Anda di halaman 1dari 13

ULKUS PEPTIKUM

Definisi

Ulkus peptikum didefinisikan sebagai gangguan dari integritas mukosa


gaster dan atau duodenum yang timbul ketika faktor defensif mukosa lemah atau
faktor agresif luminal berlebihan seperti asam dan pepsin. Ulkus berdiameter > 5
mm. Ulkus peptikum mencakup ulkus gaster dan ulkus duodenum.

Etiologi

Ulkus gaster kebanyakan disebabkan oleh infeksi H. Pylori (30-60%) dan


NSAID, faktor lain yang berpengaruh adalah asam lambung.

Sedangkan ulkus duodenum hampir 90% disebabkan oleh infeksi H.


Pylori, penyebab lain adalah Sindrom Zollinger Elison, faktor asam
lambung/pepsin dan faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor
pertahanan yang berpengaruh pada kejadian ulkus duodenum

Patofisiologi

Patofisiologi ulkus peptikum sedikit berbeda untuk ulkus gaster dan ulkus
duodenum, pada ulkus gaster faktor penyebabnya adalah asam/pepsin dan infeksi
H.pylori, sedangkan pada ulkus duodenum selain disebabkan oleh infeksi
H.pylori, pengaruh NSAID dan faktor lingkungan juga berperan.

Pada ulkus gaster dapat disebabkan oleh pengaturan sekresi asam lambung
pada sel parietal. Sel parietal/oxyntic mengeluarkan HCl, sel peptik mengeluarkan
pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin dimana HCl dan pepsin adalah
faktor agresif terutama pada pasien mileu pH < 4. Bahan iritan akan menimbulkan
defek barier mukosa dan terjadi difusi balik H +. Histamin terangsang untuk lebih
banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilastasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis dan ulkus
gaster. Ulkus gaster yang letaknya dekat piloris atau dijumpai bersamaan dengan
ulkus duodenum/antral gastritis biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan
bila lokasinya di tempat lain di lambung/pan gastritis biasanya disertai hiposekresi
asam.

Ulkus peptikum dapat juga terjadi karena adanya gangguan kesimbangan


antara faktor agresif (faktor yang menyebabkan kerusakan mukosa
dgastroduodenal) dan faktor defensif (faktor yang melindungi daya tahan mukosa
gastroduodenal). Bisa faktor agresif meningkat atau faktor defensif yang
menurun. Pada ulkus gaster patofisiologinya lebih disebabkan oleh H.pylori
sedangkan pada ulkus duodenum patofisiologinya mencakup infeksi H.pylori dan
akibat dari NSAID. Dibawah ini akan dijelaskan patofisiologi ulkus peptikum
karena infeksi H.pylori dan pengaruh dari NSAID

a. Faktor defensif
Ada 3 faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa
gastroduodenal, yaitu :
 Faktor preepitel :
- Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh
asam lambung/pepsin
- Mucoid cap, yaitu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang
terbentuk sebagai respons terhadap rangsangan inflamasi
- Active surface phospolipid yang berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus
 Faktor epitel :
- Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi
sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan
- Pertahanan selular, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradient dan mencegah pengasaman sel
- Kemampuan trasporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat
kedalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk
mendorong asam keluar jaringan
- Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida
 Faktor subepitel
- Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,
oksigen dan bikarbonat ke epitel sel
- Prostaglandin endogen menekan perlekatan ekstravasasi leukosit
yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.

b. Faktor agresif
 Infeksi Helicobacter pylori
H.pylori adalah bakter gram negatif yang dapat hidup dalam
suasana asam dalam lambung/duodenum (antrum, korpus, dan
bulbus), berbentuk kurva/ S-Shaped dengan ukuran sekitar 3 µm dan
diameter 0,5 µm, mempunyai satu atau lebih flagel pada salah satu
ujungnya. Bakteri ini hidup di antrum, migrasi ke proksimal lambung
dapat berubah bentuk menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri.
Bakteri ini ditularkan secara fekal-oral atau oral-oral.
Faktor risiko infeksi H.pylori adalah : (1) tinggal di negara
berkembang (2) pemukiman padat (3) lingkungan rumah tidak bersih
(4) makanan dan minuman tidak bersih (5) terkena paparan isi
lambung dari orang yang terinfeksi.
Infeksi H.pylori akut dapat menimbulkan pan gastritis kronik,
diikuti atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal
dam hipoasidistas. Proses ini dipengaruhi oleh faktor host, lamanya
infeksi (lokasi, respon inflamasi, genetik), bakteri (virulensi, struktur,
adhesin, porin, enzim) dan lingkungan (asam lambung, NSAID,
empedu) dan terbentuklah gastritis kronik tukak gaster, MALT
limfoma dan kanker lambung.
Tahap pertama infeksi H.pylori bergantung pada motilitas dan
kemampuan bakteri untuk produksi urease yang berasal dari urea yang
dapat mengalkalinisasi pH sekitar. Faktor yang juga berpengaruh
adalah adhesin yang akan membuat bakteri melekat pada permukaan
epitel sehingga lebih efektif merusak mukosa. Apabila terjadi infeksi
H.pylori host akan memberikan respon untuk mengeliminasi/
memusnahkan bakteri ini melalui mobilisasi sel PMN/ limfosit yang
menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan mengeluarkan
bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokin seperti IL-8,
gamma inteferon alfa, TNF dan lain-lain yang bersama-sama dengan
reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-sel
epitel gastroduodenal yang lebih parah namun tidak berhasil
mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik.
Seperti yang telah diketahui bahwa setelah H.pylori berkoloni
secara stabil terutama dalam antrum, maka bakteri ini akan
mengeluarkan bermacam-macam sitotoksin yang secara langsung
dapat merusak epitel mukosa gastroduodenal seperti : (1) VacA, yang
menghambat prolifersi sel T CD4 dan menganggu fungsi normal dari
sel B, sel T CD8, makrofag dan sel mast dan juga dapat menyababkan
vakuolisasi sel epitel. (2) CagA, secara langsung mempengaruhi
aktivitas H+, K+ ATPase sel parietal, yang dapat menurunkan produksi
asam lambung. (3) Urease, yang dapat memecahkan urea dalam
lambung menjadi amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel. (4)
proteasi dan phospolipiase, menekan sekresi mukus menyebabkan
daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada
apikal sel epitel dan melalui kerusakan sel-sel ini, asam lambung
berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehingga
terbentuk ulkus peptikum.
Ulkus gaster, terjadi kolonisasi H.pylori didalam mukosa gaster
sehingga terjadi ulkus pada gaster. Ulkus gaster memiliki resiko tinggi
menjadi malgina. Ulkus gaster jinak cukup jarang di fundus gaster dan
secara histologi mirip sengan ulkus duodenum.
Ulkus duodenum, akibat kolonisasi di antrum menyebabkan
antrum predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan sel D yang
mengeluarkan somastostatin, yang fungsinya mengerem produksi
gastrin. Akibat keruskan sel D produksi somatostatin menurun sehigga
produksi gastrin meningkat yang merangsang sel parietal
mengeluarkan asam lambung berlebihan. Asam lambung berlebihan
masuk kedalam duodenum sehingga keasaman meningkat
menyebabkan duodenitis yang dapat berlanjut menjadi ulkus
duodenum. Keasaman yang tinggi menekan produksi mukus dan
bikarbonat, menyebabkan daya tahan menurun dan mempermudah
terbentuknya ulkus duodenum. Pada patogenesis ulkus duodenum,
asam lambung yang lebih berlebihan maerupakan faktor utama
terjadinya ulkus, sedangkan faktor lainnya merupakan faktor pencetus.
 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS/NSAID)
Obat anti inflamasi non steroid/OAINS/NSAID dan asam asetil
salisilat (ASA) merupakan salah satu obat yang paling sering
digunakan dalam berbagai keperluan seperti anti piretik, anti
inflamasi, analgetik, antitrombotik dan kemoprevensi kanker
kolorektal. Pemakaian OAINS/ASA secara kronik dan reguler dapat
menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat
dibanding orang yang bukan pemakai.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal
penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/iritasi lambung
pada mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam
sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat.
OAINS/ASA adalah asam lemah yang tetap dalam bentuk lipofilik
tidak terionisasi pada keadaan asam di lambung, dalam keadaan ini
OAINS/ASA migrasi melwati membran lipid sel epitel yang
menyebabkan kerusakan sel jika OAINS/ASA dalam bentuk
terionisasi. OAINS topikal juga dapat mengubah lapisan permukaan
mukus yang mengizinkan difusi balik H+ dan pepsin yang
menyebabkan kerusakan sel epitel lebih lanjut.
Efek utama OAINS/ASA pada patogensis ulkus peptikum adalah
menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX) pada asam
arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin.
Diamana prostaglandin endogen sangat berperan dalam memelihara
keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi
sel epitel, sekresi mukus dan bikorbonat, mengatur fungsi immunosir
mukosa serta sekresi basal asam lambung.
 Faktor lain yang berhubungan dengan ulkus peptikum
Faktor lingkungan lebih berpengaruh pada ulkus duodenum
dibanding dengan ulkus gaster. Faktor lingkungan yang merupakan
faktor resiko ulkus duodenum yaitu : (1)merokok, mekanisme yang
bertanggung jawab menyebabkan ulkus peptikum belum diketahui,
teorinya adalahmerokok dapat mempengaruhi pengosongan lambung,
menurunkan produksi bikarbonat duodenal proksimal, meningkatkan
resiko infeksi H.pylori dan pembentukan radikal bebaspada mukosa.
(2) faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin.
(3) beberapa penyakit tertentu, seperti sindrom Zollinger Elison,
mastositosis sistemik, penyakit Chron dan hiperparatiroidesme (4)
faktor genetik.

Manifestasi klinis

Seseorang dengan ulkus peptikum memberikan ciri-ciri keluhan seperti


nyeri epigastrium, rasa tidak nyaman/discomfort disertai muntah.

Pada ulkus gaster, rasa sakit timbul dicetuskan oleh makanan dan terasa
pada bagian kiri perut. Mual dan kehilangan berat badan lebih umum terjadi pada
pasien ulkus gaster. Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul pada saat pasien
merasa lapar, atau sekitar 90 menit-3 jam setelah makan, rasa sakit bisa
membangunkan pasien tengah malam, dan pasien merasa enak setelah makan,
rasa sakit ulkus duodenum berada di sebelah kanan haris tengah perut. Rasa sakit
bermula pada satu titik akhirnya difus bisa menjalar ke punggung, kemungkinan
disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi ulkus ke
pankreas.
Diagnosis

Diagnosis ulkus gaster didasarkan pada (1) pengamatan klinis (2) pemeriksaan
penunjang (radiologi dan endoskopi) (3) hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO,
histopatologi kuman H.pylori.

Diagnosis pasti ulkus duodenum dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi


saluran cerna atas dan sekaligus biopsi untuk deteksi H.pylori atau dengan foto
barium kontras ganda.

a. Anamnesis
Pada saat anamnesis di tanyakan gejala-gejala yang dirasakan pasien
sesuai dengan manifestasi klinis yang telah disebutkan diatas.

b. Pemeriksaan fisik
Ulkus tanpa komplikasi jarang menunjukan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri
epigastrium dikiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan dijumpai
pada ulkus gaster tanpa komplikasi.
Untuk ulkus duodenum tidak ada kelainan fisik khas yang dapat
ditemukan selain kemungkinan adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila
sudah terjadi komplikasi

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah radiologi dan endoskopi. Tetapi akhir-
akhir ini para ahli lebih menyarankan menggunakan endoskopi untuk
diagnostik ulkus peptikum. Disamping itu untuk memastikan daignosa
keganasan ulkus gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi
brushing dengan biopsi melalui endoskopi.
Kelebihan endoskopi dibanding radiologi: 1) lesi kecil diameter <0,5 cm
dapat dilihat, dilakukan pembuatan foto dokumentasi adanya ulkus 2) lesi
yang ditutupi gumpalan darah dengan penyemprotan air dapat dilihat 3)
radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu tukak ganas atau tidak, tidak
dapat menentukan adanya kuman H.pylori sebagai penyebab.
Gambaran radiologi suatu ulkus : kawah dengan batas jelas disertai lipatan
mukosa yang teratur keluar dari pinggiran ulkus dan niche dan gambaran
suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling defect.
Gambaran endoskopi suatu ulkus : luka terbuka dengan pinggiran teratur,
mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran
ulkus.
Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar ulkus minimal 4 sampel untuk 2
kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar,
pinggir dan sekitar tukak. Dengan ditemukannya H.pylori sebagai etiologi
ulkus peptik maka dianjurkan pemeriksaan tes CLO , serologi dan UBT
dengan biopsi melalui endoskopi.

Tatalaksana
Tujuan tatalaksana ulkus peptikum (ulkus gaster dan ulkus duodenum)
adalah sama, yaitu: (1) menghilangkan keluhan/simtom (2)
menyembuhkan/memperbaiki kesembuhan ulkus (3) mencegah
kekambuhan/rekurensi ulkus (4) mencegah komplikasi
Terapi terdiri dari :1) Non medikamentosa 2) medikamentosa 3) tindakan
operasi.
1. Nonmedikamentosa
Istirahat. Pasien ulkus dianjurkan untuk rawat jalan, kecuali ada
komplikasi atau pengobatan kurang berhasil baru dianjurkan rawat inap
dirumah sakit. penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun
mekanismenya masih belum jelas, kemungkinan karena bertambahnya jam
istirahat berkurangnya refluks empedu, stres dan penggunaan analgetik.
Stres dan kecemasan memegang peran dalam penignkatan asam lambung
dan penyakit ulkus.
Diet. Makanan lunak yang mengandung susu tidak lebih baik dari
makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran
asam lambung. Hindari cabai karena dapat meningkatkan sekresi asam
lambung.
2. Medikamentosa
a. Ulkus gaster
 Antasida. Antasida sudah jarang digunakan, lebih sering
digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia.
Dosis : 3 x 1 tablet (3 kali sehari dan sebelum tidur 3 jam setelah
makan)
 Obat penangkal kerusakan mukus.
- Koloid bismuth. Mekanisme kerja kemungkinan membentuk
lapisan penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan
melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin, berikatan
dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat,
mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS
neurotoksik. Tinja berwarna hitam. Dosis : 2 x 2 tablet sehari
- Sukralfat. Komplek garam mukosa dimana grup hidroksil
diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme
kerja kemungkinan melalui pelepasan kutub aluminium
hidroksida yang berikatan dengan kutub molekul protein
membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus uang
melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam/pepsin. Efek lain
membantu sintesa prostaglandin, kerjasama dengan EGF,
menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya
pertahanan dan perbaikan mukosal. Efek samping konstipasi,
tidak dianjurkan pada gagal ginjal kronik. Dosis 4 x 1 gram
sehari.
- Prostaglandin. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam
lambung menambah sekresi mukus, bikarbonat dan
meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan
perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung
kurang kuat dibanding dengen ARH2. Biasanya digunakan
sebagai penangkal terjadinya ulkus gaster pada pasien yang
menggunakan NSAID. Efek samping diare, mual, muntah dan
menimbulkan kontraski uterus/ perdarahan sehingga atidak
disarankan untuk wanita hamil. Misoprostol dosis 4 x 200 mg
atau 2 x 400 pagi dan malam hari
- Antagonis reseptor H2/ARH2. Mekanisme terjadinya
memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal
tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.
Inhibisi bersifat reversibel. Dosis terapetik :
Simetidin : 2 x 400 mg
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidin : 1 x 300 mg malam hari
Famotidin : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidin : 2 x 75 mg
Dosis pemeliharaan :
Simetidin : 400 mg
Ranitidin : 150 mg
Nizatidin : 150 mg
Roksatidin : 75 mg
Efek samping sangat kecil antara lain agranulositosis,
pansitopenia, neutropenia, anemia dan trombositopenia,
ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut dan
gangguan fungsi ginjal dijumpai terutama pemberian
simetidin.
- Proton pump inhibitor/ PPI. Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir kerja enzim H+ K+ ATPase yang akan memecah H+ K+
ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam HCl dari kanalikuli sel parietal kedalam lumen lambung.
Omeprazole : 2 x 20 mg/ standar dosis atau 1 x 40 mg/ double
dosis
Lansoprazole/pantoprazole 2 x 40 mg/ standar dosis atau 1 x 60
mg/ double dosis
 Terapi Eradikasi H.pylori. menurut konsensus H.pylori pada ulkus
peptikum harus di eradikasi, tidak tergsntung spsksh episode pertama
atau tidak, keparahan keluhan, terdapatnya faktor pemberat seperti
NSAID.
Double terapi. Dual terapi amtara PPI/ARH2 dengan salah satu
antibiotik tidak dianjurkan karena eradikasi sangat minimal kurang
dari 80% dan cepat menimbulkan resistensi kuman.
Triple terapi.
- PPI 2 x 1 + Amoksisilin 2 x 1000 mg + Klaritromisin 2 x 500
(rejimen terbaik)
- PPI 2 x 1 + metronidazol 3 x 500 mg + Klaritromisin 2 x 500 mg
(bila alergi penisilin)
- PPI 2 x 1 + metronidazol 3 x 500 + amoksisilin 2 x 1000 mg
(kombinasi termurah)
- PPI 2 x 1 +metronidazole 3 x 500 + tetrasiklin 4 x 500 (bila alergi
klaritomisin dan penisilin)

Quadriple terapi. jika gagal dengan triple terapi maka dianjurkan


memberikan regimen : PPI 2 x 1, Bismuth subsalisilat 4 x 2 tab, MNZ
4 x 250, Tetrasiklin 4 x 500, bila bismut tidak tersedia diganti dengan
triple terapi.

Terapi diberikan selama 2 minggu untuk kesembuhan tukak bisa


dilanjutkan dengan pemberian PPI selama 3 – 4 minggu lagi.

b. Ulkus duodenum
 Ulkus duodenum karena H.pylori. Eradikasi H.pylori dengan
antibiotik sama dengan regimen untuk eradikasi pada ulkus gaster
yaitu menggunakan triple terapi yang masing-masing diberikan
selama 7 – 10 hari.
 H.pylori disertai penggunaan NSAID. Tetap diberikan terapi
eradikasi H.pylori bila mungkin pemberian NSAID dihentikan atau
diganti dengan NSAID spesifik COX-2 inhibitor yang mempunyai
efek merugikan lebih kecil pada gastroduodenal.
 Ulkus duodenum akibat NSAID. Jika memungkinkan dihentikan
dulu pemberian NSAID. Pemberian obat spesifik COX2 inhibitor
walaupun hal ini tidak 100% mencegah efek samping pada
gastroduodenal. Pemberian obat bersamaan dengan pemberian
NSAID seperti H2RA, PPI atau prostaglandin.
 Ulkus duodenum non- H.pylori dan non-NSAID. Pada ulkus
duodenum yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam lambung
maka terapi dilakukan dengan memberikan obat yang dapat
menetralisir asam lambung yang terbaik adalah PPI, selain PPI
antasida dan H2RA dapat juga diberikan dengan dosis sama dengan
ulkus gaster

3. Terapi operasi
Terapi operasi dilakukan jika gagal pengobatan, terjadi komplikasi dan
ulkus gaster dengan sangkaan keganasan. Prosedur operasi yang dilakukan
adalah 1) tukak antrum dilakukan anterektomi dan bilroth 1 anastomosis
gaastroduodenostomi, bila disertai ulkus duodenum dilakukan vagotomi
2). Ulkus gaster dekat EG junction tindakan operasi dilakukan lebih
radikal/sub total gastrektomi dengan Roux-en-Y/esofagogastro
jejunustomi

Komplikasi

1. Ulkus gaster
a. Perdarahan. Meningkat pada usia lanjut (>60 tahun) akibat adanya
penyakit degenratif dan meningkatnya pemakaian NSAID. Sebagian
perdarahan dapat berhenti spontan, sebagian memerlukan endoskopi, bila
gagal dilakukan operasi.
b. Perforasi, rasa sakit tiba-tiba, sakit berat, sakit difus pada perut.
Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut kerena proses aterosklerosis
dan meningkatnya penggunaan NSAID. Perforasi ulkus gaster biasanya ke
lobus kiri hepar, dapat menimbulkan fistula gastrokolik. Terapi perforasi :
dekompresi, pemasangan NGT, aspirasi cairan lambung terus menerus,
puasakan pasienm diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotik
dilanjutkan operasi
c. Stenosis pilorik/gastric outlet obstruction. Keluhan akibat obstruksi
mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual,
sakit perut setelah makan, berat badan turun. Terapi : dekompresi, pasang
NGT dan aspirasi isi lambung, puasa/TPN, dilanjutkan dengan pemasangan
balon dilatasi dengan endoskopi, bila gaga; dilakukan tindakan operasi
piloroplasti.
2. Ulkus duodenum
a. Perdarahan. Hemetemesis/melena dengan tanda syok apabila perdarahan
masif dan perdarahan terembunyi yang kronik menyebabkan
anemiadefisiensi besi
b. Perforasi. Nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis
c. Penetrasi tukak ke pankreas. Timbul nyeri tiba-tiba tembus kebelakang
d. Gastric outlet obstruction. Bila ditemukan gejala mual dan untah, perut
kembung dan adanya sura deburan (succusion splash) sebagai tanda retensi
cairan dan udara dan berat badan menurun
e. Keganasan duodenum

Anda mungkin juga menyukai