Anda di halaman 1dari 27

A.

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi Pengertian
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk
dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus
peptikum disebut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal,
tergantung pada lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai
ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai
”ulkus” (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat
terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung,
yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga
jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
2. Penyebab/Etiologi.
Penyebab utama terjadinya ulkus peptikum adalah rusaknya sawar yang
disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya adalah:
1) Hipersekresi asam lambung
2) Infeksi Helicobacter pylori
3) Refluks empedu
4) Bahan iritan seperti makanan dan minuman, obat-obat anti inflamasi
nonsteroid dan alkohol.
5) Merokok.
6) Faktor genetik
Faktor- faktor yang dapat merusak mukosa adalah:
1) Asam lambung dan pepsin
Terjadinya peningkatan produksi dan pelepasan gastrin menyebabkan
sensitifitas mukosa lambung terhadap rangsangan gastrin meningkat
secara berlebihan, jumlah sel parietal, pepsinogen khususnya
pepsinogen I juga meningkat. Sekresi bikarbonat dalam duodenum
menurun menyebabkan daya tahan mukosa menurun, tidak mampu
menahan daya cerna asam dan pepsin sehingga memungkinkan
terbentuknya tukak.
2) Helicobacter pylori
Adalah bakteri gram negatif, infeksinya ekstraseluler dan
ditularkan secara oral atau feko-oral. Helicobacter pylori
mengeluarkan enzim N-histaminmetiltransferase yang memecahkan
hitamin menjadi N-metil histamine yang mempunyai potensi kuat
merangsang pengeluaran asam dan menghambat pengeluaran
somatostatin yang berfungsi untuk menghentikan produksi gastrin
oleh sel-sel G.
H.pylori menimbulkan kerusakan mukosa lambung dan duodenum
melalui pembentukan ammonia, produk ammonium lain (misal
mono-N-kloramin), factor-faktor kemotaktik, pelepasan platelet
activating factor (yang menimbulkan oklusi mikrosirkulasi),
leukotrien dan eukosanoid lain yang berasal dari asam arakidonat dan
sitotoksin seperti protease, lipasefosfolipase A2, fosfolipase C dan
vacuolating cytotoksin (VAC). Endotoksin yang dibentuk H. pylori
dapat merusak endotel dan menimbulkan mikrotrombosis mukosa.
Lekosit tertarik pada daerah yang rusak tersebut dan sebagai
akibatnya akan dilepaskan cytokines tambahan yang lalu
menimbulkan radikal superoksid yang merusak. Derajat infeksi H.
pylori dan beratnya kerusakan mukosa langsung berkorelasi dengan
luasnya infiltrasi lekosit. Produk H. pylori meningkatkan inflamasi
mukosa melalui peningkatan adhesi lekosit pada sel-sel endotel. H
pylori dapat merangsang faktor-faktor pada manusia untuk
meningkatkan produksi interleukin 8 (IL-8) mRNA epitel dan IL-8
imunoreaktif.
Respon antibody lambung yang timbul yaitu sekresi IgA dan IgG.
Sekresi IgA dapat melindungi mukosa dapat aktivasi komplemen,
sedang IgG dapat mengaktivasi komplemen yang menimbulkan
kerusakan epitel immune complex mediated dan penurunan
sitoproteksi. H.pylori jelas dapat merusak mukus. Pada strain H.
pylori yang virulen (pada penderita tukak duodenum), ternyata
ditemukan lebih banyak adhesi pedestal antara H.pylori dengan
permukaan mukosa lambung. H.pylori dapat meningkatkan gastrin
plasma melalui perangsangan sel G lambung dan menurunkan
sekresi somatostatin melalui inhibisi sel lambung. Akibatnya maka
sekresi asam lambung menjadi lebih tinggi dari normal.
3) Penggunaan obat-obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kebiasaan
makan, merokok, dan stres lingkungan.
Faktor-faktor internal yang memelihara daya tahan mukosa adalah:
a. Sekresi mukus oleh sel-sel epitel permukaan.
b. Sekresi bikarbonat lokal oleh sel mukosa lambung dan
duodenum.
c. Prostaglandin atau fosfolipid.
d. Aliran darah mukosa (mikrosirkulasi).
e. Regenerasi dan integritas sel epitel mukosa. f. Faktor- faktor
pertumbuhan.

