DISPNEU
Oleh
ABDUL HAKAM ASYAFAQ NIM. 1910027003
ADE AFRIZA FERANI NIM. 1910027005
ANDI ERIKA SAFITRI NIM. 1910027015
MUHAMMAD ALDI LAZUARDI ILMIANTO NIM. 1910027001
MUHAMMAD FADLAN ADAM NIM. 1910027012
MASRIYANI NIM. 1910027010
Halaman Sampul
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan laporan tutoral klinik tentang “Dispneu”. Laporan ini disusun
dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Yudanti Riastiti, M.Kes., Sp.Rad
selaku dosen tutorial klinik yang telah memberikan banyak bimbingan dan saran kepada kami
sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam laporan kami ini, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan laporan ini. Akhir kata kami berharap semoga laporan ini menjadi ilmu
bermanfaat bagi para pembaca.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Berdasarkan American Thoracic Society, dispneu merupakan pengalaman atau perasaan
subjektif seseorang terhadap rasa tidak nyaman saat bernapas dengan sensasi dan intensitas yang
berbeda-beda. Perasaan tidak nyaman ini berasal dari interaksi berbagai macam faktor fisiologis,
psikologis, sosial dan lingkungan dan dapat memicu respon fisiologis sekunder dan tingkah laku
(Parshall, et al., 2012).
Dispneu paling sering disebabkan oleh kelainan fungsi normal dari sistem kardiovaskular
dan respirasi. Kelainan ini menyebabkan rasa sesak napas sebagai konsekuensi meningkatnya
usaha bernapas dan adanya stimulasi reseptor pada sistem jantung, paru atau vaskular. Pada sistem
respirasi biasanya dihubungkan dengan kelainan pada dinding dada dan terstimulusnya reseptor
paru. Sebaliknya, kelainan pada sistem kardiovaskular biasanya sering mengarah ke dispneu
dengan cara mengganggu pertukaran gas dan stimulasi reseptor paru atau vaskular (Kasper, et al.,
2015).
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dispneu, radiografi pada
dada dapat dilakukan. Parenkim paru harus diperiksa sebagai bukti adanya penyakit interstisial
dan emfisema. Pembesaran jantung dapat dicurigai adanya dilatasi kardiomiopati atau penyakit
valvular. Efusi pleura bilateral biasanya terjadi pada gagal jantung kongestif dan beberapa penyakit
kolagen-vaskular. Efusi pleura unilateral dapat terjadi pada pasien dengan karsinoma paru dan
emboli paru (Kasper, et al., 2015)
Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai dispneu. Adapun tujuan khusus yaitu untuk mengetahui gambaran radiologi apa saja
yang dapat terlihat dan khas pada penyakit yang dapat menyebabkan dispneu sehingga
memudahkan penegakkan diagnosis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skenario
proyeksi AP/PA
Jarak ujung medial dari klavikula kiri ke prosesus spinosus tidak sama dengan jarak ujung medial
clavicula kanan ke prosesus spinosus
Terdapat gambaran perselubungan pada lapang paru kanan bawah berupa air fluid level
5
2.2 Identifikasi Masalah
1. Apa saja syarat foto thoraks yang baik ?
2. Bagaimana cara membedakan foto AP dan PA ?
3. Apa alasan dilakukannya pemasangan WSD pada pasien tersebut ?
4. Mengapa terjadi deviasi trachea dan penumpulan sudut costophrenicus ?
5. Mengapa terjadi ketidaksimetrisan pada os clavicula ?
6. Mengapa terdapat peningkatan densitas pada lapang paru dextra bagian tengah dan bawah ?
7. Mengapa terdapat peningkatan bronkovaskuler ?
8. Bagaimana cara membedakan peselubungan berupa cairan dan massa?
9. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?
10. Apa yang menyebabkan batas jantung tidak terlihat?
6
thoraks dimana pasien diminta untuk inspirasi, karena Gerakan napas tertinggal sehingga
timbul gambaran asimetris pada os clavicula. Alasan lain juga kemungkinan karena posisi
pasien yang kurang tepat.
6. Peningkatan densitas dilihat dari keadaan patologisnya kemungkinan karena adanya massa
yang berbentuk padat maupun respon radang yang dapat meningkatan jaringan interstitial,
sedangkan jika dilihat dari foto thoraksnya karena massa dan cairan sulit ditembus oleh
cahaya sehingga penyinaran pada saat foto thoraks tidak dapat menembus perselubungan
tersebut.
