Anda di halaman 1dari 50

Laporan Kasus RA-1

PENYAKIT GINJAL KRONIS

OLEH :
ARJUMARDI AZRAH 120100044

VRIANCHA ADMIRA PUTRI 120100001

ROY RINALDI MARPAUNG 120100052

RIJENA KARINA A. BANGUN 120100150

ABIGAIL ANN MAATHAI 120100522

FAKHRUR RAZI 120100128

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

COW Pembimbing

(dr. Jubilate Sigalingging) (dr. Ernita Sinaga)

Pimpinan Sidang

(dr.Riri Andri Muzasti, Sp.PD)


ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, karena atas berkat dan rahmat-Nya
berupa kesehatan, rezeki, serta waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini tepat waktu.
Dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul Penyakit
Ginjal Kronis penulis menemukan banyak hambatan. Namun, berkat bantuan
dari banyak pihak, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasihkepada dr. Jubilate selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini. Tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada dr. Riri, Sp.PD selaku pimpinan sidang, yang telah
meluangkan tenaga, pikiran, dan waktu untuk memberi bimbingan dalam proses
penulisan laporan kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus
penyakit ginjal kronis, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaan pada pasien
yang dirawat inap selama masa kepanitraan klinik di Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan. Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dapat
dijadikan bahan yang lebih baik lagi untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

Medan, Juli 2016

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

2.1 Definisi ..................................................................................................... 3

2.2 Klasifikasi ................................................................................................ 3

2.3 Epidemiologi ........................................................................................... 4

2.4 Etiologi ..................................................................................................... 5

2.5 Patofisiologi ............................................................................................. 6

2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................... 7

2.7 Diagnosis.................................................................................................. 9

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................... 11

2.9 Rujukan ................................................................................................. 17

2.10 Edukasi dan Pencegahan ................................................................. 18

2.11 Prognosis ............................................................................................ 19

BAB IIISTATUS ORANG SAKIT .................................................................... 20

BAB IV DISKUSI............................................................................................... 36

BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ginjal kronik saat ini dipandang sebagi masalah serius di dunia
karena prevalensi PGK yang terus meningkat setiap tahunya. Pada tahun 1999
hingga 2004 diperkirakan 26 juta penduduk atau sekitar 13% dari penduduk di
Amerika memiliki penyakit ginjal kronik, meningkat 3% dari data 10 tahun
sebelumnya.1 Prevalensi penyakit ginjal kronik di Australia, Jepang, dan Eropa
adalah 6-11%, terjadi peningkatan 5-8% setiap tahunnya.2 Sekitar 1,5% dari
pasien penyakit ginjal kronik derajat 3 dan 4 akan berlanjut menjadi derajat 5 atau
penyakit ginjal kronik tahap akhir (gagal ginjal) per tahunnya.3 Di Indonesia
belum ada data yang lengkap mengenai penyakit ginjal kronik. Diperkirakan
insiden penyakit ginjal kronik tahap akhir di Indonesia adalah sekitar 30,7 per juta
populasi dan prevalensi sekitar 23,4 per juta populasi. Pada tahun 2006 terdapat
sekitar 10.000 orang yang menjalani terapi hemodialisa.5
Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit multifaktorial. Penyebab
penyakit ginjal kronik bervariasi antara satu negara dengan negara yang lainnya.1
Penyebab penyakit ginjal kronik yang paling sering di negara maju seperti
Amerika Serikat adalah diabetik nefropati, sedangkan penyebab penyakit ginjal
kronik di negara berkembang adalah glomerulonefritis kronik dan nefritis
intertisial.5,6
Pada derajat awal, penyakit ginjal kronik belum menimbulkan gelaja dan
tanda, bahkan hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih
asimtomatik tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.1,5
Keluhan yang timbul pada fase ini biasanya berasal dari penyakit yang mendasari
kerusakan ginjal, seperti edema pada pasien dengan sindroma nefrotik atau
hipertensi sekunder pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik. Kelainan secara
klinis dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada derajat 3 dan 4.5 Saat laju
filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual,
2

nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien
mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus
kurang dari 30%.1
Penyakit ginjal kronik tidak hanya akan menyebabkan gagal ginjal, tetapi
juga menyebabkan komplikasi kardiovaskular, keracunan obat, infeksi, gangguan
kognitif dan gangguan metabolik dan endokrin seperti anemia, renal osteodistrofi,
osteitis fibrosa cysta dan osteomalasia.3,5,7
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Berdasarkan panduan dari KDOQI (Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative) tahun 2002, penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal atau penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73
m selama lebih dari 3 bulan. Gagal ginjal merupakan kelainan patologis pada
ginjal, yang ditandai dengan abnormalitas pada darah dan urin pada hasil
laboratorium. Penyakit ginjal kronik didefinisikan sesuai kriteria berikut8:
Tabel 2.1. Kriteria penyakit ginjal kronik1
1. Kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, berdasarkan:

Kelainan patologik
Tanda-tanda kerusakan ginjal seperti kelainan komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang
dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut1:

(140umur)x berat badan


LFG (ml/mnt/1,73m2) = mg *)
72 kreatinin plasma( dl )

*) pada perempuan dikalikan 0,85


4

Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit1
Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m2

1 Kerusakan ginjal dengan 90


LFG normal atau

2 Kerusakan ginjal dengan 60-89


ringan

3 Kerusakan ginjal dengan 30-59


sedang

4 Kerusakan ginjal dengan 15-29


berat

5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

2.3 Epidemiologi
Menurut data dari CDC tahun 2010, lebih dari 20 juta warga Amerika
Serikat yang menderita penyakit ginjal kronik, angka ini meningkat sekitar 6%
setiap tahunya. Lebih dari 35% pasien diabetes menderita penyakit ginjal kronik,
dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga memliki penyakit ginjal kronik dengan
insidensi penyakit ginjal kronik tertinggi ditemukan pada usia 70 tahun atau
lebih.9 Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%).10 Menurut National Kidney Foundation, etiologi
penyakit ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus atau hipertensi,
obesitas , perokok, berumur lebih dari 50 tahun dan individu dengan riwayat
penyakit diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga.8
5

