Anda di halaman 1dari 29

GAMBARAN RADIOLOGIS PADA ABSES HEPAR

DISUSUN OLEH:

ARJUMARDI AZRAH K. HARAHAP (120100044)


VRIANCHA ADMIRA PUTRI (120100001)
RIJENA KARINA ABIGAEL BANGUN (120100150)
ABIGAIL ANN MAATHAI (120100522)
ROY RINALDI MARPAUNG (120100052)

DOSEN PEMBIMBING:

dr. Rudolf H. Pakpahan, Sp.Rad (K)

DEPARTEMEN RADIOLOGI
RSUP H.ADAM MALIK
MEDAN
2016
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkat dan anugerah-Nya sehingga paper kami yang berjudul Gambaran
Radiologis pada Abses Hepardapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan ucapan terima kasihdan


penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. dr. Rudolf H. Pakpahan, Sp.Rad (K), selaku dokter pembimbing yang
telah bersedia membimbing hingga paper ini dapat selesai dengan baik.
2. Seluruh Konsulen dan Residen di Departemen Radiologi Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah membimbing kami selama menjalani
kepaniteraan klinik.

Kami menyadari dalam penulisan paper ini masih jauh dari kata
sempurna.Oleh karena itu, dengan kerendahan hati kami mengharapkan saran dan
masukan yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata semoga paper ini bermanfaat bagi banyak orang.

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1. Anatomi Hepar..........................................................................................3
2.2. Abses Hepar..............................................................................................5
2.3. Epidemiologi.............................................................................................5
2.4. Etiologi......................................................................................................6
2.5. Patogenesis................................................................................................7
2.6. Manifestasi Klinis......................................................................................9
2.7. Diagnosis.................................................................................................10
2.7.1. Pemeriksaan Radiologi pada Abses Hepar.......................................12
2.8. Diagnosis Banding..................................................................................19
2.9. Komplikasi..............................................................................................23
2.10. Prognosis..............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Abses hepar adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga
patologi yang dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan hepar. Penyakit ini
telah ditemukan sejak zaman Hipocrates.(1) Abses hepar merupakan penyakit
serius yang membutuhkan diagnosis dan tata laksana cepat yang umumnya
dikelompokkan berdasarkan etiologi, yaitu abses hepar piogenik dan abses hepar
amoeba. Kedua kelompok tersebut memberikan gambaran klinis yang hampir
sama sehingga selama 40 tahun terakhir, telah banyak perkembangan dalam
menegakkan diagnosis dan pengobatan abses hepar.
Pada tahun 1938, Ochsner dkk (dikutip oleh Nickloes TA, 2009) pertama
kali melaporkan suatu serial kasus abses hati piogenik dengan case fatality rate
77%.(2) Diagnosis dini dan terapi yang adekuat berhubungan dengan hasil yang
lebih bagus.(3) Kemajuan di bidang radiologi diagnostik dan intervensi selama 3
dekade terakhir telah menghasilkan suatu prosedur invasif yang minimal dalam
tatalaksana penyakit ini. Kombinasi antibiotik dengan teknik drainase
perkutaneus merupakan terapi yang banyak digunakan, namun sebagian kecil
pasien tidak mengalami perbaikan dengan metoda ini sehingga tindakan
pembedahan merupakan pilihan terakhirnya.(4)
Abses hepar banyak ditemukan di negara berkembang, terutama yang
tinggal di daerah tropis dan subtropis. Angka mortalitas abses hepar masih tinggi
yaitu berkisar antara 10-40%. Insiden abses hepar jarang, berkisar antara 15-20
kasus per 100.000 populasi dan tiga per empat kasus abses hepar di negara maju
adalah abses hepar piogenik, sedangkan di negara yang sedang berkembang lebih
banyak ditemukan abses hepar amoeba.
Untuk menegakkan diagnosis abses hepar ini selain pemeriksaan fisik dan
gejala klinik dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan
pemeriksaan radiologi. Modalitas radiologi yang dilakukan pada laporan kasus ini
adalah ultrasonografi. Ultrasonografi mempunyai tingkat keakuratan sebesar 79 %
2

untuk menegakkan diagnosis abses hepar. Meskipun mempunyai tingkat


keakuratan yang lumayan tinggi tetapi sangat sulit untuk membedakan antara
abses hepar piogenik dengan amoebik, hal tersebut tidak mengurangi manfaat
ultrasonografi pada kasus abses hepar tertutama untuk negara berkembang seperti
Indonesia karena harga pemeriksaan masih relatif terjangkau.
Diharapkan dengan laporan kasus pemeriksaan ultrasonografi pada pasien
abses hepar bisa memberikan gambaran tentang abses hepar piogenik dan
amoebik sehingga dapat membantu klinisi dalam penegakan diagnosis.