7. Kemungkinan karena kompensasi paru kiri terhadap paru kanan untuk menyerap total aliran
pembuluh darah karena bagian paru kanan terjadi kelainan.
8. Cara membedakan massa dan cairan pada foto thoraks, jika massa berupa gambaran
perselubungan homogen yang dapat terjadi pada lapang paru dibagian mana saja dan
biasanya berupa berselubungan berbentuk homogen dan tidak mengikuti gaya gravitasi
sedangkan massa berupa cairan umumnya terdapat gambaran air fluid level (jika disertai
adanya udara) dan selalu mengikuti gaya gravitasi.
9. Kemungkinan diagnosis :
Tumor paru dextra
Ca paru
Atelektasis
Efusi pleura
Pneumonia lobaris
Abses paru
Tb paru
Bronkiektasis
10. Batas jantung tidak terlihat karena adanya perselubungan pada batas kanan jantung.
7
D. Tuberkulosis paru
E. Bronkiektasis
F. Atelektasis
G. Kanker paru
3. Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai jenis foto thoraks dan kegunaannya
2.5 Sintesis
2.5.1 Foto thoraks normal dan cara pembacaannya
Teknik
Pasien harus berdiri tegak dengan dinding thoraks anterior tepat berhadapan dengan
kaset, tangan berada di pinggul dan siku diputar ke depan. Tabung sinar-X harus berjarak
> 1 m dari kaset dan dipusatkan setinggi T3 (Palmer, Cockshott, Hegedus, & Samuel ,
1995).
Cobalah membuat metode yang sistematis dan ikuti metode tersebut. Bacalah foto
mulai dari perifer menuju bagian ke tengah thoraks (Palmer, Cockshott, Hegedus, &
Samuel , 1995).
8
1. Jaringan lunak : bandingkan kedua sisi. Pada wanita, periksa bayangan kedua
mammae. Cari kalsifikasi jaringan lunak fokal dan gas subkutaneus.
2. Tulang rangka : hitung seluruh kosta. Periksa adanya lesi fokal seperti metastatis
atau sklerotik dan fraktur. Lihat klavikulas, kosta, vertebra servikal
dan thoraks
3. Paru : bandingkan kedua sisi paru. Bagilah paru menjadi 3 area: atas,
tengah dan bawah
5. Daerah hilus : hilus kiri terletak 2 cm ke superior dibanding yang kanan. Periksa
posisi, kontur, dan densitasnya
7. Jantung : periksa ukuran (normalnya <50% CTR), posisi, dan kontur jantung
9
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruhan, paling sering ditemukan pada infeksi TB, atau
nanah dan penyakit kolagen , seperti Systemic Lupus Erythematous, Reumatoid Artritis
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma, infark paru, dan kanker.paru
4. Cairan getah bening, meskipun jarang dapat disebabkan oleh sumbatan getah bening
misalnya filariasis dan metastasis kanker pada getah bening
Pada pemeriksaan foto toraks cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen
menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas
cekung, berjalan dari lateral atas kearah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang
hemitoraks sehingga jaringan paru akan terdorong kearah sentral. Jumlah minimal cairan
yang dapat terlihat pada foto toraks tegak adalah 250-300 ml. Bila kurang 250 dapat terlihat
pada sinus kostofrenikus posterior. Cairan kurang 100 ml terlihat pada posisi dekubitus dan
arah sinar horisontal sehingga cairan akan terkumpul di sisi samping bawah (Rasad, 2015).
2.5.2.2 Pneumonia
Pada foto toraks tidak akan ditemukan kelainan radiologis dalam 24 jam pertama.
Tapi pada keadaan pneumonia lobaris akan terlihat gambaran konsolidasi yang cepat dari
segmen pulmonal. Kelainan ini dapat meliputi seluruh lobus atau hanya melibatkan satu
atau beberapa segmen saja. Umumnya pneumonia lobaris disebabkan oleh infeksi
10
pneumokokus. Gambaran pneumonia terutama yang disebabkan oleh bakteri gram negatif
yang paling umum ditemukan ialah konsolidasi di lobus atau segmen pulmonal. Sedangkan
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri Klebsiella pneumonia sering ditemukan abses
dan kavitas dalam dua sampai tiga hari. Komplikasi yang sering terjadi pada peradangan
ini ialah empiema dan kerusakan jaringan parenkim (Malueka, 2011).