2.4 Etiologi
Berbagai jenis kelainan dapat memiliki hubungan dengan kejadian gagal
ginjal. Bisa secara langsung menyebabkan kelainan atau primary renal process
(glumerulonefritis, pyelonefritis, congenital hypoplasia), atau secara tidak
langsung (secondary, misalnya berkaitan dengan sistemik sperti diabetes melitus,
lupus erythematosus) dapat bertanggung jawab. Ketika muncul suatu injury atau
kerusakan, sisa nefron yang masih normal bekerja lebih keras untuk mengatasi
beban ginjal. Progresi dari penyakit akan terus berkembang hingga ke stadium
selanjutnya. Ditambah lagi dengan jika penderita mengalami dehidrasi, infeksi
suatu agen, hypertensi maupun diabetes, maka dapat dipastikan penyakit ginjal
akan semakin parah.11
Meskipun memiliki banyak penyebab, penyakit ginjal mirip satu dengan
yang lain, dan jika didefinisikan secara sederhana adalah defisiensi jumlah total
nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang tidak dapat ditelakkan lagi.12
Berikut disajikan tabel berupa etiologi PGK,

Tabel 2.3. Etiologi Penyakit Ginjal Kronik.12


Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit Infeksi Tubulointersitial Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
Penyakit Peradangan Glomerulonefritis
Penyakit Vaskular Hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan Jaringan Ikat Lupus eritematous sistematik
Poliarteritis nodosa
Penyakit ginjal polikistik
Gangguan Kongenital dan Herediter Asidosis tubulus ginja
Penyakit Metabolik Diabetes melitus
Gout
Hiperparatiroidisme
6

Amiloidosis
Nefrotopati Toksik Penyalahgunaan analgesik nefropati
timah
Nefropati Obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis, retroparitoneal.
Traktus urinarius bagian bawah :
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra.

2.5 Patofisiologi
Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal secara progresif secara
umum dapat diuraikan dari segi hipotesis nefron yang utuh. Meskipun sudah
terjadi kerusakan nefron pada gagal ginjal, namun beban jumlah zat yang harus
dikeluarkan untuk mempertahankan homeostasis adalah tidak berubah, sehingga
sisa nefron yang ada bekerja dengan keras dan mengalami hipertrofi untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Terjadi hiperfiltrasi atau peningkatan daya dorong
filtrasi sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan vasokontriksi arteriola
eferen akibat angiotensin II. Mekanisme kompensasi ini cukup efektif untuk
mempertahankan keseimbangan homestasis cairan dan elektrolit hingga derajat
tertentu sekaligus memelihara fungsi ginjal.13
Mekanisme yang berpotensi merusak glomerulus ginjal adalah
peningkatan langsung dari tekanan hidrostatik, hasilnya adalah keluarnya protein
melewati dinding kapiler dan pada akhirnya kelainan ini menyebabkan perubahan
pada sel mesengium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus.
Ketika sklerosis luas telah terjadi nefron sisanya akan menderita peningkatan
beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan aliran darah
glomerulus dan hiperfiltrasi.13
Jika kerusakan sudah mencapai sekitar 75% masa nefron maka beban kerja
nefron yang demikian tinggi mengakibatkan ketidakseimbangan glomerulus-
7

tubulus (keseimbangan laju filtrasi dan reabsorbsi tubulus) tidak dapat lagi
dipertahankan. fleksibilitas baik pada ekresi maupun konservasi zat terlarut dan
air menjadi berkurang. Dengan sedikit mengkonsumsi makanan dapat mengubah
keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR maka semakin
besar perubahan kecepatan ekspresi per nefron dan selanjutnya hilangnya
kemampuan nefron untuk memekatkan dan mengencerkan urine menyebabkan
berat jenis urine tetap pada 1,010 atau 285 mOsm (sama dengan plasma) hal inilah
yang kemudian menimbulkan poliuria dan nokturia. Perlu di ingat bahwa orang
normal dapat memekatkan urinenya hingga 4 kali nilai plasma, sehingga urine nya
menjadi lebih pekat dan secara otomatis air yang dikeluarkan pun lebih sedikit,
hal itu juga bergantung dari apa yang dia makan. Sementara pada penderita gagal
ginjal maka untuk mengeluarkan zat terlarut 600 mOsm (285 mOsm/L pada orang
gagal ginjal) maka dia akan kehilangan air sebanyak 2 liter.12
Proteinuria menetap dan hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat
merusak dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis
glomerulus dan permulaan cidera hiperfiltrasi.13

2.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan neuropsikiatri.
1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom dan normositer, sering ditemukan pada pasien gagal
ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100
mg% atau penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit (Sukandar,
2006).
2. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia (NH3). Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan
8

usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis, dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun
anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan
gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati
mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik
akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tertier.
4. Kelainan Kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal
ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit
muka dan dinamakan urea frost.
5. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan
selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera
dilakukan dialysis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
depresi. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang
dengan gejala psikosis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering
dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari
dasar kepribadiannya (personalitas). Pada kelainan neurologi, kejang otot
atau muscular twitching sering ditemukan pada pasien yang sudah dalam
9

keadaan yang berat, kemudian terjun menjadi koma.


7. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif pada penyakit ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
penyebaran kalsifikasi mengenai sistem vaskuler, sering dijumpai pada
pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Hal ini
dapat menyebabkan gagal faal jantung.
2.7 Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran


berikut14:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal(LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapatdikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversiblefactors)

d. Menentukan strategi terapirasional

e. Meramalkanprognosis
10

Gambar 2.1. Diagnosis Banding CKD (Penyakit Ginjal Kronik)

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan


pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi
PGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan
11

menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal


ginjal.
a. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah
cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionuklida (gamma camera
imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya.
b. Etiologi penyakit ginjal kronik (PGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit
dan imunodiagnosis.
c. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,
endoktrin,dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

3. Pemeriksaan penunjang diagnosis


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan
tujuannya, yaitu:
a. Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos
abdomen, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi
retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography
(MCU).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan
pemeriksaan ultrasonografi (USG).15,16

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien penyakit ginjal kronik meliputi18:
Terapi spesifik terhadap penyakit dasar
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komorbid
Memperlambat perburukan fungsi ginjal
12

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi

Tabel 2.4. Stadium CKD dan Tindakan yang Dianjurkan

Stage Description Estimated GFR Action plan


(mL per minute
per 1.73 m2)

1 Kidney damage* with normal 90 Diagnose and treat


or increased GFR CKD, treat
comorbid
conditions, slow
progression of
CKD, reduce
cardiovascular risk

