Anda di halaman 1dari 39

Makalah Perkemihan

Gagal Ginjal Kronik dan Gagal Ginjal Akut

Nama Kelompok 4 :

1. Novela Putri 09160000018


2. Fidela Ladiba 09160000022
3. Siska Fitri Andriani 09160000005
4. Putri Mutiah 09160000008
5. Nurillah Dwi Wahyuni 09160000016
6. Zahra Dara Kasih 09160000048
7. Angger Rizka 09160000093
8. M.ishlah Zulfikar 09160000062
9. Sayid Syuhada 09160000064
10. Ferdiansyah 09160000069

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

PRODI S1 KEPERAWATAN

2018/2019
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah sistem perkemihan dengan judul “Gagal Ginjal
Kronik Dan Gagal Ginjal Akut”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, 30 Juni 2019

Kelompok 4

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................................................ ii


Daftar Isi ........................................................................................................................................ iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................................................... 2
1.2.1. Tujuan Umum ........................................................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................................................... 2
BAB II............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Ginjal .................................................................................................................. 3
2.2 Fungsi Ginjal ......................................................................................................................... 3
2.3 Anatomi Ginjal...................................................................................................................... 4
2.4 Pengertian Gagal Ginjal Kronis dan Gagal Ginjal Akut ....................................................... 5
2.5 Etiologi dan Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik.................................................................... 6
2.6 Patofisiologi penyakit ginjal kronis ...................................................................................... 8
2.7 Penyebab gagal ginjal kronis ................................................................................................ 9
2.8 Gejala Klinis ....................................................................................................................... 12
2.9 Klasifikasi gagal ginjal kronis Klasifikasi gagal ginjal kronis menurut National Kidney
Foundation (2002) dapat dilihat pada tabel 1. .......................................................................... 13
2.10 Pengobatan gagal ginjal kronik yaitu: ........................................................................ 14
2.11 Penatalaksaan Gagal Ginjal Kronik .................................................................................. 15
2.12 Komplikasi ........................................................................................................................ 16
BAB III ......................................................................................................................................... 18
STUDI KASUS ............................................................................................................................. 18
3.1. Contoh Kasus ................................................................................................................. 18
3.2. Asuhan Keperawatan...................................................................................................... 18
BAB IV ......................................................................................................................................... 33

iii
PENUTUP..................................................................................................................................... 33
4.1. Kesimpulan..................................................................................................................... 33
4.2. Saran ............................................................................................................................... 33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang
sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan
dari tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah. Dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua
ginjal ini karena sesuatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian.
Setiap tahun penderita penyakit gagal ginjal meningkat, di Amerika serikat pada
tahun 2002 sebanyak 34.500 penderita, tahun 2007 sebanyak 80.000 penderita, dan
tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 2 juta orang yang menderita penyakit ginjal.
Sedangkan di Indonesia menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia jumlah
yang menderita penyakit gagal ginjal kronik sekitar 50 orang per satu juta penduduk
(Lukman, 2013). Data Dinkes Jawa tengah (2008) bahwa angka kejadian kasus gagal
ginjal di Jawa Tengah yang paling tinggi adalah Kota Surakarta dengan 1497 kasus
(25.22 %) dan di posisi kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 742 kasus (12.50 %).
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai
penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya
ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat
konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan
ginjal adalah penurunan produksi urin.
Diagnosis dini, modifikasi pola hidup dan pengobatan penyakit yang mendasari
sangatlah penting pada pasien dengan AKI. AKI merupakan penyakit life threatening
disease, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan
dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang
penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil
pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.

1
2

Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis harus memperhatikan


diiit yang tepat. Pembatasan asupan natrium merupakan salah satu syarat diit pasien
Gagal Ginjal Kronik. Pembatasan asupan natrium pasien Gagal Ginjal Kronik yang
menjalani hemodialisis yaitu 1000-3000 mg/hari (Almatsier,2008). Asupan natrium yang
tinggi pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis merupakan salah
satu dari terjadinya Interdialytic Weight Gain. Asupan natrium berhubungan erat dengan
kontrol tubuh terhadap volume ekstraseluler. Keseimbangan natrium ditentukan oleh
asupan natrium selama periode interdialisis dan kehilangan pada saat hemodialisis
(Triatmoko, 2015).

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum


Membantu mahasiswa dalam memahami secara umum konsep dari Gagal
Ginjal Akut dan Gagal Ginjal Kronik serta mempelajari Asuhan Keperawatan
untuk contoh kasus Gagal Ginjal Kronik.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mampu mengetahui tentang penyakit gagal ginjal akut dan gagal ginjal
kronik.
2. Mampu mengetahui tentang penyebab penyakit gagal ginjal akut dan gagal
ginjal kronik
3. Mampu mengetahui patofisiologi tentang penyakit gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronik
4. Mampu mengetahui tentang anatomi gagal ginjal akut dan gagal ginjal
kronik
5. Mampu membuat Asuhan Keperawatan pada contoh kasus Gagal Ginjal
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ginjal


Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitonial bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap
ke medial. Cekungan ini disebut hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelvis renalis
dan struktur lain yang merawat ginjal yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem
saraf (Purnomo, 2011).

Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu
sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu
dengan atau tanpa oliguria sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeotasis tubuh.

Gagal ginjal kronik atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana tubuh mengalami kegagalan
untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, sehimgga
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare,
2008). Menurut proses terjadinya penyakit, gagal ginjal dibagi mnejadi 2 yaitu gagal ginjal
akut dan gagal ginjal kronis. Dikatakan akutapabila penyakit berkembang sangat cepat,
terjadi dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari.Sedangkan kronis, terjadi dan
berkembang secara perlahan, sampai beberapa tahun (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).

2.2 Fungsi Ginjal


Fungsi yang diperankan ginjal sangat penting untuk kehidupan manusia, yaitu
menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang selanjutnya akan dikeluarkan melalui urin.
Fungsi tersebut antara lain mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH (Anti Diuretic

3
4

Hormone) yang berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion
kalsium dan vitamin D, serta menghasilkan beberapa hormon yaitu eritropoetin yang
mempunyai peran dalam pembentukan eritrosit, renin yang mempunyai peran dalam
mengatur tekanan darah, dan hormon prostaglandin yang berguna dalam berbagai
mekanisme tubuh (Purnomo, 2011)

Fungsi ginjal dapat dibagi menjadi fungsi eksresi dan non ekskresi yang dirangkum
dibawah ini:

1. Sebagai tempat terjadinya penyaringan urin


2. Tempat terjadinya proses reabsorbsi zat natrium, kalium, kalsium, fosfat glukosa
,asam amino dan air.
3. Tempat terjadinya proses transpor aktif ion pada tubulus.
4. Protein renin yang menyebabkan pembentukan angiostensin II di hasilkan dalam
asparatus justakglomerular.
5. Sebagai tempat metabolism vitamin D menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang
berperan dalam meningkatkan absopsi kalsium dan fosfat dalam usus.
6. Tempat produksi eritroprotein yang berfungsi untuk meningkatkan produksi sel darah
merah di sumsum tulang belakang.
7. Tempat produksi prostaglandin yang memiliki efek pada tonus pembuluh darah ginjal
(O’ Callaghan 2007).

2.3 Anatomi Ginjal


Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di
sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, dibelakang
peritenum atau di luat rongga peritenum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang
mulai dari ketinggian vertebrae torakalis hingga vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di
sebelah kanan. Panjang ginjal pada orang dewasa sebanyak 6-7,5 cm dengan tebal 1,5-2,5 cm
dan berat sekitar 140 gram. Pada bagian atas terdapat kelenjar suprarenal atau kelenjar
adrenal (Nursalam dan Batticaca , 2009).
5

2.4 Pengertian Gagal Ginjal Kronis dan Gagal Ginjal Akut


Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin (NKF, 2016). Penyakit gagal ginjal
berkembang secara perlahan-lahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali
tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam
jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Wilson, 2005, dalam
Nurani & Mariyanti, 2013).

Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis disebabkan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, serta bersifat persisten dan
irrever-sibel (Mansjoer, 2000, dalam Nurani & Mariyanti, 2013).

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National


Kidney Foundation (2016), penyakit gagal ginjal kronik dikarenakan adanya kerusakan
struktural atau fungsional ginjal dan/atau penurunan laju filtrasi glomerulus kurang dari
60mL/menit/1,73m2 yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Kerusakan ginjal didefinisikan
6

sebagai kelainan patologis atau penanda kerusakan, termasuk kelainan pada darah atau tes
urine atau studi pencitraan.

Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan
volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat menurun secara tiba-tiba sampai
dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin,
dan bahan lain. Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara umum tingkat kematian
pasien tinggi (Kenward & Tan, 2003).

2.5 Etiologi dan Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik


Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National
Kidney Foundation (2016), terdapat dua penyebab utama dari penyakit ginjal kronis yaitu
diabetes dan tekanan darah tinggi, yang bertanggung jawab untuk sampai dua-pertiga kasus.
Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan banyak organ
dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan
darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah
meningkat. Jika tidak terkontrol, atau kurang terkontrol, tekanan darah tinggi bisa menjadi
penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Begitupun sebaliknya,
penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

Berikut penjelasan tentang patofisiologi terjadinya gagal ginjal kronik berdasarkan etiologi
penyebab terjadinya :

1. Diabetes Melitus
Toto (2003) mengatakan bahwa diabetes mellitus merupakan penyebab utama
gagal ginjal dan juga penyebab kematian pada pasien gagal ginjal kronik. Diabetes yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan diabetes nepropati yang merupakan penyebab gagal
ginjal. Tjekyan (2014) mengatakan bahwa ginjal mempunyai banyak pembuluh-
pembuluh darah kecil. Diabetes dapat merusak pembuluh darah tersebut sehingga pada
gilirannya mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring darah dengan baik. Kadar
gula yang tinggi dalam darah membuat ginjal harus bekerja lebih keras dalam proses
panyaringan darah, dan mengakibatkan kebocoran pada ginjal. Awalnya, penderita akan
mengalami kebocoran protein albumin ke dalam urin (albuminaria) yang dikeluarkan
7

oleh urine, kemudian berkembang dan mengakibatkan fungsi penyaringan ginjal


menurun. Pada saat itu, tubuh akan mendapatkan banyak limbah karena menurunnya
fungsi ginjal yang nantinya akan menyebabkan gagal ginjal. Apabila kondisi ini tidak
dapat diatasi dan berlangsung terus menerus dapat meningkatkan stadium dari gagal
ginjal dan selanjutnya akan menyebabkan kematian (Tjekyan, 2014).
2. Hipertensi
Budiyanto (2009 dalam Ekantari, 2012) mengatakan bahwa hipertensi dan gagal
ginjal saling mempengaruhi. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya
gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi yang berlangsung lama
dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan
fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah.Organ sasaran utama adalah jantung,
otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan
lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan
kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak, yang
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri sering
menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan
dengan retensi air dan natrium, sementara kurang dari 10% bergantung pada renin
(Ekantari, 2012).
3. Penyebab lain
Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal adalah Glomerulonefritis, sekelompok
penyakit yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada unit penyaringan ginjal.
gangguan ini adalah jenis yang paling umum ketiga penyakit ginjal. penyakit warisan,
seperti penyakit ginjal polikistik, yang menyebabkan kista besar terbentuk di ginjal dan
merusak jaringan di sekitarnya. Malformasi yang terjadi sebagai bayi berkembang di
dalam rahim ibunya. Misalnya, penyempitan dapat terjadi yang mencegah aliran normal
urin dan menyebabkan urin mengalir kembali ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan
dapat merusak ginjal. Lupus dan penyakit lain yang mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh. Penghalang yang disebabkan oleh masalah seperti batu ginjal, tumor atau
8

pembesaran kelenjar prostat pada pria serta infeksi saluran kencing berulang (NKF,
2016).

2.6 Patofisiologi penyakit ginjal kronis


Menurut Arora (2014), sebuah ginjal yang normal memiliki sekitar 1 juta nefron yang
masing-masing berpengaruh terhadap total laju filtrasi glomelurus (GFR). Dalam
menghadapi kerusakan ginjal, ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR.
Meskipun kerusakan nefron begitu progresif, sebagian sisa nefron yang masih berfungsi akan
melakukan hiperfiltrasi sebagai kompensasi. Bentuk kompensasi nefron ini memungkinkan
ginjal untuk tetap membersihkan zat sisa metabolisme seperti urea dan kreatinin dari dalam
darah.

Kadar urea dan kreatinin dalam plasma darah akan menunjukkan peningkatan apabila
jumlah GFR menurun menjadi 50%. Kadar kreatinin akan menjadi berlipat ganda. Hal ini
terjadi akibat tidak berfungsinya sekitar 50% nefron pada ginjal. (Arora, 2014).

Hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi akan menyebabkan
disfungsi ginjal progresif. Peningkatan tekanan kapiler pada glomelurus dapat merusak
kapiler, awalnya akan mengarah kepada glomerulosklerosis segmental dan kemudian akan
berakhir pada glomerulosklerosis global yang nantinya akan menjadi penyakit ginjal kronik.
(Arora, 2014)

Penyakit gagal ginjal kronis ini disebabkan oleh kerusakan ginjal dari penyebab yang
bermacam-macam antara lain pada kista renal yang menyebabkan penyakit polisistik ginjal.
Kerusakan ginjal disebakan karena kehilangan massa nefron, proteinuria serta hipertensi
pada kapiler glomerulus. Tekanan kapiler glomerulus meningkat dimediasi oleh angiotensin
II untuk menjaga hiperfiltrasi dari fungsi nefron. Angiotensin II yang bertindak sebagai
vasokonstriktor pada arteriola aferen dan arteriola eferen, namun lebih dominan pada
arteriola eferen. Sehingga dapat menaikkan tekanan kapiler pada glomerulus. Peningkatan
tekanan kapiler glomerulus dapat menyebabkan pori-pori membran glomerulus semakin luas
dan mengubah ukuran barier selektif yang memungkinkan protein disaring melalui
glomerulus. Protein disaring dan diserap pada tubulus ginjal, proses tersebut mengaktifkan
9

sel-sel tubular yang menghasilkan vasoaktif sitokin dan inflamasi yang akan menyebabkan
kerusakan interstitial pada tubulus ginjal sehingga nefron akan banyak hilang dan
menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Schonder, 2008).

2.7 Penyebab gagal ginjal kronis


Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis kronis, diabetes nefropati,
hipertensi, penyakit renovaskuler, interstitial nefritis kronis, penyakit ginjal keturunan, dan
penyempitan saluran kemih berkepanjangan. Gambaran klinis gagal ginjal kronis meliputi
nokturia, edema, anemia, gangguan elektrolit, hipertensi, penyakit tulang, perubahan
neurologis, gangguan fungsi otot, dan uremia (Kenward & Tan, 2003).
10

Berbagai macam gangguan atau penyakit dapat berhubungan dengan gagal ginjal
kronis. Seperti proses ginjal primer (misalnya glomerulonefritis, pyelonefritis, hipoplasia
kongenital) atau proses ginjal sekunder (oleh karena proses sistemik seperti diabetes mellitus
atau lupus erythematosus) yang mungkin bertanggung jawab. Bila didapati cedera pada
ginjal, hiperfiltrasi sampai kerusakan unit-unit nefron akan memproduksi stres yang
berkelanjutan dan cedera pada jaringan remnant ginjal. Pasien akan menunjukkan
perkembangan dari satu tahap keparahan gagal ginjal kronis ke tahap yang berikutnya.
Alterasi fisiologik sekunder ke tahap dehidrasi, infeksi, uropati obstruktif, atau hipertensi
kemungkinan dapat menyebabkan suatu batas terhadap pasien untuk menjadi uremia kronis
yang tidak terkompensasi ( Tanagho dan McAninch, 2008)

Menurut data yang sampai saat ini dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut:
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi(20%)dan ginjal polikistik (10%)
(Roesli, 2008 dalam Siregar, 2012).

1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif
dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis
berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus
sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis
(glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis)
tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik.
Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada
pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis
arthritis rheumatoid dan myeloma (Sukandar, 2013).
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal
dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal
terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus
sistemik (LES), mieloma multipel,atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2014).
2. Diabetes Militus
11

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Purnamasari


(2014) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja
insulin atau kedua duanya.Diabates melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal
dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua
lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus. Glomerulosklerosis adaah lesi
yang paling khas dan dapat terjadi secara defus atau nodular glomerulosklerosis
diabetik difus merupakan isi yang sering terjadi, terdiri atas penebalan difus
matrix mesangial dengan bahan eosinofilik disetai penebalan membran basalis
kapiler. Glomerulosklerosis diabetik nodular ( juga dikenal sebagai lesi
Kimmeisteil-Wilson) lebih jarang terjadi namun sangat spesifik untuk penyakit
ini terdiri dari bahan eosinofilik nodular yang menumpuk pada dasarnya dan
biasanya teletak dalam perifer glomerulus didalam inti lobuskapiler. Kelainan
non glomerulus dalam nefropati diabetik adalah nefritis tubulointertitial kronik,
nekrosis papilaris, hialinosis arteri eferen dan aferen, serta iskemia.
Glomerulosklerosis diabetik hampir selalu didahului oleh retinopati diabetik,
yang ditandai dengan mikroaneurisma di sekitar makula (Price & Wilson, 2003)
3. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg secara kronis. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer yangtidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder
diakibatkan oleh suatu penyakit atau kelainan yang mendasar, seperti stenosis
arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, dan sebagainya (Tanto dan Hustrini,
2014).
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah
satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang
berakhir dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10% (Sukandar, 2013).
12

4. Ginjal Polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material
yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula.
Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa, oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia
diatas 30 tahun (Sukandar, 2013).
Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan
penyebab paling sering dari PGK, yaitu sekitar 60%. Penyakit ginjal kronik yang
berhubungan denganpenyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-
20% (Sukandar, 2013).
Kira-kira 10-15% pasien-pasien penyakit ginjal kronik disebabkan
penyakit ginjal kongenital seperti sindrom Alport, penyakit Fabbry, sindrom
nefrotik kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis (Suwitra, 2014).
Pada orang dewasa penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi
saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai,
kecuali tuberkulosis, abses multipel. Nekrosis papillarenalis yang tidak mendapat
pengobatan yang adekuat (Sukandar, 2013).

2.8 Gejala Klinis


Miller (2013) mengatakan bahwa gejala awal dari penyakit ginjal kronik hampir sama
dengan gejala penyakit lainnya. Pada awalnya, gejala dapat berupa :

1. Hilangnya nafsu makan


2. Perasaan sakit atau kelelahan
3. Sakit kepala
4. Gatal (pruritus) dan kulit kering
5. Penurunan berat badan

Setelah fungsi ginjal semakin memburuk, gejala dapat berupa :


13

1. Kelainan kulit
2. Nyeri tulang
3. Mengantuk atau gangguan konsentrasi
4. Pembengkakan di tangan dan kaki
5. Kram
6. Bau nafas
7. Mudah memar
8. Terdapat darah pada tinja
9. Haus yang berlebihan
10. Masalah pada fungsi seksual
11. Amenorrhea
12. Sesak nafas

2.9 Klasifikasi gagal ginjal kronis Klasifikasi gagal ginjal kronis menurut National Kidney
Foundation (2002) dapat dilihat pada tabel 1.

Derajat Pejelasan LFG (mL/menit/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau tinggi Lebih dari 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang 30-59
4 Keruskan ginjal dengan LFG menurun berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Schonder (2008) mengatakan bahwa pengobatan untuk penyakit ginjal kronik


bertujuan untuk mencegah dan memperlambat perkembangan penyakit gagal ginjal kronik.
Identifikasi awal faktor resiko apa yang menyebabkan pasien menderita penyakit ini untuk
menentukan pengobatannya sangat diperlukan.
14

2.10 Pengobatan gagal ginjal kronik yaitu:


1. Terapi Non Farmakologi Manajemen nutrisi dengan mengurangi asupan protein.
National Kidney Foundation (2002) merekomendasikan pasien yang memiliki GFR
kurang dari 25 mL/menit/1,73m2 dan tidak menjalani dialisis harus membatasi
asupan protein 0,6 g/kg/hari. Pasien yang menjalani dialisis harus membatasi
asupan protein dari 1,2 g/kg/hari sampai 1,3 g/kg/hari (Schonder, 2008).
2. Terapi Farmakologi, meliputi :
a. Kontrol gula darah, dilakukan secara intensif dengan terapi insulin untuk
penderita DM tipe 1 (Schonder, 2008).
b. Kontrol tekanan darah Pasien gagal ginjal kronik hingga stage 4, goal of
therapy yaitu kurang dari 130/80 mmHg. Sedangkan untuk pasien stage 5,
goal of therapy yaitu kurang dari 140/90 mmHg sebelum menjalani dialisis
dan kurang dari 130/80 mmHg setelah dialisis (Schonder, 2008).
c. Mengurangi proteinuria Obat golongan ACEI (Angiotensin Coverting
Enzyme Inhibitor) dan ARB (Angiotensin Receptor Blocker) dapat
menurunkan tekanan kapiler dan volume pada glomerulus karena efek dari
angiotensin II. Hal tersebut dapat mengurangi jumlah protein yang disaring
melalui glomerulus, sehingga akan mengurangi perkembangan penyakit ini
(Schonder, 2008).
d. Golongan obat yang biasa digunakan Golongan obat-obatan yang biasa
digunakan pasien gagal ginjal kronis antara lain: ACEI (Angiotensin
Coverting Enzyme Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker),
Aldosterone Antagonists, Thiazide diuretic, Potassium-sparing diuretic,
CCB (Calcium Chanel Blocker), Beta Bloker, Biguanid, Sulfonilurea,
Alpha-glucosidase inhibitor, DPP-4 (Dipeptidyl Peptidase-4) Inhibitor,
Incretin mimetic, dan Statin (Schonder, 2008).
e. Obat-obat yang menyebabkan gangguan ginjal Kenward & Tan (2003)
mengatakan bahwa obat dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal
melalui:
1) Perubahan fungsi ginjal secara langsung, antara lain
aminoglikosida, amfoterisin B, cisplatin, bentuk garam dari emas,
15

logam berat, penisilamin, metotreksat, dan radiokontras media


(Kenward & Tan, 2003).
2) Perubahan fungsi ginjal secara tidak langsung melalui efeknya
pada pasokan darah, antara lain litium dan demeklosiklin yang
dapat menyebabkan diabetes insipidus melalui penghambatan kerja
hormon antidiuretika. Obat yang dapat menyebabkan vaskulitis
dapat mempengaruhi ginjal, misalnya amfoterisin B, allopurinol,
golongan penisilin, fenitoin, sulfonamida, dan tiazid (Kenward &
Tan, 2003).
3) Obat penyebab nefrotoksisitas, meliputi NSAID, radiokontras
media, kaptopril, siklosporin, aminoglikosida, sisplatin, analgesik
non narkotika (asetaminofen, aspirin, ibuprofen), rifampisin,
litium, simetidin. Penggunaan obat- obat yang berpotensi
menyebabkan efek nefrotoksik sedapat mungkin harus dihindari
pada semua penderita gagal ginjal (Kenward & Tan, 2003).

2.11 Penatalaksaan Gagal Ginjal Kronik


1. Kepatuhan Diet
Kepatuhan diet merupakan satu penatalaksanaan untuk mempertahankan fungsi ginjal
secara terus menerus dengan prinsip rendah protein, rendah garam, rendah kalium
dimana pasien harus meluangkan waktu menjalani pengobatan yang dibutuhkan
(Sumigar, Rompas, & Pondaag, 2015).
2. Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya laal ginjal secara
progresif,meringankankeluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Price & Sylvia, 2006, dalam Husna, 2010).
16

3. Terapi pengganti Ginjal


Terapi pengganti ginjal, dilakukan pada penyakitginjal kronik stadium 5, yaitu pada
GFR kurang dari 15 mL/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006, dalam Husna, 2010).

2.12 Komplikasi
Miller (2013) menyebutkan komplikasi dari penyakit ginjal kronik dapat berupa :

1. Anemia
2. Perdarahan dari perut atau usus
3. Nyeri pada tulang, sendi dan otot
4. Perubahan pada gula darah
5. Neuropati perifer
6. Demensia
7. Efusi pleura
8. Gagal jantung kongestif
9. Penyakit arteri koroner
10. Hipertensi/ tekanan darah tinggi
11. Perikarditis
12. Stroke
13. Peningkatan kadar fosfor dan kalium
14. Hiperparatiroid
15. Peningkatan resiko infeksi
16. Kerusakan hati atau gagal hati
17. Malnutrisi
18. Kemandulan
19. Kejang
20. Bengkak (edema)
21. Melemahnya tulang dan peningkatan resiko terjadinya fraktur
17

Gagal Ginjal Akut


BAB III
STUDI KASUS

3.1. Contoh Kasus


Tn.A datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan sesak nafas Satu
minggu yang lalu ketika klien hanya ingin kontrol / periksa penyakit gagal ginjal
yang telah tiga tahun dialaminya. Klien mengatakan mengalami kekambuhan jika
minum air terlalu banyak. Jika kambuh pasien mengalami sesak nafas lamanya
bisa sehari penuh, bila sesak nafas yang bisa dilakukan pasien dirumah yaitu
dengan tidur di dekat kipas angin sehingga udara lebih cepat masuk dan sesak
berkurang. Selain itu pasien juga mengalami bengkak pada tangan dan kakinya
serta mengalami gangguan dalam BAK, yaitu BAK tidak lancar, air kencing
sedikit dan warna keruh.

3.2. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 28 Juni 2019, pukul 14.00 WIB
Diagnosa medis : CKD Grade V
1. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : Tn. A
Umur : 22 tahun
Jenis : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status Perkawinan : Tidak kawin
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Kramat Raya, Jakarta.
Tanggal masuk : 27 Juni 2019
No RM : 5966716
Diagnosa medis : CKD Grade V

18
19

b. Penanggung Jawab
Nama :Nn.M
Umur : 25 tahun
Jenis Klamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawati Home Industri
Hubungan dengan pasien : Kakak kandung

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak nafas

b. Riwayat penyakit sekarang


Satu minggu yang lalu pada tanggal 27/02/2009 klien hanya ingin kontrol /
periksa penyakit yaitu gagal ginjal yang telah tiga tahun dialaminya di RSDK.
Klien mengatakan mengalami kekambuhan jika minum air terlalu banyak. Jika
kambuh pasien mengalami sesak nafas lamanya bisa sehari penuh, bila sesak
nafas yang bisa dilakukan oleh pasien dirumah yaitu dengan tidur di dekat kipas
angin sehingga udara lebih cepat masuk dan sesak berkurang. Selain itu pasien
juga mengalami bengkak pada tangan dan kakinya serta mengalami gangguan
dalam BAK, yaitu BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan warna keruh.
Karena pada saat periksa keadaan pasien dalam kondisi memburuk sehingga
dokter memutuskan untuk rawat inap.

c. Riwayat Perawatan dan Kesehatan Dahulu


Klien mengatakan pernah melakukan perawatan di rumah sakit berkali-kali
terakhir saat ini dirawat di RSDK. Selama ini pasien masih sering kambuh
walaupun sudah berkali-kali dirawat di rumah sakit.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Klien mengatakan di keluarganya tidak ada keluarga yang mengalami sakit
ginjal, jantung dan hipertensi.
20

3. Pola Kesehatan Fungsional


a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan dirinya mengalami gagal ginjal tetapi Tn. M tidak
mengetahui tentang gagal ginjal yang dideritanya. Klien tidak tahu apa yang
menyebabkan terjadinya gagal ginjal, akibat lanjut gagal ginjal dan tidak tahu
tentang cara perawatannya. Selama ini pasien mengatakan sering minum
minuman keras (alkhohol) dan jarang minum air putih. Pasien tidak
menghiraukan tentang kesehatannya. Setelah sakit Tn. M baru menyadari dan
menyesali perbuatan buruknya.

b. Pola Nutrisi Metabolik


Sebelum sakit : Pasien makan 3 kali sehari, makan habis 1 porsi
mengkonsumsi nasi, sayur, lauk, buah, nafsu makan baik, minum 3-4 gelas
perhari air putih.
selama sakit : Pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak habis 1 porsi, habis
2-3 sendok makan. Minum 1 gelas belimbing, pasien merasakan mual-mual
sehingga nafsu makan pasien menurun.

c. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Pasien BAB 1 kali perhari, warna kuning, konsistensi lunak.
BAK 3-4 kali perhari, warna kuning jernih.
Selama sakit : Pasien BAB 1 kali per 3 hari , konsistensi agak keras, BAK lewat
selang kateter, jumlah urine dalam 24 jam adalah 35 cc, warna keruh.

d. Pola Latihan dan Aktivitas


Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan orang lain dan tidak ada gangguan rasa sakit.Selama sakit : Pasien
aktivitasnya dibantu keluarga, karena sesak napas pasien kesulitan untuk
melakukan aktivitas sehari- harinya selain itu pasien juga mengeluh lemah, letih
dan lesu.
21

e. Pola Istirahat dan Tidur


Sebelum sakit : Pasien tidur pada malam hari selama 7 jam.
Selama sakit : Pasien tidak bisa tidur karena sesak yang dialaminya.

f. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif

Sebelum dan selama sakit daya ingat bagus, tidak ada keluhan nyeri maupun
yang berkenaan dengan kemampuan sensasi.

g. Pola Hubungan dengan Orang Lain


Sebelum dan selama sakit hubungan dengan orang lain baik, orang terdekat ibu
dan kakak.

h. Pola Reproduksi dan Seksual


Pasien mempunyai status belum nikah termasuk usia remaja dan tidak ada
gangguan dalam seksual.

i. Persepsi Diri dan Konsep Diri


Pasien merasa gelisah dan cemas, keluarga berusaha memberi dorongan kepada
pasien, supaya pasien cepat sembuh dan segera pulang ke rumah.

j. Pola Mekanisme Koping


Bila ada masalah pasien biasanya cenderung diam, tapi terkadang juga cerita
dengan ibu dan temannya. Dalam menghadapi penyakitnya pasien selalu optimis
dan percaya diri.

k. Pola Nilai dan Keyakinan


Pasien beragama islam, ibadah sholat 5 waktu tidak tentu, jika sholat berdoa
untuk kesembuhan penyakitnya.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Sesak, gelisah.

b. Tingkat kesadaran : Apatis


22

c. TTV

TD : 170/130 mmHg

N : 80 kali/menit

RR : 30 kali/ menit

T : 37,50C

d. Pengukuran antropometri

BB : 58 Kg

TB : 162 cm

LILA : 30 cm

IMT = BB(kg ) = 22.13 (Normal)

TB 2 (m2 )

Nilai Kategori

< 20 Underweight

20-25 Berat normal

25-30 Over weight

>30 Obesitas
23

Pengukuran balance cairan

Tgl Input Output Balance cairan

2/3/09 Minum 150 ml Urin 10


(Jam14.00-21.00 Makan 50 ml BAB -
WIB) Infuse 200ml+ IWL 15.75+
300 ml 25.75 ml (+) 276.25 ml
(Jam21.00- Minum 50 ml Urin 15
07.00WIB) Makan 50 ml BAB -
Infuse 250ml+ IWL 15.75+
350 ml 30.75 ml (+) 319.25
(Jam 07.00- Minum 150 ml Urin 10
14.00WIB) Makan 50 ml BAB -
Infuse 200ml+ IWL 15.75+
400 ml 25.75 ml (+) 374.25

Total balance cairan selama 24 jam (+)967.75

e. Kepala : Mesocephal, tidak ada luka

1) Rambut : Hitam, bersih.

2) Mata : Konjungtiva palpebra anemis.

3) Hidung : Bersih, ada pemakaian O2

4) Telinga : Kemampuan mendengarkan baik.

5) Mulut : Bibir pucat.

f. Leher dan Tenggorok

Trakea posisi di garis tengah,

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe

Pembesaran JVP R+1


24

g. Dada dan Thorak

Dada simetris, tidak ada luka

Paru-paru : I : Simetris Statis Dinamis

P : Taktil Fremitus teraba kanan kiri

lemah

P : Redup

A : SD Vesikular

Ronkhi basah

Jantung : I : Iktus cordis tak tampak

P : Iktus cordis teraba di IC VI linea mid

clavicula

P : Redup

A : Terdengar BJ 1 dan BJ 2 tidak terdapat

bunyi tambahan

Abdomen : I : Datar

A : Bising Usus (+), frekuensi 4x/menit

P : Tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan

P : Timpani

h. Genital :

Terrpasang kateter tanggal 2-3-2009, tidak ada infeksi pada area

pemasangan kateter.
25

i. Ekstremitas

Kekuatan otot menurun, adanya edema pada kaki dan tangan, CRT

lebih dari 3detik

j. Kulit

Kering bersisikma pada tangan dan kaki.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Jenis pemeriksaan Tanggal Nilai Satuan Nilai normal Kesimpulan


hasil

1. Hematologi 04/03/09
Hemoglobin 8.4 gr/% 12-15 L
Hematokrit 26.4 % 35-47 L
Eritrosit 3.5 Juta/mmk 3.9-5.6 L
MCH 24 Pg 27-32 L
MCV 75.3 Fl 76-96 L
MCHC 31.9 g/dl 29-36 N
Leukosit 6.30 ribu/mmk 4-11 N
Trombosit 241.0 ribu/mmk 150-400 N
RDW 21.9 % 11.6-14.8 H
MPV 9.3 Fl 4-11 N
2. Kimia klinik
Ureum 153 Mg/dl 15-39 H
Kreatinin 9.8 Mg/dl 0.6-1.3 H
Protein total 6.0 g/dl 6.2-8 L
Globulin 2.95 g/dl 2.3-3.5 N
Albumin 3.05 g/dl 3.8-5.4 L
Calcium 8.1 g/dl 8.6-10.3 L
3. Elektolit
Natrium 140 mmol/L 136-145 N
Kalium 3.7 mmol/L 3.5-5.1 N
Clorida 106 mmol/L 98-107 N
4. Analisa gas darah
26

Tempertur 37.6 ºC
FiO2 28 %
pH (corrected) 7.400 7.350-7.450 N
PCO2 (corrected) 30.0 mmHg 35-45 L
PO2 (corrected) 80 mmHg 83-108 L
HCO3 18.4 mmol/l 18-23 N
TCO2 19.30
Base Excess -4.4 mmol/l -2-3 L
BE Effective -5.20
SBC 21.5
O2 saturasi 99 % 95-98 H
A.A DO2 14 Mmol/L
RI 0.10

b. Pemeriksaan radiologi
Hasil Rontgen Thorax
COR:
1) CTR tidak dapat dinilai
2) Apeks jantung bergeser ke laterokauadal
Pulmo:
1) Tampak bercak keturunan pada kedua pulmo
2) Diafragma kanan setinggi kosta IX posterior
3) Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
4) Adanya cairan di rongga alveolus
Kesan :
Suspek kardiomegali (CV). Adanya cairan dalam pulmo.
c. Pemeriksaan USG

1) Ginjal Kanan

Bentuk dan ukuran normal, batas kortiko meduler tampak tidak

jelas, ekogenitas parenkim hiperechoic, tak tampak batu

pielokdiks tak melebar, tak tampak penipisan korteks.


27

2) Ginjal Kiri

Bentuk dan ukuran normal, batas kortiko meduler tampak tidak

jelas, ekogenitas parenkim hiperechoic, tak tampak batu,

pielokaliks tak melebar, tak tampak penipisan korteks.

3) Vesika Urinaria

Dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak

massa.

Kesan :

Gambaran proses kronis kedua ginjal

6. Diit yang diperoleh

Uremia 170 kkal

Protein 0,6 hd / Kg BB

Rendah garam

7. Therapi

O2 3 lt

Injeksi lasix kurang lebih 3x2 Ampul

Injeksi nitrocyn 20 gr dinaikkan perlahan

Hemobion 2x1 (250mg) per oral


28

B. Pathways Kasus

Etiologi

(Konsumsi minuman beralkhohol tinggi, jarang minum air putih)

Nefropati toksik

Kerusakan fungsi ginjal

Kerusakan Sekresi eritropoetin menurun BUN, Creatinin

glomerulus Produksi eritrosit menurun meningkat

Filtrasi glomerulus Oksi hemoglobin menurun Produksi Sampah

menurun Suplai O2 ke jaringan menurun Dialiran darah

GFR menurun Gangguan perfusi


Pruritus
Retensi cairan jaringan
Lesi pada kulit

Edema
Gangguan Integritas
intregitas kulit
Kulit
Kelebihan volume
Cairan masuk ke paru Masuk dalam saluran
Cairan
Edema paru Gastointestinal

Difusi O2 & CO2 Nausea

Paru terganggu Vomitus

Hiperventilasi Gangguan

Perubahan Nutrisi Kurang

Pola Nafas Dari Kebutuhan


29

C. Analisis Data

Tanggal Data DS dan DO Masalah Etiologi


28 Juni 1. DS : Pola nafas tidak Edema paru
2019 Pasien mengatakan sesak napas efektif
DO :
TD : 170/130 mmHg
N : 80 kali/menit
RR : 30 kali/ menit
T : 37,50C
Bibir pucat
Hasil pemeriksaan fisik paru :
I : Simetris Statis
Dinamis
Pa : Taktil Fremitus teraba
kanan kiri lemah
Pe : Redup
Au : SD Vesikular
Ronkhi basah
Hasil rontgen Pulmo :
Adanya cairan di rongga
alveolus
2. DS : Gangguan Suplai O2
Pasien mengeluh lemah, letih, perfusi jaringan kejaringan
lesu perifer menurun
DO :
TD : 170/130 mmHg
N : 80 kali/menit
Bibir pucat
Konjungtiva palpebra anemis
CRT pada ekstremitas atas dan
bawah lebih dari 3 detik
Hemoglobin 8.4 g/dl (Low)
Hematokrit 26.4% (Law)
Eritrosit 3.5 juta/mmk (Law)
PO2 82 (Law)
30

3. DS :
Pasien mengatakan BAK tidak Kelebihan Input cairan >
lancar, air kencing sedikit dan volume cairan output
warnanya keruh. Tangan dan kaki
membengkak.
DO :
Edema pada tangan dan kaki.
Turgor kulit tidak elastis
CRT pada ekstremitas atas dan
bawah lebih dari 3 detik
BB : 58 kg
Balance cairan (+)967.75
Ureum : 153 mg/dl
Cretinin : 9,8 mg/dl
Natrium : 140 mmol/l
Kalium : 3,7 mmol/l
Clorida : 106 mmol/l
Diit rendah garam
4. DS :
Tn. A mengatakan mual dan tidak Gangguan nutrisi Intake tidak
nafsu makan. kurang dari adekuat
DO : kebutuhan tubuh
Pasien makan porsi sedikit, tidak
habis 1 porsi, habis 2-3 sendok
makan.
Protein total : 6.0 mg/dl
Globulin : 2, 95 mg/dl
Albumin : 3.0 mg/dl
BB : 58 kg
TB : 162 cm
LILA : 30 cm
IMT : 22.13 (Normal)
Diit protein 0,6 hd/kg BB
Diit uremia 170 kkal
31

D. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 kejaringan
menurun.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan input cairan lebih besar dari
pada output.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat.