Gambaran pneumonia pada foto toraks sama seperti gambaran konsolidasi radang.
Jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan
tampak putih pada foto Roentgen. Kelainan ini dapat melibatkan sebagian atau seluruh
lobus (pneumonia lobaris) atau berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secara
tersebar (bronkopneumonia). Gambaran radiologisnya memperlihatkan bayangan
homogen berdensitas tinggi pada satu segmen lobus berdekatan, berbatas tegas. Gambaran
kelainan ini dapat dibedakan dari atelektasis, yaitu tidak terdapat pengurangan volume dari
daerah paru yang terserang. Gambaran Roentgen pneumonia primer dan sekunder selalu
sama, yaitu berupa ukuran besar dan jumlah corakan paru yang bertambah atau konsolidasi,
atau berupa campuran keduanya. Untuk mempelajari konsolidasi paru, baik menyangkut
perluasan dan lokasi kelainan dibuat foto toraks proyeksi lateral, oblik dan frontal
(Malueka, 2011).
11
2.5.2.3 Abses paru
Abses paru ialah peradangan di jaringan paru yang menimbulkan nekrosis dengan
pengumpulan nanah. Pada foto PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas,
tetapi dapat juga multi-kavitas berdinding tebal, dapat pula ditemukan permukaan udara
dan cairan didalamnya (Rasad, 2015).
Gambar 2.4. gambaran abses paru dengan posisi Posteroanterior dan lateral
Gambaran khas CT Scan abses paru ialah berupa lesi dens bundar dengan kavitas
berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak didaerah jaringan paru yang rusak. Tampak
bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak
tertekan atau berpindah letak. Yang penting gambaran abses ini dapat dibedakan dengan
empiema. Gambaran empiema karakteristik, yaitu tampak pemisahan pleura parietal dan
viseral (pleura split) dan kompresi paru. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkus yang
berada dalam abses dapat dilihat dengan CT-scan. Juga sisa-sisa jaringan paru dapat
ditemukan didalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada dilobus
bawah paru kanan bawah (Rasad, 2015).
1. Tuberkulosis Primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling sering
didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi
12
pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering
menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila
infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks (Rasad, 2015).
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering
terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus
atas. Kelainan foto toraks pada tuberkulosis primer ini adalah adalah limfadenopati,
parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat
dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat
perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah
atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik
pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang
primer tersembunyi dibelakangnya (Rasad, 2015).
13
Gambar 2.7. Tuberkulosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA
dan lateral
Gambar 2.8. Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB
14
Gambar 2.9. TB Miliar. Memperlihatkan 2-3mm nodul difus di paru kiri
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul
reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer,
tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis
sekunder (Burril, et al., 2007).
15
Gambar 2.11. TB Parenkim postprimer memperlihatkan fibrosis lobus atas bilateral
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan
segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang
biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder
jarang dijumpai (Burril, et al., 2007).
1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang
dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada
dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang -sarang
yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas,
diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awan
menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1
lobus paru .
16
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang dihinggapi
sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka diameter semua
lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain (Rasad,
2015) :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas
dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan
densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah (Rasad, 2015) :
1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga
sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya menunjukan suatu proses
aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang
dinamakan residual cavity .
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang
biasanya menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)
17
Gambar 2.12. Tuberculosis dengan cavitas
18
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa apabila
diberikan pengobatan yang baik.
Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah
jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak
boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis atau bintik-bintik
kapur. Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium, termasuk sputum
(Rasad, 2015).
1. Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran
hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi pleura
bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis line, apabila
jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada
penambahan 5 ml dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relative biasa pada
TB paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema.
CT Toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau sebesar
kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks,
tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut’ (Snow storm apperance).
Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak
/meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus
19
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan
sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang
biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak
berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa (residual
cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.
2.5.2.5 Bronkiektasis
Pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran khas dengan pemeriksaan foto thoraks
seperti (Emmons, 2019) (Hassan, 2017):
a. Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai
diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga
membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’.
Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.
b. Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru. Bayangan ini terlihat
terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah
berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah
20
parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada
daerah parahilus.
c. Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat
mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh
dengan sekret.
21
Gambar 2.17.Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat menunjukkan
bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus bawah
22
Gambar 2.18. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada kedua lobus dan
lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas menunjukan ringlike appearance.
2.5.2.6 Atelektasis
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami
hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi berkurang atau sama sekali tidak
berisi udara (Malueka, 2011).
Atelektasis biasanya merupakan akibat dari kelainan paru yang dapat disebabkan
oleh (Malueka, 2011):
1. Bronkus tersumbat, penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus (misalnya tumor bronkus,
benda asing, cairan sekresi yang massif) atau penekanan dari luar bronkus (misalnya tumor
di sekitar bronkus, kelenjar membesar).
2. Tekanan ekstrapulmoner.
3. Bisa disebabkan oleh pneumothorax, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi organ
abdomen ke dalam rongga thorax, dan tumor intrathoraks namun ekstra pulmoner (tumor
mediastinum).
4. Paralisis atau paresis gerak pernafasan, akan menyebabkan pengembangan paru yang tidak
sempurna, misal pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurogenik lainnya. Gerak nafas
yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran secret bronkus dan ini akan
23
menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan
atelektasis.
5. Hambatan gerak pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma thoraks yang menahan rasa
sakit. Keadaan ini juga akan menyebabkan hambatan pengeluaran sekret bronkus yang
dapat memperberat terjadinya atelektasis.
Pada gambaran radiologi atelektasis, pengurangan volume paru bisa lobaris,
segmental atau seluruhnya, menimbulkan kurangnya aerasi paru sehingga memberikan
bayangan lebih suram (densitas meningkat). Diafragma tertarik ke atas, sela iga
menyempit, dan mediastinum tertarik kearah atelektasis. Bila sudah parah dapat terjadi
herniasi hemithorax yang sehat kearah hemithorax yang atelektasis (Malueka, 2011).
Gambar 2.19. Foto radiografi dada menunjukkan atelektasis seluruh paru kiri
24
Gambar 2.20. Kolaps lobus kanan atas. Radiografi dada ini menunjukkan kehilangan volume di
lobus atas, pergesaran ke atas dari celah horizontal, dan elevasi sisi kanan diafragma.
Gambar 2.21. Radiografi dada lateral yang memperlihatkan lobus kanan atas kolaps di bagian
anterior dan superior. Opasitas terlihat di lokasi anterior dan superior.
25
2.5.2.7 Kanker paru
Kanker paru adalah kanker ganas yang paling sering terjadi pada pria dan pada
wanita menempati nomor empat setelah tumor payudara, colon, dan kulit. Diagnosis
pertama sering berasal dari dugaan ketika melihat hasil foto rontgen. Kebanyakan sudah
tidak operable lagi ketika pertama kali ditemukan, karena sudah cukup besar untuk tampak
di foto rontgen (Malueka, 2011).
Tumor ganas paru berasal dari bronkus. Karsinoma ini berasal dari elemen mukosa
bronkus atau dari metaplasianya. Jadi posisinya di sentral merupakan tempat paling rentan
terhadap paparan iritan yang terhirup. Karsinoma jenis ini dapat mengalami nekrosis dan
membentuk kavitas. Tumor ini dapat menjalar secara hematogen. Jenis lain adalah tipe
adenokarsinoma yang sering ditemukan pada wanita dan letaknya sering di perifer paru,
berkembang cepat dan metastasis secara hematogen maupun limfogen. Tipe anaplastik
sering ditemukan di sentral dengan pembesaran hilus dan metastase limfogen. Jenis ini
jarang nekrosis dan membentuk kavitas (Malueka, 2011).
Pada foto thoraks PA tampak gambaran massa semiopak homogen, bisa sentral di
bronkus primer, bisa di perifer dari alveolus, gambaran membulat dengan tepi ireguler.
Dari massa tersebut terjadi spinasi (pertumbuhan radier kearah jaringan yang sehat)
menyerupai kaki (pseudopodia), sehingga gambaran ca adalah seperti kepiting. Tumor
26
tersebut dapat bermestase ke pulmo yang lain sehingga didapatkan lesi satelit di pulmo
satunya. Gejala bisa berupa batuk lama tak sembuh-sembuh, dapat disertai darah. Corona
radiata adalah istilah untuk menggambarkan garis-garis yang tampak memancar dari siati
massal sentral merupakan dugaan kuat adanya karsinoma bronkial (Malueka, 2011).