2 Kidney damage* with mildly 60 to 89 Estimate


decreased GFR progression

3 Moderately decreased GFR 30 to 59 Evaluate and treat


complications

4 Severely decreased GFR 15 to 29 Prepare for kidney


transplant

5 Kidney failure < 15 (or dialysis) Kidney transplant


if uremia present

CKD = chronic kidney disease; GFR = glomerular filtration rate. *Presence of markers of
kidney damage is required for the diagnosis of stage 1 or 2 CKD.19

Terapi spesifik terhadap penyakit dasar paling baik dilakukan sebelum


terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak memberikan banyak manfaat.
13

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komorbid dilakukan untuk


mencegah perburukan kondisi pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain :
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktivitas
penyakit dasarnya.
Perburukan fungsi ginjal dilakukan dengan mengurangi hiperfiltarasi
glomerulus dengan cara:
1. Diet Ginjal dan Pembatasan asupan protein
Penatalaksanaan Diet pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik pre dialisis stadium
IV pada dasarnya mencoba memperlambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut
dengan cara mengurang beban kerja nephron dan menurunkan kadar ureum darah.
Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan terapi konservatif
adalah sebagai berikut:
Pada diet ginjal, jumlah energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur
> 60 tahun cukup 30 kkal/kgBB, dengan ketentuan dan komposisi sebagai
berikut:Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60% dari total kalori.Pembatasan
asupan protein mulai dilakukan pada LFG 60 ml/menit, sedangkan diatas nilai
tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-
0,8 g/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein bernilai tinggi.
Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi 30% diutamakan lemak tidak jenuh.
Kebutuhan cairan disesuaikan dengan pengeluaran cairan. Dibutuhkan
pemantauan teratur terhadap nutrisi pasien, apabila pasien malnutrisi, jumlah
asupan kalori perlu ditingkatkan.Kadar elektrolit yang harus diawasi asupannya
adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan apabila dijumpai
hiperkalemi karena dapat menyebabkan aritmia yang dapat berakibat fatal.
Pemberian makanan ataupun obat-obatan dengan kandungan tinggi kalium harus
dibatasi untuk mempertahankan kadar kalium darah normal 3,5-5,5 mEq/L.
Fosfor dianjurkan < 10 mg/hari apabila terjadi peningkatan jumlah fosfat.
Pembatasan natrium dimasukkan untuk mengenalikan hipertensi dan edema.
Jumlah garam natrium yang diberikan sesuai derajat tekanan darah dan derajat
edema yang terjadi.
14

Tabel 2.5. Pembatasan asupan protein dan fosfat pada penyakit ginjal kronik
LFG Asupan protein Fosfat
ml/menit g/kgbb/hari g/kgbb/hari

>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi

25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk 10 g


0,35gr/kg/hari protein biologi
tinggi
5-25 0,6-0,8/kg/hari, termasuk 10 g
0,35gr/kg/hari protein biologi
tinggi atau tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau asam keton
0,8/kg/hari (+1gr protein/ g 9 g
< 60 proteinuria atau 0,3 g/kg
(sindrom tambahan asam amino esensial
nefrotik atau asam keton

2. Terapi farmakologis
Dilakukan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Penggunaan obat
antihipertensi bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular,
memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerulur dan hipertrofi glomerulus.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular pentingdilakukan
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan olehpenyakit
kardiovaskular. Hal-hal ini termasuk pengendalian diabetes, pengendalian
hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian
hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit.
Tatalaksana secara farmakologi tarhadap pasien PGK harus diperhatikan
karena berpotensi memperburuk kerusakan ginjal. Beberapa obat perludibatasi
dosisnya pada pasien PGK atau sama sekali dihindari.
15

Table 3. Drugs Associated with Nephrotoxicity (AAFP)

Drug Mechanism of kidney injury


Acyclovir (Zovirax) Acute interstitial nephritis, crystal
nephropathy
Aminoglycosides Tubular cell toxicity

Amphotericin B Tubular cell toxicity

Chinese herbal preparations containing Chronic interstitial nephritis


aristolochic acid
Contrast media Renal ischemia

Lithium Chronic interstitial nephritis


Nonsteroidal anti-inflammatory drugs Acute and chronic interstitial nephritis,
impaired glomerular hemodynamics
Phenytoin (Dilantin) Acute interstitial nephritis
Sulfonamides Acute interstitial nephritis, crystal
nephropathy
Vancomycin Acute interstitial nephritis
Zoledronic acid (Zometa) Tubular cell toxicity

Pengendalian diabetes sebagai salah satu etiologi penyakit ginjal kronik


dengan target HbA1c berbeda pada tiap individu sesuai dengan adanya riwayat
hipoglikemi dan penyekit komorbid. Menurut UKPDS, target HbA1c yang harus
dicapai mendekati nilai normal (7.0%) pada pasien DM tipe 2. Pada penelitian
selama 10 tahun dengan penuruan HbA1c dengan nilai 7.9% menjadi 7.0%
didapatkan penurunan mikroalbuminuria sebesar 25% dari nilai awal penelitian.20
Pengendalian hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronik disarankan
dengan menggunakan ARB atau ACEi yang bekerja dengan menurunkan aliran
16

darah glomerulus dan aman untuk semua tingkatan kerusakan ginjal. Jika
penuruna GFR setelah terapi selama dua bulan sebesar , 25% sejak awal terapi
maka penggunaannya dapat dilanjutkan, namun apabila penurunan GFR setelah
dua bulan terapi lebih dari 25% makq perlu dirujuk ke dokter ahli nefrologi.
Terapi kombinasi ARB dan ACEi seharusnya dihindari karena dapat
menyebabkan hipotensi. Penggunaan harus diperhatikan apabila terdapat
peningkatan kada K+ pada serum.Penggunaan ARB atau ACEi pada penyakit
akut harus dihentikan dan dilanjutkan kembali apabila kondisi pasien sudah stabil.
Penggunaan non-loop diuretik (seperti thiazides) dan loop diuretik (seperti
furosemide) etefektif untuk semua tingkatan kerusakan ginjal. Furosemide baik
digunakan jika terdapat overload pada PGK, dan aman walaupun GFR < 30
ml/menit. Penggunaan beta-blockers dapat digunakan pada pasien PJK ,
takiaritmia dan gagal jantung, namun tidak dapat diberikan pada pasien asma dan
adanya blokade parhadap impuls jantung. Obat hipertensi jenis CCB dapat
diberikan pada pasien dengan angina, usia tua, atau dengan hipertensi sistolik.21
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi harus dilakukan untuk
menghambat perburukan keadaan pasien. Anemia merupakan komplikasi yang
timbul pada 80-90% pasien PGK. Penyebab utama anemia adalah defisiensi
eritropoietin. Penyebab lain timbulnya anemia pada PGK adalah defisiensi besi,
kehilangan darah, masa hidup eritrosit yang pendek, defisiensi asam folat, depresi
sumsum tulang, inflamasi akut maupun kronik. Penatalaksanaan anemia ditujukan
untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht > 30%, baik dengan pengelolaan
konservatif maupun dengan EPO. Bila dengan terapi konservatif target Hb dan Ht
belum tercapai dilanjutkan dengan terapi EPO, apabila belum teratasi maka
dilakukan transfusi.
Osteodistrofi renal merupakan salah satu komplikasi dari PGK.
Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat
fosfat, hingga terapi dengan dialisis.
17

