OLEH :
ARJUMARDI AZRAH 120100044
LEMBAR PENGESAHAN
COW Pembimbing
Pimpinan Sidang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, karena atas berkat dan rahmat-Nya
berupa kesehatan, rezeki, serta waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini tepat waktu.
Dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul Penyakit
Ginjal Kronis penulis menemukan banyak hambatan. Namun, berkat bantuan
dari banyak pihak, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasihkepada dr. Jubilate selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini. Tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada dr. Riri, Sp.PD selaku pimpinan sidang, yang telah
meluangkan tenaga, pikiran, dan waktu untuk memberi bimbingan dalam proses
penulisan laporan kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus
penyakit ginjal kronis, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaan pada pasien
yang dirawat inap selama masa kepanitraan klinik di Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan. Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dapat
dijadikan bahan yang lebih baik lagi untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
2.7 Diagnosis.................................................................................................. 9
BAB IV DISKUSI............................................................................................... 36
BAB I
PENDAHULUAN
nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien
mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus
kurang dari 30%.1
Penyakit ginjal kronik tidak hanya akan menyebabkan gagal ginjal, tetapi
juga menyebabkan komplikasi kardiovaskular, keracunan obat, infeksi, gangguan
kognitif dan gangguan metabolik dan endokrin seperti anemia, renal osteodistrofi,
osteitis fibrosa cysta dan osteomalasia.3,5,7
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Berdasarkan panduan dari KDOQI (Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative) tahun 2002, penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal atau penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73
m selama lebih dari 3 bulan. Gagal ginjal merupakan kelainan patologis pada
ginjal, yang ditandai dengan abnormalitas pada darah dan urin pada hasil
laboratorium. Penyakit ginjal kronik didefinisikan sesuai kriteria berikut8:
Tabel 2.1. Kriteria penyakit ginjal kronik1
1. Kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, berdasarkan:
Kelainan patologik
Tanda-tanda kerusakan ginjal seperti kelainan komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang
dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut1:
Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit1
Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m2
2.3 Epidemiologi
Menurut data dari CDC tahun 2010, lebih dari 20 juta warga Amerika
Serikat yang menderita penyakit ginjal kronik, angka ini meningkat sekitar 6%
setiap tahunya. Lebih dari 35% pasien diabetes menderita penyakit ginjal kronik,
dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga memliki penyakit ginjal kronik dengan
insidensi penyakit ginjal kronik tertinggi ditemukan pada usia 70 tahun atau
lebih.9 Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%).10 Menurut National Kidney Foundation, etiologi
penyakit ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus atau hipertensi,
obesitas , perokok, berumur lebih dari 50 tahun dan individu dengan riwayat
penyakit diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga.8
5
2.4 Etiologi
Berbagai jenis kelainan dapat memiliki hubungan dengan kejadian gagal
ginjal. Bisa secara langsung menyebabkan kelainan atau primary renal process
(glumerulonefritis, pyelonefritis, congenital hypoplasia), atau secara tidak
langsung (secondary, misalnya berkaitan dengan sistemik sperti diabetes melitus,
lupus erythematosus) dapat bertanggung jawab. Ketika muncul suatu injury atau
kerusakan, sisa nefron yang masih normal bekerja lebih keras untuk mengatasi
beban ginjal. Progresi dari penyakit akan terus berkembang hingga ke stadium
selanjutnya. Ditambah lagi dengan jika penderita mengalami dehidrasi, infeksi
suatu agen, hypertensi maupun diabetes, maka dapat dipastikan penyakit ginjal
akan semakin parah.11
Meskipun memiliki banyak penyebab, penyakit ginjal mirip satu dengan
yang lain, dan jika didefinisikan secara sederhana adalah defisiensi jumlah total
nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang tidak dapat ditelakkan lagi.12
Berikut disajikan tabel berupa etiologi PGK,
Amiloidosis
Nefrotopati Toksik Penyalahgunaan analgesik nefropati
timah
Nefropati Obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis, retroparitoneal.
Traktus urinarius bagian bawah :
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra.
2.5 Patofisiologi
Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal secara progresif secara
umum dapat diuraikan dari segi hipotesis nefron yang utuh. Meskipun sudah
terjadi kerusakan nefron pada gagal ginjal, namun beban jumlah zat yang harus
dikeluarkan untuk mempertahankan homeostasis adalah tidak berubah, sehingga
sisa nefron yang ada bekerja dengan keras dan mengalami hipertrofi untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Terjadi hiperfiltrasi atau peningkatan daya dorong
filtrasi sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan vasokontriksi arteriola
eferen akibat angiotensin II. Mekanisme kompensasi ini cukup efektif untuk
mempertahankan keseimbangan homestasis cairan dan elektrolit hingga derajat
tertentu sekaligus memelihara fungsi ginjal.13
Mekanisme yang berpotensi merusak glomerulus ginjal adalah
peningkatan langsung dari tekanan hidrostatik, hasilnya adalah keluarnya protein
melewati dinding kapiler dan pada akhirnya kelainan ini menyebabkan perubahan
pada sel mesengium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus.
Ketika sklerosis luas telah terjadi nefron sisanya akan menderita peningkatan
beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan aliran darah
glomerulus dan hiperfiltrasi.13
Jika kerusakan sudah mencapai sekitar 75% masa nefron maka beban kerja
nefron yang demikian tinggi mengakibatkan ketidakseimbangan glomerulus-
7
tubulus (keseimbangan laju filtrasi dan reabsorbsi tubulus) tidak dapat lagi
dipertahankan. fleksibilitas baik pada ekresi maupun konservasi zat terlarut dan
air menjadi berkurang. Dengan sedikit mengkonsumsi makanan dapat mengubah
keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR maka semakin
besar perubahan kecepatan ekspresi per nefron dan selanjutnya hilangnya
kemampuan nefron untuk memekatkan dan mengencerkan urine menyebabkan
berat jenis urine tetap pada 1,010 atau 285 mOsm (sama dengan plasma) hal inilah
yang kemudian menimbulkan poliuria dan nokturia. Perlu di ingat bahwa orang
normal dapat memekatkan urinenya hingga 4 kali nilai plasma, sehingga urine nya
menjadi lebih pekat dan secara otomatis air yang dikeluarkan pun lebih sedikit,
hal itu juga bergantung dari apa yang dia makan. Sementara pada penderita gagal
ginjal maka untuk mengeluarkan zat terlarut 600 mOsm (285 mOsm/L pada orang
gagal ginjal) maka dia akan kehilangan air sebanyak 2 liter.12
Proteinuria menetap dan hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat
merusak dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis
glomerulus dan permulaan cidera hiperfiltrasi.13
usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis, dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun
anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan
gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati
mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik
akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tertier.
4. Kelainan Kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal
ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit
muka dan dinamakan urea frost.
5. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan
selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera
dilakukan dialysis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
depresi. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang
dengan gejala psikosis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering
dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari
dasar kepribadiannya (personalitas). Pada kelainan neurologi, kejang otot
atau muscular twitching sering ditemukan pada pasien yang sudah dalam
9
e. Meramalkanprognosis
10
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien penyakit ginjal kronik meliputi18:
Terapi spesifik terhadap penyakit dasar
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komorbid
Memperlambat perburukan fungsi ginjal
12
CKD = chronic kidney disease; GFR = glomerular filtration rate. *Presence of markers of
kidney damage is required for the diagnosis of stage 1 or 2 CKD.19
Tabel 2.5. Pembatasan asupan protein dan fosfat pada penyakit ginjal kronik
LFG Asupan protein Fosfat
ml/menit g/kgbb/hari g/kgbb/hari
2. Terapi farmakologis
Dilakukan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Penggunaan obat
antihipertensi bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular,
memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerulur dan hipertrofi glomerulus.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular pentingdilakukan
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan olehpenyakit
kardiovaskular. Hal-hal ini termasuk pengendalian diabetes, pengendalian
hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian
hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit.
Tatalaksana secara farmakologi tarhadap pasien PGK harus diperhatikan
karena berpotensi memperburuk kerusakan ginjal. Beberapa obat perludibatasi
dosisnya pada pasien PGK atau sama sekali dihindari.
15
darah glomerulus dan aman untuk semua tingkatan kerusakan ginjal. Jika
penuruna GFR setelah terapi selama dua bulan sebesar , 25% sejak awal terapi
maka penggunaannya dapat dilanjutkan, namun apabila penurunan GFR setelah
dua bulan terapi lebih dari 25% makq perlu dirujuk ke dokter ahli nefrologi.
Terapi kombinasi ARB dan ACEi seharusnya dihindari karena dapat
menyebabkan hipotensi. Penggunaan harus diperhatikan apabila terdapat
peningkatan kada K+ pada serum.Penggunaan ARB atau ACEi pada penyakit
akut harus dihentikan dan dilanjutkan kembali apabila kondisi pasien sudah stabil.
Penggunaan non-loop diuretik (seperti thiazides) dan loop diuretik (seperti
furosemide) etefektif untuk semua tingkatan kerusakan ginjal. Furosemide baik
digunakan jika terdapat overload pada PGK, dan aman walaupun GFR < 30
ml/menit. Penggunaan beta-blockers dapat digunakan pada pasien PJK ,
takiaritmia dan gagal jantung, namun tidak dapat diberikan pada pasien asma dan
adanya blokade parhadap impuls jantung. Obat hipertensi jenis CCB dapat
diberikan pada pasien dengan angina, usia tua, atau dengan hipertensi sistolik.21
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi harus dilakukan untuk
menghambat perburukan keadaan pasien. Anemia merupakan komplikasi yang
timbul pada 80-90% pasien PGK. Penyebab utama anemia adalah defisiensi
eritropoietin. Penyebab lain timbulnya anemia pada PGK adalah defisiensi besi,
kehilangan darah, masa hidup eritrosit yang pendek, defisiensi asam folat, depresi
sumsum tulang, inflamasi akut maupun kronik. Penatalaksanaan anemia ditujukan
untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht > 30%, baik dengan pengelolaan
konservatif maupun dengan EPO. Bila dengan terapi konservatif target Hb dan Ht
belum tercapai dilanjutkan dengan terapi EPO, apabila belum teratasi maka
dilakukan transfusi.
Osteodistrofi renal merupakan salah satu komplikasi dari PGK.
Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat
fosfat, hingga terapi dengan dialisis.
17
Terapi pengganti ginjal dan dialisis dilakukan pada PGK stadium 5 dengan
GFR <15 ml/menit. Dialisis dapat dilakukan dengan hemodialisis, peritoneal
dialisis atau transplantasi ginjal.
2.9 Rujukan
Penyakit ginjal kronik merupakan tingkat kemampuan 2 sehingga lulusan
dokter harus mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat terhadap penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
4 Hyperkalemia (potassium level > 5.5 mEq per L [5.50 mmol per L]
despite treatment)
18
7 Stage 4 CKD (estimated GFR < 30 mL per minute per 1.73 m2)
CKD = chronic kidney disease; GFR = glomerular filtration rate. J Kidney Dis.
2002;39 (2 suppl 1):S1-S266.
2.11 Prognosis
Berdasarkan konsensus KDIGO, prognosis PGK dipengaruhi oleh LFG
dan albuminuria dengan hasil hasil dapat berupa kematian dengan semua
penyebab, kematian oleh karena penyakit jantung, dialisis dan transplantasi pada
gagal ginjal, gagal ginjal akut, dan penurunan LFG secara progresif. Faktor lain
yang perlu diperhatikan dalam menentukan prognosis pasien adalah adanya
penyakit dasar, adanya kondisi komorbid yang dapat memperberat penyakit, dan
ada atau tidaknya komplikasi dari penyakit ginjal kronik.
20
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Rengsi br Siaholo
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Janda
Pekerjaan : Petani
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Dsn VII Simpang Empat Lau Paka
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Sesak Nafas
21
ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Nafas : (+) Edema : (+)
Angina Pektoris : (-) Palpitasi : (-)
Lain-lain : (-)
ANAMNESA FAMILI : Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama
23
Kesan:Normoweight
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebrainferior pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil
isokor ki=ka, diameter 3mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek
(+/+). Kesan: anemis
Telinga : Dalam batas normal, serumen (+), membran timpani (+)
24
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Thorakoabdominal, Tidak ada ketinggalan bernafas di
kedua lapangan paru
Palpasi
Nyeri tekan : tidak dijumpai
Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri
Iktus : tidak terlihat, teraba pada ICS V LMCS
Perkusi
Paru
25
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : tidak ada
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
lain-lain (-), Heart Rate:76x/menit, regular, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus pada seluruh lapangan paru kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: vesikuler
ST : -
ABDOMEN
Inspeksi
26
Bentuk : Simetris
Gerakan Lambung/usus : Tidak tampak
Vena kolateral : Tidak ada
Caput medusa : Tidak ada
Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba.
HATI
Pembesaran : Tidak ada
Permukaan : Tidak ada
Pinggir : Tidak ada
Nyeri Tekan : Tidak ada
LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : (-)
TUMOR : (-)
Perkusi
Pekak hati : Tidak ada
Pekak beralih : Tidak ada
Auskultasi
27
PINGGANG :-
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITAL LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Reflex KPR + +
Refleks APR + +
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
Lain-lain - -
Ht: 17 %
MCV: 74 fL Sedimen Telur Cacing
PCT: 0,270%
PDW:9,5%
Eosinofil: 0,00 %
29
Basofil: 0,10 %
Neutrofil: 87,90 %
Limfosit: 8,00 %
Monosit: 4,00 %
Ginjal
Blood Urea Nitrogen
(BUN): 98 mg/dl
Ureum: 210 mg/dl
Creatinin: 16,28 mg/dl
Elektrolit
Natrium (Na): 143 mEq/l
Kalium (K): 3,1 mEq/l
Klorida (Cl): 106 mEq/l
Albumin: 2,3
30
RESUME
Tinja : normal
kronik
Medikamentosa :
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
10 Juli Badan Sensorium: CM CKD St HD hari Senin
2016 terasa TD: 150/80 V ec Transfusi PRC 2
lemas, HR: 76x/i Suspect bag, 175 cc HD
BAK RR: 18x/i Ca Cervix
dan sudah
Hidronefr
32
infiltrasi dari
posterior otot,
accoustic
shadow (-)
BAB IV
DISKUSI
Teori Kasus
Epidemiologi
1 Kerusakan 90
ginjal
dengan
LFG
normal
atau
2 Kerusakan 60-89
ginjal
dengan
ringan
3 Kerusakan 30-59
ginjal
dengan
sedang
4 Kerusakan 15-29
ginjal
dengan
berat
Diagnosis
MCV: 74 fL
MCH: 24,0 pg
MCHC: 32,4 g/dL
RDW: 18,0%
MPV: 9,7 fl
PCT: 0,270%
PDW:9,5%
Aktivitas : Tirah baring
Eosinofil: 0,00 %
Diet : diet ginjal 1750 kkal,
Basofil: 0,10 %
protein 40 gr
Neutrofil: 87,90 %
Limfosit: 8,00 % Tindakan suportif : IVFD NaCl
Catheter no. 18
Analisa Gas Darah
Oksigen 3 L/i nasal canule
pH: 7,150
Medikamentosa :
pCO2: 13,0 mmHg
pO2: 198,0 mmHg Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Albumin: 2,3
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
11. William J.C, Armend, Jr., Flavio G. Vincenti. Chronic Renal Failure and
Dialysis. In: Emil A. Tanagho and Jack W. McAninch. Smiths General Urology
Ed 17. 2008. USA: The McGraw-Hill Companies. 535-536.
12. Wilson, L.M. Gagal Ginjal Kronik. In: Sylvia A. Price and Lorraine M.
Wilson. Patofisiologi Klinis Proses-Proses Penyakit Vol II Ed 6. 2002. Jakarta:
EGC. 912-918
13. Bergstein, J.M. Nefropati Toksik-Gagal Ginjal. In: Waldo E Nelson, Robert
Kliegmen, Ann M, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak vol 3 ed 15. 2012.
Jakarta: EGC. 1852-1853.
14. 2.Yu TH .Progression of chronic renal failure.Arch Intern Med
2003;163:1417-29
15. Sukandar E. Nefrologi Klinik. 3rd ed. 2006. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
16. Prodjosudjadi W. Glomerulonefritis. In: Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK,
Setiati S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 4th ed. 2006. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
17. Bargman JM, Skorecki K. Chronic Kidney Disease. In: Fauci AS, Braunwald
E, Kasper D, et al., ed. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. 2008.
USA: Mc-Graw Hill.
18. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: InternaPublishing; 2009.
19. Am J Kidney. National Kidney Foundation. K/DOQI clinical practice
guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification, and stratification.
Dis. 2002;39:S4.
20. S C, M H, S T, M T, G J, A C et al. Prevention and management of chronic
kidney disease in type 2 diabetes. Nephrology. 2010;15:S162-S194.
21. Susan Hedayati S, Yalamanchili V, Finkelstein F. A practical approach to the
treatment of depression in patients with chronic kidney disease and end-stage
renal disease. Kidney International. 2012;81(3):247-255.