Anda di halaman 1dari 9

Abses mastoid

Diagnosis

Pada abses mastoid gejala yang paling umum ditemukan adalah bengkak kemerahan
pada daerah retroaurikular yang fluktuatif dan terdapat nyeri tekan. Gejala ini diawali
dengan keluhan demam subfebril dan toksisitas yang disertai oleh rasa nyeri pada
daerah mastoid sebagai lanjutan dan komplikasi dari OMA atau OMSK [ CITATION
Ami10 \l 1057 ][ CITATION Bal97 \l 1057 ].

1. Anamnesis
Pasien dengan abses mastoid sering mengeluhkan penurunan pendengaran,
otalgia, demam, dan nyeri pada daerah retroaurikular. Pada pasien OMA yang
mengalami penurunan atau berkurangnya keluhan otorea, perlu dicurgai
adanya infeksi yang terus berlanjut[ CITATION Nel00 \l 1057 ].
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan otologik, akan tampak otorea melalui perforasi membran
timpani, kadang-kadang saging dinding posterior liang telinga. Di daerah
retroaurikular, akan terlihat gambaran sesuai dengan stadium penyakit. Bila
belum terbentuk abses, akan terlihat daerah yang hiperemis disertai nyeri
tekan. Bila teraba fluktuasi di daerah retroaurikuler, menandakan abses sudah
terbentuk. Bila sulkus retroaurikular sudah hilang, menandakan bahwa abses
telah menembus periosteum menjadi abses subkutis[ CITATION Soe06 \l 1057 ].
Gambar 2.4 Otitis Media Akut dengan komplikasi Abses Mastoid
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik yang dapat digunakan adalah foto polos,
Computerized Tomography Scan (CT-Scan), dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) jika komplikasi lain ditemukan[ CITATION Rao12 \l 1057 ]. Pada
radiologik foto polos, gambaran mastoiditis yang disebabkan OMA yang
terlihat berupa perselubungan ruang telinga tengah dan sel udara mastoid.
Adanya edema mukosa dan penumpukkan cairan mukopurulen, maka terjadi
kekaburan penampakan trabekulasi sel udara mastoid. Pada OMSK, gambaran
yang terdiri atas perselubungan yang tidak homogen pada daerah antrum
mastoid dan sel udara mastoid, serta perubahan yang bervariasi pada struktur
trabekulasi mastoid. Teknik radiologik yang dapat digunakan adalah posisi
Schuller, posisi Owen, dan posisi Chausse III[ CITATION Ras09 \l 1057 ].

Gambar 2.5 Gambaran Mastoiditis kronik dekstra dengan posisi Schuller


CT-scan mastoid menjadi metode yang dapat dipilih untuk mengevaluasi
destruksi tulang dan dapat membedakan sumber abses yang berasal dari
keadaan patologis seperti neoplasma atau komplikasi yang berasal dari daerah
lain[ CITATION Mad18 \l 1057 ] . CT-Scan daerah mastoid dapat menunjukkan
satu atau lebih tanda berikut[ CITATION Nel00 \l 1057 ] :
- Kekaburan, distorsi, atau destruksi batas mastoid.
- Kekaburan bayangan dinding seluler sebagai akibat demineralisasi, atrofi,
dan/atau iskemia sekat tulang.
- Pengurangan densitas dan pengkabutan daerah yang mengandung udara.
- Pada kasus yang berlangsung lama, reaksi radang osteoblastik kronis
yang dapat mengobliterasi struktur seluler.

Gambar 2.6 Gambaran CT-Scan potongan koronal abses mastoid dengan


destruksi tulang
4. Kultur dan sensitivitas antimikroba
Pemeriksaan kultur dan sensitivitas digunakan untuk pasien yang tidak
mendapatkan terapi antibiotik sebelumnya. Spesimen di dapatkan saat
miringotomi atau pembedahan. Spesimen tidak boleh diambil dari kanalis
akustikus eksterna untuk menghindari kontaminasi terutama dengan P.
Aeruginosa[ CITATION Rao12 \l 1057 ].

Diagnosis Banding

Jika terjadi peradangan kelenjar getah bening di daerah postaurikular, maka gejala
klinis tampak berupa pembesaran didaerah belakang telinga (limfadenitis
postaurikular) yang lunak dan sakit, kulit kemerahan dan terasa hangat, demam,
kadang terbentuk abses. Pada limfadenitis postaurikular tidak terjadi gangguan pada
telinga tengah dan kanalis akustikus eksterna sehingga gejala yang di timbulkan
cukup berbeda dengan abses pada mastoid[ CITATION Soe06 \l 1057 ].
Penatalaksanaan

Penanganan abses mastoid berupa operasi mastoid untuk drainase abses. Operasi
menjadi pilihan utama untuk eradikasi infeksi dan mencegah komplikasi infeksi
muncul ditempat lain.

1. Pemberian antibiotik intravena


Pengobatan medika mentosa meliputi antibiotik dosis tinggi dan analgetik.
Bila memungkinkan, sebaiknya pus diambil dulu untuk pemeriksaan
sensitivitas antibiotik. Antibiotik tahap awal dapat diberikan ampisilin oral
atau penisilin parenteral dosis tinggi. Pemberian antibiotik tergantung pada
berbagai kendala, misalnya hipersensitivitas pasien terhadap preparat
penisilin, resistensi kuman, beratnya penyakit, dan sebagainya [ CITATION
Soe06 \l 1057 ].
2. Inisisi dan drainase abses mastoid
insisi dan drainase segera dilakukan saat fluktuasi dari abses muncul. Insisi
dilakukan pada tempat fluktuasi paling nyata. Jika keluar pus, sebaiknya
diambil untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas. Metode hilton’s dapat
digunakan untuk membuka semua lokuli abses dan mendrainase seluruh pus.
Di tempat insisi, dipasangkan salir yang adekuat untuk menjamin kelancaran
keluarnya pus. Pada anak kecil insisi harus dilakukan hati-hati mengingat
bahwa letak nervus fasialis dangkal sehingga insisi dilakukan agak tinggi
dengan menghindari bagian bawah mastoid[ CITATION Rao12 \l 1057 ][ CITATION
Soe06 \l 1057 ].
3. Miringotomi
Miringotomi dapat dipertimbangkan bila pada abses mastoid disertai dengan
membran timpani yang masih intak atau drainase yang inadekuat. Pada
miringotomi abses mastoid dapat disertai dengan pemasangan tuba
timpanostomi[ CITATION Bal97 \l 1057 ][ CITATION Rao12 \l 1057 ].
4. Pembedahan definitif
Tindakan mastoidektomi dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya
kolesteatoma yang hadir. Jika ditemukan kolesteatoma, maka tindakan yang
dilakukan adalah open mastoidectomy (pembuangan dinding kanal superior
dan posterior) dan meatoplasti. Jika ditemukan kolesteatoma, maka pilihan
yang terbaik adalah cortical mastoidectomy / prosedur Schwartze
(pengangkatan sel udara mastoid)[ CITATION Rao12 \l 1057 ].
Gambar 2.7 penanganan abses mastoid

Prognosis
Abses yang ditangani dengat cepat dan benar, seperti drainase akan membuat
prognosis yang lebih baik. Bila abses tidak dtangai dengan baik, dapat menyebar ke
otak sehingga prognosisnya akan menjadi buruk.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Abses mastoid merupakan komplikasi mastoiditis dan otitis media baik akut ataupun
kronik yang cukup sering terjadi. Mastoiditis pada abses mastoid terjadi akibat
perluasan infeksi otitis media yang menyebabkan destruksi tulang atau flebitis dan
periflebitis vena-vena mastoid. Jaringan lunak sekitar mastoid akan mengalami
penebalan, inflamasi, dan eritema. Pada perabaan adanya nyeri tekan dan fluktuasi.

Abses mastoid dapat menyertai otitis media akut dan otitis media supuratif kronik
baik disertai atau tanpa kolesteatoma. Pada pemeriksaan foto polos, mastoiditis
memiliki gambaran perselubungan pada ruang telinga tengah dan sel udara mastoid.
CT-Scan dapat mengevaluasi destruksi tulang dan dapat membedakan sumber abses
yang berasal dari keadaan patologis seperti neoplasma atau komplikasi yang berasal
dari daerah lain. Pengambilan spesimen pus berguna untuk uji kultur dan sensitivitas
antibiotik agar dapat memberikan medikamentosa yang sesuai.

Pengobatan abses mastoid terdiri atas pemberian antibiotik intravena, insisi dan
drainase abses mastoid, miringotomi, dan tindakan pembedahan definitif.
Mendikamentosa yang diberikan berupa antibiotik dosis tinggi dan analgetik sesuai
dengan hasil kultur dan uji sensitivitas anti mikroba. Metode hilton’s dapat digunakan
untuk membuka semua lokuli abses dan mendrainase seluruh pus dan dapat dilakukan
miringotomi untuk membantu drainase pus yang berada di ruang telinga tengah.
Tindakan pembedahan atau mastoidektomi dilakukan berdasarkan adanya
kolesteatoma atau tidak.
Daftar Pustaka
x

1. Ami M, Zakaria Z, See GB, Abdullah A, Saim L. Mastoid Abscess in Acute and
Chronic Otitis Media. Malaysian Journal of Medicine and Health Science. 2010
Oct-Dec; 17(4): p. 44-50.
2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 13th ed.
Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.
3. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.
4. Soepardi EA, Hadjat F, Iskandar N. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan
Telinga Hidung Tenggorok. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
5. Raouf MA, Ashour B, Gawad AA. Updated management strategies for mastoiditis
and mastoid abscess. Egyptian Society of Ear, Nose, Throat, and Allied Sciences.
2012 April; 13: p. 43-48.
6. Rasad S. Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
7. Madryz EB, Leczycka MW, Robert B, Krzeski A. Head and Neck Abscesses in
Complicated Acute Otitis Media Pathways and Classification. Otolaryngology:
Open Access. 2018; 8: p. 2.
x

Anda mungkin juga menyukai