Tabel 2.6. Pengikat fosfat, efikasi, dan efek sampingnya


Cara/bahan Efikasi Efek samping

Diet rendah fosfat Tidak terlalu efektif Malnutrisi

Al(OH)3 Baik Intoksikasi Al

CaCO3 Sedang Hipercalcemia

Ca asetat Sangat baik Mual, muntah

Mg(OH)2/MgSO4 Sedang Intoksikasi Mg

Terapi pengganti ginjal dan dialisis dilakukan pada PGK stadium 5 dengan
GFR <15 ml/menit. Dialisis dapat dilakukan dengan hemodialisis, peritoneal
dialisis atau transplantasi ginjal.

2.9 Rujukan
Penyakit ginjal kronik merupakan tingkat kemampuan 2 sehingga lulusan
dokter harus mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat terhadap penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Indikasi konsultasi kepada Dokter ahli nefrologi menurut National Kidney


Foundation sesuai pada tabel 2.7.

Tabel 2.7. Indikasi merujuk ke Dokter ahli Nefrologi


No. Indications for Nephrology Referral

1 Acute, complex, or severe cardiovascular disease

2 Anemia of CKD Bone and mineral disorder of CKD

3 Difficult to manage adverse effects of medications

4 Hyperkalemia (potassium level > 5.5 mEq per L [5.50 mmol per L]
despite treatment)
18

5 Refractory proteinuria (urinary protein/creatinine ratio > 500 to 1,000


mg per g or urinary albumin/creatinine ratio > 300 mg per g)

6 Resistant hypertension (target blood pressure not achieved with use of at


least three antihypertensive drugs)

7 Stage 4 CKD (estimated GFR < 30 mL per minute per 1.73 m2)

8 Unexplained decrease in estimated GFR > 30 percent over four months

CKD = chronic kidney disease; GFR = glomerular filtration rate. J Kidney Dis.
2002;39 (2 suppl 1):S1-S266.

2.10 Edukasi dan Pencegahan


Edukasi dan pencegahan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit
ginjal kronik antara lain :

1. Pemeriksaan kesehatan rutin dan laboratorium secara berkala untuk


diagnosa dini penyakit
2. Kurangi konsumsi zat makanan olahan yang mengandung bahan pewarna
pengawet, dan penyedap rasa.
3. Kurangi konsumsi Vitamin C dosis tinggi yang dapat memperberat kerja
ginjal
4. Minum air putih cukup minimal 8 gelas per hari dan hindari kekurangan
cairan (oleh karena muntah, diare atau penyebab lain)
5. Hindari paparan logam berat yang dapat memperberat fungsi ginjal
6. Lakukan pengendalian terhadap penyakit dasar seperti Diabetes mellitus dan
hipertensi agar tidak mengarah ke komplikasi terutama Penyakit ginjal
kronik
7. Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, hindari penggunaan obat-
obatan atau bahan-bahan yang dapt memperberat fungsi ginjal
19

2.11 Prognosis
Berdasarkan konsensus KDIGO, prognosis PGK dipengaruhi oleh LFG
dan albuminuria dengan hasil hasil dapat berupa kematian dengan semua
penyebab, kematian oleh karena penyakit jantung, dialisis dan transplantasi pada
gagal ginjal, gagal ginjal akut, dan penurunan LFG secara progresif. Faktor lain
yang perlu diperhatikan dalam menentukan prognosis pasien adalah adanya
penyakit dasar, adanya kondisi komorbid yang dapat memperberat penyakit, dan
ada atau tidaknya komplikasi dari penyakit ginjal kronik.
20

BAB III
STATUS ORANG SAKIT

Nomor Rekam Medis : 00.67.97.65

Tanggal Masuk : 6 Juli 2016 Dokter Ruangan :


dr. Mariati

Jam : 01.53 WIB Dokter Chief of Ward :


dr. Jubilate Sigalingging
dr. Ernita Sinaga

Ruang : Rindu A-1 Dokter Penanggung Jawab Pasien :


III-2 Bed 4 dr. Radar Radius Tarigan Sp. PD

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Rengsi br Siaholo
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Janda
Pekerjaan : Petani
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Dsn VII Simpang Empat Lau Paka

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Sesak Nafas
21

Telaah : Hal ini telah dialami os sejak 1 minggu SMRS. Sesak


nafas tidak berhubungan dengan aktifitas dan keluhan sesak
nafas terus-menerus dan memberat sejak 3 hari ini. Riwayat
sesak nafas sebelumnya tidak dijumpai. Batuk, dan nyeri
dada tidak dijumpai. Os juga mengeluhkan mualyang
dialami sejak 3 hari SMRS, muntah disangkal. Os juga
mengeluhkanvolume BAKberkurang sejak 3 bulan SMRS,
dan semakin berkurang sejak seminggu terakhir dengan
volume BAK 1 gelas aqua (250 ml) dalam sehari, BAK
berdarah dijumpai pada tiga hari SMRS. Os mengeluhkan
bengkak pada kaki sejak 3 minggu SMRS. Riwayat BAK
berpasir dan keluar batu disangkal. Os juga mengaku nafsu
makan menurun disertai penurunan bebat badan > 10 kg
dalam 3 bulan terakhir. Demam (+) sejak seminggu SMRS.
Riwayat penyakit gula , darah tinggi dan jantung disangkal.
.
RPT :
RPO : Tidak Jelas

ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Nafas : (+) Edema : (+)
Angina Pektoris : (-) Palpitasi : (-)
Lain-lain : (-)

Saluran Batuk-batuk : (-) Asma,bronchitis : (-)


Pernafasan Dahak : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Nafsu Makan : () Penurunan BB:(+)>10kg/3bln

Pencernaan Keluhan menelan : (-) Keluhan Defekasi: (-)


22

Keluhan perut : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Sakit BAK : (-) BAK tersendat : (-)


Urogenital Mengandung batu : (-) Keadaan urin : darah (+)
Haid : (-) Lain-lain : (-)
(menopuase usia 44 tahun)

Sendi dan Sakit pinggang : (-) Keterbatasan Gerak : (-)


Tulang Keluhan Persendiaan : (-) Lain-lain : (-)

Endokrin Haus/Polidipsi : (-) Gugup : (-)


Poliuri : (-) Perubahan suara : (-)
Polifagi : (-) Lain-lain : (-)

Saraf Pusat Sakit Kepala : (-) Hoyong : (-)


Lain-lain : (-)

Darah dan Pucat : (+) Perdarahan : (-)


Darah Petechiae : (-) Purpura : (-)
Lain-lain : (-)

Sirkulasi Claudicatio Intermitten : (-) Lain-lain : (-)


Perifer

ANAMNESA FAMILI : Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama
23

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum: Lemah Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah : lemah
Tekanan darah : 130/70 mmHg Sikap paksa : (-)
Nadi : 76x/i, regular, t/v: cukup Refleks fisiologis : (+)
Pernafasan : 22x/i Refleks patologis : (-)
Temperatur : 36,6C (axilla)

Anemia (+/+), Ikterus (-/-), Dispnoe (+)


Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik
Keadaan gizi : Baik
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 150 cm
BW : BB x 100% =50 x 100% = 100%
TB - 100 (150-100)

Indeks Massa Tubuh : BB (kg) = 50 = 22,2 kg/m2


[TB(m)]2 (1,5)2

Kesan:Normoweight

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebrainferior pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil
isokor ki=ka, diameter 3mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek
(+/+). Kesan: anemis
Telinga : Dalam batas normal, serumen (+), membran timpani (+)
24

Hidung : Dalam batas normal, deviasi septum (-), pernapasan cuping


hidung (-)
Mulut : Lidah : Atrofi papil lidah (-), kering (-)
Gigi geligi : Perdarahan (-), Hyperplasia gingival (-)
Tonsil/faring : Hiperemis (-)
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat: (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),mobilitas (-),
nyeri tekan (-)
Posisi trakea : medial, TVJ: R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Thorakoabdominal, Tidak ada ketinggalan bernafas di
kedua lapangan paru

Palpasi
Nyeri tekan : tidak dijumpai
Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri
Iktus : tidak terlihat, teraba pada ICS V LMCS

Perkusi
Paru
25

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru


Batas Paru Hati R/A : ICS V /ICS VI
Peranjakan : 1 cmLMCS
Jantung
Batas atas jantung : Intercostal SpaceIII Linea Midclavicularis
Sinistra
Batas kiri jantung : 1 cm medial Linea Midclavicularis Sinistra pada
Intercostal Space VI
Batas kanan jantung : ICS V Linea Parasternal Dextra

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : tidak ada

Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
lain-lain (-), Heart Rate:76x/menit, regular, intensitas : cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus pada seluruh lapangan paru kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: vesikuler
ST : -

ABDOMEN
Inspeksi
26

Bentuk : Simetris
Gerakan Lambung/usus : Tidak tampak
Vena kolateral : Tidak ada
Caput medusa : Tidak ada
Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba.

HATI
Pembesaran : Tidak ada
Permukaan : Tidak ada
Pinggir : Tidak ada
Nyeri Tekan : Tidak ada

LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : (-)
TUMOR : (-)

Perkusi
Pekak hati : Tidak ada
Pekak beralih : Tidak ada

Undulasi : Tidak ada

Auskultasi
27

Peristaltik usus : Normoperistaltik


Lain-lain : Tidak ada

PINGGANG :-
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITAL LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Ketat
Spincter Ani : Ketat
Ampula : Feses
Mukosa : Licin
Sarung tangan : Feses
ANGGOTA GERAK ATAS
Deformitas sendi : Tidak ada
Lokasi :-
Jari tabuh : Tidak ada
Tremor ujung jari : Tidak ada
Telapak tangan sembab : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Eritma Palmaris : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


Edema + +
28

Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Reflex KPR + +
Refleks APR + +
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb: 5,5 g/dL Warna: kemerahan Warna: kuning


Eritrosit: 2,29 x 106/mm3 Protein: ++ Konsistensi:lunak
Leukosit: 20,250 x Reduksi: - Eritrosit: -
103/mm3
Bilirubin: - Leukosit: -
Trombosit: 275,000 x
103/mm3 Urobilinogen: + Amoeba/Kista: -

Ht: 17 %
MCV: 74 fL Sedimen Telur Cacing

MCH: 24,0 pg Eritrosit: 10-15/lpb Ascaris: -

MCHC: 32,4 g/dL Leukosit:12-15/lpb Ankylostoma: -

RDW: 18,0% Epitel: 10-15/lpb T. Trichiura: -

MPV: 9,7 fl Silinder:1-2/lpb Kremi: -

PCT: 0,270%
PDW:9,5%
Eosinofil: 0,00 %
29

Basofil: 0,10 %
Neutrofil: 87,90 %
Limfosit: 8,00 %
Monosit: 4,00 %

Analisa Gas Darah


pH: 7,150
pCO2: 13,0 mmHg
pO2: 198,0 mmHg
Bicarbonat (HCO3): 4,5
mmol/l
Total CO2: 4,9 mmol/l
Kelebihan basa (BE): -
22,0 mmol/l
Saturasi O2: 99%

Ginjal
Blood Urea Nitrogen
(BUN): 98 mg/dl
Ureum: 210 mg/dl
Creatinin: 16,28 mg/dl

Elektrolit
Natrium (Na): 143 mEq/l
Kalium (K): 3,1 mEq/l
Klorida (Cl): 106 mEq/l

Albumin: 2,3
30

RESUME

ANAMNESA Keluhan Utama : Dyspnoe


Telaah : Hal ini telah dialami os sejak 1
minggu SMRS, yang tidak
berhubungan dengan aktivitas
dan keluhan terjadi terus-
meneurs dan memberat sejak 3
hari SMRS. Nausea (+).
Oliguria (+). Hematuria (+).
Anoreksia (+). Penurunan BB
(+). Demam (+)

STATUS PRESENS Keadaan Umum : Lemah


Keadaan Penyakit : Berat
Keadaan Gizi : Baik

PEMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos Mentis


Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 76x/i
Pernafasan : 22x/I
Temperatur : 36,6C
Kepala:
Mata: Anemis(+/+)

LABORATORIUM Darah : Anemia, Leukositosis


RUTIN Kemih: hematuria, leukositosis, epitel (+)

Tinja : normal

DIAGNOSA BANDING CKD stage V ec PGOI


CKD stage V ec Hipertensi Nefropati
CKD stage V ec Diabetes Nefropati
CKD stage V ec Glomerulonefritis
AKI
DIAGNOSA CKD stage V ec PGOI + Susp. Ca Cervix+
SEMENTARA Hidronefrosis bilateral+ Anemia ec Penyakit
31

kronik

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring

Diet : Diet Ginjal 1750 kkal, 40 gr protein

Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i


Oksigen 3 L/i nasal canule
Catheter no. 18

Medikamentosa :

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam


Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Transaminase 500 mg/12 jam
Inj. Metoclopramide 10 mg/12 jam
Inj. Vit K 10 mg/8 jam
Hemodialiasa
Transfusi PRC 2 bag

Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan

1. Urinalisa, feses rutin 5. Elektrolit

2. Tes fungsi ginjal (RFT), Tes fungsi 6. AGDA


hari (LFT)

3. Foto Polos Thorax 7. Konsultasi ke bagian Urologi

4. Anemia Profile (SI/TIBC, serum 8. Konsultasi ke bagian Obstetri dan


ferritin, reticulocyte count) Ginekologi

FOLLOW UP

Tanggal S O A P
10 Juli Badan Sensorium: CM CKD St HD hari Senin
2016 terasa TD: 150/80 V ec Transfusi PRC 2
lemas, HR: 76x/i Suspect bag, 175 cc HD
BAK RR: 18x/i Ca Cervix
dan sudah
Hidronefr
32

berdarah Temp: 36,5C osis dibuat pada LBP


ringan nya
bilateral- Bila department
moderate
urologi ingin
Hematuri
a melakukan
Anemia sistografi, hanya
ec 1x24 setelah
penyakit HD. .
kronis dd
pendaraha
n
Hipoalbu
minemia
11 Juli Sesak Compos mentis CKD Stage Tirah baring
2016 nafas (-) TD: 170/90 mmHg V ec Diet ginjal
Bak HR : 96x/i P6O2dd 1500kkal + 50 gr
berdarah RR : 28x/i HN
protein
(+). Temp :36,4C Suspect Ca
Pemeriksaan fizik: Cervix IVFD NaCl 0,9%
Kepala: Hidronefro 10gtt/i makro
Mata: conjunctiva sis ringan Inj. Ceftriaxone
palpebra inf anemis bilateral 1gr/12jam
(+) Hematuria Inj. Ranitidine
Sklera ikterik (-/-) Anemia ec
Oedem palpebra (+) 50mg/ 12jam
penyakit
T/H/M: dbn Inj. Transamin 500
kronis dd
Leher: TVJ R- cm pendarahan mh/ 12jam
H2O Hipoalbum Inj.
Pembesaran KGB (-/- inemia(2,3) Metodopnamide
)
1amp/ 12jam
Trachea medial
Thorax: Sp: Vesikuler Inj. Vitamin K
St: (-) 10mg / 8jam
Extremistas : HD
oedema(-/-) Transfusi PRC
2bag durante HD
Jawaban konsul USG ginjal dan
Jawaban
Obgyn : saluran kemih
konsul
Perdarahan per Obgyn: Memasang double
vaginam (+) Susp. Ca lumen
Inspekulo : massa Cervix
eksofilik memenuhi CKD stage Jawaban konsul
1/3 dinding vagina V ec PGOI Obgyn:
VT: teraba massa
33

eksofilik pada 1/3 Biopsi dilakukan


dinding vagina jika Hb >10

12 Juli Sesak Compos mentis CKD Stage Tirah baring


2016 nafas (-) TD: 140/80 mmHg V ec Diet ginjal
Bak HR : 68x/i P6O2dd 1500kkal + 50 gr
berdarah RR : 16x/i HN
protein
(+). Temp :35C Suspect Ca
Kepala: Cervix IVFD NaCl 0,9%
Mata: conjunctiva Hidronefro 10gtt/i makro
palpebra inf anemis sis ringan Inj. Ceftriaxone
(+) bilateral 1gr/12jam
Sklera ikterik (-/-) Hematuria Inj. Ranitidine
Oedem palpebra (+/+) Anemia ec
T/H/M: dbn 50mg/ 12jam
penyakit
Leher: TVJ R- cm kronis dd Inj. Transamin 500
H2O pendarahan mh/ 12jam
Pembesaran KGB (-/- Hipoalbum Inj.
) inemia(2,3) Metodopnamide
Trachea medial
1amp/ 12jam
Thorax: Sp: Vesikuler
St: (-) Inj. Vitamin K
Extremistas : 10mg / 8jam
oedema(-/-) HD
Jawaban Transfusi PRC
Jawaban konsul konsul 2bag durante HD
Urologi: urologi:
Keluar clot 50 Susul hari USG
Hidronefros ginjal dan saluran
cc setelah is ringan
pemasangan kemih
bilateral
kateter
Hematuria Epo injeksi
Nyeri tekan(- CKD 2x/minggu
/-), Nyeri
Susp. Ca
ketok (-/-),
cervix
Ballotement (-
/-),
Ginjal kanan:
hidronefrosis
(+), accoustic
shadow (-)
Ginjal kiri
hidronefrosis
(+), accoustic
shadow (-)
Buli : Kesan
massa (+)
34

infiltrasi dari
posterior otot,
accoustic
shadow (-)

14 Juli BAK Compos mentis CKD Stage Tirah baring


2016 berdarah TD: 150/70 mmHg V ec PGO1 Diet ginjal
(+) HR : 76x/i dd HN 1500kkal + 50 gr
Sesak
RR : 16x/i Suspect Ca
Temp :35,8C protein
Cervix
nafas (-) Kepala: Hidronefro Three way
Mata: conjunctiva sis ringan Inj. Ceftriaxone
palpebra inf anemis bilateral 1gr/12jam
(+) Hematuria Inj. Transamin 500
Sklera ikterik (-/-) Anemia ec mh/ 12jam
Oedem palpebra (+/+) penyakit
T/H/M: dbn Inj. Ranitidin
kronis dd
Leher: TVJ R- cm pendarahan 2x150mg
H2O Hipoalbum Inj.
Pembesaran KGB (-/- inemia(2,3 Metodopnamide
) 1amp/ 12jam
Trachea medial
Thorax: Sp: Vesikuler Inj. Vitamin K
St: (-) 10mg / 8jam
Abdomen: soepel, HD
H/L/R: ttb Transfusi PRC
Peristaltik: (+) 2bag durante HD
Extremistas :
USG ginjal dan
oedema(-/-)
saluran kemih
Cek urinalisa dna
feses rutin
15 Juli BAK Compos mentis CKD Stage Tirah baring
2016 berdarah TD: mmHg V ec P6O1 Diet ginjal
(+) HR :x/i dd HN 1500kkal + 50 gr
Sesak
RR : x/i Suspect Ca
Temp :C protein
Cervix
nafas (-) Kepala: Hidronefro Three way
Mata: conjunctiva sis ringan Inj. Ceftriaxone
palpebra inf anemis bilateral 1gr/12jam
(+) Hematuria Inj. Transamin 500
Sklera ikterik (-/-) Anemia ec mh/ 12jam
Oedem palpebra (+/+) penyakit
T/H/M: dbn Inj. Ranitidin
kronis dd
Leher: TVJ R- cm pendarahan 2x150mg
H2O Inj.
35

Pembesaran KGB (-/- Hipoalbum Metodopnamide


) inemia(2,3) 1amp/ 12jam
Trachea medial Inj. Vitamin K
Thorax: Sp: Vesikuler
10mg / 8jam
St: (-)
Abdomen: soepel,
H/L/R: ttb
Peristaltik: (+)
Extremistas :
oedema(-/-)
36

BAB IV
DISKUSI
Teori Kasus

Epidemiologi

Menurut data dari CDC tahun 2010, lebih dari


20 juta warga Amerika Serikat yang menderita
penyakit ginjal kronik, angka ini meningkat
sekitar 6% setiap tahunya. Lebih dari 35%
pasien diabetes menderita penyakit ginjal
kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi
juga memliki penyakit ginjal kronik dengan
insidensi penyakit ginjal kronik tertinggi
ditemukan pada usia 70 tahun atau lebih.9 Dari
data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan
oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada Pasien berusia 57 tahun
tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi
(20%) dan ginjal polikistik (10%).10 Menurut
National Kidney Foundation, etiologi penyakit
ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
mellitus atau hipertensi, obesitas , perokok,
berumur lebih dari 50 tahun dan individu
dengan riwayat penyakit diabetes mellitus,
hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga.8

Klasifikasi Pasien menderita CKD stage V

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m2 dengan LFG= 5


37

1 Kerusakan 90
ginjal
dengan
LFG
normal
atau

2 Kerusakan 60-89
ginjal
dengan
ringan

3 Kerusakan 30-59
ginjal
dengan
sedang

4 Kerusakan 15-29
ginjal
dengan
berat

5 Gagal < 15 atau dialysis


ginjal

Manifestasi Klinis Pasien mengeluhkan sesak


nafassejak 1 minggu SMRS, yang
Gambaran klinik penyakit ginjal kronik
tidak berhubungan dengan
berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: aktivitas dan keluhan terjadi

kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, terus-menerus dan memberat

selaput serosa, dan kelainan neuropsikiatri. sejak 3 hari SMRS. Nausea


1. Kelainan hemopoeisis (+).Oliguria (+).Anoreksia (+).
Anemia normokrom dan Penurunan Berat badan(+), ,
38

normositer,sering ditemukan pada Demam (+), Anemia (+)


pasien gagal ginjal kronik. Anemia
sangat bervariasi bila ureum darah
lebih dari 100 mg% atau penjernihan
kreatinin kurang dari 25 ml per menit
(Sukandar, 2006).
2. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan
keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal. Patogenesis mual
dan muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga
terbentuk amonia (NH3). Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus
halus. Keluhan-keluhan saluran cerna
ini akan segera mereda atau hilang
setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis)
hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien penyakit ginjal kronik.
Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan
penyakit ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus,
miosis, dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin
39

disebabkan hipertensi maupun anemia


yang sering dijumpai pada pasien
penyakit ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada
konjungtiva menyebabkan gejala red
eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi.
4. Kelainan Kulit
Gatal sering mengganggu pasien,
patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan
hiperparatiroidisme sekunder.
Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi.
Kulit biasanya kering dan bersisik,
tidak jarang dijumpai timbunan kristal
urea pada kulit muka dan dinamakan
urea frost.
5. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti
pleuritis dan perikarditis sering
dijumpai pada penyakit ginjal kronik
terutama pada stadium terminal.
Kelainan selaput serosa merupakan
salah satu indikasi mutlak untuk
segera dilakukan dialysis.
6. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif
pada penyakit ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti
anemia, hipertensi, aterosklerosis,
penyebaran kalsifikasi mengenai
40

sistem vaskuler, sering dijumpai pada


pasien penyakit ginjal kronik terutama
pada stadium terminal. Hal ini dapat
menyebabkan gagal faal jantung.

Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Anamnesis harus terarah dengan Dyspnoe dialami os sejak 1
mengumpulkan semua keluhan yang minggu SMRS, yang tidak
berhubungan dengan retensi atau akumulasi berhubungan dengan aktivitas dan
keluhan terjadi terus-meneurs dan
toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan memberat sejak 3hari SMRS.
penyakit termasuk semua faktor yang dapat Nausea (+).Oliguria (+).
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran Hematuria (+). Anoreksia (+).
Penurunan berat badan (+).
klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk
Demam (+)
kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu
memastikan dan menentukan derajat penurunan
LFG pasien = 5
faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan
menentukan perjalanan penyakit termasuk Ureum= 210 mg/dL
semua faktor pemburuk faal ginjal. Kreatinin= 16,28 mg/dL
Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Bikarbonaat= 4,5 mmol/L
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam
Hemoglobin= 5,5 g%
urat serum sudah cukup memadai sebagai uji
saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan
klirens kreatinin dan radionuklida (gamma
camera imaging) hampir mendekati faal ginjal
yang sebenarnya.
41

Etiologi penyakit ginjal kronik (PGK)


Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia
darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
Pemeriksaan laboratorium untuk
perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal,
hemopoiesis, elektrolit, endoktrin,dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

Pemeriksaan penunjang diagnosis


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif
sesuai dengan tujuannya, yaitu:
Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, Hasil USG: hidronefrosis ringan
yaitu foto polos abdomen, ultrasonografi bilateral
(USG), nefrotomogram, pielografi retrograde,
pielografi antegrade dan Micturating Cysto
Urography (MCU).
Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida
(renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi
(USG).15,16

LFG: <15 ml/menit

Hb: 5,5 g/dL


Eritrosit: 2,29 x 106/mm3
Leukosit: 20,250 x 103/mm3
Trombosit: 275,000 x 103/mm3
Ht: 17 %
42

MCV: 74 fL
MCH: 24,0 pg
MCHC: 32,4 g/dL
RDW: 18,0%
MPV: 9,7 fl
PCT: 0,270%
PDW:9,5%
Aktivitas : Tirah baring
Eosinofil: 0,00 %
Diet : diet ginjal 1750 kkal,
Basofil: 0,10 %
protein 40 gr
Neutrofil: 87,90 %
Limfosit: 8,00 % Tindakan suportif : IVFD NaCl

Monosit: 4,00 % 0,9% 10 gtt/i

Catheter no. 18
Analisa Gas Darah
Oksigen 3 L/i nasal canule
pH: 7,150
Medikamentosa :
pCO2: 13,0 mmHg
pO2: 198,0 mmHg Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Bicarbonat (HCO3): 4,5 mmol/l Inj. Transaminase 500 mg/12


Total CO2: 4,9 mmol/l jam
Kelebihan basa (BE): -22,0 mmol/l
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Saturasi O2: 99%
Inj. Metoclopramide 10 mg/12
jam
Ginjal
Blood Urea Nitrogen (BUN): 98 mg/dl Inj. Vit K 10 mg/8 jam

Ureum: 210 mg/dl EPO injeksi 2x


Creatinin: 16,28 mg/dl Hemodialisa
43

Transfusi PRC 2 bag


Elektrolit
Natrium (Na): 143 mEq/l
Kalium (K): 3,1 mEq/l
Klorida (Cl): 106 mEq/l

Albumin: 2,3

Diet : Diet Ginjal 1750 kkal + 40


gr protein
44

BAB V
KESIMPULAN

Rengsi Sialoho, perempuan, 57 tahun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang didiagnosis dengan CKD stage V ec PGOI,
Susp. Ca Cervix, Hidronefrosis ringan bilateral, dan Anemia ec perdarahan,
dianjurkan untuk dirawat inap. Pasien diberikan IVFD Nacl 0.9 % 10 gtt/i mikro,
inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam, inj. Ranitidine 50 mg/12 jam, Inj. Transaminase 500
mg/12 jam, Inj. Metoclopramide 10 mg/12 jam, inj. Vitamin K 10 mg/8 jam, EPO
2 kali seminggu, Haemodialisa ,dan transfusi PRC 2 bag. Pasien dirawat sejak
tanggal 6 Juli 2016.
45

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et


al., 3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
2009:1035-1040.
2. Triyanti, K., Suhardjono, P. Soewondo, H. Shatri Renal Function Decrement in
Type 2 Diabetes Mellitus Patient in Cipto Mangunkusumo Hospital. Acta Med
Indones 2008;40(4) :192-200
3. Thomas, R., A. Kanso and J.R. Sedor. Chronic Kidney Disease and Its
Complication. Prim Care (2008); 35(2): 329-vii
4. Prodjosudjadi, W., A. Suhardjono. End-Stage Renal Disease in Indonesia:
Treatment Development. Ethn Dis.2009;19(suppl1):S1-33- S1-36
5. Fauci et al.2012. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th Edition. New
York, U.S.A.:The McGraw-Hill Companies.2012
6. Barsoum, R.S. Chronic Kidney Disease in Developing World. N Engl J Med
2006;350;10
7. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group.
KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. inter., Suppl. 2013; 3: 1150.
8. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. 2009. American
Journal of Kidney Disease vol: 39 S1-S266.
9. Centers for Disease Control and Prevention. Chronic Kidney Disease
Surveillance System. Atlanta. Atlanta, GA: Centers for Disease Control and
Prevention, US Dept of Health and Human Services; 2011.
http://www.cdc.gov/ckd.
10. Roesli, R..Hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal di Indonesia.2008. Dalam:
Lubis, H.R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. USU Press, Medan: 95-108.
46

11. William J.C, Armend, Jr., Flavio G. Vincenti. Chronic Renal Failure and
Dialysis. In: Emil A. Tanagho and Jack W. McAninch. Smiths General Urology
Ed 17. 2008. USA: The McGraw-Hill Companies. 535-536.
12. Wilson, L.M. Gagal Ginjal Kronik. In: Sylvia A. Price and Lorraine M.
Wilson. Patofisiologi Klinis Proses-Proses Penyakit Vol II Ed 6. 2002. Jakarta:
EGC. 912-918
13. Bergstein, J.M. Nefropati Toksik-Gagal Ginjal. In: Waldo E Nelson, Robert
Kliegmen, Ann M, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak vol 3 ed 15. 2012.
Jakarta: EGC. 1852-1853.
14. 2.Yu TH .Progression of chronic renal failure.Arch Intern Med
2003;163:1417-29
15. Sukandar E. Nefrologi Klinik. 3rd ed. 2006. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
16. Prodjosudjadi W. Glomerulonefritis. In: Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK,
Setiati S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 4th ed. 2006. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
17. Bargman JM, Skorecki K. Chronic Kidney Disease. In: Fauci AS, Braunwald
E, Kasper D, et al., ed. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. 2008.
USA: Mc-Graw Hill.
18. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: InternaPublishing; 2009.
19. Am J Kidney. National Kidney Foundation. K/DOQI clinical practice
guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification, and stratification.
Dis. 2002;39:S4.
20. S C, M H, S T, M T, G J, A C et al. Prevention and management of chronic
kidney disease in type 2 diabetes. Nephrology. 2010;15:S162-S194.
21. Susan Hedayati S, Yalamanchili V, Finkelstein F. A practical approach to the
treatment of depression in patients with chronic kidney disease and end-stage
renal disease. Kidney International. 2012;81(3):247-255.

Anda mungkin juga menyukai