BLOK 9
RESPIROLOGI
KELOMPOK 1
Tutor :
dr. Sulistiawati, M.Med Ed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan
diskusi kelompok pada Blok 9 Anak dan Remaja modul 3 tentang
Respirologi ini dengan tepat waktu.
Laporan ini dibuat sebagai bukti jalannya diskusi kelompok kecil
kami. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Sulistiawati,
M.Med Ed selaku pembimbing diskusi kami dan juga semua pihak (dosen
pakar, mahasiswa, dll.) yang terlibat dalam proses belajar kami sehingga
laporan ini dapat terselesaikan. Kami berharap agar laporan ini dapat
bermanfaat bagi setiap pembacanya untuk meningkatkan wawasan dan
kompetensi di bidang ilmu kedokteran.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami. Sebagai penutup kami berharap, semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asma
a. Definisi dan jenis
b. Etiologi
c. Faktor Resiko
d. Patogenesis
e. Gejala, tanda dan diagnosis
f. Pemeriksaan penunjang
g. Penatalaksanaan (Promotif, preventif dan kuratif)
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang tuberkulosis
a. Definisi dan jenis
b. Etiologi
c. Faktor Resiko
d. Patogenesis
e. Gejala, tanda dan diagnosis
f. Pemeriksaan penunjang
g. Penatalaksanaan (Promotif, preventif dan kuratif)
1.3 Manfaat
2
BAB II
ISI
Skenario
3
1.2 IDENTIFIKASI ISTILAH
4
Sesak juga bisa disebabkan karena terjadinya penyempitan
saluran napas akibat dari respon terhadap terpajannya saluran
respiratori oleh sebuah antigen. Terjadinya perubahan suhu
lingkungan turut serta berpengaruh terhadap terjadinya sesak.
Pada pagi hari terjadi kelembaban udara, sehingga dapat
memperberat sesak.
5
napas sampai ke alveoli. Ketika di alveoli, kuman tesebut akan
menimbulkan respon imun. Makrofag di alveoli akan
memfagositosis kuman tersebut. Beberapa kuman akan tetap
hidup di dalam makrofag sehingga menyebabkan makrofag
menjadi lisis. Selanjutnya kuman akan membentuk lesi yang
disebut fokus primer. Setelah itu kuman tersebut akan menyebar
ke saluran limfa dan kelenjar limfa atau kelenjar getah bening,
sehingga menyebabkan terjadinyan peradangan pada limfa
(limfangitis) dan juga kelenjar limfa (limfadenitis) yang berujung
ke perbesaran dari keduanya.
11. Penyakit pada anak tersebut belum bisa dipastikan sama seperti
ayahnya karena tidak bisa ditepiskan adanya gejala-gejala asma,
walaupun sebenarnya penyakit ayah dan anak tersebut bisa saja
sama akibat adanya penularan.
6
2.4 KERANGKA KONSEP
7
2.5 LEARNING OBJECTIVE
8
2.7 SINTESIS
LO 1 Asma
Asma persisten
Terjadi pada sekitar 5% anak asma. Ditandai oleh seringnya episode
akut, mengi pada aktivitas ringan dan diantara interval gejala
dibutuhkan agonis-B2 lebih dari 3 kali per minggu karena anak
terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari. terapi
profilaksis sangat dibutuhkan.
9
b) FAKTOR RISIKO
Jenis Kelamin
Prevalensi asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5
sampai 2 kali lipat anak perempuan. Prevalensi asma pada anak laki-
laki lebih tinggi daripada anak perempuan dengan rasio 3:2 pada usia
6-11 tahun dan meningkat menjadi 8:5 pada usia 12-17 tahun. Pada
orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-laki
dan oeremouan pada usia 30 tahun.
Usia
Umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten berjalan seperti
asma pertama kali timbul pada usia muda yaitu pada beberapa tahun
pertama kehidupan. 75% anak dengan asma persisten mendapat
serangan mengi pada usia kurang dari 6 bulan dan 75% mendapat
serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. Hanya 5% anak
dengan asma persisteb terbebas dari gejala asma pada usia 28
sampai 35 tahun, 60% tetap menunjukkan gejala seperti saat anak-
anak dan sisanya masih sering mendapat serangan meskipun lebih
ringan daripada saat masa kanak.
Riwayat Atopi
Pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi akan terjadi
serangan mengi dua kali lipat lebih banyak jika anak pernah
mengalami hay fever rhinitis alergi atau eksema.
Lingkungan
Adanya alergen lingkungan hidup anak meningkatkan resiko penyakit
asma.Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain
adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur dan
kecoa.
Ras
Prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam
lebih tinggi dari pada kulit putih
Asap rokok
10
Prevalensi asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi
daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Resiko terhadap asap
rokok sudah dimulai sejak janin dalam kandungan ,umumnya
berlangsung terus setelah anak dilahirkan dan menyebabkan
meningkatnya resiko. Pada anak yang terpanjan asap rokok kejadian x
acer basi lebih tinggi anak lebih sering tidak masuk sekolah dan
umumnya fungsi pakal taruhnya lebih buruk daripada anak yang tidak
terpajan.