1.2. Tujuan
Mengetahui gambaran radiologis pada abses liver beserta diagnosis
banding berdasarkan gambaran radiologis
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Hepar


Hepar merupakan organ intra abdomen terbesar. Organ ini dibungkus oleh
jaringan ikat, dan terletak pada kuadran kanan atas, yaitu didaerah hipokondriaka
kanan sampai epigastrium. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung
pada permukaan bawah kubah diafragma.

Gambar Anatomi Hepar

Permukaan postero-inferior atau permukaan visera membentuk cetakan


visera yang berdekatan dan oleh karena itu bentuknya tidak teratur, permukaan ini
berhubungan dengan pars abdominalis esophagus, lambung, duodenum, fleksura
colli dekstra, ginjal kanan, kelenjar suprarenalis dan kandung empedu.(5,6,7)

Hepar terdiri dari tiga lobus yaitu lobus kanan,lobus kiri dan lobus
kaudatus. Lobus kanan dengan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media. Lobus
kanan terdiri dari segmen anterior dan posterior yang dipisahkan oleh vena
hepatika kanan. Lobus kiri terletak di epigastrium dan hipokondrium kiri, dan
terdiri dari segmen medial dan lateral yang dipisahkan oleh vena hepatika kiri,
ligamentum teres dan fusiform. Lobus kaudatus merupakan lobus terkecil, terletak
4

di permukaan posterosuperior dan lobus kanan, dipisahkan dari lobus kiri oleh
ligamentum venosum.(6,7)

Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua sistem anatomi


segmental yang diperkenalkan oleh Bismuth-Couinaud pada tahun 1954, 7 yang
membagi hepar menjadi 8 segmen, berdasarkan vena porta dan vena hepatika.

Gambar Vaskularisasi Vena Hepar

Tiga cabang utama dari vena hepatika membagi hepar secara vertikal dan
oblik serta garis yang melewati percabangan vena porta kanan dan kiri membagi
hepar secara transversal. Segmen 1, menunjukkan lobus kaudatus, karena
vaskularisasi segmen ini pada posisi yang unik dan mendapatkan perdarahan dari
cabang utama dari vena porta dan dari cabang kanan dan kiri. Terlebih lagi,
drainase pada segmen 1 tidak masuk ke dalam vena hepatika melainkan ke vena
kava inferior. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media dan
vesika felea. Segmen posterior lobus kanan (6 dan 7) mendapat suplai darah dari
cabang posterior vena porta kanan. Segmen anterior (5 dan 8) mendapat suplai
darah dari cabang anterior vena porta kanan. Bidang transversal membagi
heparpada tingkat bifurkasio vena porta menjadi cabang kanan kiri. Lobus kiri
terbentuk mulai segmen 2 sampai 4. Vena hepatika terletak di antara segmen. Vena
hepatika sinistra membagi lobus kiri hepar menjadi segmen lateral (2 dan 3) dan
medial (4). Vena hepatika dekstra membagi lobus kanan hepar menjadi segmen
anterior dan posterior.(6,7)
5

Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua aliran darah, dimana
30% nya disuplai oleh arteri hepatika dan 70% dari vena porta. Arteri hepatika
membawa darah teroksigenasi ke hepar sedangkan vena porta membawa darah
venosa yang kaya akan hasil pencernaan yang telah diabsorbsi dari saluran cerna.
Arteri hepatika dan vena porta bercabang 8 cabang paralel satu sama lain. Tumor-
tumor hepar pada umumnya mendapat vaskularisasi dari arteri hepatika. Darah
arteri dan vena vena masuk ke vena centralis dari setiap lobulus hepar melalui
sinusoid hepar. Vena centralis mengalirkan darah ke vena hepatika kanan kiri, dan
vena ini meninggalkan permukaan posterior hepar dan bermuara langsung ke
dalam vena cava inferior.(8,9)

2.2. Abses Hepar


Abses hepar adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu
rongga patologi yang dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan hepar.(10)
Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, maupun jamur
yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi di dalam parenkim hepar. Penyakit ini sering timbul sebagai
komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.(11,12)

2.3. Epidemiologi
Prevalensi abses piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal
setelah autopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG, CT
scan dan MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi autopsi
berkisar antara 0,29-1,47% sedangkan di rumah sakit didapatkan antara 0,008-
0,016%. Sedangkan pada Negara maju seperti Amerika prevalensinya sangat
berbeda dibanding dengan negara-negara berkembang. Menurut penyebabnya
liver abses pada Negara maju dapat dirata-ratakan sebagai berikut(13):

1. Abses hati pyogenik disebabkan oleh lebih dari satu mikrobakteri, 80%
pada Negara maju.
2. Amebiasis hati, penyebab utamanya entamoeba hystolitica, 10% dari
seluruh kasus liver abses.
6

Perbandingan jumlah penderita liver abses menurut jenis kelamin adalah


pria lebih banyak yang terinfeksi dibandingkan wanita dan menurut prevalensi
jumlah penderita paling banyak pada usia dekade keempat sampai kelima.

2.4. Etiologi
Abses hati piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram
negatif dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal
usus seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Bacteriodes, enterokokus,
streptokokus anaerob, dan streptokokus mikroaerofilik. Pada anak,
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan abses
hati piogenik. Stafilokokus, Streptococcus hemolyticus dan Streptococcus milleri
seringkali menjadi penyebab abses hati jika infeksi primernya endokarditis
bakterialis atau infeksi gigi.(14)
Pada abses hati amuba, parasit ditularkan melalui jalur fekal-oral dengan
menelan minuman atau makan yang mengandung kista Entamoeba histolytica.
Bentuk kista yang patogen dapat melewati lambung dan berdisintegrasi di dalam
usus halus, melepaskan trofozoit dan bermigrasi ke kolon. Selanjutnya trofozoit
beragregasi di lapisan musin usus dan membentuk kista baru. Lisis dari epitel
kolon dipermudah oleh galaktosa dan N-asetil-D-galaktosamin (Gal/GalNAc)-
lektin spesifik yang dimiliki trofozoit, sehingga menyebabkan neutrofil
berkumpul di tempat infasi tersebut. Ulkus pada epitel kolon merupakan jalur
amuba masuk ke dalam sistem vena portal dan menyebabkan penyebaran
ekstraintestinal ke peritoneum, hati dan jaringan lain. Organ hati merupakan
lokasi penyebaran ekstraintestinal yang paling sering. Amuba bermultiplikasi dan
menutup cabang-cabang kecil vena portal intrahepatik menyebabkan nekrosis dan
lisis jaringan hati. Diameter daerah nekrotik bervariasi dari beberapa milimeter
sampai 10 cm. Abses hati amuba biasanya soliter dan 80% kasus terletak di lobus
kanan. Abses mengandung pus steril dan jaringan nekrotik hati yang encer
berwarna coklat kemerahan (anchovy paste). Amuba pada umumnya terdapat pada
daerah perifer abses. (14)
7

2.5. Patogenesis
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada
beberapa mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin,
malnutrisi, faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan
penurunan imunitas cell mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis
didahului dengan penempelan E. Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh
perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan
oleh endotoksin E. histolytica kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena
porta.
Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan
jaringan nekrotik yang dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini
memakan waktu berbulan-bulan setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara
patologis, amebiasis hati ini berukuran kecil sampai besar yang isinya berupa
bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan
atau keabuan. Shaikh et al (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses 6%
dan abses multipel 8%. Umumnya lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena
di situ terdapat banyak pembuluh darah portal. Secara mikroskopik di bagian
tengah didapatkan bahan nekrotik dan fibrinous, sedangkan di perifer tampak
bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya
edematous dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan
tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan
parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat
berbentuk soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang
sedemikian rupa, maka hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena
paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi
sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya
penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat
menghancurkan bakteri-bakteri tersebut akan tetapi proses multipel terjadi pada
8

abses. Lobus kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus
kiri. Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima
darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri
menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik.
Obstruksi pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu,
penyakit obstruktif congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri.
Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena
porta dan arteri hepatika sehingga akan terbentuk formasi abses fileplebitis.
Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakterimia sistemik.
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim
hati sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul
menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran
empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli
menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan
proses supurasi disertai pembentukan pus. Abses hati yang disebabkan oleh
trauma biasanya soliter.
Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal
yang mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta,
masuk ke sinusoid hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses
ini biasanya multipel tapi dapat juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara
hematogen dari proses bakterimia seperti endokarditis dan pyelonephritis.
Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati
amebic, hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan
oleh proses transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan
karsinoma hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam tubuh.
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding
dalam, dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai
anchovy paste , berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan
sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning.
9

Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi
cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu
dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari jaringan
nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering memperkuat
diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul jaringan
penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit
dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.(18)

2.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari pada abses hati
amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik apabila ditemukan sindrom klinis
klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila AHP
letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi
nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan
muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang
unintentional. Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling
utama, anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia,
hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus
terdapat pada 25 % kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu
penyakit traktus biliaris, abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau
epigastrium, efusi pleura, atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda
peritonitis.
Gejala yang paling sering abses hati meliputi berikut ini (lihat gambar di
bawah):
10

Demam (either continuous or spiking)


Menggigil
Nyeri kuadran atas kanan
Anoreksia
Malaise(1)

2.7. Diagnosis
Berbagai pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
penegakan diagnosa abses hepar, antara lain :

- Abdominal CT scan
- Abdominal ultrasound
- Complete blood count (CBC)
- Liver function tests
- Bilirubin blood test (piogenik)
- Blood culture for bacteria (piogenik)
11

- Liver abscess aspiration untuk melihat adanya infeksi bakteri atau


amebik pada abses hati.
- Serology for amebiasis (amebik)
- Stool testing for amebiasis (amebik)
- Percutaneous needle aspiration
- Percutaneous catheter drainage

Adapun kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosa abses hepar


antara lain :
Kriteria Sherlock :
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amoebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari) :
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respon terhadap terapi amoebisid
Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ) :
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amoebik
5. Tes serologic positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respon yang baik dengan terapi amoebisid

2.7.1. Pemeriksaan Radiologi pada Abses Hepar


A) Foto Polos Abdomen
Pada abses hepar apabila dilakukan foto polos abdomen, maka akan
didapatkan hasil :
12

Didapatkan gas di dekat daerah abses atau pada daerah di bawah


diafragma
Efusi pleura pada bagian kanan diafragma
Kalsifikasi (hydatid cyst)

B) Ultrasonografi Liver
Pada pemeriksaan dengan USG terhadap kasus abses hepar, akan
didapatkan gambaran beragam mulai dari gambaran hipoekoik hingga hiperekoik,
didapatkan juga gambaran gelembung-gelembung gas. Pada pemeriksaan dengan
Colour Doppler akan sulit dijumpai perfusi pembuluh darah hepar pada daerah
sekitar abses.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan contrast akan dijumpai gambaran
dinding yang lebih hiperekoik (enhancement) pada arterial phase dan akan
segera menghilang pada portal or late phases. Daerah nekrotik akibat abses
biasanya tidak terlihat. Penggunaan contrast digunakan untuk menentukan
karakteristik lesi, menilai ukuran lesi, dan melihat gambaran septa pada abses.
Pada abses dengan ukuran kecil (< 3cm) dan dengan septa yang lebih tebal, tidak
diperlukan tindakan drainase.
Pada pasien dengan infeksi monomicrobial K pneumoniae, akan terlihat
lesi yang solid dan sering disalah artikan sebagai tumor hepar.

C) CT-Scan Abdomen
Pada pemeriksaan dengan CT-Scan Abdomen akan dijumpai gambaran
yang bervariasi. Umumnya akan didapatkan gambaran yang lebih hiperdense pada
bagian perifer sedangkan bagian tengah lesi lebih hipodense. Biasanya akan
terlihat juga gambaran yang solid dan mengandung gasOccasionally. perfusi
segmental dengan gambaran hiperdense biasanya dijumpai pada abses hepar.

D) MRI
Pada pemeriksaan abses hepar dengan menggunakan MRI akan didapatkan
gambaran:
T1:
13

o Biasanya hipointense pada bagian tengah


o Heterogen
o Pada abses akibat infeksi Fungal, didapatkan gambaran
hiperintense
T2: Hiperintense
T1+C (Gd):
o Hiperintense pada kapsul, namun gambaran ini dapat tidak terlihat
pada pasien Immunocompromised
o Septa dapat terlihat
14

+
Gambaran adanya ruptur intra-peritoneal pada lobus kiri abses hepar dan
terkumpul di bawah hemidiafragma kiri.

Abses hepar, seperti abses di jaringan lainnya, merupakan kumpulan jaringan


nekrotik inflamasi terlokalisir yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau jamur.

Abses hepar pada USG khasnya tidak berbatas tegas dengan penampakan yang
bervariasi, mulai dari gambaran dominan hipoekoik.
15

Terdapat abses hepar di lobus kanan hepar. Defek terletak pada hemidiafragma
kanan. Abses terkumpul pada rongga pleura kanan.

USG dengan kontras. Gambar ini diambil pada arterial phase dan menunjukkan
gambaran geografik khas dan struktur internal abses, dengan septa yang jelas.

CT (C+ arterial phase) Entamoeba histolytica (parasit protozoa)


16

CT (C+ portal venous phase) abses hepar

CT (C+ portal venous phase) abses hepar besar pada lobus kiri hepar

CT (C+ portal venous phase) abses hepar besar pada lobus kiri hepar
17

CT (C+ portal venous phase) (Percutaneous CT-guided drainage was performed).


A heavy growth of Streptococcus milleri was grown.The most common organisms
found in pyogenic liver

CT (non-contrast) abses hepar pyogenik dengan efusi pleura

CT abses hepar a large anterior abscess involving lll


18

CT abses hepar yang besar dengan septa

Abses hepar subcapsular


19

CT scan. Drainase perkutaneus abses telah dilakukan dan sampel dikirim untuk
dilakukan kultur dan sensitifitas. Kultur mengonfirmasi adanya infeksi
polimikrobial.

2.8. Diagnosis Banding


Diagnosis banding abses hepar berdasarkan gambaran radiologi antara
lain:
1. Metastasis Hepar
Klinis biasanya asimtomatik dan ditemukan pada saat pemeriksaan
malignansi yang berasal dari organ lain. Namun jika metastasis hepar yang
terjadi berat, maka penampakan dan simtom yang berhubungan dengan
penyakit hepar akan muncul seperti:
- Nyeri yang terlokalisir dan nyeri tekan yang disebabkan oleh
peregangan kapsul
- Fungsi metabolisme hepar terganggu
- Asites
- Demam yang tidak terlalu tinggi
Pada umumnya, gambaran USG menunjukkan:
-
Bentuk cenderung solid
-
Efek adanya massa berupa distorsi pembuluh sekitar
-
Gambaran hypoechoic (65%) (17)
-
Gambaran hypoechoic halo yang disebabkan oleh kompresi
-
Penampakan juga dapat beruba cystic, calcified, infiltrate, dan
echogenic
20

Contrast-enhanced USG dapat berguna untuk memperjelas


penampakan dari lesi dan sebagai petunjuk dalam melakukan biopsi.
-
Gambaran pada arterial phase dapat menunjukkan gambaran:
o Hipovaskularisasi, bila kanker primer berasal dari
gastrointestinal, ovarium, ataupun adenokarsinoma.
o Hipervaskularisasi, bila kanker primer berasal dari
neuroendocrine, melanoma, ataupun ginjal.
-
Gambaran pada portal venous phase dapat menunjukkan gambaran:

Gambaran USG metastasis hepar pancreatic primary

Axial C+ portal venous phase Liver metastases (PV)

o wash out (ekogenitas relatif menurun terhadap gambaran


latar belakang liver).

Pada pemeriksaan CT scan, gambaran metastasis pada hepar yang


paling umum menunjukkan gambaran lesi yang hypoattenuating pada
pemeriksaan tanpa kontras. Apabila menggunakan kontras, gambaran lesi
akan kurang mengalami peningkatan kejelasan (less enhancement) bila
dibandingkan dengan jaringan liver yang mengelilinginya. Apabila disertai
21

adanya hepatic steatosis, maka gambaran lesi dapat iso atau bahkan sedikit
hyperattenuating.
Enhancement terjadi secara khas di bagian perifernya walaupun
mungkin ada gambaran central filling pada portal venous phase, pada
delayed phase akan terjadi
gambaran washout.
Gambaran hyper-enhancing dapat juga terjadi pada metastasis di
hepar apabila kanker primernya adalah renal cell carcinoma, thyroid
carcinoma, neuroendocrine tumours.

2. Kista hepar
Ditemukan pada hepar yang sehat dengan angka prevalensi sekitas
2-7%. Sering ditemukan pada wanita. Kira-kira 40% kasus dapat dijumpai
pada pasien dengan autosomal dominant polycystic kidney disease
(ADPKD) disertai kista hepar multipel.
Kista hepar khasnya ditemukan secara kebetulan dan hampir selalu
(19)
asimtomatik . Patognomonik pada kista hepar adalah lesi yang
terlokalisir atau kavitas multipel disertai fluid level didalamnya dengan
ukuran yang berv ariasi dan berbatas tegas dengan parenkim. Lokasi kista
bisa di bagian hepar mana saja, namun predileksi yang paling sering
adalah pada lobus kanan hepar (19).
Pada pemeriksaan USG, tampak gambaran anekoik, bentuk bulat
ataupun ovoid yang ditandai dengan peningkatan acoustic enhancement.
Gambaran berbatas tegas dengan dinding tipis. Mungkin terdapat beberapa
septa, namun tidak ada penebalan dinding. Pada colour Doppler
menunjukkan tidak ada vaskularisasi di dalamnya.

USG Simple Liver Cyst


22

Pada pemeriksaan CT scan, kista hepar menunjukkan gambaran


homogenous hypoattenuation dengan dinding yang hampir tidak kelihatan.
Apabila diberikan kontras intravena, gambaran kista tidak menunjukkan
adanya enchancement.

3. Hepatic peliosis
Hepatic peliosis merupakan kondisi vaskular tidak ganas dan
sangat jarang terjadi. Gambaran dapat mirip dengan gambaran malignansi.
Walaupun paling umum ditemukan di liver, proses yang sama dapat juga
terjadi pada limfa dan sumsum tulang.
Klinis Axial C+ portal venous phase biasanya asimtomatik
sehingga phase kondisi ini biasanya
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan imaging ataupun dari
autopsi. Gambaran USG tidak spesifik, biasanya menunjukkan gambaran
massa/daerah hipoekoik yang irregular. Penelitian dengan pemeriksaan
Doppler membuktikan adanya aliran darah di lesi dan sekitar lesi. (20)
Gambaran CT scan tanpa kontras biasanya menunjukkan lesi
hypoattenuating multipel dengan ukuran bervariasi. Apabila dengan
kontras, gambaran biasanya akan menunjukkan enhancement pada arteri
berbentuk seperti sferis yang sentripetal ataupun sentrifugal tanpa adanya

gambaran washout, lesi tetap sedikit hyperattenuating dibandingkan


dengan jaringan hepar sekitarnya (portal venous phase). (20)
23

CT scan dengan kontras, menunjukkan USG 3,5 MHz, menunjukkan lesi liver
lesi 1 x 1,5 cm (tanda panah) di segmen hiperekoik (tanda panah). Kista liver
anterior lobus kanan. anekoik juga terlihat.

2.9. Komplikasi
Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara
khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Hal ini
dikarenakan facies diaphragm hepar yang berdekatan dengan system
pleuropulmonum terutama di lobus kanan. Abses menembus diagfragma dan akan
timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses
amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna
kecoklatan yang berisi amuba yang ada.
Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa perforasi abses ke
berbagai rongga tubuh dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura
dan perikard. Insidens perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi
efusi pleura yang besar dan luas yang memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi.
Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke bronkus sehingga didapat sputum
yang berwarna khas coklat. Perforasi ke perikard menyebabkan efusi perikard dan
tamponade jantung.
Apabila terjadi ruptur abses akan mengakibatkan perforasi akut sehingga
menyebabkan peritonitis umum. Abses kronis, artinya sebelum perforasi,
omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk mengurung proses inflamasi,
menyebabkan peritonitis lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit
24

(seperti gambar di samping) sehingga menimbulkan fistel yang dapat


menyebabkan timbulnya infeksi sekunder. (1, 18)

2.10. Prognosis
Prognosis abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host,
derajat dari infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan
terapi yang diberikan.
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan
pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial
organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.
Abses hepar pyogenik dapat menjadi fatal bila tidak ditatalaksana. Dengan
pemberian antibiotik dan tindakan drainase yang tepat waktu, mortalitas dapat
terjadi 5-30% kasus. Penyebab kematian paling umum adalah sepsis, multiorgan
failure, dan hepatic failure.(1, 18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Peralta R. Liver Abscess. Diakses dari http://emedicine.medscape.com


pada tanggal 9 Mei 2016.
2. Nickloes TA. Pyogenic Hepatic Abscesses. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com pada tanggal 9 Mei 2016.
3. Giorgio A, de Stefano G, Di Sarno A, Liorre G, Ferraioli G. Percutaneous
Needle Aspiration of Multiple Pyogenic Abscesses of the Liver: 13-Year
Single-Center Experience. AJR 2006; 187:1585 90.
4. Ng SS, Lee JFY, Lai PBS. Role and outcome of conventional surgery in
the treatment of pyogenic liver abscess in the modern era of minimally
invasive therapy. World J Gastroenterol 2008; 14(5): 747-51.
5. Wagener O.Whole Body Computed Tomography. 2 nd Germany.July
1992.244-75.
25

6. Grainger RG,Alison DJ, adam.A, Dixon AK..Diagnostic Radiology A


Texbook of Medical Imaging. 4 th edition . Churchill Livingstone .2003:
123772
7. Sutton D.Texbook of Radiology and Imaging Vol.2.Churchill Livingstone.
2003 : 737-86
8. Haaga JR,Lanzieri G, Gilkeson RC. CT and MRI of the Whole Body.
Volume 2. 4 th edition. Missouri Mosby, 2003:1318 37
9. Knollmann F, Coakley FV.Multislice CT : Principles and
Protocols.Saunders Elsever.Philadelphia. 2006 : 123 47
10. Dull JS, Topa L, Balgha V, Pap A. Non-surgical Treatment of Biliary
Liver Abscesses : Efficacy of Endoscopic Drainage and Local Antibiotic
Lavage with Nasobiliary Catheter. Gastrointest Endosc. 1999 ; 51:55-9
11. Sudoyo, Aru. W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi
IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2006
12. Sjamsuhidayat, R., Jong, Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.
Jakarta : EGC. 2005
13. Tendean, N. & Waleleng, B.J. (2006) Abses Hati Piogenik. Di dalam :
Sudoyo, A.W., dkk. Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, hal. 462-463
14. Brunicard, F.C., et.all. (2009) Schwartzs Principle of Surgery. USA :
The Mc Graw Hill Companies, inc. Available from:
http://www.freemedicalebooks.com
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta 2006 ; 462 463

16. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:


www.pubmedcentral.nih.gov 2005
26

17. Wernecke K, Vassallo P, Bick U et al. The distinction between benign and
malignant liver tumors on sonography: value of a hypoechoic halo. AJR
Am J Roentgenol. 1992;159 (5): 1005-9.
18. Widhiasari, P., Nugroho. Abses Hepar. Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti, 2009.
19. Rezaee, A., et al., Simple hepatic cyst. Diakses dari http://radiopaedia.org
pada tanggal 10 Mei 2016.
20. Knipe, H., et al., Hepatic peliosis. Diakses dari http://radiopaedia.org pada
tanggal 10 Mei 2016.

Anda mungkin juga menyukai