Anda di halaman 1dari 23

UNTAD

ABSES HEPAR
REFERAT

Ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


Dalam menyelasaikan Kepaniteraan Klinik
Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako – RS Undata

Oleh:
Nuranifa Auralia A

N 111 22 046

Pembimbing Klinik:
dr. Robert Mangiri, Sp.Rad.M.Sc
dr. A. Fitrah Muhibbah, Sp. Rad

DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa

Nama : Nuranifa Auralia Azzahra

Stambuk : N 111 22 046

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul referat : Abses Hepar

Bagian : Radiologi

Bagian Radiologi

RSUD Undata Palu

Program Studi Profesi Dokter

Fakulas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Februari 2023

Pembimbing Klinik I Pembimbing Klinik II

dr. Robert Mangiri, Sp.Rad.M.Kes dr. A. Fitrah Muhibbah, Sp. Rad

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 6
II. ANATOMI HEPAR ....................................................................... 7
III. HISTOLOGI HEPAR .................................................................. 10
IV. FISIOLOGI HEPAR ................................................................... 11
V. EPIDEMIOLOGI ........................................................................ 12
VI. ETIOLOGI ................................................................................... 12
VII. PATOFISIOLOGI ....................................................................... 13
VIII. DIAGNOSIS ................................................................................. 15
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................. 16
A. Pemeriksaan USG.................................................................... 16
B. Pemeriksaan CT-SCAN .......................................................... 17
X. PENATALAKSANAAN .............................................................. 18
XI. DIAGNOSIS BANDING.............................................................. 21
XII. PROGNOSIS....................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Klinis Abses Hepar Piogenik dan Abses Hepar Amoebik. 15

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi hepar tampakan ventral dan dorsal caudal .............. 7

Gambar 2. Aliran Vena pada Hepar............................................................. 8

Gambar 3. Segmen Hepar .......................................................................... 9

Gambar 4. Hepatosit Hepar ....................................................................... 10

Gambar 5. USG Abses Hepar .................................................................. 17

Gambar 6. Multiple Abses Hepar pada CT Scan Abdomen ..................... 17

Gambar 7. USG Kista Hepar .................................................................... 21

v
ABSES HEPAR

I. PENDAHULUAN
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan
mikroorganisme yang bersumber dari sistem gastrointestinal. Pasien yang
menerima terapi immunosupresi, dan mereka yang dengan penyakit keganasan,
diabetes mellitus memiliki resiko untuk memiliki abses hati.1
Abses hepar merupakan bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh
suatu mikroorganisme yang bersumber dari system gastrointestinal yang ditandai
dengan adanya pembentukan pus hati sebagai proses invasi dan multiplikasi
yang masuk secara langsung dari cedera pembuluh darah atau sistem ductus
biliaris. Abses hati yang paling banyak ditemukan yaitu piogenik kemudian
amoebic ataupun campuran infeksi dari keduanya. 1
Abses hepar adalah salah satu bentuk infeksi pada hepar, yang ditandai oleh
terdapatnya pus yang diselubungi oleh jaringan fibrosa pada parenkim hepar.
Kondisi ini merupakan salah satu infeksi hepar yang mengancam jiwa, terutama
jika tidak ditangani dengan baik. Tiga bentuk abses hepar yang paling umum
adalah abses hepar piogenik (terkait infeksi bakteri), amebik (terkait infeksi
protozoa spesies Entamoeba), dan fungal (terkait infeksi jamur).2
Diperlukan kecurigaan yang tinggi pada abses hepar terutama untuk pasien-
pasien yang datang dengan keluhan abdomen yang tidak spesifik, yang disertai
dengan perut yang membengkak. Pendekatan pencitraan seperti CT-Scan dan
ultrasonografi abdomen memiliki peran yang sangat penting dalam penegakan
diagnosis abses hepar. Pendekatan terapi pada abses hepar terdiri dari terapi
medikamentosa dan terapi surgikal. Terapi surgikal pada abses hepar, khususnya
drainase abses per laparoskopi merupakan terapi yang relatif aman dan efektif
dalam pengelolaan abses hepar, serta dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas abses hepar.2 Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui
gambaran radiologi tentang abses pada hepar.