Outdoor air pollution
Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya ,nitrat
dioksida, karbon monoksida atau SO2 diduga berperan pada penyakit
asma, meningkatkan gejala asma. Beberapa penelitian di eropa
mendapatkan bahwa lingkungan pertanian dan peternakan memberi
efek proteksi bagi penyakit asma. Pada anak-anak yang cepat
terpanjann dengan lingkungan tersebut ,kejadian asma rendah.
Prevalensi asma paling rendah pada anak yang di tahun pertama
usianya kontak dengan kandang binatang dan pemerahan susu.
Mekanisme tersebut diduga adanya pajanan terhadap endotoksin
sebagai komponen bakteri dalam jumlah vanyak dan waktu yang dini
mengakibatkan sistem imun anak terangsang melalui sejak Th1, teori
ini dikenal sebagai hygine hypothesis.
Infeksi Respiratorik
Kelompok anaak yang sering terserang infeksi respiratorik mempunyai
prevalensi asma yang rendah.
11
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi
otot polos bronkial yang di provokasi mediator agoni yang dikeluarkan
sel inflamasi. Mediator tersebut antara lain histamin, triptase,
prostaglandin D2, daan leukotrin C4 yang dikeluarkan oleh sel mast;
neuropeptidase yang dikeluaekan oleh serat aferen lokal dan
asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbukkan dari kontraksi otot polos saluran napas (yang diperberat
dengan penevalan saluran napas yang berhubungam dengan edema
akut, infiltrasi sel, dan remodelling) adalah hiperplasia kronik dari otot
polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada dinding
saluran napas. Namun, keterbatasan aliran udara pernapasan dapat
juga timbul pada keadaan dimana saluran napas dipenuhi oleh sekret
yang banyak tebal dan lengket yang diproduksi oleh sel goblet dan
kelenjar submukosa, pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskukarisasi bronkial dan debris seluler.
12
bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbul kelelahan dan
gagal nafas.
13
DIAGNOSIS
1 . Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat
oenyakit yang akurat mengenai gejala sukit bernapas, mengi, atau
dada terasa berat yang beraifat episodik dan berkaitan dengan musim,
serta adanya riwayat asma atau penyakit atopi pada anggita keluarga.
Walaupun informasi akurat mengenai hal-hal tersebut tidak mudah
didapat, beberapa pertanyaan berikut ini sayang berguna
dalam.pertimvangan diagnosis asma:
Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi
berulang?
Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
Apakah anak mangalami mengi atau batuk setelah olahraga?
Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau
batuk setelah terpajan alergen atau polutan?
Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk
sembuh?
Apakah gekala klinis membaik setelag pemberian pengobatan anti
asma?
Setelah menetapkan apakah seprang anak benar-benar mengalami
mengi atau batuk yang hebat, langkah berikutnya adalah
mengidentifikasikan pola dan derajat gejala. Pola gejala harus
dibedakan apakah gejala tersebut timbul pada saat terinfeksi virus
atau timbul tersendiri di antara batuk pilek biasa. Apabila mengi
atau batuk hebat tersebut tidak terjadi bersamaan dengan infeksi
virus, selanjutbya harus ditentukan frekuensi dan pencetus gejala.
Pencetus yang spesifik dapat berupa aktivitas, emosii (misalnya
menangis atau tertawa), debu, pajanan terhadap bulu binatang,
perubahan suhu lingkungan atau cuaca, aerosol/aroma yang tajam,
asap rokok atau asap dari perapian.
14
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisis, umumnya tidak ditemukan kelainan saat
pasien tidak mengalami serangan. Pada sebagian kecil pasien
yang derajat asmanya lebih berat, dapat dijumpai mengi di luar
serangan. Dinyatakan bahwa mengi berulang dan atau batuk kronis
berulang merupakan titik awal menuju diagnosis. Kemungkinanan
asma perlu dipikirkan pada anak yang hanya menunjukkan batuk
sebagai satu-satunya gejala dan pada pemeriksaan fisis tidak
ditemukan mengi, sesak, dan lain-lain. Pada anak yang tampak
sehat dengan batuk malam hari yang rekuren, asma harus
dipertingkan sebagai probable diagnosis. Beberapa anak
menunjukkan gejala setelah berolahraga. Dengan demikian, jika
terdapat keraguan dalam mendiagnosis asma ringan pada seorang
anak, dapat dilajukan tes dengan berolahraga (berlari cepat selama
6 menit).
e) PEMERIKSAAN PENUNJANG
f) PENATALAKSANAAN
15
b. Golongan Methyl Xanthine (Teofilin) diberikan pada asa
berat sebagai obat aminiofilin intravena
c. Golongan Antikolergik salah satu jenisnya yaitu Ipratopium
bromida setiap 4 jam
d. Golongan Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gelaja
asma saja namun tidak menyembuhkan.
2. Obat Pengendali
a. Golongan Beta agonis kerja panjang yang jenis LABA
contohnya salmeterol dan formetrol yang meningkatkan
dosis steroid inhalasi hingga dua kali lipat.
b. Golongan Anti inflamasi steroid contohnya Budesonide dan
Fluticasone yang jenisnya ada inhalasi,turbuler dan MDI
c. Golongan Anti inflamasi nonsteroid (sudah jarang diberikan)
d. Golongan antileukotrien ada namanya zafirlukast namun
memberi efek gangguan fungsi hati akibat peningkatan
enzim transaminase.
g) KOMPLIKASI
1. Pneumothoraks
2. Pneumedistinum
3. Gagal Nafas.
LO 2 Tuberculosis
16
b) FAKTOR RISIKO
c) ETIOLOGI
d) PATOGENESIS
17
membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer
Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui
saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe
yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara
fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks
primer (primary complex)
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi.
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Kelenjar limfe hilus
atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus dapat terganggu.
Selama masa inkubasi, dapat terjadi penyebaran secara
limfogen atau hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer,
atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi
penyebaran secara langsung, yaitu kuman masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran yang
paling sering adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik
tersamar (occult hematogenic spread) melalui cara ini kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Bentuk penyebaran hematogen yang
lain adalah bentuk penyebaran hematogenik generalisata akut
(acute generalized hematogenic spread) pada bentuk ini
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah
menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. Bentuk penyebaran yang paling jarang adalah
protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi
karena suatu fokus perkijuan di dinding vaskular pecah
menyebabkan kuman TB menyebar ke seluruh tubuh melalui
darah.
18
e) GEJALA DAN TANDA
DIAGNOSIS
Diagnosis TB dapat ditegakkan secara skematis dari bagan berikut:
parameter 0 1 2 3
Pembesaran - >1cm, - -
kelenjar limfe jumlah >1
tidak nyeri
Pembengkak - Ada - -
an tulang, pembengkak
lutut, falang an
21
Foto toraks Normal/kelain Gambaran - -
an tidak jelas sugestif
Catatan:
f) PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pada saat TB baru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat.
Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah
normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga antara
lain anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman basil tahan asam (BTA), diagnosis TB sudah
22
dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata
lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Untuk pewarnaan
sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan
modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet. Kadang-
kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA tetapi pada biakan hasilnya negatif . Ini terjadi pada fenomen
dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan
panduan obat anti TB jangka pendek yang cepat mematikan kuman
BTA dalam waktu pendek.
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan
menggunakan skala IUATLD (International Union Againts
Tuberculosis and Lung Diseases)
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut
negatif.
b. Ada 1 – 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan.
c. Ada 1 – 99 BTA per 100 lapangan pandang, disebut + atau 1+
d. Ada 1 – 10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+
e. Ada > 10 BTA per lapangan pandang, disebut +++ atau 3+
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan
keparahan penyakit, derajat penularan dan evaluasi pengobatan.
3. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita).
Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5
T.U (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U
dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila
23
dengan 5 T.U masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan
250 T.U. (second strength).
Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negatif berarti TB
dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U. saja sudah
cukup berarti. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang
individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae,
M.bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar
tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi
persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi
humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal
tersebut diatas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam:
a. indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Disini peran antibodi humoral paling menonjol.
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity.
Disini peran kedua antibodi seimbang.
d. Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberculosis memberikan reaksi
Mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif
palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada
positif palsu. Hal-hal ini memberikan reaksi tuberkulin berkurang
(negatif palsu) yakni:
- Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan TB
- Alergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)
24
- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar
air, poliomielitis.
- Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular
(Hodgkin)
- Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat
imunosupresi lainnya.
- Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk penderita dengan HIV positif, test Mantoux ± 5 mm, dinilai
positif.
g) PENATALAKSANAAN
25
c. Disamping kedua kategori ini, disediakan juga paduan obat
Sisipan (HRZE) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket OAT untuk
satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
26
1. Kategori Anak
Pencegahan
1. Vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi
oleh basil tuberlulosis yang virulen. Imunitas timbul 6-8minggu
setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap
sehingga masih mungkin terjadi superinfeksi meskipun biasanya
tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat.
2. Kemoprofilaksis
Sebagai kemoprofilaksi biasanya dipakai INH dengan dosis
10mg/kgbb/hari selama 1 tahun. Kemoprofilaksi primer diberikan
untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak dengan kontak
tuberkulosis dan uji tuberkulin masih negatif yang berarti masih
negatif yang berarti belum terkena atau masih dalam inkubasi.
Kemoprofilaksi Sekunder diberikan unuk mencegah
berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak
berumur kurang dari 5 tahun dengan uji tuberkulin positif tanpa
kelainan radiologis paru dan anak dengan konversi uji tuberkulin
tan kelainan radiologis paru. Selain itu juga diberikan pada anak
dengan uji tuberkulin posistif tanpa kelainan radiologis paru yang
telah sembuh dari tuberkolosis tetapi mendapat pengobatan
dengan kortikosteroid yang lama.
27
h) KOMPLIKASI
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis
dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah
pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca sehinga bisa berorientasi lebih baik pada
makalah selanjutnya.
29
DAFTAR PUSTAKA
30