Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 9
RESPIROLOGI

KELOMPOK 1

MUHAMMAD FADLAN ADAM NIM. 1510015036

OLDESTA ZAKLY BRILIANT GAMARA NIM. 1510015041

OLGA FANNY TANTIWI NURDIN NIM.1510015022

NIA RAMADHANURROSITA NIM.1510015008

ANDI JUHAEFAH NIM.1510015021

CRISTY MAGGLIN NIM.1510015076

FANNY GOMARJOYO NIM.1510015025

SEPRIANI INDRIATI AZIS NIM.1510015013

SAFIRA DHIA RAHMAWATY NIM.1510015043

Tutor :
dr. Sulistiawati, M.Med Ed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan laporan
diskusi kelompok pada Blok 9 Anak dan Remaja modul 3 tentang
Respirologi ini dengan tepat waktu.
Laporan ini dibuat sebagai bukti jalannya diskusi kelompok kecil
kami. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Sulistiawati,
M.Med Ed selaku pembimbing diskusi kami dan juga semua pihak (dosen
pakar, mahasiswa, dll.) yang terlibat dalam proses belajar kami sehingga
laporan ini dapat terselesaikan. Kami berharap agar laporan ini dapat
bermanfaat bagi setiap pembacanya untuk meningkatkan wawasan dan
kompetensi di bidang ilmu kedokteran.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami. Sebagai penutup kami berharap, semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.

Samarinda, 16 Desember 2016

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................... 1
1.3 Manfaat ........................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................... 3
ISI .......................................................................................................... 3
1.2 IDENTIFIKASI ISTILAH .......................................................... 4
2.2 IDENTIFIKASI MASALAH ...................................................... 4
2.3 ANALISIS MASALAH .............................................................. 4
2.4 KERANGKA KONSEP .............................................................. 7
2.5 LEARNING OBJECTIVE .......................................................... 8
2.6 BELAJAR MANDIRI ................................................................. 8
2.7 SINTESIS .................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit alergi yang saat ini masih menjadi


problem kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat
kualitas hidup dan dibutuhkan biaya besar dalam
penatalaksanaannya. Dengan angka prevalensi yang berbeda-beda
antara satu kota dengan kota lainnya dalam satu negara, di Indonesia
prevalensi asma berkisar antara 5-7%.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan


oleh bakteri Mikobakterium Tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri
basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan
meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah
kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian
penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan
penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan
ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara
22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.

1.2 Tujuan

Berdasarkan skenario yang diberikan pada modul 3 ini, kami telah


mengidentifikasikan beberapa tujuan pembelajaran kami sebagai berikut:

1
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asma
a. Definisi dan jenis
b. Etiologi
c. Faktor Resiko
d. Patogenesis
e. Gejala, tanda dan diagnosis
f. Pemeriksaan penunjang
g. Penatalaksanaan (Promotif, preventif dan kuratif)
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang tuberkulosis
a. Definisi dan jenis
b. Etiologi
c. Faktor Resiko
d. Patogenesis
e. Gejala, tanda dan diagnosis
f. Pemeriksaan penunjang
g. Penatalaksanaan (Promotif, preventif dan kuratif)

1.3 Manfaat

1 Mahasiswa mampu memahami definisi dan jenis, etiologi, faktor


resiko, patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan pada penyakit asma.
2 Mahasiswa mampu memahami definisi dan jenis, etiologi, faktor
resiko, patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan pada penyakit tuberkulosis.

2
BAB II

ISI
Skenario

Anak Saya Sesak

Seorang ibu datang membawa anak perempuannya yang


berusia 4 tahun 3 bln ke puskesmas.
Dokter : “Anakanya kenapa bu?”
Ibu : “Anak saya sesak dok sejak kemarin malam dan pagi ini
sesaknya bertambah berat.”
Dokter : “Ada keluhan yang lain bu?”
Ibu : “Sudah 1 bulan ini anak saya juga batuk dok. Kalau malam
batuknya bertambah berat. Sempat deman tapi tidak terlalu
tinggi. Sudah saya beri obat yang saya beli di warung. Oh ya
dok anak saya ini sekarang nafsu makannya juga menurun.”
Dokter :”Apa ada anggota keluarga ada yang sakit serupa bu?”
Ibu :”Suami saya dok. Sekarang sedang menjalani pengobatan
yang 6 bulan dari Puskesmas. Pengobatannya sudah masuk
bulan ke 2. Kalau anak saya yang paling kecil usianya 2
tahun tidak ada batuk dok.
Dokter : “Apakah ada riwayat alergi di keluarga bu?”
Ibu :”Emm...Sepertinya tidak ada dok.”
Dokter : “ Baik bu, saya akan periksa dulu anak ibu.”
Dari pemeriksaan didapatkan: BB: 13 kg, nadi: 102x/menit, pernapasan:
32x/menit, suhu: 37.40C, tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar
getah bening, wheezing (+) pada paru kanan. Dokter menyarankan agar
dilakukan pemeriksaan penunjang.

3
1.2 IDENTIFIKASI ISTILAH

1. Wheezing : Mengi, merupakan suara yang


dihasilkan ketika udara melewati
saluran yang sempit.

2. Sesak : Merupakan suatu gangguan pada


sistem pernapasan, yang membuat
penderitanya akan kesulitan ketika
ingin menghirup oksigen.

3. Kelenjar getah bening : Kelenjar limfa, terletak diseluruh


tubuh, berfungsi sebagai penyaring
dari berbagai mikroorganisme asing
dan partikel-partikel akibat hasil dari
degradasi sel-sel metabolisme.

2.2 IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa penyebab sesak, dan kenapa diperberat di pagi hari ?


2. Apa hubungan sesak dengan demam ?
3. Apa penyebab batuk ?
4. Apa penyebab wheezing, dan kenapa terjadinya di paru kanan ?
5. Apa hubungan sesak dengan pemeriksaan pelebaran kelenjar
getah bening ?
6. Apa hasil yang di dapat dari hasil pemeriksaan fisik ?
7. Apa status gizi pada anak tersebut ?
8. Pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut ?
9. Apa diagnosa terhadap anak tersebut ?
10. Bagaimana penanganan yang diberikan kepada anak tersebut ?
11. Apa penyakit anak dan ayah sudah pasti sama ?

2.3 ANALISIS MASALAH

1. Sesak disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :


- Infeksi saluran napas, contohnya pneumonia.
- Alergi saluran napas, contohnya asma.
- Bawaan kongenital
- Adanya benda asing di saluran pernapasan.

4
Sesak juga bisa disebabkan karena terjadinya penyempitan
saluran napas akibat dari respon terhadap terpajannya saluran
respiratori oleh sebuah antigen. Terjadinya perubahan suhu
lingkungan turut serta berpengaruh terhadap terjadinya sesak.
Pada pagi hari terjadi kelembaban udara, sehingga dapat
memperberat sesak.

2. Suatu alergen yang masuk kedalam saluran respiratori akan


memicu respon imun. Aktivasi dari respon imun akan
mengeluarkan berbagai mediator, yang salah satunya dapat
berefek menaikkan set point di hipotalamus, sehingga terjadilah
demam. Demam berarti terjadinya suatu kenaikan suhu, setiap
kenaikan suhu 1°C bisa meningkatkan 10-15% sistem metabolik,
sehingga terjadi peningkatan kebutuhan akan oksigen. Karena
terjadinya peningkatan oksigen tersebut, tubuh berusaha
menyuplai semua organ dengan hiperventilasi, sehingga
pernapasan menjadi cepat dan dangkal.

3. Suatu antigen respiratori dapat dikeluarkan dengan reflek batuk


ataupun bersin, akan tetapi karena adanya sumbatan atau
obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh menyempitnya
saluran napas dan hipersekresi mucus akibat respon infeksi dari
pajanan antigen tersebut dapat menyulitkan pengeluaran antigen
secara besar-besaran sementara pertumbuhan antigennya terus
berlangsung. Inilah yang menyebabkan batuknya terjadi sangat
lama.

4. Mengi terjadi akibat penyempitan saluran napas. Ada beberapa


faktor dugaan yang menyebabkan mengi terdengar di paru
kanan, yaitu karena bronkus pada paru kanan lebih lebar
daripada paru kiri, sehingga antigen lebih mudah menginvasi.
Serta pada paru kanan memiliki 3 lobus, yang berarti paru kanan
lebih banyak membutuhkan osigen daripada paru kiri. Jadi ketika
terjadi sesak, aliran udara ke paru berkurang. Itulah
penyebabnya terdengar suara mengi di paru kanan.