Pancoast Tumor
Pada pancoast tumor, keganasan (massa opak) terletak di sulkus superior pada apeks,
terletak di posterior dan os costa mengalami erosi. Juga menimbulkan kelainan simpatis sehingga
timbul sindrom hargae. Pancoast tumor dapat menyebabkan penebalan pleura apeks, dan ini sangat
ganas (Melanie, 2019).
27
Gambar 2.23. Tumor Pancoast
Radiografi dada PA menujukkan asimetri apeks (superior sulcus). Apeks kanan
lebih buram daripada kiri. Ketika gambar diperbesar, dapat dilihat costae posterior kanan
kedua dan sebagian ketiga hancur di dekar persimpangan costovertebral (Melanie, 2019).
Tumor Mediastinum
tumor mediastinum memiliki ciri khas berbentuk berseudut yang homogen di mediastinum
anterior. Tumor di mediastinum anterior harus dicurigai gambaran thymoma maligna
(mesothelioma yang ganas) (Winston, 2019).
Sebagian besar karsinoma paru awalnya muncul di lateral, tapi sebagian besar penampakan
penyebaranannya adalah sentripetal. Lesi-lesi yang tetap berada di perifer biasanya prognosisnya
lebih baik. Sebagian besar kanker paru perifer berbentuk hamper bulat atau oval. Lobulasi, suatu
tanda dari pertumbuhan yang tidak normal pada bagian-bagian yang berbeda pada tumor, sering
terjadi. Pada keadaan tertentu dapat ditemukan membentuk dumb-bell shape yang merupakan
gabungan gambaran dua tumor yang berdekatan. Kavitasi sering ditunjukan oleh karsinoma sel
skuamous. Air bronchogram biasa muncul bersamaan dengan karsinoma brokhiloalveolar dan
adenokarsinoma. Kalsifikasi malah sangat jarang dapat ditampakan dengan radiografi
konvensional, tapi jelas dengan CT-scan (Winston, 2019).
Pada karsinoma-karsinoma sentral tanda yang utama adalah kolaps paru, konsolidasi, dan
adanya pembesaran hilus. Sekunder efek dari tumor paru antara lain atelektasis, emfisema
kompensatoar (hiperlusen), dll (Winston, 2019).
28
Gambar 2.24. Kavitas lobus kanan bawah karsinoma sel squamos.
Foto thoraks posisi lateral bagian kiri dipilih akrena dengan posisi ini jantung
terletak lebih dekat dengan film, sehingga bayangan jantung tak sebesar jika dilakukan foto
thoraks posisi lateral bagian kanan. Struktur-struktur yang tidak terlihat pada posisi PA
bisa ditampakkan dengan foto lateral, seperti restrosternal space dan retrocardial space,
juga massa di anterior mediastinum (sternum, subkutis, dan kutis), cairan pleura, atau
konsolidasi posterior basal paru (Malueka, 2011).
29
Gambar 2.25. struktur normal organ thoraks pada posisi PA dan lateral
Foto thoraks dengan posisi AP lebih sering digunakan pada pasien yang tidak bisa
bergerak dan alat yang digunakan cenderung mudah dibawa atau portable. foto thoraks
portable dapat digunakan untuk memantau status kardiopulmonari pasien, penilaian
terhadap posisi alat-alat bantuan hidup, kateter dan deteksi komplikasi yang berhubungan
dengan penggunaan alat-alat bantuan hidup (Brant & Helms, 2007).
Foto thoraks dengan posisi lateral decubitus dilakukan dengan menembakkan sinar x-ray
secara horizontal saat pasien dalam posisi decubitus (Brant & Helms, 2007). Posisi ini dapat
menunjukkan adanya cairan dalam pleura, misalnya untuk membedakan gambaran efusi
subpulmoner (efusi yang hanya mengisi ruang kostofrenikus dengan gambaran diafragma yang
terlalu tinggi (Malueka, 2011).
