DISUSUN OLEH:
Arif Febrian Saputra :1340351852
Elma Aizara :
Rahmiyati:
Tiara Adisti:
Maulidar:
I. Konsep Medis
A. Pengertian
Ulkus peptikum adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval pada permukaan
mukosa lambung sehingga kontinuitas mukosa lambung terputus pada daerah tukak. Ulkus
peptikum disebut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada
lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya ulkus karena stres).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum adalah kerusakan selaput lendir karena factor – factor psikosomatis,
toksin, ataupun kuman – kuman Streptococcus. Faktor psikosomatis (missal ketakutan,
kecemasan, kelelahan, keinginan berlebihan) dapat merangsang sekresi HCL berlebihan. HCL
akan merusak selaput lendir lambung. Ulkus peptikum disebut juga penyakit mag.
Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak ditemukan,
terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus
halus, tepat dibawah lambung.
Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang lengkung atas
lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus marginalis, pada
daerah dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke usus.
Menurut kelompok : ulkus peptikum adalah suatu penyakit dengan adanya lubang yang
terbentuk pada dinding mukosa lambung, pilorus, duodenum atau esofagus
B. Etiologi
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara selresi cairan
lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum. (Arif Mutaqqin,2011)
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus
dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau
sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau
pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada
ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri
berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan
gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya
tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.
D. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang
terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan
dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat
mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang
saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit
efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology
menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau
penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung
kosong adalah iritan yang signifikan.
2. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap reseptor didinding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi
asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia,
sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan
secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi
mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi
meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan
lambung dan usus.
Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar
mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan
merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan
lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat
dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung
terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang
mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel
mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus
peptikum karena satu dari dua factor ini :
F. Pemeriksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus. Diperlukan beberapa
pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga bisa menyebabkan
gejala yang sama.
1. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan melalui mulut
dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil
contoh jaringan untuk keperluan biopsi. Keuntungan dari endoskopi:
a. lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan
dinding belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen
b. lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan lambung
c. bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga disebut barium
swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan
dengan endoskopi.
3. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara
langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum
dilakukannya pembedahan.
4. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa
menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah lainnya bisa
menemukan adanya Helicobacter pylori.
G. Pengobatan
Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus gastrikum adalah menetralkan
atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini dimulai dengan menghilangkan iritan
lambung (misalnya obat anti peradangan non-steroid, alkohol dan nikotin).
1. ANTASID
Antasid mengurangi gejala, mempercepat penyembuhan dan mengurangi jumlah
angka kekambuhan dari ulkus. Sebagian besar antasid bisa diperoleh tanpa resep dokter.
Kemampuan antasid dalam menetralisir asam lambung bervariasi berdasarkan jumlah
antasid yang diminum, penderita dan waktu yang berlainan pada penderita yang sama.
Pemilihan antasid biasanya berdasarkan kepada rasa, efek terhadap saluran pencernaan,
harga dan efektivitasnya. Tablet mungkin lebih disukai, tetapi tidak seefektif obat sirup.
Obat ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa
menyebabkan perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan
terjadinya alkalosis (sindroma alkali-susu). Karena itu obat ini biasanya tidak
digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari.
Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak menyebabkan
alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk bahan yang
bertahan di dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan pencernaan dan
mengurangi gejala ulkus tanpa menyebabkan alkalosis. Tetapi antasid ini
mempengaruhi penyerapan obat lainnya (misalnya tetracycllin, digoxin dan zat besi)
ke dalam darah.
c. Alumunium Hdroksida
2. OBAT-OBAT ULKUS.
a. Sucralfate.
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan
merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap
ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.
b. Antagonis H2
A. Pengkajian
C. Rencana Keperawatan
4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.
Tujuan:
a. Menyatakan nyeri hilang.
b. Menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
R/ nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien
sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya
komplikasi.
b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri.
R/ membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi.
R/ makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster.
Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.
d. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.
R/ menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ketidaknyamanan.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi/informasi.
Tujuan:
a. Menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri dan penggunaan
tindakan pengobatan.
b. Mulai mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan.
c. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
a. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab perdarahan.
R/ membuat pengetahuan dasar dan memberikan beberapa kesadaran yang konstruktif
pada pasien.
b. Berikan/kaji ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek hubungan perilaku pola
hidup, dan cara menurunkan resiko/faktor pendukung.
D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan
menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan dapat teratasi.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan dapat dicegah atau teratasi.
3. Ansietas dapat teratasi.
4. Nyeri dapat teratasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.
Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.
Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.