5. Pemeriksaan pelebaran getah bening bertujuan untuk


meningkatkan diagnosis suatu penyakit, karena ada beberapa
penyakit yang salah satu manifestasi klinisnya yaitu terjadinya
pelebaran kelenjar getih bening, contohnya tubercolosis. Kuman
TB berukuran kecil sehingga daput masuk kedalam saluran

5
napas sampai ke alveoli. Ketika di alveoli, kuman tesebut akan
menimbulkan respon imun. Makrofag di alveoli akan
memfagositosis kuman tersebut. Beberapa kuman akan tetap
hidup di dalam makrofag sehingga menyebabkan makrofag
menjadi lisis. Selanjutnya kuman akan membentuk lesi yang
disebut fokus primer. Setelah itu kuman tersebut akan menyebar
ke saluran limfa dan kelenjar limfa atau kelenjar getah bening,
sehingga menyebabkan terjadinyan peradangan pada limfa
(limfangitis) dan juga kelenjar limfa (limfadenitis) yang berujung
ke perbesaran dari keduanya.

6. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suhu, denyut nadi, dan


pernapasan yang normal. Karena pada anak, suhu normalnya
berkisar 35,5°-37,5°C, nadi 100-120x/menit, pernapasan 30-
50x/menit.

7. Anak tersebut mengalami gizi buruk, karena kisaran berat badan


anak di usia 4 tahun, yaitu diatas 15 kg.

8. Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan dengan foto thorax atau


pemeriksaan hipersensitivitas.

9. Diagnosis banding pada kasus di skenario diduga tuberkulosis


atau asma. Diduga tuberkulosis akibat batuk yang sudah 1
bulan, serta ayahnya dalam tahap pengobatan tuberculosis,
sehingga anak berada di lingkungan yang sama dengan orang
yang mengidap TB. Dan diduga asma karena anak yang sering
batuk tidak dapat dipastikan terkena TB, anak batuk lebih
kearah asma, berbeda dengan orang tua yang terkena batuk
terus-menerus bisa di pastikan terkena TB. Serta pada anak
tersebut terdengar bunyi wheezing, yang merupakan manifestasi
utama dari asma.

10. Penanganan yang diberikan kepada anak tersebut yaitu


apabilaanak terkena asma diberi bronkodilator, sedangkan jika
terkena TB bisa di isolasi.

11. Penyakit pada anak tersebut belum bisa dipastikan sama seperti
ayahnya karena tidak bisa ditepiskan adanya gejala-gejala asma,
walaupun sebenarnya penyakit ayah dan anak tersebut bisa saja
sama akibat adanya penularan.

6
2.4 KERANGKA KONSEP

7
2.5 LEARNING OBJECTIVE

Kami menemukan hal-hal yang perlu dipelajari lebih lanjut


secara mandiri untuk di bahas lebih lanjut pada diskusi kelompok
kecil 2, antara lain :
a) Mahasiswa mampu mengetahui Asma
a) Definisi & Jenis
b) Faktor Risiko
c) Etiologi & Patofisiologi
d) Gejala, Tanda & Diagnosis
e) Pemeriksaan Penunjang
f) Penatalaksanaan (promotif, preventif, kuratif)
g) Komplikasi

b) Mahasiswa mampu mengetahui Tuberculosis


a) Definisi & Jenis
b) Faktor Risiko
c) Etiologi
d) Patofisiologi
e) Gejala, Tanda & Diagnosis
f) Pemeriksaan Penunjang
g) Penatalaksanaan (promotif, preventif, kuratif)
h) Komplikasi

2.6 BELAJAR MANDIRI

Masing–masing anggota diskusi kelompok kecil melakukan


belajar secara mandiri sesuai dengan tujuan belajar yang telah
ditentukan pada saat diskusi kelompok kecil.

8
2.7 SINTESIS

LO 1 Asma

a) DEFINISI & JENIS

Asma yang dalam bahasa Yunani artinya mengap-mengap adalah


serangan berulang dispnea paroksimal disertai dengan peradangan
jalan nafas dan mengi akibat kontraksi spasmodik bronkus.

Klasifikasi asma (menurut Konsensus Pediatri Internasional III tahun


1998)

 Asma episodik jarang


Merupakan 75% populasi asma pada anak. Ditandai oleh adanya
episode kurang dari 1 kali Tiap 4-6 minggu, Mengi telah aktivitas berat,
tidak terdapat gejala diantara episode serangan dan fungsi Paru
normal di antara serangan. Terapi profilaksis tidak dibutuhkan pada
kelompok ini.

 Asma episodik sering


merupakan 20% populasi asma. Ditandai oleh frekuensi Serangan
yang lebih sering dan timbulnya mengi pada aktivitas sedang, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian agonis-B2. Gejala terjadi kurang dari
1 kali per minggu dan fungsi paruh diantara serangan Normal atau
hampir normal. Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan.

 Asma persisten
Terjadi pada sekitar 5% anak asma. Ditandai oleh seringnya episode
akut, mengi pada aktivitas ringan dan diantara interval gejala
dibutuhkan agonis-B2 lebih dari 3 kali per minggu karena anak
terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari. terapi
profilaksis sangat dibutuhkan.

9
b) FAKTOR RISIKO

 Jenis Kelamin
Prevalensi asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5
sampai 2 kali lipat anak perempuan. Prevalensi asma pada anak laki-
laki lebih tinggi daripada anak perempuan dengan rasio 3:2 pada usia
6-11 tahun dan meningkat menjadi 8:5 pada usia 12-17 tahun. Pada
orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-laki
dan oeremouan pada usia 30 tahun.
 Usia
Umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten berjalan seperti
asma pertama kali timbul pada usia muda yaitu pada beberapa tahun
pertama kehidupan. 75% anak dengan asma persisten mendapat
serangan mengi pada usia kurang dari 6 bulan dan 75% mendapat
serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. Hanya 5% anak
dengan asma persisteb terbebas dari gejala asma pada usia 28
sampai 35 tahun, 60% tetap menunjukkan gejala seperti saat anak-
anak dan sisanya masih sering mendapat serangan meskipun lebih
ringan daripada saat masa kanak.
 Riwayat Atopi
Pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi akan terjadi
serangan mengi dua kali lipat lebih banyak jika anak pernah
mengalami hay fever rhinitis alergi atau eksema.
 Lingkungan
Adanya alergen lingkungan hidup anak meningkatkan resiko penyakit
asma.Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain
adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur dan
kecoa.
 Ras
Prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam
lebih tinggi dari pada kulit putih
 Asap rokok

10
Prevalensi asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi
daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Resiko terhadap asap
rokok sudah dimulai sejak janin dalam kandungan ,umumnya
berlangsung terus setelah anak dilahirkan dan menyebabkan
meningkatnya resiko. Pada anak yang terpanjan asap rokok kejadian x
acer basi lebih tinggi anak lebih sering tidak masuk sekolah dan
umumnya fungsi pakal taruhnya lebih buruk daripada anak yang tidak
terpajan.
 Outdoor air pollution
Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya ,nitrat
dioksida, karbon monoksida atau SO2 diduga berperan pada penyakit
asma, meningkatkan gejala asma. Beberapa penelitian di eropa
mendapatkan bahwa lingkungan pertanian dan peternakan memberi
efek proteksi bagi penyakit asma. Pada anak-anak yang cepat
terpanjann dengan lingkungan tersebut ,kejadian asma rendah.
Prevalensi asma paling rendah pada anak yang di tahun pertama
usianya kontak dengan kandang binatang dan pemerahan susu.
Mekanisme tersebut diduga adanya pajanan terhadap endotoksin
sebagai komponen bakteri dalam jumlah vanyak dan waktu yang dini
mengakibatkan sistem imun anak terangsang melalui sejak Th1, teori
ini dikenal sebagai hygine hypothesis.
 Infeksi Respiratorik
Kelompok anaak yang sering terserang infeksi respiratorik mempunyai
prevalensi asma yang rendah.

c) ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI

Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma


diyakini merupakan hal yang mendasari terjadinya gangguan fungsi
pada penyakit asma yaitu obstruksi saluran rest vira tari yang
mengakibatkan keterbatasan aliran udara yang bersifat reversibel.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada pasien asma dapat

11
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi
otot polos bronkial yang di provokasi mediator agoni yang dikeluarkan
sel inflamasi. Mediator tersebut antara lain histamin, triptase,
prostaglandin D2, daan leukotrin C4 yang dikeluarkan oleh sel mast;
neuropeptidase yang dikeluaekan oleh serat aferen lokal dan
asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbukkan dari kontraksi otot polos saluran napas (yang diperberat
dengan penevalan saluran napas yang berhubungam dengan edema
akut, infiltrasi sel, dan remodelling) adalah hiperplasia kronik dari otot
polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada dinding
saluran napas. Namun, keterbatasan aliran udara pernapasan dapat
juga timbul pada keadaan dimana saluran napas dipenuhi oleh sekret
yang banyak tebal dan lengket yang diproduksi oleh sel goblet dan
kelenjar submukosa, pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskukarisasi bronkial dan debris seluler.

Secara garis besar semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan


oleh penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh
struktur pohon trakeobronkial, maksimal sampai bronkus kecil dengan
diameter 2 sampai 5 mm. Resistensi saluran napas mengalami
peningkatan dan laju ekspirasi maksimal mengalami penurunan yang
mempengaruhi volume paruh secara keseluruhan. Penyempitan
saluran napas pada daerah perifer menyebabkan peningkatan volume
residu. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran
napas adalah kecenderungan untuk bernapas dengan hipwerventilasi
untuk mendapatkan volume yang lebih besar yang kemudian dapat
menimbulkan hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja
pernapasan agar tetap dapat mengalirkan udara pernapasan melalui
jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru.
Inflasi teras dan berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan
intercotal secara mekanik mengalami kesulitan sehingga kerjanya
menjadi tidak optimal atau lebih dari normal. Peningkatan usaha

12
bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbul kelelahan dan
gagal nafas.

d) GEJALA, TANDA & DIAGNOSIS

13
DIAGNOSIS
 1 . Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat
oenyakit yang akurat mengenai gejala sukit bernapas, mengi, atau
dada terasa berat yang beraifat episodik dan berkaitan dengan musim,
serta adanya riwayat asma atau penyakit atopi pada anggita keluarga.
Walaupun informasi akurat mengenai hal-hal tersebut tidak mudah
didapat, beberapa pertanyaan berikut ini sayang berguna
dalam.pertimvangan diagnosis asma:
 Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi
berulang?
 Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
 Apakah anak mangalami mengi atau batuk setelah olahraga?
 Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau
batuk setelah terpajan alergen atau polutan?
 Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk
sembuh?
 Apakah gekala klinis membaik setelag pemberian pengobatan anti
asma?
 Setelah menetapkan apakah seprang anak benar-benar mengalami
mengi atau batuk yang hebat, langkah berikutnya adalah
mengidentifikasikan pola dan derajat gejala. Pola gejala harus
dibedakan apakah gejala tersebut timbul pada saat terinfeksi virus
atau timbul tersendiri di antara batuk pilek biasa. Apabila mengi
atau batuk hebat tersebut tidak terjadi bersamaan dengan infeksi
virus, selanjutbya harus ditentukan frekuensi dan pencetus gejala.
Pencetus yang spesifik dapat berupa aktivitas, emosii (misalnya
menangis atau tertawa), debu, pajanan terhadap bulu binatang,
perubahan suhu lingkungan atau cuaca, aerosol/aroma yang tajam,
asap rokok atau asap dari perapian.

14
 2. Pemeriksaan fisis
 Pada pemeriksaan fisis, umumnya tidak ditemukan kelainan saat
pasien tidak mengalami serangan. Pada sebagian kecil pasien
yang derajat asmanya lebih berat, dapat dijumpai mengi di luar
serangan. Dinyatakan bahwa mengi berulang dan atau batuk kronis
berulang merupakan titik awal menuju diagnosis. Kemungkinanan
asma perlu dipikirkan pada anak yang hanya menunjukkan batuk
sebagai satu-satunya gejala dan pada pemeriksaan fisis tidak
ditemukan mengi, sesak, dan lain-lain. Pada anak yang tampak
sehat dengan batuk malam hari yang rekuren, asma harus
dipertingkan sebagai probable diagnosis. Beberapa anak
menunjukkan gejala setelah berolahraga. Dengan demikian, jika
terdapat keraguan dalam mendiagnosis asma ringan pada seorang
anak, dapat dilajukan tes dengan berolahraga (berlari cepat selama
6 menit).

e) PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan fungsi paru dimana ada spirometer dan peak flow


meter
2. Analisis gas darah untuk mengetahui adanya asidosis
3. Darah lengkap dan serum elektrolit untuk melihat beratnya asma
4. Foto rontgen thoraks untuk mengetahui apakah ada tanda
ateleraksis,pneumotoraks dan pneumedistinum.

f) PENATALAKSANAAN

Adanya pemberian jenis obat pelega dan pengendali pada anak.