30
Gambar 2.27. foto thoraks dengan posisi lateral decubitus
Foto thoraks dengan ekspirasi dilakukan saat volume residual paru (ekspirasi yang dilakukan
setelah ekspirasi paksa maksimal ). Foto ini dapat mendeteksi air trapping yang difus atau fokal
pada pneumotoraks yang kecil, air atau fluid trapping pada emfisema obstruktif yang mengenai
seluruh paru, lobus atau segmen, dan melihat pergerakkan diafragma pada kelainan diafragma,
misalnya pada paralisis nervus frenikus (Malueka, 2011) (Brant & Helms, 2007).
Foto thoraks dengan posisi top lordotic dilakukan dengan cara menembakkan sinar rontgen dengan
bersudut 50-60o dari arah bawah dengan posisi AP. Posisi ini digunakan untuk melihat bagian
apeks paru yang biasanya tersembunyi dibawah klavikula dan kosta pertama pada foto thoraks
posisi PA. Pasien Tuberculosis paru dengan jenis minimal lesion sering melakukan foto thoraks
dengan posisi ini (Malueka, 2011).
31
BAB III
KESIMPULAN
- Pada skenario tutorial didapatkan foto thoraks dengan jarak ujung medial dari klavikula
kiri ke prosesus spinosus tidak sama dengan jarak ujung medial clavicula kanan ke prosesus
spinosus. Inspirasi cukup karena terlihat 6 costae anterior dan 10 costae posterior .Terdapat
gambaran perselubungan pada lapang paru kanan bawah berupa air fluid level. Sudut
costoprhenicus kanan tumpul, kiri tajam. Terdapat selang WSD pada lapang paru kanan
bawah. Terdapat corakan bronkovaskuler meningkat pada lapang paru kiri.
- Pada Radiologi dada, Pasien dapat berdiri tegak dengan dinding thoraks anterior tepat
berhadapan dengan kaset, tangan berada di pinggul dan siku diputar ke depan. Tabung
sinar-X harus berjarak > 1 m dari kaset dan dipusatkan setinggi T3. Untuk membaca hasil
foto radiologi, kita dapat melihat kelainan-kelainan yang tampak pada trakea, paru,
jantung, diafragma,dan tulang-tulang pada regio thoraks.
- Pada skenario, dispneu dapat disebabkan oleh kanker paru, atelektasis, efusi pleura,
pneumonia lobaris, abses paru, tuberkulosis paru, dan bronkiektasis. Gambaran radiologi
dada yang muncul dapat berupa gambaran lesi radio opak dan hiperlusen pada lapang paru.
- Terdapat beberapa jenis posisi yang dapat digunakan dalam radiologi dada, mulai dari
posteroanterior, anteroposterior, lateral, lateral dekubitus,top lordotik, dan foto thoraks
dengan ekspirasi.
32
DAFTAR PUSTAKA
Barker, A. F. (2002). Bronchiectasis. New England Journal of Medicine, 346, 1383 - 1393.
Burril, J., Williams, C. J., Bain, G., Conder, G., Hine, A. L., & Misra, R. R. (2007). Tuberculosis
: Radiological Review. Radiographics, 27(5), 1255-1265.
Emmons, E. E. (2019, Juli 23). Bronchiectasis. Retrieved September 22, 2019, from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/296961-clinical
Hassan, I. (2017, September 20). Bronchiectasis Imaging. Retrieved September 2019, 22, from
Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/354167-overview#%20showall
Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Fauci, A. S., Longo, D. L., & Loscalzo, J. (2015).
Harrison's Principles of Internal Medicine (19 ed.). New York: Mc Graw Hill.
Melanie, G. (2019, Juli 29). Pancoast Tumour (Pancoast Syndrome) Imaging. Retrieved
September 2019, 2019, from Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/359881-
overview
Palmer, P. E., Cockshott, W. P., Hegedus, V., & Samuel , E. (1995). Petunjuk membaca foto
untuk dokter umum. Jakarta: EGC.
Parshall, M. B., Schwartztein, R. M., Adam, L., Banzett, R. B., Manning, H. L., Bourbeau, J., . . .
O'Donnell, D. E. (2012). An Official American Thoracic Society Statement: Update on
the Mechanisms, Assessment, and Management of Dyspnea. American Journal of
Respiratory and Critical Care Medicine, 435-452.
Rachmatullah, P. (2009). Bronkiektasis. In A. W. Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp.
1326 - 1330). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
33
Rasad, S. (2015). Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Winston, W. (2019, Agustus 23). Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC). Retrieved september
22, 2019, from Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/279960-overview
34