Bakteri gram negatif Helicobacter pylori telah sangat diyakini


sebagai faktor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptikum terjadi
hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidroklorida dan
pepsin. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada
individu antara usia 40 dan60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada
wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan
bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi
terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir
sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum
pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus
lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian
ulkus. Beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak
diekspresikan adalah faktor predisposisi. Ulkus nampak terjadi
pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini faktor
pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang
juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan.Hubungan
herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan
darah O lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A, B,
atau AB. Faktor predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan
ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat anti inflamasi
nonsteroid (NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat
dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti
Helicobacter pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan
usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang
diproduksi oleh tumor (gastrinomas-sindrom zolinger-ellison) jarang
terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi
penuh stress.
4. Patofisiologi terjadinya penyakit
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan
pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan
kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari
mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup
bertindak sebagai barier terhadap asam klorida. Sekresi lambung terjadi pada
3 fase yang serupa:
1) Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau
atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang
pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak
menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada
sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara
konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini
banyak ahli gastroenterologi menyetujui bahwa diet saring
mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau
penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama
malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.

2) Fase lambung

Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung.
Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap
distensi lambung oleh makanan.
3) Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon
(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang
sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida
dan mukoprotein yang disekresikan secara continue melalui kelenjar
mukosa. Mukus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa
terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara continue, tetapi
sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang
dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida
tidak di buffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa
tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan
pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya
dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke
dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut
barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan utama lambung
terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri.
Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah,
keseimbangan asam-basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel.
Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum
karena satu dari dua faktor ini:
a. Hipersekresi asam lambung
b. Kelemahan baier mukosa lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak
mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat anti inflamasi
nonsteroid lain, alcohol, dan obat anti inflamasi masuk dalam kategori
ini.Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien
datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh
dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui
temuan berikut: hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma (tumor selistel) dalam pankreas. 90% tumor ditemukan
dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus,
bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pankreas.
Kira-kira 1⁄3 dari gastrinoma adalah ganas (maligna).
Diare dan stiatore (lemak yang tidak diserap dalam feces) dapat
ditemui. Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten
atau hyperplasia, dan karenanya dapat menunjukkan tanda
hiperkalsemia.Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut
dari duodenal atau areal lambung yang terjadi setelah kejadian penuh
stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis
berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus
stress. Endoskopi fiber optik dalam 24 jam setelah cedera
menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi
lambung multiple terlihat. Bila kondisi stres berlanjut ulkus meluas.
Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan
aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin
dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana
ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari
ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus
lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma
otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau
duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada
ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka
bakar luas.
Pada kasus tukak lambung yang parah maka ulkus/lukanya dapat
berdarah sehingga mengalir melalui saluran pencernaan dan dapat
menyebabkan muntah bercampur darah yang berwarna coklat seperti
kopi dan feses berwarna kehitaman karena bercampur darah. Tukak
yang kronis menginvasi tunica muscularis, dan nantinya mengenai
peritoneum sehingga gaster dapat mengalami perforasi sampai ke
dalam bursao-mentalis atau mengalami perlekatan pada pankreas.
Erosi pankreas menghasilkan nyeri alih ke punggung. Arteri lienalis
berjalan pada sepanjang margo superior pancreas, dan erosi arteria ini
dapat menimbulkan perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang
menembus dinding anterior gaster dapat mengakibatkan isi gaster
keluar ke dalam cavitas peritonealis dan menimbulkan peritonitis
difusa. Namun, paries anterior gaster dapat melekat pada hepar, dan
ulkus kronis dapat meluas sampai ke jaringan hepar. Apabila hal ini
terjadi diperlukan perawatan dokter untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut.
a. Faktor agresif
Asam lambung sudah sejak dahulu dikenal sebagai faktor
agresif yang utama karena sifat asamnya. Asam lambung
selain bersifat anti bakteri, sifat yang sebenarnya kita
butuhkan untuk mensterilkan suasana makanan yang kita
makan, juga bersifat merusak (destruktif). Selain itu peranan
enzim pepsin juga penting. Sesuai dengan fungsinya yakni
mencerna protein, maka mukosa saluran cerna yang
mengandung protein juga dicerna. Oleh karena itu, enzim ini
bisa mencerna tidak hanya protein dari makanan yang kita
makan, tetapi juga mulosa saluran cerna itu sendiri, sehingga
terjadi kerusakan mukosa yang berfungsi melindungi sel di
bawahnya. Proses ini disebut auto digestion.
Faktor lain yang dapat meningkatkan faktor agresif adalah faktor
eksternal misalnya zat korosif atau infeksi kuman Helicobacter
pylori.
Zat korosif yang sering masuk adalah makanan yang asam
pedas, obat-obatan tertentu (NSAID, anti inflamasi non steroid)
Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi asam lambung:
a. zat-zat kimiawi (gastrin, histamin)
b. sistem neuro-hormonal (nervus vagus)

Gastrin

Gastrin merupakan hormon polipeptida yang merupakan salah


satu pengtur sekresi sam lambung. Gasterin yang dihasilkan
oleh sel G di mukosa lambung dibawa melalui aliran darah ke
sel parietal. Kemudian gastrin merangsang sekresi asam
lambung. Produksi dan pelepasan gastrin dirangsang melalui
sistem saraf otonom yakni nervus vagus, jadi sekresi asam
lambung juga dirangsang oleh sistem saraf otonom melalui
nervus vagus, yang bersifat kolinergik.

Histamin

Histamin banyak terdapat di lapisan mukosa lambung di sel


mast. Pada manusia terdapat beberapa tipe reseptor histamin
yang masing-masing berbeda lokasi dan reaksinya terhadap
histamin, yaitu:
a. Reseptor H-1
Banyak terdapat di pembuluh darah dan otot polos.
Perangsangan reseptor ini meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah, dan dilatasi (pelebaran). Efek ini
sering disertai rasa sakit, panas, dan gatal. Obat-obatan
yang menghambat reseptor H-1 dikenal sebagai
antihistamin yang umum, antara lain: chlorfeniramin
maleat, difenhidramin, siproheptadin, mebhidrolin
nafadisilat dan lain-lain yang menyebabkan sedasi.
Kelompok yang tidak menyebabkan kantuk misalnya:
terfenadin, astemizol, fexofenadin, dan cetrizine dosis
rendah.
b. Reseptor H-2
Histamin pada reseptor H-2 lambung merangsang
produksi asam lambung. Obat yang menghambat
reepto H-2 ini disebut antagonis H-2 seperti, simetidin,
ranitidin, dan famotidin. Pada ulkus duodenum,
faktor agresif lebih berperan dalam proses
patogenesisnya. Penderita ulkus duodenum biasanya
mensekresi asam lambung lebih banyak daripada orang
normal.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa derajat
keasaman isi lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor:
 Jumlah sekresi asam lambung. Makin banyak,
makin asam.
 Jumlah makanan yang masuk dan sifatnya.
 Makanan yang tidak bersifat asam mengurangi
suasana asam di lambung.
 Motilitas lambung. Makin cepat pengosongan,
makin kurang asam lambung.
b. Faktor Defensif
 Kontinuitas lapisan mukosa/regenerasi mukosa
kontinuitas jaringan ini dipengaruhi berbagai hal yaitu:
regenerasi sel mukosa, nutrisi umum, dll. Regenerasi
normal sel-sel mukosa lambung terjadi dalam 1-2
hari. Jika regenerasi sel ini terganggu, pertahanan
lambung juga terganggu.
 Lapisan Mukus Lambung
Lapisan mukus merupakan suatu faktor yang
penting dalam proses melindungi mukosa karena:
a. Mukus terdiri atas glikoprotein, merupakan suatu
jel yang kental dan lengket
b. Bekerja sebagai pelumas sehingga dapat
melindungi terhadap bahan yang keras dan tajam
yang lewat di atasnya
c. Mencegah difusi balik ion h+, mencegah difusi
balik pepsin karena ion h+ dicegah masuk kembali.
Aktivasi pepsinogen yang ada di mukosa dicegah,
sehingga pembentukan pepsin dicegah dan tidak
terjadi perusakan mukosa.
 Bikarbonat
Sekresi bikarbonat dipengaruhi oleh sel-sel epitel sangat
sedikit. Akan tetapi, bikarbonat yang sedikit tersebut
ditahan oleh membran sel epitel dan mukus. Dengan
demikian, bikarbonat tersebut dapat menetralisasi ion
H+ yang mungkin masuk menembus mukus.
 Aliran Darah Lambung
Sirkulasi darah dalam mukosa harus mencukupi untuk
menjamin nutrisi (O2 dan glukosa). Aliran darah juga
menyingkirkan asam yang terlalu banyak di dalam sel.
 Prostaglandin
Zat ini banyak terdapat di mukosa lambung.
Prostaglandin, terutama prostaglandin E, mempunyai
beberapa peranan dalam menjaga faktor defensif, yaitu
merangsang terbentuknya mukus, ion bikarbonat,
menjaga aliran darah yang cukup, dan regenerasi sel-sel
mukosa. Efek prostaglandin ini juga didapat dengan
pemberian analog prostaglandin. Pembentukan
prostaglandin dihambat oleh obat analgesik dan anti-
inflamasi.
Pada ulkus lambung, penurunan faktor defensif lebih
banyak berperan dalam patogenesis, berbeda dengan ulkus
duodenum, dimana faktor agresif yang berlebihan.
5. Pathway

Obat- Alcohol Bakteri pilori Genetik Stress

Produksi asam lambung


Penghancuran sawar
epitel

Ion H+. Bedifusi ke Histamin ↑


mukosa

Penghancuran sel Vasodilatasi dan ↓


permaebilitas kapiler

Fungsi sawar mukosa ↓

Plasma bocor ke lumen


Destruksi kapiler dan lambung

Perdarahan

Ulkus peptikum
Peradangan/luka ↑As. lambung
pda lambung
↓ Motilitas lambung
Serabut-serabut
afeten Lambung tdk bsa
Mukus pada mukosa lambung ↑ dikosongkan

Refluks dr lmbng
Menghantarkan Rsa tidak enak di perut
ke esofagus
impils nyeri

Nyeri epigastrium Muntah bercmpr drah

Ketidakmampuan mencerna
Persepsi nyeri makanan Anemia

KU lemah
Nyeri Akut Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Intoleran Aktivitas
6. Klasifikasi
a. Dengan Daerah / Lokasi
Perut (disebut tukak lambung)
Duodenum (disebut ulkus duodenum)
Kerongkongan (disebut ulkus esophagus)
Meckel diverticulum (disebut Meckel divertikulum ulkus)
b. Modifikasi Johnson Klasifikasi ulkus lambung:
Tipe I: ulkus sepanjang kurva yang lebih rendah dari lambung
Tipe II: Dua ulkus hadir - satu lambung, satu duodenum / prepyloric
Tipe III: ulkus Prepyloric
Tipe IV: ulkus proksimal gastroesophageal
Tipe V: Dimana Saja

7. Gejala Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali,
sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu
mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi
yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti
tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung.
Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan
duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf
yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan
menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila
lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul.
Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan
tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis
tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar
pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang
disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung
pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi,
muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan
dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari
membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus
akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya
setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam
lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga
datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan,
tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
GCS :
 Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
 Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.

Head to toe :

 Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
 Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
 Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva,
warna mukosa sclera
 Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
Dipalpasi : nyeri tekan pada hidung
 Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
 Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
 Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal
fremitus, nyeri tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas
 Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
 Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen.
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya
pnimbunan cairan diperut
 Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna
rambut kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
 Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
 Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kulit,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot.
9. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan
epigastrik atau distensi abdominal.
b. Bising usus mungkin tidak ada.
c. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat
menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur
diagnostic pilihan.
d. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan
inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara
langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui
dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui
pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
e. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah
negatif terhadap darah samar.
f. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan
dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida
dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang
hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang
timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
g. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology
melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium
khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori

10. Diagnosis/kriteria diagnosis


Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan
epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada.
Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat
menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur
diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui
endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.
Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak
terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
Feses dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah
negatif terhadap adanya darah. Pemeriksaan sekretori lambung
merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria
(tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom
Zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan
tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
Adanya Helicobacter pyloridapat ditentukan dengan biopsy dan
histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium
khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi Helicobacter pylori,
serta tes serologis terhadap antibodi pada antigen Helicobacter pylori.

Tampak Ulkus pada mukosa lambung pada pemeriksaan endoskopi


Penampakan ulkus gaster pada Barium enema X-Ray

11. Theraphy/tindakan penanganan


Penatalaksanaan non medika mentosa:
1) Mengatur frekuensi makan
2) Jumlah makanan
3) Jenis makanan
4) Mengendalikan stress
Penatalaksanaan medika mentosa:
1) Penetralisir asam lambung: antasida
2) Penghambat sekresi asam lambung: antihistamin-2,
antikolinergik.
3) Inhibitor pompa proton
4) Obat protektor mukosa: obat sitoprotektif, obat site-protective.
5) Antisecretory-cytoprotective agent: analog prostaglandin E,
Ebrotidine.
6) Digestive enzyme
7) Obat prokinetik
8) Obat antiemetic
9) Antibiotik

a. Antasida
Antasida adalah obat yang bekerja lokal pada lambung untuk
menetralkan asam lambung. Karena antasida menetralkan asam
lambung, maka pemberian antasida akan eningkatkan pH lambung
sehingga kemampuan proteolitik (penguraian protein) enzim pesin
(yang aktif pada pH 2) serta sifat korosf asam dapat dimnimalkan.
Peningkatan pH lebih dari 5 dapat menmbulkan efek acid rebound.
Acid rebound adalah hipersekresi dari asam lambung untuk
mempertahankan pH lambung yang normal (3 - 4). Dilihat dari sudut
efek yang merusak dari asam dan pepsin maka pencapaian pH yang
ideal adalah pH 5 dimana kapasitas proteolitik pepsin dapat dihilangkan
dan efek korosif dari asam dapat diminimalkan.
Ada bermacam-macam antasida yang beredar di pasaran, baik jenis dan
merk dagang. Antasid merupakan senyawa basa yang dapat
menetralkan asam secara kimiawi misalnya kalsium karbonat,
alumunium hidroksida, magnesium hidroksida dalam kombinasi.
Indikasi Antasida adalah pengobatan simptomatik nyeri epigastrum,
nyeri lambung dan rasa kembung yang menyertai hipersiditas lambung,
gastritis, ulkus lambung dan ulkus duodenum.
Antasida diberikan bersama simetidin atau tetrasiklin oral dapat
mempengaruhi penyerapan obat-obat tersebut. Karena itu diberikan
dengan interval 2 jam. Antasida sampai sekarang masih tetap digunakan
secara luas dalam kombinasi dengan obat-obat antiulkus karena
memberikan pengurangan rasa nyeri di ulu hati dengan cepat dan efektif
walaupun bersifat sementara. Nyeri dapat diatasi dengan meningkatkan
pH isi lambung diatas 2 dan keadaan ini mudah dapat dicapai dengan
pemberian antasida, tetapi untuk menyembuhkan ulkus diperlukan
pemberian antasida yang sering dengan dosis yang mencukupi.
Pemberian dosis tinggi yang menyebabkan peningkatan pH yang tinggi
disertai acid rebound yang akan menurunkan pH kembali, sehingga
diperlukan pemberian antasida dengan interval yang makin pendek
(makin sering) agar pH tetap tinggi secara continue. Dikenal 2 regimen
dosis yaitu:
1) Pengobatan antasida yang intensif
Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan ulkus, antasida diberikan 1
dan 3 jam setelah makan dan sebelum tidur (dibagi dalam 7 kali
pemberian).
2) Pengobatan antasida yang tidak intensif
Termasuk disini pengobatan untuk menghilangkan ras nyeri. Untuk
keperluan ini antasida cukup diminum sesuai kebutuhan. Makanan dan
minuman juga mempunyai kemmpuan untuk menetralkan asam
lambung, sehingga dikenal istilah pain food reliefe, tetapi netralusasi ini
hanya bersifat sementara, oleh karena 1 jam kemudian sekresi asam
mencapai puncaknya. Karena itu rasa nyeri akan timbul kembali,
biasanya mulai kurang lebih 90 menit setelah makan. Adanya makanan
akan memperlambat pengosongan lambung sehing daya kerja antasida
lebih panjang, yaitu sekitar 2 jam.
Pada lambung yang kosong, daya kerja antasida hanya 20 - 40 menit,
karena antasida dengan cepat masuk ke duodenum. Satu jam sesudah
makan sekresi asam lambung mencapai maksimal, karena itu pemberian
antasida yang tepat adalah 1 jam sesudah makan dan daya kerja