1. Obat pelega
a. Golongan Beta agonis yang jenis SABA contohnya sabutolin
dan terbutolin diberikan untuk relaksasi otot polos.Obat ini
bisa diberikan peroral dan efek ini puncak nya 2-4 jam dan
lama kerja hingga 5 jam

15
b. Golongan Methyl Xanthine (Teofilin) diberikan pada asa
berat sebagai obat aminiofilin intravena
c. Golongan Antikolergik salah satu jenisnya yaitu Ipratopium
bromida setiap 4 jam
d. Golongan Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gelaja
asma saja namun tidak menyembuhkan.
2. Obat Pengendali
a. Golongan Beta agonis kerja panjang yang jenis LABA
contohnya salmeterol dan formetrol yang meningkatkan
dosis steroid inhalasi hingga dua kali lipat.
b. Golongan Anti inflamasi steroid contohnya Budesonide dan
Fluticasone yang jenisnya ada inhalasi,turbuler dan MDI
c. Golongan Anti inflamasi nonsteroid (sudah jarang diberikan)
d. Golongan antileukotrien ada namanya zafirlukast namun
memberi efek gangguan fungsi hati akibat peningkatan
enzim transaminase.

g) KOMPLIKASI

1. Pneumothoraks
2. Pneumedistinum
3. Gagal Nafas.

LO 2 Tuberculosis

a) DEFINISI & JENIS

Tuberkulosis adalah suatu penyakit akibat infeksi kuman M.


Tuberculosis, dimana penyakit ini kembali menjadi wabah sejak
akhir tahun 1990 an terutama di negara maju. Tuberkulosis ada
yang pulmonal dan ekstrapulmonal. TB ekstrapulmonal diantaranya
adalah TB kelenjar limfe superfisialis, TB pleura, TB tulang/sendi,
TB susunan saraf pusat, TB kulit, TB abdomen, TB mata, TB hati,
TB ginjal dan TB jantung.

16
b) FAKTOR RISIKO

Faktor risiko infeksi TB:

1. Anak yang terpajan dengan orang dewasa TB aktif (kontak TB


positif)
2. Daerah endemis
3. Kemiskinan
4. Lingkungan yang tidak sehat (higine dan sanitasi tidak baik)
5. Tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti
perawatan lain)
Faktor risiko sakit TB:

1. Usia anak <5 tahun mempunyai risiko lebih tinggi mengalami


progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya
belum berkembang semua (imatur). Pada bayi yang terinfeksi
TB, 43% nya akan menjadi sakit TB, pada anak usia 1-5 tahun
dengan infeksi TB 24% menjadi sakit TB.
2. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin
(dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.
3. Malnutrisi
4. Keadaan immunokompromais (misalnya pada infeksi HIV,
keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan
immunosupresi)

c) ETIOLOGI

Penyebab penyakit TB utamanya adalah M. Tuberculosis, namun


dapat pula disebabkan oleh M. Atipik

d) PATOGENESIS

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi


TB. Karena ukurannya yang sangat kecil (<5 mikro), kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup dapat mencapai
alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imun spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus
lainnya tidak semua kuman dapat dihancurkan. Makrofag alveolus
akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan.
Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB

17
membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer
Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui
saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe
yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara
fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks
primer (primary complex)
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi.
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Kelenjar limfe hilus
atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus dapat terganggu.
Selama masa inkubasi, dapat terjadi penyebaran secara
limfogen atau hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer,
atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi
penyebaran secara langsung, yaitu kuman masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran yang
paling sering adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik
tersamar (occult hematogenic spread) melalui cara ini kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Bentuk penyebaran hematogen yang
lain adalah bentuk penyebaran hematogenik generalisata akut
(acute generalized hematogenic spread) pada bentuk ini
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah
menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. Bentuk penyebaran yang paling jarang adalah
protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi
karena suatu fokus perkijuan di dinding vaskular pecah
menyebabkan kuman TB menyebar ke seluruh tubuh melalui
darah.

18
e) GEJALA DAN TANDA

Infeksi TB dapat menimbulkan manifestasi klinis sistemik,


dimana infeksi TB menimbulkan gejala yang bersifat umum dan
tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh penyakit lain.
Manifestasi klinis sistemik dari TB anak diantaranya adalah:
1. demam lama lebih dari 2 minggu tanpa sebab yang jelas, yang
disertai dengan keringat malam, demam biasanya tidak tinggi
2. Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan
3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik
dalam 1 bulan dengan penanganan gizi yang adekuat
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan
berat badan tidak naik dengan adekuat
5. Lesu atau malaise
6. Diare persisten yang tak kunjung sembuh dengan pengobatan
baku diare
Manifestasi spesifik atau lokal:

1. Pembesaran kelenjar limfe


2. Pada meningitis TB biasanya terjadi di basal otak sehinga
menimbulkan gangguan sistem saraf kranial. Bila terjadi lesi
yang menyebabkan proses desak ruang, maka manifestasi
tergantung dari lokasi lesi
3. Pada sistem skeletal didapatkan gejala nyeri, bengkak pada
sendi yang terkena dan gangguan keterbatasan gerak.
4. Mekanisme terjadinya manifestasi TB pada kulit dapat secara
inokulasi langsung atau dapat karena limfadenitis TB yang
pecah menjadi skofuloderma
5. Tuberkulosis pada organ lainnya

DIAGNOSIS
Diagnosis TB dapat ditegakkan secara skematis dari bagan berikut:

Hal-hal yang mencurigakan TB:


1. Mempunyai kontak erat dengan pasien TB dengan BTA (+)
2. Uji tuberkulin positf (>10mm)
3. Gambaran foto rontgen sugestif TB
4. Terdapat kemerahan yang cepat (3-7 hari) setelah imunisasi BCG
5. Batuk lebih dari 3 minggu
6. Sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas
7. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan terakhir
dengan gizi yang adekuat
8. Gejala-gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak, ginjal dll)
9. Skofuloderma 19
10. Konjungtivitis fliktenularis
20
Diagnosis dapat pula ditegakkan dengan sistem skoring seperti di
bawah ini:

parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA (+)


keluarga
(BTA
negatif
atau tidak
jelas)
Uji tuberkulin negatif - - Positif
>10mm atau
>5mm pada
anak
imunokompre
ssi
Berat - BB/TB<90% Klinis gizi -
badan/status atau buruk atau
gizi BB/U<80% BB/TB<70
% atau
BB/U
<60%
Demam yang - >2minggu -
tidak jelas -
sebabnya
Batuk kronik - >3minggu - -

Pembesaran - >1cm, - -
kelenjar limfe jumlah >1
tidak nyeri
Pembengkak - Ada - -
an tulang, pembengkak
lutut, falang an

21
Foto toraks Normal/kelain Gambaran - -
an tidak jelas sugestif

Catatan:

 Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter


 Bila dijumpai gambaran millier atau skofuloderma langsung
diagnosis TB
 Berat badan dinilai saat pasien datang
 Demam dan batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku
 Foto toraks bukan merupakan alat diagnosis utama pada TB anak
 Gambaran sugestif TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau
trakeal dengan atau tanpa infiltrat: konsolidasi segmental/lobar,
kalsifikasi dengan infiltrat, ateletaksis, tuberkuloma. Gambaran
millier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara khusus
 Sebaiknya disediakan uji tuberkulin pada tempat pelayanan
kesehatan
 Pada anak imunisasi BCG reaksi cepat (<7 hari)harus dievaluasi
dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat
diagnostik
 Diagnosis TB anak ditegakkan bila jumlah skor >6 (skor maksimal
13)

f) PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pada saat TB baru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat.
Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah
normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga antara
lain anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman basil tahan asam (BTA), diagnosis TB sudah

22
dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata
lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Untuk pewarnaan
sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan
modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet. Kadang-
kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA tetapi pada biakan hasilnya negatif . Ini terjadi pada fenomen
dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan
panduan obat anti TB jangka pendek yang cepat mematikan kuman
BTA dalam waktu pendek.
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan
menggunakan skala IUATLD (International Union Againts
Tuberculosis and Lung Diseases)
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut
negatif.
b. Ada 1 – 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan.
c. Ada 1 – 99 BTA per 100 lapangan pandang, disebut + atau 1+
d. Ada 1 – 10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+
e. Ada > 10 BTA per lapangan pandang, disebut +++ atau 3+
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan
keparahan penyakit, derajat penularan dan evaluasi pengobatan.

3. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita).
Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5
T.U (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U
dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila

23
dengan 5 T.U masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan
250 T.U. (second strength).
Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negatif berarti TB
dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U. saja sudah
cukup berarti. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang
individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae,
M.bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar
tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi
persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi
humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal
tersebut diatas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam:
a. indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Disini peran antibodi humoral paling menonjol.
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity.
Disini peran kedua antibodi seimbang.
d. Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberculosis memberikan reaksi
Mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif
palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada
positif palsu. Hal-hal ini memberikan reaksi tuberkulin berkurang
(negatif palsu) yakni:
- Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan TB
- Alergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)

24
- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar
air, poliomielitis.
- Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular
(Hodgkin)
- Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat
imunosupresi lainnya.
- Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk penderita dengan HIV positif, test Mantoux ± 5 mm, dinilai
positif.

g) PENATALAKSANAAN

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti
Tuberkulosis).

Jenis, sifat dan dosis Obat Anti Tuberkulosis

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

1. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

25
c. Disamping kedua kategori ini, disediakan juga paduan obat
Sisipan (HRZE) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket OAT untuk
satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

2. Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk


paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) yang dikenal
juga dengan sebutan FDC (Fixed Dose Combination), sedangkan
OAT Kategori Anak untuk sementara ini disediakan dalam bentuk
kombipak.
3. Tablet OAT KDT ini adalah kombinasi dari 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum)
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam
satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan.
4. Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
OAT KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga


menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.

26
1. Kategori Anak

Pencegahan

1. Vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi
oleh basil tuberlulosis yang virulen. Imunitas timbul 6-8minggu
setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap
sehingga masih mungkin terjadi superinfeksi meskipun biasanya
tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat.
2. Kemoprofilaksis
Sebagai kemoprofilaksi biasanya dipakai INH dengan dosis
10mg/kgbb/hari selama 1 tahun. Kemoprofilaksi primer diberikan
untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak dengan kontak
tuberkulosis dan uji tuberkulin masih negatif yang berarti masih
negatif yang berarti belum terkena atau masih dalam inkubasi.
Kemoprofilaksi Sekunder diberikan unuk mencegah
berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak
berumur kurang dari 5 tahun dengan uji tuberkulin positif tanpa
kelainan radiologis paru dan anak dengan konversi uji tuberkulin
tan kelainan radiologis paru. Selain itu juga diberikan pada anak
dengan uji tuberkulin posistif tanpa kelainan radiologis paru yang
telah sembuh dari tuberkolosis tetapi mendapat pengobatan
dengan kortikosteroid yang lama.

27
h) KOMPLIKASI

Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan


setelah terjadinya penyakit.
 Penyebaran hematogen atau milier dan meningitis biasanya terjadi
dalam 3-4 bulan.
 Efusi pleura dapat terjadi 6-12 bulan setelah terbentuknya kompleks
primer, kalau disebabkan oleh penyebaran hematogen dapat terjadi
lebih cepat.
 Komplikasi pada tulang dan kelenjar getah bening superficial dapat
terjadi akibat penyebaran hematogen hingga dapat terjadi dalam 6
bulan setelah terbentuknya kompleks primer, tetapi komplikasi ini dapat
juga terjadi setelah 6-18 bulan.
 Komplikasi pada traktus urogenitalis dapat terjadi setelah bertahun-
tahun.
 Pleuritis dan penyebarak bronkogen dalam 6 bulan dan tuberkulosis
tulang dalam 1-5 tahun setelah terbentuknya kompleks primer.
Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi dapat
menyebabkan atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak
sebagai perselubungan segmen atau lobus, sering lobus tengah paru
kanan, dapat juga menembus bronkus kemudian pecah dan
menyebabkan penyebaran bronkogen. Atelektasis juga dapat terjadi
karena konstriksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma
dalam lapisan otot bronkus atau sumbatan oleh gumpalan keju dalam
lumen bronkus

28
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten


yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme,
peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Berdasarkan penyebabnya,
asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : ekstrinsik (alergik),
intrinsik (non alergik), dan asma gabungan. Beberapa hal yang
merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma yaitu: faktor
predisposisi (genetik), faktor presipitasi (alergen, perubahan cuaca,
psikologi, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat).
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang adalah TBC) adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan
panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Gejala umum dari penyakit TBC
adalah demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan pada malam hari disertai keringat, penurunan nafsu makan dan
berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai
dengan darah), dan perasaan tidak enak (malaise)..

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis
dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah
pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca sehinga bisa berorientasi lebih baik pada
makalah selanjutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

 Chris Tanto dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:


Media Aesculapius
 IDAI. 2015. Buku Ajar Respirologi. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Indonesia
 Kliegman Robert M. 2014. Nelson Essensials of Pediatrics.
Elsevier Inc. Philadelphia
 Staf pengajar Departemen Parasitologi FK UI. 2009. Buku
Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 1985. Buku
kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: INFOMEDIKA

30

Anda mungkin juga menyukai