E. Intervensi

No Waktu Tujuan dan Rencana Rasional


dx kriteria hasil
1. 28 Juni Tujuan: Pola a. Auskultasi bunyi nafas, a. Menyatakan adanya
2019 nafas kembali catat adanya crakles pengumpulan sekret
normal / stabil b. Ajarkan pasien batuk b. Membersihkan jalan nafas
Kriteria Hasil : efektif dan nafas dalam dan memudahkan aliran O2
pasien tidak c. Atur posisi senyaman c. Mencegah terjadinya sesak
mengalami mungkin nafas
dispnea d. Batasi untuk d. Mencegah sesak atau
beraktivitas hipoksia
e. Anjurkan diit hipertonis e. Mengurangi edema paru

f. Colaborasi pemberian f. Perfusi jaringan adekuat


O2
2. Tujuan : a. Selidiki adanya tanda a. Mengetahui penyebab
anemis
Perfusi jaringan
b. Observasi adanya b. Edema merupakan
adekuat
edema ekstremitas penyebab
Kriteria hasil : c. Dorong latihan aktif c. Meningkatkan sirkulasi
CRT kurang dengan rentang gerak perifer
dari 2 detik sesuai toleransi
d. Kolaborasi pemberian e. Meningkatkan suplai O2
O2
32

3. Tujuan: a. Kaji status cairan a. Mengetahui status cairan,


dengan menimbang BB meliputi input dan output
Volume cairan
perhari, keseimbangan
dalam keadaan
masukan dan haluaran,
seimbang
turgor kulit tanda-tanda
Kriteria hasil:
vital
tidak ada
edema, b. Batasi masukan cairan b. Pembatasan cairan akan
keseimbangan
menentukan BB ideal,
antara input
haluaran urin, dan respon
dan output
terhadap terapi.
cairan
c. Jelaskan pada pasien c. Pemahaman meningkatkan
dan keluarga tentang kerjasama pasien dan
pembatasan cairan keluarga dalam pembatasan
cairan
d. Anjurkan pasien / ajari d. Untuk mengetahui
pasien untuk mencatat keseimbangan input dan
penggunaan cairan output
terutama pemasukan dan
haluaran

4 Tujuan: a. Awasi konsumsi a. Mengidentifikasi


Mempertahank makanan / cairan kekurangan nutrisi
an masukan b. Perhatikan adanya mual b. Menurunkan pemasukan
nutrisi yang dan muntah dan memerlukan intervensi
adekuat dengan
c. Berikan makanan c. Porsi lebih kecil dapat
kriteria hasil:
sedikit tapi sering meningkatkan masukan
menunjukan
makanan
protein albumin
d. Berikan diit protein 0.6 d. Meningkatkan protein
stabil.
hd/kg BB albumin
e. Berikan perawatan e. Menurunkan
mulut sering ketidaknyamanan dan
mempengaruhi masukan
Makanan
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan-lahan kearah yang semakin
buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya.
Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronis (Wilson, 2005, dalam Nurani & Mariyanti, 2013).
Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, serta bersifat
persisten dan irrever-sibel (Mansjoer, 2000, dalam Nurani & Mariyanti, 2013).

Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan
penurunan volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat menurun secara tiba-
tiba sampai dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini mengakibatkan peningkatan kadar serum
urea, kreatinin, dan bahan lain. Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara umum
tingkat kematian pasien tinggi (Kenward & Tan, 2003).

Gejala penyakit gagal ginjal hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Pada
awalnya, gejala dapat berupa : Hilangnya nafsu makan, perasaan sakit atau kelelahan,
sakit kepala, gatal (pruritus) dan kulit kering, penurunan berat badan. Lalu setelah fungsi
ginjal semakin memburuk, gejala dapat berupa : Kelainan kulit, nyeri tulang, mengantuk
atau gangguan konsentrasi, pembengkakan di tangan dan kaki, kram, bau nafas, mudah
memar, terdapat darah pada tinja, haus yang berlebihan, masalah pada fungsi seksual,
amenorrhea, sesak nafas .

4.2. Saran
Untuk pembuatan makalah selanjutnya diharapkan isi makalah lebih baik maupun
menggunakan sumber sumber terbaru. Pembuatan asuhan keperawatan untuk pasien
Gagal Ginjal Kronik Maupun Gagal Ginjal Akut tetap diikuti dengan data yang sudah
didapatkan dari pasien secara langsung, setiap pasien memiliki penyebab, komplikasi

33
34

maupun diagnosa yang berbeda serta asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada
pasien.

Untuk penulis diharapkan bisa lebih melengkapi isi makalah supaya lebih lengkap
dan bisa mudah dipahami dan dipelajari. Untuk para pembaca diharapkan memahami
materi yang sudah disampaikan dan bisa berpikir kritis dalam memahami materi yang
disampaikan pada makalah ini supaya bisa lebih memperdalam dan memperluas
pengetahuan terkait materi dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Verdiansah. (2016). Pemeriksaan Fungsi.Ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin: Bandung,


Indonesia. CDK-237. 43(2).
http://eprints.ums.ac.id/30911/3/BAB_I.pdf diakses tanggal 30 Juni 2019

http://eprints.ums.ac.id/40186/5/BAB%20I.pdf diakses tanggal 30 Juni 2019

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44743/Chapter%20II.pdf?sequence=3&is
Allowed=y diakses tanggal 30 Juni 2019

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56374/Chapter%20II.pdf?sequence=4
diakses tanggal 30 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai