Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PLENO

“ GAGAL GINJAL KRONIK ”


BLOK KEPERAWATAN KRITIS

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
1. DWI ARIF PURNOMO AJI (G1B117005)
2. APRIADI RAHMAD (G1B117006)
3. SRI RAHAYU PUTRI (G1B117007)
4. RANI ANGGRAINI (G1B117008)
5. DIAN ANNA SARI (G1B117017)
6. ANA KURNIAWATI (G1B117019)
7. TATA HAYATI (G1B117020)
8. RINIDA ELVITA (G1B117021)
9. REZA ATIKA (G1B117030)
10. NITA ANDRIANA PUTRI (G1B117031)
11. YENI GUSMIDA PABUNTA (G1B117037)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPARAWATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan pleno dengan judul “Gagal Ginjal Kronik” disusun dalam rangka
melengkapi tugas mata kuliah “Keperawatan Kritis”. Dan kami berterimakasih
kepada dosen pembimbing yang telah membantu, sehingga kami lebih mudah
dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kata sempurna, baik dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata
maupun dari segi bahasa. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada semua
pihak untuk memberikan sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para
pembaca yang sifatnya membangun yang akan kami terima dengan senang hati
demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

Jambi,10 Oktober 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. 2

Daftar Isi........................................................................................................... 3

BAB I. Pendahuluan....................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang............................................................................... 5

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 5

1.3. Tujuan............................................................................................ 5

1.4. Manfaat.......................................................................................... 6

BAB II. Pembahasan...................................................................................... 7

2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik.......................................................... 7

2.2 Ventilator dan Perawatan pasien dengan ventilator........................ 26

2.3 Konsep Central Venous Pressure (Cvp).........................................29

2.4 Target Tekanan Darah Dan MAP...................................................36

2.5 Derajat Edema Dan Pengakajian.....................................................36

2.6 Mempertahankan tekanan darah pasien..........................................37

2.7 Nilai AGD normal dan Interpretasi nilai AGD dikasus.................38

2.8 Asuhan Keperawatan Kritis...........................................................39

BAB III. Penutup............................................................................................50

3.1 Kesimpulan.....................................................................................50

3.2 Saran...............................................................................................51

DaftarPustaka.................................................................................................52
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronik saat ini telah menjadi suatu masalah kesehatan publik
diseluruh dunia. hal ini diakui sebagai suatu kondisi umum yang dikaitkan dngan
peningkatan penyakit jantung dn gagal ginjal kronik (Jevuska 2012).Gagal ginjal
kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih
kembali , dimana tubuh tidk mampu memelihara metabolisme, gagl memelihara
keseimbangan cairan, da elektrolit yang berakibat pada eningkaan ureum. Pada
pasien gagal ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak isa di
sembiuhkan dan perlu pengobatan berupa hemodialisisi, dialisis peritoneal,
transplantasi ginjal dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama.( black &
hawks 2014)
Di Indonesia gagal ginjal kronik menjadi salah satu penyakit yang masuk
dalam 10 penyakit kronik. Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan yang pernah
didiagnosis dokter sebesar (0,2%) dari penduduk indonesia. Jika saat ini penduduk
Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 504.248 jiwa yang menderita
gagal ginjal kronik. Hanya (60%) dari pasien gagal ginjal kronik tersebut yang
menjalani terapi dialisis. Di provinsi Sumatera Barat prevalensi gagal ginjal
kronik yaitu (0,2%) dari pasien gagal ginjal kronik di Indonesia mencakup pasien
yang yang menjalani pengobatan, terapi pengganti ginjal, dialisis peritoneal, dan
hemodialisis (Kementerian Kesehatan RI,2013).
Hemodialisis adalah terapi yang paling sering dilakukan pada pasien gagal
ginjal kronik diseluruh dunia, termasuk di Indonesia yaitu sebesar 82%
(Perkumpulan Nefrologi Indonesia , 2014). Hemodialisis merupakan suatu
prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisis
bervariasi tergantung berapa banyaknya fungsi ginjal yang tersisa. Data
PERNEFRI (2014) menunjukkan (84%) pasien yang menjalani hemodialisis
adalah pasien dengan diagnosa gagal ginjal tahap akhir (ESRD). Dimana rata-rata
penderita menjalani hemodialisis dua kali dalam seminggu, sedangkan lama
pelaksanaan hemodialisis paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali
tindakan terapi (Melo, Ribeiro & Costa , 2015).
peran perawat pada pasien GGK ditunjukkan untuk mengurangi gejala yang
muncul dan mencegah pola nafas tidak efektif. Upaya terseut meliputi usaha
pengaturan minum, pengendalian hipertensi, dan kalium dalam darah,
penanggulangan anemi dan asidosis, pengobatan neuropati, dianalasisi, dan
transplantasi( muttaqin & sari 2014).

1.2. Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu konsep
teori dan asuhan keperawatan kritis pada pasien gagal ginjal kronik (GGK).

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan
kritis pada pasien gagal ginjal kronik (GGK).
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi ginjal
2. Untuk mengetahui definisi gagal ginjal kronis
3. Untuk mengetahui klasifikasi gagal ginjal kronis
4. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronis
5. Untuk mengetahui patofisiologi gagal ginjal kronis
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal ginjal kronis
7. Untuk mengetahui komplikasi gagal ginjal kronis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis gagal ginjal kronis
9. Untuk mengatahui asuhan keperawatan
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan khususnya mengenai asuhan keperawatan kritis pada pasien
gagal ginjal kronik (GGK).

2. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai referensi bagi institusi Pendidikan khususnya prodi keperawatan
universitas jambi.
BAB II

Tinjauan pustaka

2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal merupakan bagian systerma urinarius yang terletak irongga


retroperitoneum pada belakang dinding abdomen.ginjal mempunyai facies anterior
dan facies posterior margo medialis dan margo lateralis.pada mergo medialis
terdapat hilus renalis.pada hilum renalis terdapat celah yang masuk kedalam ginjal
yang disebut dengan sinus renalis yang berisi pelvis renalis,calices,pembuluh
darah,serabut saraf dan sedikit jaringan lemak. Ginjal ( ren , nephos ) merupakan
bagian systema urinaria yang terletak di dalam rongga peritoneum pada dinding
bagian belakang abdomen,kedua sisi columna vertebralis.Ginjal mempunyai facies
anterior dan facies posterior,margo medialis pembuluh darah dan ureter akan
masuk dan keluar ginjal melalui hilum renale.

Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke 11 dan iga kanan setinggi iga ke 12.bats
bawah ginjal kiri setinggi vetrtebra lumbalis ke 3.setiap ginjal memiliki panjang
11-25 cm,lebar 5-7 cm,tebal 2,5 cm.berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram
dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk seperti kacang.sisi dalam
nya menghadap ke vetebrae thorakalis,sisi larnya cembung.diatas setiap ginjal
terdapat kalenjar suprarenal.

Setiap ginjal dilengkapi kapsul tpis dari jaringan fibrus yang dapat
membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus.didalamnya terdapat
struktur ginjal,warna nya ungu hasilkan 180l fitltttttttttua dan terdiri atas bagian
korteks di sebelah luar dan medulla dibagian dalam.bagian medulla terdiri 15-16
massa bebentuk piramid yang disebut piramid ginjal yang mengandung tubullus
colligentes dan mempunyai apex yang disebut papila renalis yang menonjol
kealam calyx minor.pemanjangan tubulus dari pyramidal renalis kedalam cortex
renalis disebut radii medullares.lobus renalis adalah bagian parenkim yang berisi
pyramid disertai cortex disekitarnya.di dalam sinus renalis terdapat pelvis renalis
yang akan terbagi menjadi 2-3 buah calices renalis majores.tiap calyx major
terbagi lagi 7-14 buah calices minores
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar menjalankan sistem regulatorik dan
eksretorik yaitu :

1) Filtrasi glomerulus
Terjadinya filtrasi plasma bebas potein menembus kapiler glomerulus
kedalam kapsul bowman melali tiga lapisan yang membentuk membran
glomerulus ,lapisan gelatinosa asesuler yang dikenal sebagai membaran
basal dan lapisan dalam kapsul bowman,protein plasma hampir tidak dapat
difitrasi dan ≤ 1 % molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk
kekapsul bowman. GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik
osmotik koloid yang melintasi membran glomerulus.dalam keadaan
normal,sekitar 20% plasma masuk ke glomerulus difitrasi dengan filtrasi
10 mmhg dan menghasilkan 180L filtrat glomerulus setiap hari untuk GFR
rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 L filtrasi perhari dengan GFR
115 ml/menit untuk wanita.
2) Reabsorbsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat-zat dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke kailer peritubulus agar dapat diangkat ke sistem vena
kemudian kejantung ntuk kembali diedarkan . berikut ini merupakan zat-
zatyang direabsopsi diginjal.
Reabsobsi glukosa (ditubulus proksimal),reabsopsinatrium (67% ditubulus
proksimal , 25% dilengkung henle dan 8% ditubulus distal dan tubulus
pengumpul ),Reabsobsi air(80% ditubulus dan lengkung henie kemudian
20% ditubulus distal dan duktus pengumpul ),reabsobsi uea (diglomerulus
kemudian sebagian dikapiler peritubulus),reabsobsi fosfat dan kalsium
(40% ditubulus konturtus proksimal , 50% dilengkung henie pars
assendol)
3) Rekresi tubulus
Proses pemindahan selektif zat-zat darah kapiler peritubulus kealam lemen
tubulus . proses sekresi terpenting adalah sekresi H+ , K+ ,dan ion ion
organik . disepanjang tubulus , ion H akan disekresi ke dalam cairan
tubulus sehinga dapat dicapai keseimbangan asam basa.asam urat dan K di
sekresi kedalam tubulus distal , sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi
akan disekresi ion K tersebut di atur oleh hormon antidiuretik , kemudian
hasil dari proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin.

2.1.2 Definisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan ganguan fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Ini
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus,
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol,
obstruksi traktus urinarius, lesi herediter, infeksi medikasi, atau agens toksik.
Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis
mencakup timah, kadmium, merkuri, dan kromium. Dialisis atau transplantasi
ginjal kadang-kadang diperlukan untuk ke langsungan hidup pasien (Brunner &
Suddarth 2002)

Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang


terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) dengan
manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk
kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis
(wibowo, 2010). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (End Stage
Renal Diseases) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan
fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).

Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan
nitrogen urea darah atau Blood Urea Nitrogen (BUN) dan ditegakkan bila
konsentrasi ureum plasma meningkat (Wilkinson, 2007). Gagal ginjal kronik
adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan
kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m² (Chonchol, 2005).

Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang


beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, dkk, 2006). Kesimpulan : gagal
ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang persisten dan ireversibel yang
bersifat progresif dan lambat dimana ginjal tidak dapat mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah-sampah nitrogen lainya).

Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam,mengkibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif dan pada umunya
berakhir dengan gagal ginjal.Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel ,pada suatu derajad yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau tranplatasi
ginjal(perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam indonesia 2006)

Gagal ginjal kronis adalah penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi hati yang progesif dan irreversible dimana kemmpuan tubuh gagal untuk
memeprtahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan uremia dan retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah)
(suharyanto dan madjid 2009) Gagal ginjal kronik menurut the kidney oytcomes
quality initiative(K/KOQI) of nation kidney foundation (NKF) pada tahun 2009
adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih dari 3 bulan dengan laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/men/1,73 m2. seperti pada tabel 2.1 berikut:

1
Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan

2
Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcorft-Gault sebagai berikut: LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat
badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)

Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mnt/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29
5 Gagal ginjal < 15 atau
dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan
2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit
glomerular(penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit
pembuluh
darah besar,
hipertensi,mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis
kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal
polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunanobat
( siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent
(glomerular)
Transplant glomerulopathy

2.1.4 Epidemiologi

Di AS data tahun 1995-1999 menyatakan diperkirakan 100 kasus per 1juta


penduduk pertahun dan angka ini meningkat 8 %pertahunya.di malaysia
diperkirakan 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya.dinegara-negara
berkembang lainnya insiden gagal ginjal diperkirakan 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun.

Indonesia merupakan negara dengan prevalensi gagal ginjal kronik yang cukup
tinggi yaitu sekitar 30,7 juta penduduk.menurut pt askes ada sekitar 14,3 juta orang
indonesia gagal ginjal tahap akhir saat ini mengjalani pengobatan yaitu dengan
prevalensi 433 perjumlah penduduk jumlah ini akan meningkat hingga melebihi
200 juta pada tahun 2025
2.1.5 Etiologi

Penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :


a) Penyakit infeksi: pielonefritis kronik atau refluks, nefropati,
tubulointestinal.
b) Penyakit peradangan: glomerulonefritis.
c) Penyakit vaskuler hipertensi: nefrosklerosis maligna, nefrosklerosis
benigna, stenosis arteria renalis.
d) Gangguan jaringan ikat: lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif.
e) Gangguan kongenital dan hederiter: penyakit ginjal polikistik hederiter,
asidosis sistemik progresif.
f) Penyakit metabolik: diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g) Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik, nefropati timah.
h) Nefropati obstruktif karena obstruksi saluran kemih karena batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal, hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinarian dan uretra.

