seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan penyumbatan. (Medicastore News).

1. Penetrasi

Sebuah ulkus dapat menembus dinding otot dari lambung atau duodenum dan sampai
ke organ lain yang berdekatan, seperti hati atau pankreas. Hal ini akan menyebabkan nyeri
tajam yang hebat dan menetap, yang bisa dirasakan diluar daerah yang terkena (misalnya di
punggung, karena ulkus duodenalis telah menembus pankreas). Nyeri akan bertambah jika
penderita merubah posisinya. Jika pemberian obat tidak berhasil mengatasi keadaan ini,
mungkin perlu dilakukan pembedahan.

2. Perforasi

Ulkus di permukaan depan duodenum atau (lebih jarang) di lambung bisa menembus
dindingnya dan membentuk lubang terbuka ke rongga perut. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba,
sangat hebat dan terus menerus, dan dengan segera menyebar ke seluruh perut. Penderita juga
bisa merasakan nyeri pada salah satu atau kedua bahu, yang akan bertambah berat jika
penderita menghela nafas dalam. Perubahan posisi akan memperburuk nyeri sehingga
penderita seringkali mencoba untuk berbaring mematung. Bila ditekan, perut terasa nyeri.
Demam menunjukkan adanya infeksi di dalam perut. Jika tidak segera diatasi bisa terjadi
syok. Keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan segera dan pemberian antibiotik
intravena.

3. Perdarahan

Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala dari perdarahan
karena ulkus adalah:

a. Muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang
sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi
b. Tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.

Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak dapat
ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan
antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat.

Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan endoskopi dapat disuntikkan bahan yang bisa
menyebabkan pembekuan. Jika hal ini gagal, diperlukan pembedahan.

4. Penyumbatan.

Pembengkakan atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau jaringan parut
karena ulkus sebelumnya, bisa mempersempit lubang di ujung lambung atau mempersempit
duodenum. Penderita akan mengalami muntah berulang, dan seringkali memuntahkan
sejumlah besar makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya.
Gejala lainnya adalah rasa penuh di perut, perut kembung dan berkurangnya nafsu makan.
Lama-lama muntah bisa menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi dan
ketidakseimbangan mineral tubuh. Mengatasi ulkus bisa mengurangi penyumbatan, tetapi
penyumbatan yang berat memerlukan tindakan endoskopik atu pembedahan.

F. Pemeriksaan Penunjang

Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus. Diperlukan beberapa
pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga bisa menyebabkan
gejala yang sama.

1. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan melalui
mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada pemeriksaan endoskopi,
bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan biopsi. Keuntungan dari endoskopi:
a. Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan
dinding belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen
b. Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan lambung
c. Bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga disebut barium
swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan
dengan endoskopi.
3. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara
langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum
dilakukannya pembedahan.
4. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah
bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah lainnya
bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
G. Pengobatan

Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus gastrikum adalah menetralkan
atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini dimulai dengan menghilangkan iritan
lambung (misalnya obat anti peradangan non-steroid, alkohol dan nikotin).

Makanan cair tidak mempercepat penyembuhan maupun mencegah kambuhnya ulkus.


Tetapi penderita hendaknya menghindari makanan yang tampaknya menyebabkan semakin
memburuknya nyeri dan perut kembung.

1. ANTASID

Antasid mengurangi gejala, mempercepat penyembuhan dan mengurangi jumlah


angka kekambuhan dari ulkus. Sebagian besar antasid bisa diperoleh tanpa resep dokter.

Kemampuan antasid dalam menetralisir asam lambung bervariasi berdasarkan jumlah


antasid yang diminum, penderita dan waktu yang berlainan pada penderita yang sama.

Pemilihan antasid biasanya berdasarkan kepada rasa, efek terhadap saluran


pencernaan, harga dan efektivitasnya. Tablet mungkin lebih disukai, tetapi tidak seefektif
obat sirup.

a. Antasid yang dapat diserap.

Obat ini dengan segera akan menetralkan seluruh asam lambung. Yang paling kuat
adalah natrium bikarbonat dan kalsium karbonat, yang efeknya dirasakan segera setelah obat
diminum.

Obat ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa menyebabkan
perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan terjadinya alkalosis
(sindroma alkali-susu). Karena itu obat ini biasanya tidak digunakan dalam jumlah besar
selama lebih dari beberapa hari.

b. Antasid yang tidak dapat diserap.

Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak menyebabkan
alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk bahan yang bertahan di
dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan pencernaan dan mengurangi gejala ulkus
tanpa menyebabkan alkalosis. Tetapi antasid ini mempengaruhi penyerapan obat lainnya
(misalnya tetracycllin, digoxin dan zat besi) ke dalam darah.

c. Alumunium Hdroksida

Merupakan antasid yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi alumunium dapat
berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi kadar fosfat darah
dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan lemas. Resiko timbulnya efek samping ini
lebih besar pada penderita yang juga alkoholik dan penderita penyakit ginjal (termasuk yang
menjalani hemodialisa). Obat ini juga bisa menyebabkan sembelit.

d. Magnesium Hidroksida

Merupakan antasid yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida.

Dosis 4 kali 1-2 sendok makan/hari biasanya tidak akan mempengaruhi kebiasaan
buang air besar; tetapi bila lebih dari 4 kali bisa menyebabkan diare.

Sejumla kecil magnesium diserap ke dalam darah, sehingga obat ini harus diberikan
dalam dosis kecil kepada penderita yang mengalami kerusakan ginjal.

Banyak antasid yang mengandung magnesium dan alumunium hidroksida.

2. OBAT-OBAT ULKUS.

Ulkus biasanya diobati minimal selama 6 minggu dengan obat-obatan yang mengurangi
jumlah asam di dalam lambung dan duodenum. Obat ulkus bisa menetralkan atau mengurangi
asam lambung dan meringankan gejala, biasanya dalam beberapa hari.

a. Sucralfate.

Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan merupakan
pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah,
sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.
b. Antagonis H2

Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine. Obat ini


mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di
dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa diperoleh
tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan pembesaran payudara yang
bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa
menyebabkan impotensi. Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare,
ruam, demam dan nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi
cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas, maka
sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi
pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma, warfarin untuk
pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).

c. Penghambat pompa proton (Omeprazole, Lansoprazole, Rabeprazole,


Esomeprazole, Pantoprazole)

Merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan enzim yang diperlukan
lambung untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total menghambat pelepasan asam dan
efeknya berlangsung lama.

Terutama efektif diberikan kepada penderita esofagitis dengan atau tanpa ulkus
esofageal dan penderita penyakit lainnya yang mempengaruhi pembentukan asam lambung
(misalnya sindroma Zollinger-Ellison).

d. Antibiotik.

Anti biotik digunakan bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter
pylori.

Pengobatan terdiri dari satu macam atau lebih antibiotik dan obat untuk mengurangi
atau menetralilsir asam lambung. Yang paling banyak digunakan adalah kombinasi bismut
subsalisilat (sejenis sucralfate) dengan tetracyclin dan metronidazole atau amoxycillin ,
Clarithromycin. Kombinasi efektif lainnya adalah omeprazole dan antibiotik. Pengobatan ini
bisa mengurangi gejala ulkus, bahkan jika ulkus tidak memberikan respon terhadap
pengobatan sebelumnya atau jika ulkus sering mengalami kekambuhan.
e. Misoprostol.

Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obat-obat anti
peradangan non-steroid. Obat ini diberikan kepada penderita artritis yang mengkonsumsi obat
anti peradangan non-steroid dosis tinggi. Tetapi obat ini tidak digunakan pada semua
penderita artritis tersebut karena menyebabkan diare (pada 30% penderita).
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Riwayat pasien bertindak sebagai dasar yang penting untuk diagnosis.

1. Pasien diminta untuk menggambarkan nyeri dan metode yang digunakan untuk
menghilangkannya (makanan, antasid). Nyeri ulkus peptikum biasanya digambarkan
sebagai “rasa terbakar” atau “menggorogoti” dan terjadi kira-kira 2 jam setelah
makan. Nyeri ini sering membangunkan pasien antaratengah malam dan jam 3 pagi.
Pasien biasanya menyatakan bahwa nyeri dihilangkan dengan menggunakan antasida,
makan makanan, atau dengan muntah.
2. Pasien ditanya kapan muntah terjadi. Bila terjadi, seberapa banyak? Apakah muntahan
merah terang atau seperti warna kopi? Apakah pasien mengalami defekasi disertai
feses berdarah?
3. Selama pengambilan riwayat perawat meminta pasien untuk menuliskan masukan
makanan, biasanya selama periode 72 jam dan memasukkan semua kebiasaan makan
(kecepatan makan, makanan reguler, kesukaan terhadap makanan pedas, penggunaan
bumbu, penggunaan minuman mengandung kafein).
4. Tingkat ketegangan pasien atau kegugupan dikaji.
5. Apakah pasien merokok? Seberapa banyak?
6. Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus?
7. Tanda vital dikaji untuk indikator anemia dan feses diperiksa terhadap darah samar.
8. Pemeriksaan fisik dilakukan dan abdomen dipalpasi untuk melokalisasi nyeri tekan.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan Ulkus Peptikum adalah:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

Ditandai dengan: hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, urine pekat/menurun,


berkeringat, hemokonsentrasi.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.

Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

Ditandai dengan: peningkatan tegangan, gelisah, mudah terangsang, takut, gemetar,


takikardi, kurang kontak mata, menolak, panik atau perilaku menyerang.

4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.

Ditandai dengan: mengkomunikasikan gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen,


postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.

5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi/informasi.

Ditandai dengan: permintaan informasi, pernyataan salah konsep, terjadinya komplikasi


yang dapat dicegah.

C. Rencana Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

Tujuan: menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urin


adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapiler cepat.

Intervensi

a. Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.

R/ membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning


kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi
usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karna
ulkus gaster, darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan
vena dari varises. Penampilan kopi gelap diduga sebagai darah tercerna dari area perdarahan
lambat. Makanan tak tercerna menunjukkan obstruksi atau tumor gaster.
b. Awasi tanda vital. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring. Berdiri bila mungkin.

R/ perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah.
Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.

c. Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan padasaat defekasi.

R/ aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intra-abdomen dan dapat mencetuskan


perdarah lanjut.

d. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.

R/ mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimanadapat menyebabkan komplikasi


paru serius.

Kolaborasi :

a. Berikan cairan/darah sesuai indikasi.

R/ penggantian cairan bergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan.


Tambahan volume (albumin) dapat diinfuskan sampai golongan darah dan pencocokan silang
dapat diselesaikan dan transfusi darah dimulai.

b. Lakukan lavase gaster dengan cairan garam faal dingin atau dengan suhu ruangan
sampai cairan aspirasi merah muda bening atau jernih dan bebas bekuan.

R/ mendorong keluar/pemecahan bekuandan dapat menurunkan perdarahan dengan


vasokonstriksi lokal. Memudahkan visualisasi dengan endoskopi untuk melokalisasi sumber
perdarahan.

2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.

Tujuan: mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda vital stabil,


kulit hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas normal, keluaran urin adekuat.

Intervensi:

a. Kaji perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/sakit kepala.


R/ perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat
tekanan darah arterial.

b. Selidiki keluhan nyeri dada. Catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang
menghilangkan nyeri.

R/ dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.

c. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi
perifer lemah.

R/ vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan/atau


dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopressin.

d. Catat haluaran urin dan berat jenis.

R/ penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia/gagal ginjal dimanifestasikan


dengan penurunan keluaran urin.

e. Catat laporan nyeri abdomen, khusus tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar ke
bahu.

R/ nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karna efek
buffer darah. Nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia sehubungan
dengan terapi vasokonstriksi.

Kolaborasi:

a. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

R/ mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.

b. Berikancairan IV sesuai indikasi.

R/ mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

Tujuan:
a. Menyatakan rentang perasaan yang tepat.
b. Menunjukkan rileks dan laporan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.

Intervensi:

a. Awasi respon fisiologis (takipnea, palpitasi, pusing, sensasi kesemutan).

R/ dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga
berhubungan dengan kondisi fisik/status syok.

b. Dorong pernyataan takut dan ansietas; berikan umpan balik.

R/ membuat hubungan terapautik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan


kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep.

c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan.

R/ meliarkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu
tentang ketidaktahuan.

d. Berikan lingkungantenang untuk istirahat.

R/ memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan


keterampilan koping.

e. Tunjukkan tehnik relaksasi.

R/ belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.

4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.

Tujuan:

a. Menyatakan nyeri hilang.


b. Menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi :

a. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).


R/ nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien
sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya
komplikasi.

b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri.

R/ membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

c. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi.

R/ makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster.


Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.

d. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.

R/ menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ketidaknyamanan.

5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi/informasi.

Tujuan:

1. Menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri dan penggunaan tindakan


pengobatan.
2. Mulai mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan.
3. Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi:

a. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab perdarahan.

R/ membuat pengetahuan dasar dan memberikan beberapa kesadaran yang konstruktif


pada pasien.

b. Berikan/kaji ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek hubungan perilaku


pola hidup, dan cara menurunkan resiko/faktor pendukung.

R/ memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan


informasi/keputusan tentang masa depan dan control masalah kesehatan.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan
pencetus/atau hilangnya nyeri epigastrik, termasuk menghindari irirtan gaster.

R/ kafein dan rokok merangsang keasaman lambung. Alkohol mendukung untuk erosi
mukosa lambung. Individu dapat menemukan bahwa makan/minuman tertentu meningkatkan
sekresi lambung dan nyeri.

d. Tekankan pentingnya membaca label obat dijual bebas dan menghindari produk
yang mengandung aspirin.

R/ aspirin merusak mukosa pelindung, memungkinkan terjadi erosi gaster, ulkus dan
perdarahan.

e. Diskusikan tentang pentingnya menghentikan merokok.

R/ penyembuhan ulkus dapat melambat pada orang yang merokok. Meroko juga
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya/berulangnya ulkus peptikum.

D. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat


sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan
menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.

E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan dapat teratasi.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan dapat dicegah atau teratasi.
3. Ansietas dapat teratasi.
4. Nyeri dapat teratasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan dapat
teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.

Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai