DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
1. DWI ARIF PURNOMO AJI (G1B117005)
2. APRIADI RAHMAD (G1B117006)
3. SRI RAHAYU PUTRI (G1B117007)
4. RANI ANGGRAINI (G1B117008)
5. DIAN ANNA SARI (G1B117017)
6. ANA KURNIAWATI (G1B117019)
7. TATA HAYATI (G1B117020)
8. RINIDA ELVITA (G1B117021)
9. REZA ATIKA (G1B117030)
10. NITA ANDRIANA PUTRI (G1B117031)
11. YENI GUSMIDA PABUNTA (G1B117037)
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kata sempurna, baik dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata
maupun dari segi bahasa. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada semua
pihak untuk memberikan sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para
pembaca yang sifatnya membangun yang akan kami terima dengan senang hati
demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. 2
Daftar Isi........................................................................................................... 3
BAB I. Pendahuluan....................................................................................... 4
1.3. Tujuan............................................................................................ 5
1.4. Manfaat.......................................................................................... 6
3.1 Kesimpulan.....................................................................................50
3.2 Saran...............................................................................................51
DaftarPustaka.................................................................................................52
BAB I
PENDAHULUAN
Tinjauan pustaka
Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke 11 dan iga kanan setinggi iga ke 12.bats
bawah ginjal kiri setinggi vetrtebra lumbalis ke 3.setiap ginjal memiliki panjang
11-25 cm,lebar 5-7 cm,tebal 2,5 cm.berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram
dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk seperti kacang.sisi dalam
nya menghadap ke vetebrae thorakalis,sisi larnya cembung.diatas setiap ginjal
terdapat kalenjar suprarenal.
Setiap ginjal dilengkapi kapsul tpis dari jaringan fibrus yang dapat
membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus.didalamnya terdapat
struktur ginjal,warna nya ungu hasilkan 180l fitltttttttttua dan terdiri atas bagian
korteks di sebelah luar dan medulla dibagian dalam.bagian medulla terdiri 15-16
massa bebentuk piramid yang disebut piramid ginjal yang mengandung tubullus
colligentes dan mempunyai apex yang disebut papila renalis yang menonjol
kealam calyx minor.pemanjangan tubulus dari pyramidal renalis kedalam cortex
renalis disebut radii medullares.lobus renalis adalah bagian parenkim yang berisi
pyramid disertai cortex disekitarnya.di dalam sinus renalis terdapat pelvis renalis
yang akan terbagi menjadi 2-3 buah calices renalis majores.tiap calyx major
terbagi lagi 7-14 buah calices minores
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar menjalankan sistem regulatorik dan
eksretorik yaitu :
1) Filtrasi glomerulus
Terjadinya filtrasi plasma bebas potein menembus kapiler glomerulus
kedalam kapsul bowman melali tiga lapisan yang membentuk membran
glomerulus ,lapisan gelatinosa asesuler yang dikenal sebagai membaran
basal dan lapisan dalam kapsul bowman,protein plasma hampir tidak dapat
difitrasi dan ≤ 1 % molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk
kekapsul bowman. GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik
osmotik koloid yang melintasi membran glomerulus.dalam keadaan
normal,sekitar 20% plasma masuk ke glomerulus difitrasi dengan filtrasi
10 mmhg dan menghasilkan 180L filtrat glomerulus setiap hari untuk GFR
rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 L filtrasi perhari dengan GFR
115 ml/menit untuk wanita.
2) Reabsorbsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat-zat dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke kailer peritubulus agar dapat diangkat ke sistem vena
kemudian kejantung ntuk kembali diedarkan . berikut ini merupakan zat-
zatyang direabsopsi diginjal.
Reabsobsi glukosa (ditubulus proksimal),reabsopsinatrium (67% ditubulus
proksimal , 25% dilengkung henle dan 8% ditubulus distal dan tubulus
pengumpul ),Reabsobsi air(80% ditubulus dan lengkung henie kemudian
20% ditubulus distal dan duktus pengumpul ),reabsobsi uea (diglomerulus
kemudian sebagian dikapiler peritubulus),reabsobsi fosfat dan kalsium
(40% ditubulus konturtus proksimal , 50% dilengkung henie pars
assendol)
3) Rekresi tubulus
Proses pemindahan selektif zat-zat darah kapiler peritubulus kealam lemen
tubulus . proses sekresi terpenting adalah sekresi H+ , K+ ,dan ion ion
organik . disepanjang tubulus , ion H akan disekresi ke dalam cairan
tubulus sehinga dapat dicapai keseimbangan asam basa.asam urat dan K di
sekresi kedalam tubulus distal , sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi
akan disekresi ion K tersebut di atur oleh hormon antidiuretik , kemudian
hasil dari proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan ganguan fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Ini
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus,
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol,
obstruksi traktus urinarius, lesi herediter, infeksi medikasi, atau agens toksik.
Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis
mencakup timah, kadmium, merkuri, dan kromium. Dialisis atau transplantasi
ginjal kadang-kadang diperlukan untuk ke langsungan hidup pasien (Brunner &
Suddarth 2002)
Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan
nitrogen urea darah atau Blood Urea Nitrogen (BUN) dan ditegakkan bila
konsentrasi ureum plasma meningkat (Wilkinson, 2007). Gagal ginjal kronik
adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan
kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m² (Chonchol, 2005).
Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam,mengkibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif dan pada umunya
berakhir dengan gagal ginjal.Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel ,pada suatu derajad yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau tranplatasi
ginjal(perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam indonesia 2006)
Gagal ginjal kronis adalah penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi hati yang progesif dan irreversible dimana kemmpuan tubuh gagal untuk
memeprtahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan uremia dan retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah)
(suharyanto dan madjid 2009) Gagal ginjal kronik menurut the kidney oytcomes
quality initiative(K/KOQI) of nation kidney foundation (NKF) pada tahun 2009
adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih dari 3 bulan dengan laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/men/1,73 m2. seperti pada tabel 2.1 berikut:
1
Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2
Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcorft-Gault sebagai berikut: LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat
badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)
Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mnt/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29
5 Gagal ginjal < 15 atau
dialisis
Tabel 2.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan
2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit
glomerular(penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit
pembuluh
darah besar,
hipertensi,mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis
kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal
polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunanobat
( siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent
(glomerular)
Transplant glomerulopathy
2.1.4 Epidemiologi
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi gagal ginjal kronik yang cukup
tinggi yaitu sekitar 30,7 juta penduduk.menurut pt askes ada sekitar 14,3 juta orang
indonesia gagal ginjal tahap akhir saat ini mengjalani pengobatan yaitu dengan
prevalensi 433 perjumlah penduduk jumlah ini akan meningkat hingga melebihi
200 juta pada tahun 2025
2.1.5 Etiologi
2.1.5 Patofisologi
CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak
mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi
akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekresi fosfat dan asam
organik lain juga dapat terjadi.
Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi
eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh
ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah jika
produksi eritropoietin menurun maka mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak napas.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) tanda dan gejala penyakit ginjal kronik
didapat antara lain :
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Brunner & Suddarth (2002)
yaitu
a) Hssiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
b) Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
rennin-angiostensin-aldosteron
d) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
e) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, nyeri dada.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
nadi lemah halus, pucat, kuning, kecenderungan perdarahan
3. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuri, diare, konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah, coklat) digouria
menjadi anuri.
4. Integritas ego
Gejala : Faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung.
5. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan dengan cepat, penurunan berat badan
(mal nutrisi), anoreksia, mual muntah, nyeri ulu hati.
Tanda : Asites, perubahan turgor kulit.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, kesemutan dan
kelemahan.
Tanda : Ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanan memori, rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, nyeri dada.
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
8. Pernafasan
Gejala : Napas pendek, batuk dengan atau tanpa sputum
Tanda : Dispnea, peningkatan frekuensi, batuk
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Tanda : Pruritus, demam, fraktur tulang.
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido aminorea, infertilitas.
11. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien CKD untuk mengetahui
penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (2002), sebagai berikut:
a) Urine : Volume kurang dari 40 ml / 24 jam ( oliguria ), warna keruh,
berat jenis kurang dari 1.015, osmolalitas kurang dari 350 m.osn/kg,
klirens kreatinin agak menurun kurang 10 ml / menit, natrium lebih dari
40 mEq/L, proteinuria.
b) Darah : BUN/kreatinin meningkat lebih dari 10 mg/dl, Ht menurun, Hb
kurang dari 7 – 8 gr/dl, SDM waktu hidup menurun, AGD (pH
menurun dan terjadi asidosis metabolic (kurang dari 7.2), natrium
serum rendah, kalium meningkat 6,5 mEq atau lebih besar,
magnesium/fosfat meningkat, kalsium menurun, protein khususnya
albumin menurun.
c) Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 nOsm/kg, sering sama dengan
urine.
d) KUB Foto : Menunjukkan ukuran finjal/ureter/kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu).
e) Elektrokardiografi (ECG) : Untuk melihat kemungkinan hipertropi
ventrikel kiri, tanda – tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia dan hipokalsemia).
f) Ultrasonografi (USG) : Menilai bentuk dan besar ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan paremkim ginjal, ureter proximal, kandung kemih
serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor
yang reversibel, juga menilai apakah proses sudah lanjut.
g) Foto polos abdomen : Sebaiknya tampa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain.
h) Pielografi Intravena (PIV) : Pada PIV, untuk CKD tak bermanfaat lagi
olah karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras, saat ini sudah
jarang dilakukan.
i) Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada
obstruksi yang reversibel.
j) Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda – tanda bendungan paru
akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan
efusi perikardial.
k) Pemerikasaan Kardiologi tulang : Mencari osteoditrofi (terutama tulang
atau jari) dan klasifikasi metastatik.
Perencanaan :
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
1. Independen
Tindakan yang dilaksanakan oleh perawat secara profesional, tanpa
petunjuk instruksi dari tenaga kesehatan lain untuk melakukan
tindakan keperawatan mandiri berdasarkan pendidikan dan
pengalaman.
2. Interpenden
Tindakan keperawatn yang memerlukan kerjasama atau kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain.
3. Dependen
Tindakan perawat untuk melaksanakan tugas pelimpahan dari tenaga
kesehatan lain.
Mode ventilasi ini sangat mirip dengan mode yang dipakai diruang
operasi dimana laju nafas dan volume tidal ditentukan oleh klinisi. CMV
digunakan bila nafas spontan tidak ada atau minimal, misalnya pada
penderita dengan hipoksia yang berat.
Klinisi mengatur laju nafas dan rasio inspirasi dan ekspirasi. PCV
digunakan untuk melimitasi tekanan pada jalan nafas pada paru-paru
dengan komplians yang rendah atau resistensi yang tinggi untuk mencegah
risiko barotrauma. Dengan demikian akan diperoleh volume tidal dan
minute volume yang bervariasi sesuai dengan perubahan komplians dan
resistensi.
Pada keadaan ini terdapat nafas spontan pasen dan tidak ada
pengaturan frekuensi nafas. Ventilator akan memberikan tekanan positif
pada jalan nafas sebagai respon terhadap upaya pernafasan. Volume tidal
bervariasi sesuai dengan komplain rongga dada dan resistensi jalan nafas .
Biasanya dimulai dengan tekanan 20-30 cm H2O dan diturunkan bila
gerakan respirasi pasen membaik. Kadang dapat dikombinasikan dengan
SIMV untuk membantu frekuensi pernafasan spontan. Sesuai dengan
usaha inspirasi pasen, maka ventilator akan memberikan bantuan tekanan
inspirasi. Volume assured pressure support adalah suatu modifikasi
alternatif dimana ventilator secara otomatis dapat mpngatur tekanan
inspirasi yang harus diberikan untuk mencapai tidal volume minimal yang
diinginkan.
1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarga
pasien yang tidak sadar
2. mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk
mencegan infeksi
3. Breathing circuit sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan
air yang terjadi tidak masuk keparu pasien
4. Perhatikan permukaan air di humidifier, jaga jangan sampai habis, air
diganti tiap 24 jam
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan
sampai letak dan panjang tube berubah, tuliskan ukuran dan panjang tube
pada” flow sheet”
6. cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara : tempatkan tubing yang
dihubungkan dengan ETT sedemikian rupa sehingga posisinya berada
diatas pasien. tubing harus cukup panjang untuk memungkinkan pasien
dapat menggerakan kepala
7. memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah
posisi tiap 2 jam. selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah
terjadinya decubitus
8. memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian
9. teknik mengembangkan” cuff”, kembangkan “cuff” dengan udara sampai
tidak terdengar suara bocor, “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit
2.3.1 Pengertian
3. Motorik (gerakan)
a. (4) : spontan
3. Motorik (gerakan)
Secara umum, nilai normal analisa gas darah adalah sebagai berikut:
5. Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus
ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada
kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C 0. BE bernilai
positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE
bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE
adalah -2 sampai 2 mmol/l
1. Ph : 7,44 (Normal)
2. PaO2 : 80 (Normal)
3. HCO3 : 21 ( tidak normal, mengambarkan asidosis metabolic)
4. PCO2 : 30 (tidak normal, menggambarkan hiperventilasi)
Tekanan darah normal di angka 120/80 mmHg. Tekanan darah pada orang
dewasa kan berubah-ubah setiap harinya sesuai dengan faktor yang
memengaruhinya. Angka 120 menunjukkan tingkat tekanan jantung saat
memompa darah, sedangkan angka 80 menunjukkan angka ketika organ jantung
beristirahat sejenak saat proses memompa darah. Sedangkan MAP (mean arterial
pressure) adalah tekanan darah rata-rata seseorang selama satu siklus jantung,
adapun rumus MAP adalah tekanan darah sistolik ditambah dua kali tekanan
darah diastolik dibagi 3. Rentang normal MAP adalah 70 mmHg - 99 mmHg.
Pada kasus tekanan darah Tn D 150/100 dan TD sistoliknys105-155mmHg dan
diastolnya dalam rentang 80-100 mmHg yang mana artinya Tn mengalami
hipertensi dan MAP Tn D 55-100
1. inspeksi bagian tubuh yang terdapat edema seperti ekstremitas atas dan
bawah, regio lumbo sakral pada pasien tirah baring lama
2. tekan secara ringan daerah yang terdapat edema dengan ibu jari kurang
dari 10 detik
3. tentukan apakah terjadi edema pitting (ditekan lama mengninggalkan
bekas atau tidak segera kembali) atau non pitting (segera kembali)
Tingkat deskripsi
1+ Pitting ringan, tidak ada distorsi (perubahan) yang terlihat, cepat
menghilang
2+ Lebih dalam dari 1+, tidak distorsi yang langsung terdeteksi,
menghilang dalam 10-15
3+ Cukup dalam. Dapat berlangsung lebih dari 1 menit, ektermitas
yang terkena tampak lebih besar dan membengkak
4+ Sangat dalam, berlangsung 2- 5 menit, ekstermitas yang terkena
tampak sangat mengalami perubahan
Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah
dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh ( Palmer, 2007 ). Tekanan darah
seseorang meliputi tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolic yang mana
tekanan darah sistolik merupakan tekanan darah waktu jantung menguncup, dan
tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat jantung istirahat.
Sesuai tabel, dikasus pasien sudah mengalami Hipertensi tingkat 1 yang mana
target tekanan darah pasien adalah bertahap menjadi prahipertensi dan berangsur
kembali menjadi normal yaitu pada angka sistoliknya 90 – 119 mmHg dan
diastoliknya 60 – 79 mmHg.
a. pH : 7,35 – 7,45
b. PCO2 : 35 – 45 mmHg
c. PaO2 : 80 – 100 mmHg
d. Saturasi O2 : 95 % - 100 %
e. HCO3 : 22 – 28 mmHg
f. BE : (-2) – (+2) mEq/L
NIM :
IDENTITAS
Nama/Inisial : Tn. D No.RM :
Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/ Bangsa :
Umur : 54 tahun Status Perkawinan :
Agama : Penanggung jawab :
Pendidikan : Hubungan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat : Alamat :
RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat Kesehatan Sekarang :
Riwayat kesehatan saat ini tampak selang nefrostomi kiri dan kanan. Klien terpasang
alat bantu nafas ventilator dan NGT. Tidak tampak adanya retraksi interkostal. perkusi
redup, sura nafas vesikuler, ronkhi basah (crackles) pada bagian kiri bawah. Klien
terpasang CVP dengan tekanan 12.5 cmH20 ,Hasil pemeriksaan foto thorax
menunjukkan terdapat infiltrat, pneumonia susp efusi pleura pada paru kiri.
BREATHING
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten
Nafas : Spontan Tidak Spontan
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing Tidak Ada
Muntahan Darah Oedema
Gerakan dinding dada: Simetris Asimetris
RR : 10x/mnt
Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal
Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur
Jenis : Dispnoe Kusmaul Cyene Stoke Lain… …
Sesak Nafas : Ada Tidak Ada
Pernafasan Cuping hidung Ada Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas : Ada T Tidak Ada
Deviasi Trakea : Ada Tidak Ada
Pernafasan : Pernafasan Dada Pernafasan Perut
Batuk : Ya Tidak ada
Sputum: Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume: ... … Bau: … …
Tidak
Emfisema S/C : Ada Tidak Ada
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada
Vesikuler Stidor Wheezing Ronchi
Alat bantu nafas: OTT ETT Trakeostomi
Ventilator,
Keterangan: mode SIMV PS dengan FiO2 80%, Peep 5, Peak pressure
dalam rentang 13-18, tidal volume dalam rentang 315-500, SaO2
dalam rentamg 97- 100%.
Oksigenasi : ... ... lt/mnt Nasal kanul Simpel mask Non RBT mask
RBT Mask Tidak ada
Masalah Keperawatan:
BLADDER
Nyeri pinggang: Ada Tidak
BAK : Lancar Inkontinensia Anuri
Nyeri BAK : Ada Tidak ada
Frekuensi BAK : … … Warna: keruh Darah : Ada Tidak ada
Kateter : Ada Tidak ada, Urine output: ... ...
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
BOWEL
Keluhan : Mual Muntah Sulit menelan
TB : ... ...cm BB : ... ...kg
Nafsu makan : Baik Menurun
Makan : Frekuensi ... ...x/hr Jumlah : ... ... porsi
Minum : Frekuensi ... ... gls /hr Jumlah : ... ... cc/hr
NGT: terpasang
Abdomen : Distensi Supel ........
Bising usus:
BAB : Teratur Tidak
Frekuensi BAB : ... ...x/hr Konsistensi: ... ... .. Warna: ... ... darah (+/-)/lendir(+/-)
Stoma:
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
(Muskuloskletal & Integumen)
Deformitas : Ya Tidak Lokasi ... ...
Contusio : Ya Tidak Lokasi ... ...
Abrasi : Ya Tidak Lokasi ... ...
Penetrasi : Ya Tidak Lokasi ... ...
Laserasi : Ya Tidak Lokasi ... ...
Edema : Ya Tidak Lokasi : ekstremitas atas dan bawah
Luka Bakar : Ya Tidak Lokasi ... ...
Grade : ... Luas ... %
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka : ... ... Warna dasar luka: ... ... Kedalaman : ... ...
Masalah Keperawatan:
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
Leher :
Dada : Perkusi redup, sura nafas vesikuler, ronkhi basah (crackles)
pada bagian kiri bawah. Foto thorax menunjukkan terdapat infiltrat, pneumonia susp
efusi pleura pada paru kiri.
Abdomen dan Pinggang :
Pelvis dan Perineum :
Ekstremitas :. Terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah +/+
dengan grade 3
Masalah Keperawatan:
PsikoSosialKultural
Citra diri / body image
Identitas
Peran
Ideal diri / harapan
Harga diri
Sosial /interaksi
Spiritual
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan AGD : pH : 7,44, PaO2 : 80, HCO3 : 21, PCO2 : 30. Pemeriksaan
foto thorax terdapat infiltrat, pneumonia susp efusi pleura pada paru kiri.
Terapi
NorAdrenalin : 0,3 mg/kgbb/jam, lasik : 20 mg/jam, paracetamol : 4 x 1 gt. Meronem : 3
x 1 gr, dan midazolam : 3 mg/jam yang diberikan melalui syringe pump.
2. ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : - ketidakseimbangan Gangguan Pertukaran
ventilasi-perfusi Gas
DO :
- Klien terpasang alat bantu
nafas ventilator dengan
mode SIMV PS disetting
dengan FiO2 80%, Peep 5,
Peak pressure dalam
rentang 13-18, tidal
volume dalam rentang
315-500, SaO2 dalam
rentamg 97- 100%.
- TTV
TD : 150/100 mmHg
RR : 10 x/m
ND : 112 x/m
- Hasil pemeriksaan AGD:
pH : 7,44 (n:7,35-7,45)
PaO2 : 80 (n:80-100)
HCO3 : 21(n: 22-26)
PCO2 : 30(n: 35-45)
- Perkusi redup, suara nafas
vesikuler, ronkhi basah
(crackles) pada bagian kiri
bawah.
- Akral terlihat pucat
2. DS :- Gangguan Kelebihan Volume
Mekanisme Cairan
DO : Regulasi
- Klien tampak terpasang
selang nefrostomi kiri dan
kanan
- Terdapat edema pada
ekstremitas atas dan
bawah + / + dengan grade
3.
- Hasil pemeriksaan foto
thorax menunjukkan
terdapat infiltrat,
pneumonia susp efusi
pleura pada paru kiri.
- TTV
TD : 150/100 mmHg
RR : 10 x/m
ND : 112 x/m
3. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
2) Monitoring respirasi
3) Terapi oksigen
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas
dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Untuk
memperlambat gagal ginjal kronik menjadi gagal ginjal terminal, perlu
dilakukan diagnosa dini, yaitu dengan melihat gambaran klinis, laboratorium
sederhana, dan segera memperbaiki keadaan komplikasi yang terjadi. Jika
sudah terjadi gagal ginjal terminal, pengobatan yang sebaiknya dilakukan
adalah: hemodialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan ini dilakukan untuk
mencegah atau memperlambat tejadinya kematian.
3.2. Saran
Anna Palmer dan Bryan Williams. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta :
Erlangga
Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006.581-584.
Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.