2.1.5 Patofisologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada


penyakit yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfitrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa.Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra
dalam Sudoyo, 2006).
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya
terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Brunner & Suddarth 2002).
Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat
mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif/ CHF, dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron.

CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak
mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi
akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekresi fosfat dan asam
organik lain juga dapat terjadi.

Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi
eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh
ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah jika
produksi eritropoietin menurun maka mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak napas.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme


akibat penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan fosfat dalam tubuh
memiliki hubungan timbal balik dan apabila salah satunya meningkat, maka
fungsi yang lain akan menurun. Akibat menurunya glomerular filtration rate
(GFR) kadar fosfat akan serum meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium
menurun. Terjadinya penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang
menurun, yang menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang.
Demikian juga dengan vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk
diginjal menurun seiring dengan perkembangan gagal ginjal. Penyakit tulang
uremik/osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan
keseimbangan parathormon (Nursalam, 2006).

2.1.7 Manifestasi klinis

Menurut Brunner & Suddarth (2002) tanda dan gejala penyakit ginjal kronik
didapat antara lain :

a) Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sekrum), edema


periorbital, pembesaran vena leher.
b) Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner : krekles, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernafasan
kussmaul.
d) Gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulit,
anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
GI.
e) Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f) Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, faktor tulang.
g) Reproduktif: amenore, atrofi testikuler.

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Brunner & Suddarth (2002)
yaitu
a) Hssiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
b) Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
rennin-angiostensin-aldosteron
d) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
e) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut


Brunner & Suddarth (2002) yaitu :

1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi


a) Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),
Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta
Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b) Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid
(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),
Chlorothiazide (Diuril).
c) Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d) Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e) Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f) Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium
hidroksida.
g) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida.
h) Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogeni.
Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
1. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B
dan C, diet tinggi lemak dan karbohirat
2. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
3. Abnormalitas neurologi diatasi denganDiazepam IV (valium),
fenitonin (dilantin).
4. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV
atau SC 3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan
dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-
testoteron) untuk pria, transfuse Packet Red Cell/PRC.
5. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal
dialisa.
6. Transplantasi ginjal.

2.1.10 Pengkajian Keperawatan

Fokus pengkajian Menurut Doengoes (2002), fokus pengkajian pada pasien


gagal ginjal kronik antara lain :

1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, nyeri dada.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
nadi lemah halus, pucat, kuning, kecenderungan perdarahan

3. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuri, diare, konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah, coklat) digouria
menjadi anuri.
4. Integritas ego
Gejala : Faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung.
5.  Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan dengan cepat, penurunan berat badan
(mal nutrisi), anoreksia, mual muntah, nyeri ulu hati.
Tanda : Asites, perubahan turgor kulit.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, kesemutan dan
kelemahan.
Tanda : Ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanan memori, rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, nyeri dada.
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
8. Pernafasan
Gejala : Napas pendek, batuk dengan atau tanpa sputum
Tanda : Dispnea, peningkatan frekuensi, batuk
9.  Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Tanda : Pruritus, demam, fraktur tulang.
10.  Seksualitas
Gejala : Penurunan libido aminorea, infertilitas.
11. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien CKD untuk mengetahui
penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (2002), sebagai berikut:
a) Urine : Volume kurang dari 40 ml / 24 jam ( oliguria ), warna keruh,
berat jenis kurang dari 1.015, osmolalitas kurang dari 350 m.osn/kg,
klirens kreatinin agak menurun kurang 10 ml / menit, natrium lebih dari
40 mEq/L, proteinuria.
b) Darah : BUN/kreatinin meningkat lebih dari 10 mg/dl, Ht menurun, Hb
kurang dari  7 – 8 gr/dl, SDM waktu hidup menurun, AGD (pH
menurun dan terjadi asidosis metabolic (kurang dari 7.2), natrium
serum rendah, kalium meningkat 6,5 mEq atau lebih besar,
magnesium/fosfat meningkat, kalsium menurun, protein khususnya
albumin menurun.
c) Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 nOsm/kg, sering sama dengan
urine.
d) KUB Foto : Menunjukkan ukuran finjal/ureter/kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu).
e) Elektrokardiografi (ECG) : Untuk melihat kemungkinan hipertropi
ventrikel kiri, tanda – tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia dan hipokalsemia).
f) Ultrasonografi (USG) : Menilai bentuk dan besar ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan paremkim ginjal, ureter proximal, kandung kemih
serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor
yang reversibel, juga menilai apakah proses sudah lanjut.
g) Foto polos abdomen : Sebaiknya tampa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain.
h) Pielografi Intravena (PIV) : Pada PIV, untuk CKD tak bermanfaat lagi
olah karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras, saat ini sudah
jarang dilakukan.
i) Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada
obstruksi yang reversibel.
j) Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda – tanda bendungan paru
akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan
efusi perikardial.
k) Pemerikasaan Kardiologi tulang : Mencari osteoditrofi (terutama tulang
atau jari) dan klasifikasi metastatik.

2.1.11 Diagnosa Keperawatan


Menurut Doenges (2002), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang


meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.

2.1.12 Perencanaan Keperawatan


1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil : Mempertahankan curah jantung dengan bukti
tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer
kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Perencanaan :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan
Kriteria hasil : Tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Perencanaan :
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : Menunjukan BB stabil

Perencanaan :

a. Awasi konsumsi makanan/cairan


R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4) Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan : Pola nafas kembali normal/stabil
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

5) Kerusakan integritas knulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan : Integritas kulit dapat terjaga dengan
Kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh, menunjukan
perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia

e. Berikan perawatan kulit


R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan
Tujuan : Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat
ditoleransi
Intervensi :
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

2.1.13 Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan merupakan tindakan keperawatan yang telah disusun sesuai


dengan masalah keperawatan klien. Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai
kewengan dan tanggung jawab perawat secara profesional sesuai dengan standar
profesi dan kode etik profesi. Berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab,
tindakan keperawatan dibagi atas 3 (tiga) tindakan yaitu :

1. Independen
Tindakan yang dilaksanakan oleh perawat secara profesional, tanpa
petunjuk instruksi dari tenaga kesehatan lain untuk melakukan
tindakan keperawatan mandiri berdasarkan pendidikan dan
pengalaman.
2. Interpenden
Tindakan keperawatn yang memerlukan kerjasama atau kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain.
3. Dependen
Tindakan perawat untuk melaksanakan tugas pelimpahan dari tenaga
kesehatan lain.