6
II. ANATOMI HEPAR
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 - 1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa. Hati terbagi dalam dua belahan
utama, lobus kanan dan lobus kiri. Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka
ragam. Sirkulasi vena porta yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang
peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme
karbohidrat, protein dan asam lemak. 3

Hati terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di


bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi beberapa costa. Batas atas hati
berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong
ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Hati terbagi dalam dua belahan utama,
lobus kanan dan lobus kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di
bawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan,
fisura tranversus. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang
masuk-keluar hati. 3

Gambar 1. Anatomi Hepar tampakan ventral dan dorsal caudal

7
Hepar memiliki 4 lobus. Dua lobus yang berukuran paling besar dan jelas
terlihat adalah lobus kanan yang berukuran lebih besar, sedangkan lobus kiri
berukuran lebih kecil dan berbentuk baji. Diantara kedua lobus tersebut terdapat
vena portae hepatis, jalur masuk dan keluarnya pembuluh darah, saraf, dan
ductus. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus karena
adanya vesical biliaris, fisurra untuk ligamentum teres hepatis, vena cava
inferior, dan fisurra untuk ligamentum venosum. Hilus hepatis atau porta hepatis
terdapat pada permukaan posteroinferior dan terletak di antara lobus caudatus
dan lobus quadratus. Bagian atas ujung bebas omentum minus melekat pada
pinggir porta hepatis dan terdapat ductus hepaticus dexter dan sinister, cabang
dextra dan sinistra arteria hepatica, vena porta, serabut-serabut saraf simpatik
dan para simpatik, serta beberapa kelenjar limfe hepar. 4

Gambar 2. Aliran vena pada hepar

Lobulus-lobulus hepatis adalah penyusun hepar. Vena sentralis pada


masing-masing lobus bermuara ke venae hepatica dan di antara lobulus-lobulus
terdapat canalis hepatis, yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta,
dan sebuah cabang dari ductus choledochus (trias hepatis). Darah arteri dan vena
berjalan di antara sel-hepatosit melalui sinusoid dan dialirkan ke vena sentralis.5

8
Ligametum falciforme memisahkan lobus dexter dan lobus sinister dan
diantara kedua lobus ini terdapat porta hepatis, yang merupakan jalur masuk dan
keluar antar pembuluh darah, saraf, dan ductus. Ligamentum falciforme berjalan
ke permukaan anterior dan kemudian ke permukaan superior hepar serta
akhirnya membelah menjadi dua lapis. Lapisan kanan akan membentuk lapisan
atas ligamentum coronarium dan lapisan kiri membentuk lapisan atas
ligamentum triangulare. Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum visceralis,
kecuali daerah kecil pada permukaan hepar diliputi oleh peritoneum visceralis,
kecuai daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada
diphragma. 5
Ligamentum teres hepatis berjalan ke dalam fissura yang terdapat pada
facies visceralis hepatis dan bergabung dengan cabang sinistra vena porta
hepatis. Ligamentum venosum (ligamentum of Arantius) merupakan pita fibrosa
yang merupakan sisa ductus venosus, melekat pada cabang sinistra vena porta
dan berjalan ke atas di dalam fisurra pada permukaan visceral hepatis, dan di
atas melekat pada vena cava inferior. Pada jaringan darah yang kaya oksigen
dibawa ke hepar melalui vena umbilicalis (ligamentum teres hepatis). Sebagian
besar darah yang tidak melewati hepar masuk ke dalam ductus venosus
(ligamentum venosum) dan bersatu dengan vena cava inferior. Pada waktu lahir
vena umbilicalis dan ductus venosus menutup dan menjadi pita fibrosa. 6

Gambar 3. Segmen Hepar

9
Hati terbagi menjadi delapan segmen fungsional yang disuplai oleh satu
cabang dari trias porta yaitu V. portae hepatis, A. hepatica propria dan Ductus
hepaticus communis yang masing-masing bermanfaat secara individual.Dua
segmen akan digabung dengan tiga vena hepatik yang berorientasi vertikal
menuju empat segmen hati.7