antasida akan bertahan lebih lama karena makanan akan memperlambat
pengosongan lambung. Antasida diberikan lagi 3 jam sesudah makan
dengan maksud untuk memperpanjang daya kerja antasida kira-kira 1
jam lagi.
Pada keadaan yang lebih parah misalnya pada ulkus berat atau terjadi
perdarahan, dianjurkan pemberian antasida tiap jam. Antsida
adakalanya diberikan sebelum tidur maksudnya untuk menetralkan
asam lambung yang disekresi pada malam hari. Tetapi daya kerja ini
terbatas karena lambung dalam keadaaan kosong sehingga untuk
menghilangkan nyeri pada malam hari sebaiknya digunakan obat
antisekresi asam.
b. Penyekat Reseptor H-2
Sering disebut juga sebagai antagonis reseptor H-2. kerjanya sangat
spesifik, hanya menghambat reseptor H-2 saja yang terdapat dalam
jumlah banyak di mukosa lambung. Penyekat reseptor H-2 bekerja
dengan menurunkan sekresi asam lambu ng dalam waktu yang lebih
lama daripada efek antasida, sehingga lebih efektif. Contohnya
simetidin, ranitidin, famotodin, dan nizatidin.
Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menghambat reseptor H-2 secara
bersaing dengan histamin. Penyekat reseptor H-2 akan berikatan dengan
reseptor tersebut karena mempunyai rumus bangun yang mirip dengan
histamin. Histamin, gastrin, dan asetilkolin terdapat di sel parietal
lambung. Apabila histamin berikatan dengan reseptornya, akan
terbentuk siklik AMP (adenosin monofosfat) dan akan menjadi aktif.
Sedangkan jika gastrin dan asetilkolin yang berikatan dengan
reseptornya masing-masing akan menyebabkan peningkatan kadar
kalsium intrasel, yang selanjutnya diperantarakan histamin dan reseptor
H-2. Peningkatan siklik AMP maupun kadar kalsium akan
mengaktifkan pompa proton dari sel parietal. Pompa proton merupakan
suatu enzim H-K-ATPase yang memecahkan zat kimia pembawa energi
yakni ATP sehingga memberikan energi yang diperlukan untuk
mengaktifkan pemompaan ion keluar masuk sel parietal. Pompa proton
akan secara aktif mengeluarkan ion H+ dari dalam sel ke kanalikuli dan
menukarnya dengan ion K+ dari kanalikuli. Ion K+ akan keluar lagi
dari sel parietal bersama-sama ion Cl-. Ion Cl- yang dikeluarkan ini
kemudian akan berikatan dengan ion H+ di kanalikuli membentuk asam
lambung. Bila reseptor histamin H-2 telah diikat oleh penyekat reseptor
H-2, maka proses seperti diatas tidak terjadi dan asam lambung tidak
akan terbentuk.
c. Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sel parietal
sehingga menghambat sekresi asam lambung. Contohnya pirenzepine.
Pirenzepin pada dosis yang cukup tinggi juga mempengaruhi reseptor
asetilkolin tipe lain sehingga dapat menyebabkan efek samping
antikolinergik klasik seperti mulut kering, penglihatan kabur, jantung
berdebar-debar, konstipasi, dan kesulitan miksi.Indikasi utama adalah
untuk ulkus lambung dan ulkus duodenum. Juga diindikasikan pada
dispepsia karena efek antispasmodik pada motilitas lambung
(menurunkan motilitas lambung). Dosisi pirenzepin yang
direkomendasikan adalah 1 tablet 50mg, 2 kali sehari sebelum makan.
Obat antikolinergik lain misalnya atropin dan skopolamin butil bromida
tidak efektif menekan sekresi asam lambung.
d. Proton Pump Inhibitor
Proton Pump Inhibitor juga disebut H-K-ATPase Inhibitor, karena
memang menghambat kerja enzim H+/K+-ATPase. Obat ini baru
ditemukan tahun 80-an dan terbukti jauh lebih kuat hambatannya
terhadap sekresi asam lambung dibanding bloker H-2. waktu kerjanya
juga lebih lam sehingga dapat diberikan 1 kali sehari. Contohnya
omeprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.
Golongan obat ini yang pertama kali dipasarkan ialah omeprazole.
Omeprazole merupakan suatu pro-drug yang tidak aktif di tubuh sampai
diaktifkan di sel parietal. Omeprazole merupakan basa lemah sehingga
akan terkonsemtrasi pada bagian-bagian yang asam. Selain rongga
lambung, pada tubuh satu-satunya tempat dimana terdapat keasaman
adalah kanalikuli sekretori sel parietal. PPI menghambat sekresi asam
pada tahap akhir yaitu di pompa proton.
Pada kanalikuli sekretori di sekitar pompa proton, omeprazole akan
menarik proton (ion H+) dan dengan cepat berubah menjadi sulfonamid
tiofilik atau asam sulfenat, yang merupakan penghambat pompa proton
aktif. Sulfonamid akan bereaksi cepat dengan pompa proton dan
menghambatnya secara efektif yaitu menghambat sekresi asam
sebanyak 95 % selama 24 jam. Untuk menghindari pemecahan
omeprazole dalam rongga lambung yang asam, adalah formulasi
oralnya mengandung granul selaput enterik yang tahan asam. Jadi
omeprazole menghambat sekresi asam pada tahap akhir mekanisme
sekresi asam yaitu di pompa proton. Sifat omeprazole yang lipofilik
sehingga mudah menembus membran sel parietal tempat sel dihasilkan.
Omeprazole hanya aktif dalam lingkungan asam dan tidak aktif pada
pH fisiologis, sehingga tidak menghambat pompa proton di tempat lain.
Hal ini membuat omeprazole aman karen hanya menghambat pompa
proton di sel parietal lambung. Dengan menghambat produksi asam
pada tahap ini, berarti omeprazole mengontrol sekresi asam tanpa
terpengaruh rangsangan lain (histamin, asetilkolin).
e. Mucosal protecting agent
Prinsip dari obat-obatan ini adalah melindungi mukosa lambung, baik
secara langsung maupun tidak. Obat yang melindungi secara langsung
itu terjadi karena obat tersebut membentuk suatu gel yang melekat erat
pada mukosa lambung. Berbeda dengan antasida, obat ini melindumgi
mukosa dan dapat melekat erat di mukosa lambung, maka obat ini harus
diberikan dalam keadaan perut kosong. Contohnya sukralfat dan
bismuth. Sedangkan obat yang bekerja tidak langsung melindungi
mukosa adalah analog prostaglandin yaitu misoprostol.
f. Cytoprotective Agent (Setraksat)
Cytoprotective Agent merupakan golongan sitoprotektif karena
meningkatkan mekanisme pertahanan lambung dan duodenum.
Peningkatan ketahanan mukosa ini disebabkan oleh peningkatan
mikrosirkulasi. Peningkatan aliran darah mukosa lambung
menyebabkan peningkatan produksi mukus, produksi PgE, dan
perbaikan sawar mukosa. Dengan meningkatnya mikrosirkulasi, berarti
suplai glukosa, oksigen dan zat-zat makanan semakin meningkat
sehingga aktivitas dan regenerasi sel-sel epitel mukosa semakin baik.
Efek utamanya adalah meningkatkan aliran darah mukosa lambung dan
duodenum sehingga meningkatkan regenerasi epitel mukosa dan
produksi mukus dan menghambat difusi balik ion hidrogen serta
konversi pepsinogen menjadi pepsin di membran mukosa. Jadi dengan
meningkatkan resistensi mukosa, setraksat mempercepat penyembuhan
ulkus peptikum dan memperpendek lama pengobatan.
g. Site Protective Agent (Sukralfat)
Sukralfat adalah kompleks alumunium dan sukrosa. Sukralfat menjadi
kental dan lengket dalam lingkungan asam serta melekat erat ke protein
di kawah ulkus. Sukralfat melindungi ulkus dari erosi lebih lanjut dan
menghambat kerja agresif pepsin dan empedu di tempat ulkus.
h. Tripotasium Dicitrato Bimustat (Colloidal Bismuth Subcitrate)
Pada pH asam, CBS akan membentuk endapan bismut oksiklorida dan
bismut sitrat yang melekat terutama pada tempat ulkus. Obat ini
mempunyai efek membentuk barrier terhadap asam dan pepsin namun
tidak mempunyai efek menetralkan asam. In-vitro obat ini juga
dilaporkan mempunyai efek bakteriostatik terhadap kuman Helicobacter
pylori. Biasanya dikombinasi dengan metronidazol dan amoksisilin atau
tetrasiklin (triple therapy).
i. Analog Prostaglandin E
Substansi ini terdapat secara alamiah dalam tubuh dan diketahui
berperan di lambung. Derivat pertama yang dipasarkan adalah
Misoprostol. Misoprostol pertama kali dipasarkan di meksiko tahun
1985. obat ini telah memsuki pasar dunia tetapi gagal baik klinis
maupun komersial, karena itu diposisikan kembali untuk pengobatan
ulkus yang disebabkan oleh penggunaan obat AINS (Anti Inflamasi
Non Steroid), kemudian untuk pencegahan ulkus pada penderita yang
menggunakan AINS. Obat ini dikembangkan untuk memperkuat
pertahanan mukosa.
j. Antibiotika
Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa ada kaitan antara kuman
Helicobacter pylori dengan gastritis kronik, ulkus duodenum dan
kanker lambung. Ada banyak antibiotika yang secara in vitro sensitif
terhadap kuman ini. Tapi banyak yang kurang berhasil karena banyak
antibiotika yang tidak aktif dalam suasana asam. Sedangkan kuman
Helicobacter pylori ini hidup dalam suasana asam. Oleh karena itu,
antibiotika seperti amoksisilin harus dikombinasikan dengan obat
penekan sekresi asam lambung yang kuat. Pengobatan ideal untuk
membasmi kuman ini belum ditetapkan.
Hasil konsensus asia pasifik tahun 1997 mengeluarkan pedoman
eradikasi Helicobacter pylori dengan triple therapy yang terdiri dari:
1. PPI dosis standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Amoksisilin 1000 mg 2 kali sehari
2. PPI dosis standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Metronidazol 400 mg 2 kali sehari
Semua obat diatas diberikan selama 7 hari. Regimen ini memberikan
efektifitas sekitar 90%. Namun lebih dari 30% penderita mengalami
efek samping dengan pengobatan ini, sebagian besar berupa efek
samping ringan. Suatu alternatif lain yan diberikan selama 2 minggu
(efektifitas 80%) ialah:
 Omeprazole 40 mg 2 kali sehari
 Amoksisilin 500 mg 4 kali sehari
k. Obat-obat Lain
Ada beberapa obat yang juga bisa dipakai untuk ulkus peptikum seperti
obat antiansietas seperti Diazepam dan Cholordiazepoxide. Dasarnya
adalah untuk mengurangi stres, sehingga mengurangi juga
pembentukan asam lambung.
Obat prokinetik (Metoklopropamid dan Domperidone)
a) Metoklopropamid
Metoklopropamid adalah obat yang bekerja melalui susunan saraf
pusat untuk merangsang motilitas lambung. Metoklopropamid
mempercepat pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan
sfingter esofagus bawah. Kedua sifat ini membantu mengurangi
refluks (pengaliran kembali) asam lambung ke esofagus. Indikasi
utama adalah heartburn (rasa panas menusuk di ulu hati dan
dada), dispepsia dan mual/muntah selama pengobatan dengan
kemoterapi. Efek samping dihubungkan dengan efeknya terhadap
susunan saraf pusat yaitu gelisah, kelelahan, pusing dan lesu.
Diare juga merupakan masalah pada beberapa penderita dan
merupakan akibat dari peningkatan motilitas lambung.
b) Domperidone
Digunakan untuk meningkatkan motilitas saluran cerna bagian
atas. Penggunaan utama adalah mengontrol rasa mual dan muntah
tanpa melihat penyebabnya. Domperidone meningkatkan
motilitas lambung dengan menghambat reseptor dopamin di
dinding lambung.
12. Komplikasi
a. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus
peptikum adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran
GI.
b. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang
menembus ke dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
c. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui
serosa lambung ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas,
saluran bilieratau omentum hepatik.
d. Obstruksi pilorik terjadi bila areal distal pada sfingter pilorik
menjadi jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema
atau karena jaringan parut yang terbentuk bila ulkus sembuh atau
rusak.

Anda mungkin juga menyukai