2.1.14 Evaluasi Keperawatan

Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan


seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, dan
pelaksanaan keperawatan sudah berhasil dicapai dengan perkembangan atau
respon klien dalam mencapai tujuan, maka perawat dapat menentukan efektivitas
tindakan keperawatan.

1. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan


intervensi dengan respon segera.
2. Evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan
analisis status pasien pada waktu tertentu.
Evaluasi :
a) Kelebihan atau kekurangan volume cairan tidak terjadi.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
c) Kelemahan/intoleransi aktivitas tidak terjadi.
d) Tidak terjadi resiko keruksakan intergritas kulit.
e) Pengetahuan klien bertambah mengenai proses penyakit,
pengobatan dan perawatannya

2.2 Ventilator dan Perawatan pasien dengan ventilator

2.2.1 Ventilator dan jenisnya

Ventilator adalah mesin yang berfungsi untuk menunjang atau membantu


pernafasan. Ventilator sering kali dibutuhkan oleh pasien yang tidak dapat
bernafas sendiri, baik karena suatu penyakit atau karena cedera yang parah.
Tujuan pengguanaan alat ini adalah agar pasien mendapat asupan oksigen yang
cukup. Melalui ventilator pasien yang sulit bernapas secara mandiri dapat dibantu
untuk bernapas dan mendapatkan udara layaknya bernapas secara normal.

1. Controlled Minute Ventilation (CMV)

Mode ventilasi ini sangat mirip dengan mode yang dipakai diruang
operasi dimana laju nafas dan volume tidal ditentukan oleh klinisi. CMV
digunakan bila nafas spontan tidak ada atau minimal, misalnya pada
penderita dengan hipoksia yang berat.

2. Pressure Controlled Ventilasion (PCV)

Klinisi mengatur laju nafas dan rasio inspirasi dan ekspirasi. PCV
digunakan untuk melimitasi tekanan pada jalan nafas pada paru-paru
dengan komplians yang rendah atau resistensi yang tinggi untuk mencegah
risiko barotrauma. Dengan demikian akan diperoleh volume tidal dan
minute volume yang bervariasi sesuai dengan perubahan komplians dan
resistensi.

3. Assist-control ventilation (ACV)

Bila penderita sudah mempunyai nafas spontan maka CMV atau


PCV akan menjadl ACV. Pada saat ini berisiko untuk terjadinya
hiperventilasi.
4. Synchronised intermittent mandatory ventilation (SIMV)

Bila ada upaya nafas, maka mesin ventilator akan memberikan


volume tidal, atau jika tak ada upaya nafas maka mesin ventilator akan
memberikan laju nafas. Dengan demikian minute volume akan selalu
terjamin keberadaannya. Selanjutnya setiap nafas spontan tidak dibantu
lagi, akan tetapi sirkuit akan mengalirkan oksigen..Pada SIMV, pengaturan
volume tidal disesuaikan dg usaha nafas spontan penderita atau jika tdk
ada nafas spontan volume tidal yg dikeluarkan oleh ventilator akan
disesuaikan dengan nengaturan frekwensi nafas (preset rate).sehingga
volume minimal terpenuhi. Bila pasien bernafas spontan maka bantuan
ventilator untuk memberikan volume tidal tidak ada, akan tetapi mesin
akan tetap mengalirkan oksigen. Dengan demikian dapat dihasilkan
volume semenit yang lebih tinggi. SIMV digunakan untuk menyapih
pasien dari CMV dengan mengurangi secara bertahap frekwensi nafas
sehingga merangsang ventilasi spontan. Pressure support dapat
ditambahkan pada penderita yang sudah bernafas spontan

5. Ventilasi dengan rasio terbalik (Inverse ratio ventilation)

Siklus respirasi adalah satuan waktu yang diperlukan untuk


memasukkan dan mengeluarkan udara pada setiap tarikan nafas yang
dihasilkan oleh ventilator. Siklus ini dibagi menjadi waktu inspirasi dan
ekspirasi .Rasio inspirasi dan ekspirasi yang normal adalah 1:2-
3.Pemanjangan relatif waktu inspirasi [invers rasio ventilasi ] sering
digunakan untuk memperbaiki pertukaran gas pada pasen dengan
oksigenasi kurang. Umumnya dipakai ratio 1:1. Cara ini digunakan baik
pada mode pressure control maupun volume control ventilation

Pada keadaan ini terdapat nafas spontan pasen dan tidak ada
pengaturan frekuensi nafas. Ventilator akan memberikan tekanan positif
pada jalan nafas sebagai respon terhadap upaya pernafasan. Volume tidal
bervariasi sesuai dengan komplain rongga dada dan resistensi jalan nafas .
Biasanya dimulai dengan tekanan 20-30 cm H2O dan diturunkan bila
gerakan respirasi pasen membaik. Kadang dapat dikombinasikan dengan
SIMV untuk membantu frekuensi pernafasan spontan. Sesuai dengan
usaha inspirasi pasen, maka ventilator akan memberikan bantuan tekanan
inspirasi. Volume assured pressure support adalah suatu modifikasi
alternatif dimana ventilator secara otomatis dapat mpngatur tekanan
inspirasi yang harus diberikan untuk mencapai tidal volume minimal yang
diinginkan.

Positive End Expiratory Pressure (PEEP) dan Continous Positive


Airway Pressure ( CPAP) .Pada mode ini tekanan jalan nafas dibuat selalu
lebih tinggi dari based line baik pada saat ventilasi mekanik (PEEP)
maupun saat ventilasi spontan (CPAP). Dengan cara ini oksigenasi dan
pergerakan nafas dinding dada akan tetap baik karena volume alveolus
pada akhir expirasi tetap dipertahankan. Hal ini akan memperbaiki volume
paru yang tadinya berkurang pada saat akhir expirasi menjadi normal
kembali.

2.2.2 Perawatan pasien dengan ventilator

1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarga
pasien yang tidak sadar
2. mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk
mencegan infeksi
3. Breathing circuit sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan
air yang terjadi tidak masuk keparu pasien
4. Perhatikan permukaan air di humidifier, jaga jangan sampai habis, air
diganti tiap 24 jam
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan
sampai letak dan panjang tube berubah, tuliskan ukuran dan panjang tube
pada” flow sheet”
6. cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara : tempatkan tubing yang
dihubungkan dengan ETT sedemikian rupa sehingga posisinya berada
diatas pasien. tubing harus cukup panjang untuk memungkinkan pasien
dapat menggerakan kepala
7. memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah
posisi tiap 2 jam. selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah
terjadinya decubitus
8. memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian
9. teknik mengembangkan” cuff”, kembangkan “cuff” dengan udara sampai
tidak terdengar suara bocor, “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit

2.3 Konsep Central Venous Pressure (Cvp)

2.3.1 Pengertian

Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di


vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah,
keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central
dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan
lokal

2.3.2 Pengukuran CVP / RJP (Right Arterial Pressure) dengan


menggunakan manometer

Darah dari vena sistemik masuk ke atrium kanan sehingga pengukuran


tekanan pada atrium kanan dapat dilakukan. CVP ditentukan oleh fungsi dari
sebelah kanan jantung dan tekanan darah vena di vena cava. Dalam situasi
normal, peningkatan venous return menyebabkan peningkatan cardiac output
tanpa perubahan tekanan vena. Namun bila fungsi ventrikular kanan berkurang
atau pada sirkulasi pulmunol yang terobstruksi, tekanan atrium kanan akan
meningkat. Kehilangan volume darah ataupun dilatasi menyeluruh juga
menyebabkan berkurangnya venus return dan tekanan atrium kanan turun.Nilai
normal CVP 5 – 10 cm H2O, dan pada orang yang menggunakan ventilator naik
3-5cm H2O.

2.3.3 Cara mengukur GSC Dan nilai normalnya


Glasgow Coma Scale atau GCS adalah skala neurologi yang digunakan
untuk melakukan penilaian tingkat kesadaran.

Penilaian Tingkat Kesadaran :

Nilai GCS digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pada pasien yang


mengalami cedera kepala saja, namun saat ini digunakan juga untuk memberikan
pertolongan medis darurat. Terdapat objek yang akan diperiksa untuk menentukan
nilai GCS yaitu mata, respon verbal, dan gerakan tubuh. Tingkat kesadaran tidak
hanya dibagi menjadi dua antara sadar dan koma, namun dibagi lagi menjadi
beberapa tingkatan. Berikut adalah 7 (tujuh) penilaian tingkat kesadaran dan nilai
GCS yang mewakilinya:

1. Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon


pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat
menjawab pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk
compos mentis adalah 15-14.

2. Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan


terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.

3. Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai


dengan kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan
siklus tidur, merasa gelisah, mengalami disorientasi, merasa kacau, hingga
meronta-ronta. Nilai GCS adalah 11-10.

4. Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa


dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan
tersebut berhenti, maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai GCS
untuk somnolen adalah 9-7.

5. Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat


dibangunkan melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri.
Meskipun begitu pasien tidak dapat bangun dengan sempurna dan tidak
mampu memberikan respons verbal dengan baik. Nilai GCS adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di mana
pasien tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal dan
bahkan tidak dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui
mata maka masih akan terlihat refleks kornea dan pupil yang baik. Pada
kondisi ini respons terhadap rangsangan nyeri tidak cukup terlihat atau
hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma adalah 4.

7. Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam.


Dalam kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak
muncul juga respons terhadap rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma
adalah 3.

2.3.4 Cara Mengukur Nilai GCS

Nilai tingkat kesadaran GCS orang dewasa

1. Eye (respon membuka mata)

a. (4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa


dirangsang

b. (3) : dengan rangsang suara, ddilakukan dengan menyuruh pasien


untuk membuka mata)

c. (2) : dengan memberikan rangsangan nyeri, misalnya menekan


kuku jari

d. (1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.

2. Verbal (respon verbal atau ucapan)

a. (5) : orientasi baik, bicaranya jelas

b. (4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang), disorientasi


tempat dan waktu

c. (3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas


d. (2) : suara tanpa arti (mengerang)

e. (1) : tidak ada respon

3. Motorik (gerakan)

a. (6) : mengikuti perintah pemeriksa

b. (5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan stimulus saat


diberi rangsang nyeri

c. (4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk menjauhi


stimulus saat diberi rangsang nyeri

d. (3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya menekuk saat


diberi rangsang nyeri

e. (2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya bergerak


lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi rangsang nyeri

f. (1) : tidak ada respon

Nilai tingkat kesadaran GCS pada bayi dan anak

Berikut nilai acuan dalam penilaian GCS pada bayi/anak:

1. Eye (respon membuka mata)

a. (4) : spontan

b. (3) : membuka mata saat diperintah atau mendengar suara

c. (2) : membuka mata saat ada rangsangan nyeri

d. (1) : tidak ada respon

2. Verbal (respon verbal)

a. (5) : berbicara mengoceh seperti biasa


b. (4) : menangis lemah

c. (3) : menangis karena diberi rangsangan nyeri

d. (2) : merintih karena diberi rangsangan nyeri

e. (1) : tidak ada respon

3. Motorik (gerakan)

a. (6) : bergerak spontan

b. (5) : menarik anggota gerak karena sentuhan

c. (4) : menarik anggota gerak karena rangsangan nyeri

d. (3) : fleksi abnormal

e. (2) : ekstensi abnormal

f. (1) : tidak ada respon

Cara menghitung nilai GCS dan intrepretasi hasilnya

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam


simbol E-V-M dan selanjutnya nilai GCS tersebut dijumlahkan. Nilai GCS
yang tertinggi atau GCS normal adalah 15 yaitu E4V5M6 , sedangkan yang
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Berikut beberapa penilaian GCS dan interpretasinya terhadap tingkat


kesadaran :

1. Nilai GCS (15-14) : Composmentis

2. Nilai GCS (13-12) : Apatis

3. Nilai GCS (11-10) : Delirium

4. Nilai GCS (9-7) : Somnolen

5. Nilai GCS (6-5) : Sopor


6. Nilai GCS (4) : Semi-coma

7. Nilai GCS (3) : Coma

2.3.5 Nilai Normal Analisa Gas Darah

Hasil analisa gas darah dapat membantu dokter mendiagnosa berbagai


penyakit atau menentukan seberapa baik perawatan yang telah diterapkan, hasil
akan akan didapat meliputi:

1. pH darah arteri, menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam darah. pH


kurang dari 7,0 disebut asam, dan lebih besar pH dari 7,0 disebut basa,
atau alkali. Ketika pH darah menunjukkan bahwa darah lebih asam, maka
hal ini terjadi akibat kadar karbon dioksida yang lebih tinggi. Sebaliknya
ketika pH darah tinggi yang menunjukkan bahwa darah lebih basa, maka
hal ini terjadi akibat kadar bikarbonat yang lebih tinggi.

2. Bikarbonat adalah bahan kimia yang membantu mencegah pH darah


menjadi terlalu asam atau terlalu basa.

3. Tekanan parsial oksigen adalah ukuran tekanan oksigen terlarut dalam


darah. Hal ini menentukan seberapa baik oksigen bisa mengalir dari paru-
paru ke dalam darah.

4. Tekanan parsial karbon dioksida adalah ukuran tekanan karbon dioksida


terlarut dalam darah. Hal ini menentukan seberapa baik karbon dioksida
dapat mengalir keluar dari tubuh.

5. Saturasi oksigen adalah ukuran dari jumlah oksigen yang dibawa oleh


hemoglobin dalam sel darah merah.

Secara umum, nilai normal analisa gas darah adalah sebagai berikut:

1. pH darah normal (arteri): 7,38-7,42

2. Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per liter


3. Tekanan parsial oksigen: 75 sampai 100 mm Hg

4. Tekanan parsial karbon dioksida (pCO2): 38-42 mm Hg

5. Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen

2.3.6 Interpretasi Hasil AGD

Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:

1. pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau


alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.

2. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah


menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat.
PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen
tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg

3. PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme


normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi
menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi
gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai
kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg

4. HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme,


seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik
dan begitu pula sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika
ginjal mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam
rentang yang normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26
mmol/l

5. Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus
ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada
kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C 0. BE bernilai
positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE
bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE
adalah -2 sampai 2 mmol/l

6. Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen.


Nilai normalnya adalah 95-98 %

2.3.7 Interpretasi nilai AGD dalam kasus

1. Ph : 7,44 (Normal)
2. PaO2 : 80 (Normal)
3. HCO3 : 21 ( tidak normal, mengambarkan asidosis metabolic)
4. PCO2 : 30 (tidak normal, menggambarkan hiperventilasi)

2.4 Target Tekanan Darah Dan MAP

Tekanan darah normal di angka 120/80 mmHg. Tekanan darah pada orang
dewasa kan berubah-ubah setiap harinya sesuai dengan faktor yang
memengaruhinya. Angka 120 menunjukkan tingkat tekanan jantung saat
memompa darah, sedangkan angka 80 menunjukkan angka ketika organ jantung
beristirahat sejenak saat proses memompa darah. Sedangkan MAP (mean arterial
pressure) adalah tekanan darah rata-rata seseorang selama satu siklus jantung,
adapun rumus MAP adalah tekanan darah sistolik ditambah dua kali tekanan
darah diastolik dibagi 3. Rentang normal MAP adalah 70 mmHg - 99 mmHg.
Pada kasus tekanan darah Tn D 150/100 dan TD sistoliknys105-155mmHg dan
diastolnya dalam rentang 80-100 mmHg yang mana artinya Tn mengalami
hipertensi dan MAP Tn D 55-100

2.5 Derajat Edema Dan Pengakajian


Penilaian derajat edema ada 4 derajat yaitu ;
1. Derajat I : kedalaman 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik
2. Derajat II : kedalamn 3 – 5 mm dengan waktu kembali 5 detik
3. Derajat III : kedalaman 5 – 7 mm dengan waktu kembali 7 detik
4. Derajat IV : kedalamannya 7 mm lebih dengan waktu kembali 7 detik
Menurut Deswita (2011) Cara pengkajian edema

1. inspeksi bagian tubuh yang terdapat edema seperti ekstremitas atas dan
bawah, regio lumbo sakral pada pasien tirah baring lama
2. tekan secara ringan daerah yang terdapat edema dengan ibu jari kurang
dari 10 detik
3. tentukan apakah terjadi edema pitting (ditekan lama mengninggalkan
bekas atau tidak segera kembali) atau non pitting (segera kembali)

Menurut Deswita (2011), Skala penilaian pitting edema meliputi :

Tingkat deskripsi
1+ Pitting ringan, tidak ada distorsi (perubahan) yang terlihat, cepat
menghilang
2+ Lebih dalam dari 1+, tidak distorsi yang langsung terdeteksi,
menghilang dalam 10-15
3+ Cukup dalam. Dapat berlangsung lebih dari 1 menit, ektermitas
yang terkena tampak lebih besar dan membengkak
4+ Sangat dalam, berlangsung 2- 5 menit, ekstermitas yang terkena
tampak sangat mengalami perubahan

2.6. Mempertahankan tekanan darah pasien

Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah
dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh ( Palmer, 2007 ). Tekanan darah
seseorang meliputi tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolic yang mana
tekanan darah sistolik merupakan tekanan darah waktu jantung menguncup, dan
tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat jantung istirahat.

Tekanan darah pada manusia menurut Williams Wilkins (2007) adalah :

a. Hipotensi, sistolik : < 90 mmHg dan diastolic : < 60 mmHg


b. Normal, sistolik : 90 – 119 mmHg dan diastolic : 60 – 79 mmHg
c. Prehipertensi : 120 – 139 mmHg dan diastolic : 80 – 89 mmHg
d. Hipertensi tingkat 1 : sistolik : 140 – 159 dan diastolic : 90 – 99 mmHg
e. Hipertensi tingkat 2 : sistolik : 160 – 179 dan diastolic : 100 – 109 mmHg
f. Hipertensi tingkat darurat : sistolik : ≥ 180 dan diastolic : ≥ 110 mmHg

Sesuai tabel, dikasus pasien sudah mengalami Hipertensi tingkat 1 yang mana
target tekanan darah pasien adalah bertahap menjadi prahipertensi dan berangsur
kembali menjadi normal yaitu pada angka sistoliknya 90 – 119 mmHg dan
diastoliknya 60 – 79 mmHg.

2.7 Nilai AGD normal dan Interpretasi nilai AGD dikasus

Analisa gas darah (AGD) adalah prosedur pemeriksaan medis yang


bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah.
AGD juga dapat digunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau pH darah.

Rentang nilai normal pada Analisa Gas Darah adalah :

a. pH : 7,35 – 7,45
b. PCO2 : 35 – 45 mmHg
c. PaO2 : 80 – 100 mmHg
d. Saturasi O2 : 95 % - 100 %
e. HCO3 : 22 – 28 mmHg
f. BE : (-2) – (+2) mEq/L

Pada kasus, nilai AGD pasien menunjukkan bahwa pH : normal, PaO2 :


normal, HCO3 : menurun dan PCO2 : menurun. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami Alkalosis respiratorik terkompensasi penuh, sehingga
yang menjadi target saat ini adalah hasil analisa gas darah pasien bisa menjadi
normal.

2.8 Asuhan Keperawatan Kritis


1. PENGKAJIAN

Nama Mahasiswa : Perawat A

NIM :

Tgl/ Jam : 06/10/2020, 10:00 Tanggal MRS :


Ruangan : ICU Diagnosis Medis : Gagal ginjal kronis

IDENTITAS
Nama/Inisial : Tn. D No.RM :
Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/ Bangsa :
Umur : 54 tahun Status Perkawinan :
Agama : Penanggung jawab :
Pendidikan : Hubungan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat : Alamat :

RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat Kesehatan Sekarang :
Riwayat kesehatan saat ini tampak selang nefrostomi kiri dan kanan. Klien terpasang
alat bantu nafas ventilator dan NGT. Tidak tampak adanya retraksi interkostal. perkusi
redup, sura nafas vesikuler, ronkhi basah (crackles) pada bagian kiri bawah. Klien
terpasang CVP dengan tekanan 12.5 cmH20 ,Hasil pemeriksaan foto thorax
menunjukkan terdapat infiltrat, pneumonia susp efusi pleura pada paru kiri.

Riwayat Kesehatan Dahulu :


3 Bulan sebelum masur rumah sakit pasien mengalami nyeri pinggang kiri dan kanan.
Nyeri hilang timbul dan panas badan. Terdapat nyeri pada saat BAK, BAK panas dan
keruh. Pasien merasa mual dan lemah. Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak 2 tahun
yang lalu dan pasien disarankan untuk operasi, namun pasien menolak. 6 hari SMRS
pasien dirujuk ke RS Santosa untuk dilakukan HD. Pada saat dilakukan HD pasien
mengalami penurunan kesadaran, sesak, dan batuk. Riwayat kesehatan dahulu pasien
memilii penakit hipertensi sejak 5 tahun lalu namun tidak pernah dikontrol.
Riwayat Kesehatan Keluarga :
Tidak terkaji

BREATHING
Jalan Nafas :  Paten Tidak Paten
Nafas : Spontan Tidak Spontan
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  Tidak Ada
 Muntahan  Darah  Oedema
Gerakan dinding dada:  Simetris  Asimetris
RR : 10x/mnt
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal
Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur
Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke  Lain… …
Sesak Nafas :  Ada  Tidak Ada
Pernafasan Cuping hidung  Ada  Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas :  Ada T Tidak Ada
Deviasi Trakea :  Ada  Tidak Ada
Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut
Batuk : Ya  Tidak ada
Sputum:  Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume: ... … Bau: … …
Tidak
Emfisema S/C :  Ada  Tidak Ada
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor  Tidak ada
Vesikuler  Stidor  Wheezing Ronchi
Alat bantu nafas:  OTT  ETT  Trakeostomi
Ventilator,
Keterangan: mode SIMV PS dengan FiO2 80%, Peep 5, Peak pressure
dalam rentang 13-18, tidal volume dalam rentang 315-500, SaO2
dalam rentamg 97- 100%.
Oksigenasi : ... ... lt/mnt  Nasal kanul  Simpel mask  Non RBT mask
 RBT Mask Tidak ada

Penggunaan selang dada :  Ada Tidak Ada


Drainase :
Trakeostomi :  Ada Tidak Ada
Kondisi trakeostomi:
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
BLOOD
Nadi : Teraba  Tidak teraba  N: 112x/mnt
Irama Jantung :
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Pucat : Ya  Tidak
Sianosis :  Ya Tidak
CRT : < 2 detik  > 2 detik
Akral :  Hangat  Dingin  S: ... ...C
Pendarahan :  Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc Tidak
Turgor :  Elastis  Lambat
Diaphoresis:  Ya Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah  Luka bakar
JVP:
CVP: terpasang dengan tekanan 12.5 cmH20
Suara jantung:
IVFD :  Ya Tidak, Jenis cairan: … …
Lain-lain: …
Masalah Keperawatan:
BRAIN
Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen  Apatis Koma
GCS :  Eye ...  Verbal ...  Motorik ...
Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Midriasis
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
Refleks Muntah:  Ada  Tidak Ada
Refleks fisiologis:  Patela (+/-)  Lain-lain … …
Refleks patologis :  Babinzky (+/-)  Kernig (+/-)  Lain-lain ... ...
Refleks pada bayi:  Refleks Rooting (+/-)  Refleks Moro (+/-)
(Khusus PICU/NICU)  Refleks Sucking (+/-) 
Bicara :  Lancar  Cepat  Lambat
Tidur malam : … … jam Tidur siang : … … jam
Ansietas :  Ada  Tidak ada
Nyeri :  Ada  Tidak ada
Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan:
BLADDER
Nyeri pinggang: Ada  Tidak
BAK :  Lancar  Inkontinensia  Anuri
Nyeri BAK : Ada  Tidak ada
Frekuensi BAK : … … Warna: keruh Darah :  Ada Tidak ada
Kateter : Ada  Tidak ada, Urine output: ... ...
Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan:
BOWEL
Keluhan : Mual  Muntah  Sulit menelan
TB : ... ...cm BB : ... ...kg
Nafsu makan :  Baik  Menurun
Makan : Frekuensi ... ...x/hr Jumlah : ... ... porsi
Minum : Frekuensi ... ... gls /hr Jumlah : ... ... cc/hr
NGT: terpasang
Abdomen :  Distensi  Supel  ........
Bising usus:
BAB :  Teratur  Tidak
Frekuensi BAB : ... ...x/hr Konsistensi: ... ... .. Warna: ... ... darah (+/-)/lendir(+/-)
Stoma:
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
(Muskuloskletal & Integumen)
Deformitas :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Contusio :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Abrasi :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Penetrasi :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Laserasi :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Edema : Ya  Tidak  Lokasi : ekstremitas atas dan bawah
Luka Bakar :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Grade : ... Luas ... %
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka : ... ... Warna dasar luka: ... ... Kedalaman : ... ...

Aktivitas dan latihan :0 1 2 3 4 Keterangan:

Makan/minum :0 1 2 3 4 0; Mandiri

Mandi :0 1 2 3 4 1; Alat bantu

Toileting :0 1 2 3 4 2; Dibantu orang lain

Berpakaian :0 1 2 3 4 3; Dibantu orang lain


dan alat
Mobilisasi di tempat tidur :0 1 2 3 4
4; Tergantung total
Berpindah :0 1 2 3 4
Ambulasi :0 1 2 3 4
Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan:
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
Leher :
Dada : Perkusi redup, sura nafas vesikuler, ronkhi basah (crackles)
pada bagian kiri bawah. Foto thorax menunjukkan terdapat infiltrat, pneumonia susp
efusi pleura pada paru kiri.
Abdomen dan Pinggang :
Pelvis dan Perineum :
Ekstremitas :. Terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah +/+
dengan grade 3

Masalah Keperawatan:
PsikoSosialKultural
Citra diri / body image
Identitas
Peran
Ideal diri / harapan
Harga diri
Sosial /interaksi
Spiritual

Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan AGD : pH : 7,44, PaO2 : 80, HCO3 : 21, PCO2 : 30. Pemeriksaan
foto thorax terdapat infiltrat, pneumonia susp efusi pleura pada paru kiri.

Terapi
NorAdrenalin : 0,3 mg/kgbb/jam, lasik : 20 mg/jam, paracetamol : 4 x 1 gt. Meronem : 3
x 1 gr, dan midazolam : 3 mg/jam yang diberikan melalui syringe pump.

2. ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : - ketidakseimbangan Gangguan Pertukaran
ventilasi-perfusi Gas
DO :
- Klien terpasang alat bantu
nafas ventilator dengan
mode SIMV PS disetting
dengan FiO2 80%, Peep 5,
Peak pressure dalam
rentang 13-18, tidal
volume dalam rentang
315-500, SaO2 dalam
rentamg 97- 100%.
- TTV
TD : 150/100 mmHg
RR : 10 x/m
ND : 112 x/m
- Hasil pemeriksaan AGD:
pH : 7,44 (n:7,35-7,45)
PaO2 : 80 (n:80-100)
HCO3 : 21(n: 22-26)
PCO2 : 30(n: 35-45)
- Perkusi redup, suara nafas
vesikuler, ronkhi basah
(crackles) pada bagian kiri
bawah.
- Akral terlihat pucat
2. DS :- Gangguan Kelebihan Volume
Mekanisme Cairan
DO : Regulasi
- Klien tampak terpasang
selang nefrostomi kiri dan
kanan
- Terdapat edema pada
ekstremitas atas dan
bawah + / + dengan grade
3.
- Hasil pemeriksaan foto
thorax menunjukkan
terdapat infiltrat,
pneumonia susp efusi
pleura pada paru kiri.
- TTV
TD : 150/100 mmHg
RR : 10 x/m
ND : 112 x/m

3. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Dx. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1)      Monitoring tanda-tanda vital
keperawatan selama 1 x 24 meliputi:
jam, diharapkan gangguan
a) monitoring tekanan darah, nadi ,
pertukaran gas teratasi
suhu tubuh, dan status pernafasa
dengan KH:
1.Kemudahan bernafas b)   monitoring dan laporkan jika
ada hipotermi dan hipertermi
2.Terbebas dari kegelisaha
c)   monitoring irama dan kecepatan
3. AGD dan saturasi denyut jantung
oksigen dalam rentang d)     monitoring adanya
normal. kemungkinan cianosis

2)      Monitoring respirasi

a) monitor irama, kecepatan,


kedalaman, dan usaha pernafasan
b)  auskultasi bunyi paru
c)   monitor kesiapan ventilator
mekanik, catat peningkatan
tekanan inspirasi, dan penurunan
tidal volume.

3)      Terapi oksigen

a) Pertahankan kepatenan jalan


nafas
b) Berikan suplemen oksigen sesuai
order
c)  Monitor aliran oksigen
d) Lakukan pengecekan secara
periodic peralatan oksigen untuk
memastikan oksigen sesuai
dengna yang dibutuhkan
e) Monitor efektifitas pemberian
oksigen ( missal: pulse oxymetry,
AGD )
f)   Monitor kemampuan toleransi
pasien tanpa bantuan oksigen
ketika maka
g)  Observasi tanda-tanda hipntilasi
yang diinduksi oksigen
h) Monitor tanda – tanda keracunan
oksigen dan atelektasis absorbs
i)     Monitor kecemasa pasien akibat
kebutuhan oksigen

4)      Manajemen asam basa

a) Pertahankan kepatenan akses iv


b)   Pertahankan kepatenan jalan
nafas
c) Monitor gas darah dan serum
artery, dan kadar elektrolit urin
d)  Monitor status hemodinamik,
meliputi nilai CVP, MAP, PAP,
dan PCWP jika ada
e)  Monitor kemungkinan
kehilangan asam (misalnya
muntah, diare, keluaran
nasogastrik, dan dieresis)
f)   Monitor gejala gagal nafas
( missal; PaO2 rendah dan
peningkatan PcO2, serta
kelelahan otot pernafasan
g)  Berikan oksigen secara adekuat

2. Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat badan setiap hari


keperawatan selama 3 x 24 dan monitor status pasien
jam, diharapkan kelebihan 2. Jaga intake/asupan yang akurat
volume cairan tidak terjadi dan catat output
dengan kriteria hasil : 3. Kaji lokasi dan luasnya edema
1.Terjadi penurunan 4. Berikan cairan dengan tepat
edema dan ascites 5. Berikan diuretik yang diresepkan
2.Tidak terjadi oleh dokter
peningkatan berat badan

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ginjal merupakan bagian systerma urinarius yang terletak irongga


retroperitoneum pada belakang dinding abdomen.ginjal mempunyai facies
anterior dan facies posterior margo medialis dan margo lateralis.pada mergo
medialis terdapat hilus renalis. Ginjal melaksanakan tiga proses dasar
menjalankan sistem regulatorik dan eksretorik yaitu : 1) Filtrasi glomerulus, 2)
Reabsorbsi tubulus, 3) Rekresi tubulus.

Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal


yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration
rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda
kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin,
atau kelainan radiologis. Penyebab utamanya adalah penyakitgula,
glomerulonefritis, infeksi, kelainan bawaan, dan sumbatan oleh batu
salurankemih.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas
dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Untuk
memperlambat gagal ginjal kronik menjadi gagal ginjal terminal, perlu
dilakukan diagnosa dini, yaitu dengan melihat gambaran klinis, laboratorium
sederhana, dan segera memperbaiki keadaan komplikasi yang terjadi. Jika
sudah terjadi gagal ginjal terminal, pengobatan yang sebaiknya dilakukan
adalah: hemodialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan ini dilakukan untuk
mencegah atau memperlambat tejadinya kematian.

Dalam memberikan asuhan keperawatan gagal ginjal kronik lebih


diutamakan monitoring keseimbangan cairan, intake dan output dengan tujuan
untuk meminimalkan komplikasi lainnya .

3.2. Saran

Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal kronik,


diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab penyakit ini
serta benar-benar menjaga kesehatan melalui makanan maupun berolaharaga yang
benar. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara jelas
mengenai bahayanya penyakit ini serta tindakan pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-
Hill Companies : 2005;586-92

Anna Palmer dan Bryan Williams. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta :
Erlangga
Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.

Daniel,widjaya.anatomi tubuh manusia.jakarta:graha ilmu,2009.419:426

Lilly, L.S. 2007. Pathophysiology of Heart disease. 4th Ed. Philadelphia :


Lippincott Williams & Wilkins

Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006.581-584.

Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.

Anda mungkin juga menyukai