III. STRUKTUR HISTOLOGIS HEPAR


Unsur utama struktur hepar adalah sel-hepatosit atau hepatosit. Hepatosit
saling bertumpukan dan membentuk lapisan sel, mempunyai satu atau dua inti
yang bulat dengan satu atau lebih nukleolus. Hepatosit berkelompok dalam
susunan-susunan saling berhubungan sedemikian rupa sehingga membentuk
suatu unit struktural, yang dinamakan lobulus hepar. Struktur lobulus dapat
dikelompokkan dalam 3 golongan yang berbeda. Pertama yaitu lobulus klasik
yang merupakan suatu bangun berbentuk heksagonal dengan vena sentralis
sebagai pusat. Kedua, saluran portal, merupakan bangunan berbentuk segitiga
dengan vena sentralis sebagai sudut-sudutnya dan segitiga Kiernan atau saluran
portal sebagai pusat. Ketiga, asinus hepar yang merupakan unit terkecil hepar. 8

Gambar 4. Hepatosit Hepar

10
Hepatosit membentuk suatu lempeng yang berhubungan seperti susunan
batu bata di tembok dan lempeng sel ini tersusun radial di sekeliling vena sentral.
Dari bagian perifer lobulus ke pusatnya, lempeng hepatosit bercabang dan
beranastomosis secara bebas membentuk struktur yang menyerupai spons. Celah
di antara lempeng ini mengandung komponen mikrovaskular penting, yaitu
sinusoid hati. Sinusoid lebar yang tidak teratur ini hanya terdiri atas lapisan
diskontinu sel endotel bertingkat. Sel-sel endotel terpisah dari hepatosit di
bawahnya ada suatu lamina basal tipis yang tidak kontinu dan suatu celah
perisinusoid atau celah Disse yang sangat sempit. 8,9

IV. FISIOLOGI HATI

Fungsi penting hati adalah sebagai penyaring antara darah yang datang dari
kanal cerna dan darah dari bagian tubuh lainnya. Darah dari usus dan visera lain
mencapai hati melalui vena porta. Darah ini mengalir di dalam sinusoid-sinusoid
di antara lempeng-lempeng hepatosit dan akhirnya mengalir ke vena-vena hati,
yang masuk ke vena kava inferior. Sewaktu melalui lempeng hepatosit, darah
mengalami modifikasi kimiawi yang ekstensif. Terbentuk empedu di sisi lain
dari tiap-tiap lempeng. Empedu mengalir ke usus melalui duktus hepatikus.
Terdapat celah-celah besar antara sel-sel endotel, dan plasma berkontak erat
dengan sel hati. Darah arteri hepatika juga masuk ke dalam sinusoid. Vena-vena
sentral bergabung untuk membentuk vena hepatika, yang mengalir ke dalam
vena kava inferior. Waktu transit rerata untuk darah melintasi lobulus hati dari
venula portal ke vena hepatika sentral adalah sekitar 8,4 detik. 9
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu
sebanyak 1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan
kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%)
adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini
sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-
obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir
metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting
11
sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat
memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.10

V. EPIDEMIOLOGI

Abses hepar lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki (63.5%) yang terkena
hati dari pada perempuan (36.5%). Pada laki- laki cenderung berusia lebih muda
untuk terkena abses hati dari pada perempuan. Angka mortalitas abses hati
pyogenic sangat tinggi bisa mencapai hampir 40% karena pada saat hingga tahun
1980, itu belum diketahui bahwa antibiotik dapat menjadi pilihan terapi. Dengan
adanya antibiotika, maka angka mortalitas dapat diketahui hingga kurang dari
10%. Angka kematian yang mencapai 30% biasanya menandakan keberadaan
komplikasi seperti ruptur abses. Jika pasien memiliki faktor komorbid yang
mendukung untuk terjadinya prognosis yang lebih buruk maka akan menaikkan
mortality rate hingga tiga kali lipat. 11

VI. ETIOLOGI

a. Abses Hati Amebik (AHA)


Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica
yang tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya
terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi
kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan
dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di
usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat
menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di
bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan
tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. 12

12
b. Abses Hati Pyogenic (AHP)
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium,
staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus,
actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi,
brucella melitensis, dan fungal. Organisme penyebab yang paling sering
ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris,
Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob (contohnya
Streptococcus Milleri). Staphylococcus aureus biasanya organisme penyebab
pada pasien yang juga memiliki penyakit granuloma yang kronik. Organisme
yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus,
dan Yersinia. Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam
abdomen yang diantaranya berasal dari vena porta, arteri hepatika dan
komplikasi dari sistem biliaris.12

VII. PATOFISIOLOGI
a. Abses Hati Amebik (AHA)
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung
pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah
penularan melalui seks oral ataupun anal. E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik
bentuk trofozoit yang menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk
infektif yang dapat ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap
asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus.
Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi
lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi
enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan
menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum. Amoeba
yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah
melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik
yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. 13

13
Di hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis
dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti
dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan
fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus
kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik. 14
Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan
fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma
bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi
limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi
amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak
terbentuknya jaringan fibrosis. Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung
pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy paste”
dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah
merah yang dicerna.15

b. Abses Hati Pyogenic (AHP)


Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal,
hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan
menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri piogenik dapat
memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-organ yang
berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem
biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya
proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan
cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi
abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen
sehingga terjadi bakteremia sistemik. 16
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada
parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul
menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran
14
saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli
menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pembentukan pus. Abses hati
piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati amebic, hydatid
cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh proses
transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma
hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam tubuh. 17

VIII. DIAGNOSIS
a. Gambaran klinis
Tabel 1. Perbedaan Klinis Abses Hepar Piogenik dan Abses Hepar Amoebik.12,2,8,10
Abses hati piogejjjjjjAbses hati piogenik Abses hati amoebik
Demografi Usia: 50-70 tahun Usia: 20-40 tahun
JK : laki-laki = JK: laki-laki>
perempuan (10:1)
perempuan
Faktor risiko Infeksi bakteri akut, Bepergian atau menetap di
khususnya daerah endemic ( pernah
mayor
intra abdominal Obstruksi bilier/manipulasi menetap)
Obstruksi
bilier/manipulasi
Diabetes mellitus
Gejala Klinis Nyeri perut regio Akut: demam tinggi,menggigil,
kuadran nyeri abdomen, sepsis
kanan atas, demam, Sub akut: Penurunan berat
menggigil, badan; demam dan nyeri
rigor, lemah, malaise, abdomen relatif jarang
anoreksia, penurunan
Khas:
berat
Tak ada gejala kolonisasi usus dan
badan, diare, batuk,
colitis
nyeri dada pleuritik
Tanda klinis Hepatomegali disertai Nyeri tekan perut regio kanan atas
nyeri bervariasi
tekan, massa abdomen,
ikterus
Laboratorium Lekositosis, anemia, Serologi amuba positif (70%-95%)
peningkatan enzim-
enzim hati (alkali

15
fosfatase melebihi
aminotransferase),
peningkatan bilirubin,
hipoalbuminemia
Kultur darah positif Lekositosis bervariasi dan
(50%- Anemia
60%)
Tidak ditemukan eosinofilia
Alkali fosfatase meningkat,
namun aminotransferase
biasanya normal
Cairan Aspirasi Purulen Konsistensi dan warna
Bervariasi
Tampak kuman pada Steril
pewarnaan gram
Kultur positif (80%) Tropozoit jarang ditemukan

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Gambaran radiologi USG (ultrasonografi)
Pada pemeriksaan USG, biasanya dijumpai lesi soliter,hipoekoik homogen
dengan fine internal echo,bentuk bulat atau oval, batas tegas, dengan lokasi lebih
sering di perifer (subcapsuler). Foto dada menunjukkan hemidiafragma kanan
terangkat dengan atelektasis atau pleural efusi. 18
Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan jumlah sel
polimorfonuklear sekitar 70-80%, peningkatan laju endah darah, anemia ringan,
peningkatan alkali fosfatase dan kadar bilirubin. Uji fungsi hati pada umumnya
normal. Feses dapat mengandung kista, pada disentri ditemukan trofozoit
hematofagus. Kista positif pada feses hanya ditemukan pada 10-40% kasus.19
Tak tampak adanya pembentukan gas. Kadang ditemukan adanya septa,
tetapi tak tampak adanya peningkatan vaskularisasi baik pada dinding ataupun
septa. Dapat pula ditemukan gambaran hallo yang hipoekoik maupun posterior
enhancement yang mild. 19

16
A B
Gambar 5. (A) Tampak gambaran abses amoeba dengan
internal echo disertai gambaran hallo hipoekoik. (B) Tampak
gambaran abses hepar amoeba dengan posterior acoustic
enhancement.

b. Gambaran radiologi CT-SCAN (Computerized Tomography Scan)


Hampir semua kasus abses hepar dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
ultrasonografi dan CT scan. Kedua teknik pencitraan ini dapat menentukan
lokasi abses yang berukuran minimal 1 cm di parenkim hepar. Ultrasonografi
adalah metode pencitraan yang direkomendasikan karena cepat, noninvasif, cost
effective, dan dapat juga digunakan sebagai pemandu aspirasi abses untuk
diagnostik dan terapi. Ultrasonografi dan CT scan jugadapat digunakan untuk
memantau keberhasilan terapi. Pemantauan abses secara serial dengan
ultrasonografi atau CT scan hanya dilakukan jika pasien tidak memberi respons
yang baik secara klinis. 20

Gambar 6. Multiple Abses Hepar pada CT Scan Abdomen

17
X. PENATALAKSANAAN
a. Abses Hepar Amoebik (AHA) 21,12,3,4
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan
yang dianjurkan adalah:

a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling
sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis
yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per hari
selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari terbagi
dalam tiga dosis.

b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan
untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-
1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE
relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot
jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung,
kehamilan, ginjal, dan anak-anak

c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal
ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari
selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2
dosis terbagi selama 3 minggu.

2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman
18
ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti
pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan
USG.

3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur
atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran,
letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses
pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada
penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.

4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah
dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga
untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita,
disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena
abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk
tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.

b. Abses Hati Piogenik (AHP) 1,2,11,13


1. Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati
piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu ataupun tumor
dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal

2. Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan
menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna.
Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu
19
diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri
dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis
bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga
seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV.
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob
terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV.
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole.

3. Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif.
Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus
abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi
komputer.

4. Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang
memerlukan manajemen operasi.

20
XI. DIAGNOSIS BANDING
Kista Hepar
Ditemukan pada hepar yang sehat dengan angka prevalensi sekitar 2-7%.
Sering ditemukan pada wanita kira – kira 40 % kasus dapat dijumpai pada pasien
dengan autosomal dominant polycysticdisease disertai multiple kista hepar.
Patognomonik pada kista hepar lesi yang terlokalisir atau multipel kavitas
disertai fluid level didalamnya dengan ukuran yang bervariasi yang berbatas
tegas dengan parenkim. Pada pemeriksaan USG tampak gambaran anekoik,
bentuk bulat yang ditandai dengan peningkatan acoustic enhancement.22

Gambar 7. Pada pemeriksaan USG tampak lesi anechoic , batas tegas, tepi
regular dengan posterior acoustic enhancement enhancemen.

XIII. PROGNOSIS
Pada orang dewasa, mortalitas abses hati amuba yang dapat didiagnosis
dengan cepat dan tanpa adanya komplikasi adalah sekitar 1%. Pada anak,
mortalitasnya tidak jelas diketahui tapi dapat meningkat secara bermakna akibat
keterlambatan diagnosis. Dengan terapi antiamuba yang adekuat selama
beberapa hari hingga minggu akan terjadi perbaikan klinis yang cepat dengan
resolusi abses yang sempurna selama 3-9 bulan yang dapat di pantau secara
radiologi.13

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Parawira,H,B.,Rahma.,Natsir,M. 2019. Abses Hepar Pada Hepatitis B. Jurnal


Medical Profession (MedPro).Vol.1(2). From :https://jurnal.fk.untad.ac.id/index.

2. Mahendra.,Prasetyo,A,D.2021. Abses Hepar : Sebuah Laporan Kasus.


Collaborative Medical Journal (CMJ). Vol.4(1). From
:http://jurnal.univrab.ac.id.index.php/cmj.
3. Azmi,F. 2016. Anatomi dan Histologi Hepar. Jurnal Kedokteran Al-Azhar.
Vol.1(2).From:https://ejournal.unizar.ac.id/index.php./kedokteran.
4. Snell,R. 2008. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. EGC: Jakarta.
5. Faiz,O.,Moffat. 2002. At a Glance Anatomy. Erlangga: Jakarta.
6. Maulina,M. 2018. Zat-zat Yang Mempengaruhi Histopatologi Hepar. Unimal
Press: Sulawesi.
7. Paulsen,F.,Waschke,J. 2019. Atlas Anatomi Sobotta.Ed.24. Elsevier : Singapore
8. Mescher, AL. Histologi dasar Junquera; 2011. Jakarta: EGC.
9. Ganong, William F. Fisiologi Kedokteran. 2012. Edisi 24. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

10. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC.
11. Paramitha,A,D.,Kholil,U.,Srtyoboedi,B. 2020. Perbedaan Profil Abses Hati
Pyogenic dengan Amoebic pada Pasien Abses Hati Rawat Inap di RSUD Dr
Soetomo Tahun 2016-2019. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol.9(3). From :
http://jurnal.fk.unad.ac.id
12. Novia,J., Cahyadi,A. 2018. Gangguan Fungsi Hati pada Pasien Abses Hati
Amebagengan Lama Perawatan di Rumah Sakit Atmajaya. Jurnal Indon Med
Assoc. Vol.68(2). From : mki-ojs.idionline.org
13. Prianti,Y., et al. 2005. Abses Hati Pada Anak. Sari Pediatri. Vol.1(7). From :
saripediatri.org
14. Dull JS, Topa L, Balgha V, Pap A. Non-surgical Treatment of Biliary Liver
Abscesses : Efficacy of Endoscopic Drainage and Local Antibiotic Lavage with
Nasobiliary Catheter. Gastrointest Endosc. 1999 ; 51:55-9.

22
15. Sutton D.Texbook of Radiology and Imaging Vol.2.Churchill Livingstone. 2018
: 737-86.
16. Halvorsen RA, Foster WL, Wilkinson RH, Silverman PM, Thompson WM.
Hepatic Abcess : Sensitivity of Imaging Test and Clinical Findings. Gastrointest
Radiol. 2012;13(2):135-41.
17. Haaga JR,Lanzieri G, Gilkeson RC. CT and MRI of the Whole Body. Volume 2. 4 th
edition. Missouri Mosby, 2003:1318 – 37.
18. Kelly DA,. Diseases of The Liver and Biliary System in Children. London: Blackwell
Science, 2017 ; 65-76.
19. Allan P, Baxter G, Weston M. Clinical Ultrasound. Third Edition. Churchill Livingstone
Elsevier. 2016; 120-66.
20. Tharmaratnam,T., et al. 2020. Entamoeba Histolytica and amoebic liver abscess
in Northern Sri Lanka : a public health problem. BMC. Vol.48(2). From :
https:/doi.org.10.118/s4
21. Alkan,S., Demiray. 2020. Brucellosis-Related Hepatic Abscess Case. Journal of
the brazilian society of tropical medicine. Vol.55(1). From:
https:/doi.org/10/1590
22. Hadinata,R.,Loho,E.,Timban,J. 2015. Gambaran Ultrasonografi Hepar di Bagian
Radiologi FK Unstar BLU RSUP Prof.DR.R.D. Kandou Manado Periode Maret-
Juni 2015. Jurnal e-Clinic (eCl). Vol.3(1). From: https://jurnal.e.unstar./16/275

23

Anda mungkin juga menyukai