Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERWATAN MANAJEMEN CAIRAN PADA PASIEN CKD

Disusun oleh :
Kelompok 4

1. Annisa Rahma Juwita ( P05120320005 )


2. Elmi Rahmadania ( P05120320010 )
3. Euporia Rizki Amelia ( P05120320014 )
4. Mirza Wahyuni (P05120320025)
5. Nahprecelia Muharromah ( P05120320028 )

Dosen Pembimbing:
Ns. Sahran, M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan
hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Manajemen Cairan Pada Pasien CKD”. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurah limpahakan kepada nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan makalah ini
disusun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah III.
Dengan harapan makalah ini bisa menambah pengetahuan, manambah wawasan dan
mendatangkan manfaat. Kami menyadari bahwasannya dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh
sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khusunya dari
dosen mata kuliah yang bersangkutan guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi
kami untuk lebih baik lagi dari yang akan datang. Aamiin

Bengkulu, 17 Juli 2022

(kelompok 4)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ ii
A. Latar belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 1
D. Manfaat ......................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................... 2
A. Konsep keperawa pada pasien CKD ............................................................. 2
1. Definisi .................................................................................................... 2
2. Etiologi .................................................................................................... 2
3. Manisfestasi Klinis .................................................................................. 3
4. Patofologi ................................................................................................ 4
5. Faktor Resiko .......................................................................................... 5
6. Komplikasi .............................................................................................. 5
7. Pemeriksaan Diagnostik .......................................................................... 7
8. Penatalaksanaan ...................................................................................... 7
B. Konsep asuhan keperawatan manajemen cairan pada pasien CKD .............. 9
1. Pengkajian ............................................................................................... 9
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 12
3. Intervensi Keperawatan ........................................................................... 13
BAB 3 PENUTUP ..................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ................................................................................................... 19
B. Saran .............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gagal Ginjal
Kronik (GGK) merupakan merupakan penyakit yang sudah familiar di kalangan
masyarakat Indonesia sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan
(Wahyuningsih, 2020). Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan
sebagai penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) <
60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan atau adanya penanda
kerusakan ginjal yang dapat dilihat melalui albuminuria, adanya abnormalitas
sedimen urin, ketidak normalan elektrolit, terdeteksinya abnormalitas ginjal secara
histologi maupun pencitraan (imaging), serta adanya riwayat transplatasi ginjal
(Mahesvara, 2020). Faktor-faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kejadian
gagal ginjal kronik antara lain merokok, penggunaan obat analgetic, hipertensi, dan
minuman suplemen berenergi selain itu riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi
maupun penyakit gangguan metabolik lain yang dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal(Restu & Supadmi2, 2016). Penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi
pada beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun
(World Health Organization (2017) dalam Pongsibidang, 2016) . World Health
Organization (2017) melaporkan bahwa pasien yang menderita gagal ginjal kronis
meningkat 50% dari tahun sebelumnya, secara global kejadian gagal ginjal kronis
lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada
cuci darah (hemodialisis) adalah 1,5 juta orang. Gagal ginjal kronis termasuk 12
penyebab kematian umum di dunia, terhitung 1,1 juta kematian akibat gagal ginjal
kronis yang telah meningkat sebanyak 31,7% sejak tahun 2010 hingga 2015
(Wahyuningsih, 2020). Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 menunjukan bahwa penderita penyakit gagal ginjal di Indonesia sebesar 3,8 %
naik dari 2.0% pada tahun 2013 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah makalah “Bagaimanakah asuhan
keperawatan manajemen cairan pada pasien CKD ”

3
C. Tujuan
1. untuk mengetahui Pengertian, Etiologi, Manisfestasi Klinis, Patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik dan penatalaksaan pada pasien CKD.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan manajemen cairan pada pasien CKD.
D. Manfaat
Makalah ini dibuat untuk memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan
pembaca agar mengetahui mengenai asuhan keperawatan manajemen cairan pada pasien
CKD. Selain itu, agar pembaca dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan
sehari-hari.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Konsep
1 . Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang terletak retroperitoneal pada dinding abdomen di kanan dan
kiri columna vertebralis suatu setinggi vertebra T12 hingga 13. Ginjal kanan terletak lebih
rendah dari kiri karena besarnya lobus hepar . Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan .
Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis , jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa
dan jaringan terluar adalah fascia renalis . Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai
pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal ( Arif Muttaqin , 2014 ) .

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan medula
ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap . Korteks ginjal mengandung jutaan alat
penyaring disebut nefron . setiap lanjut untuk dapat dikeluarkan dalam bentuk urin Urin
kemudian dikumpulkan dan dialirkan melalui ureter menuju vesica urinaria. Urin ditampung
dalam vesica urinaria hingga volume tertentu yang akan secara otomatis merangsang
reseptor-reseptor saraf di vesica urinaria dan menimbulkan hasrat untuk berkemih,
selanjutnya urin akan dikeluarkan melalui uretra (Yesdelita, 2011). Dibawah ini akan
disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentuka urin menurut (Syaeifudin, 2006).

a. Fungsi ginjal

Ginjal merupakan organ tubuh yang mempunyai peranan penting di dalam sistem
organ tubuh Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan sisitem lain dalam
tubuh. Ginjal dua peranan penting yaitu sebagai organ ekresi dan non ekresi Sebagai sistem
ekresi ginjal bekerja sebagai filteran senyawa yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh oleh
tubh seperti urea, natrium dan lain-lain dalam bentuk urine, maka ginjal juga berfungsi sebgai
pembentuk urin. Selain sebagai sistem ekresi, ginjal juga merupakan sebagai sistem non
ekresi dan bekerja sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta fungsi
hormonal. Ginjal mengekresi hormon reninyang mempunyai peran dalam mengatur tekanan
darah (sistem renin angiotensin aldosteron) pengatur hormo eritropoesis sebagai hormon
pengaktif sum-sum tulang untuk menghasilkan eritrosit. Disamping itu ginjal juga
menyalurkan hormon dihidroksi kolekasi feron (vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam
absorsi ion kalsium dalam usus.

5
b. Mekanisme dan Tahapan

Pembentukan Urine Pembentukan urine melalui tahapan proses filtrasi, reabsorpsi, dan
augmentasi (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017)

1. Proses filtrasi

Proses filtrasi terjadi di glomerolus Proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih
besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh
simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll.
diteruskan ke seluruh ginjal.

2) Proses reabsorpsi

Proses reabsorpsi merupakan proses penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal
dengan obligator reabsorpsi yang terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal
bagian bawah, apabila diperlukan akan terjadi kembali penyerapan sodium dan ion karbonat.
Penyerapannya terjadi secara aktif yang dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada pupila renalis.

3) Augmentasi (Pengumpulan)

Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus pengumpul.
Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga
terbentuklah urine sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis
renalis di bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih)
yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh,
urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.

Berdasarkan urin yang dihasilkan, memiliki ciri-ciri normal sebagai berikut:

a) Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan
yang masuk.

b) Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.

c) Baunya tajam.

6
d) Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata rata 6. Dari sekitar 1200 ml
darah yang melalui glomerolus, setiap menit terbentuk 120-125 ml filtrat (cairan yang
telah melewati celah filtrasi). Setiap harinya dapat terbentuk 150-180 liter filtrat. Namun
dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan
sebagian diserap kembali.

B. Konsep CKD

1. Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal (Setiati, Alwi, Sudoyo, Setyohadi, & Syam, 2015).

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap,
penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses
obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nfritik (aminoglikosida),
penyakit endokrin (diabetes) (Doengoes, Moorhouse, & Geissler, 2014).

CKD ditentukan dengan 2 kriteria yaitu pertama, kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan disertai kelainan structural maupun fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG yang
bermanifestasi adanya kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan pada ginjal yang berupa
kelainan pada komposisi darah, urin atau kelainan pada tes pencitraan (imaging tests). Kedua,
LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
(KDOQI, 2010).

2. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1.73m2 dengan rumus kockrof-gault
sebagai berikut (Sudoyo, 2016):

LFG (ml/menit/1.73m) (140 umur) x BB 72 x creatinin mg/dl

*Pada perempuan dikalikan dengan 0,85

7
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Dengan Derajatnya

Deraja Penjelasan LPG (ml/mn/1.73m2)


t
1 Kerusakan ginal dengan LFG normal atau tinngi ≥90
2 Kerusakan ginal dengan LFG tinggi atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginal dengan LFG tinggi atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginal dengan LFG tinggi atau berat 15-29
5 Gagal ginal <15 atau dialisis

3. Etiologi

Penyakit Penyebab CKD belum diketahui. Tetapi, beberapa kondisi atau penyakit yang
berhubungan dengan pembuluh darah atau struktur lain di ginjal dapat mengarah ke CKD.
Penyebab yang paling sering muncul adalah (Webster, Nagler, Morton, & Masson, 2016):
Diabetes Melitus

a. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika kadar gula
darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal.

b. Hipertensi Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab
penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama terjadinya
CKD. Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara lain:

1) Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista

2) Memiliki arteri renal yang sempit.

3) Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal. Seperti obat Non
Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti Celecoxib dan Ibuprofen dan juga
penggunaan antibioti

4. Manifestasi Klinis

8
Menurut Smeltzer & Bare (2013) setiap sistem tubuh pada CKD dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan
gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi yang
mendasari. Tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:

a Manifestasi kardiovaskuler

Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.

b. Manifestasi dermatologi

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar.

C. Manifestasi Pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.

d. Manifestasi Gastrointestinal

Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal

e Manifestasi Neurologi.

Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada
telapak kaki, perubahan perilaku.

f Manifestasi Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot
drop. g Manifestasi Reproduktif Amenore dan atrofi testikuler.

5. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.


Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi hambatan
aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan
tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular Semua itu
akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis
(Sudoyo, 2016) Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi CKD. Tekanan darah

9
yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi
penurunan filtrasi (NIDDK, 2016).

Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan membentuk
kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen. Endapan
kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam glomerulus Endapan kompleks imun
akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex yang
menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2016). Terdapat mekanisme progresif
berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal
akibat pengurangan nefron. Namun, proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang
akhirnya diikuti oleh proses maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa (Isselbacher et al,
2012). Selain itu, aktivitas dari renin-angiotensinaldosteron juga berkontribusi terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2016). Hal ini disebabkan
karena aktivitas renin angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora & Derrickson, 2012). Pada pasien CKD, terjadi
peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal
dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake
natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel
(Isselbacher et al, 2012), Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis. air dari lumen
tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora & Derrickson,
2012), Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah
ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan
keparahan dari hipertensi (Saad & Ehab, 2014). Gangguan proses filtrasi menyebabkan
banyak substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya
seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh
mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan
dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Bobkova, Chebotareva, Kozlovskaya,
& Shilov, 2016). Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini.
Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin-
aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora & Derrickson, 2012). Gagal
ginjal kronik menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin merupakan
faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan proliferasi prekursor

10
eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan
mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).

6. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akanmengalami beberapa komplikasi.
Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2009) antara lain adalah:

a Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
dit berlebih

b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. Hipertensi akibat retensi cairan
dan natrium serta malfungsi sistem J renin angiotensin aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

e Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium
akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

f . Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

g Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

i Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

7. Penatalaksanaan

a. Terapi Nonfarmakologis

Beberapa yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini berkembang parah seperti yang
dipulikasikan (Kidney International Supplements, 2013), antara lain:

1) Pembatasan protein

11
Dapat menunda kerusakan ginjal. Intake protein yang dilakukan 0.8g/kg/hari untuk
pasien dewasa dengan atau tanpa diabetes serta LFG 1.3 g/kgBB/hari beresiko
memperburuk CKD.

2) Pembatasan Glukosa

Disarankan pemeriksaan hemoglobin Ale (HbA1c) 7.0% (53 mmol mol) untuk
mencegah dan menunda perkembangan komplikasi mikrovaskuler diabetes pada pasien
CKD dengan diabetes

3) Hentikan merokok

4) Diet natrium, diusahakan < 24 g per hari

5) Menjaga BB, BMI (Body Mass Index) < 102cm untuk pria, dan <88cm untuk wanita.

6) Olahraga, direkomendasikan melakukan olahraga ringan 30-60 menit seperti jalan


santai, jogging, bersepeda atau berenang selama 4-7 hari tiap minggu.

7) Pembatasan cairan

Minum menggunakan gelas kecil bukan gelas besar Setiap minum hanya setengah gelas.

Es batu kubus bisa membantu untuk mengurangi rasa haus.Satu es batu kubus sama
dengan 30 ml air (2 sendok makan). Membilas mulut dengan berkumur, tetapi airnya
tidak ditelan. Merangsang produksi saliva, dengan menghisap irisan jeruk lemon/jeruk
bali, permen karet rendah kalori Cek berat badan tiap hari sebelum makan pagi, akan
membantu untuk mengetahui tingkat cairan

b. Terapi farmakologi

Penatalaksanaan gangguan ginjal kronis (Forbes & Galagher,2020) adalah:

1) Kontrol tekanan darah

a) Pada pasien dengan gangguan ginjal kronis, harus mengontrol tekanan darah sistolik < 140
mmHg (dengan target antara 120-139 mmHg) dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg.

b) Pada pasien dengan gangguan ginjal kronis dan diabetes dan juga pada pasien dengan
ACR (Albumin Creatinin Ratio) 70 mg/mmol atau lebih, diharuskan untuk menjaga tekanan
darah sistolik 130 mmHg (dengan target antara 120-129 mmHg) dan tekanan darah diastolik
80 mmHg.

12
2) Pemilihan agen antihipertensi

a) Pemilihan obat antihipertensi golongan ACE Inhibitor atau ARBS diberikan kepada
pasien gangguan ginjal kronis dan:

Diabetes dan nilai Albumin Creatinin Ratio (ACR) 3 mg/mmol atau lebih. Hipertensi dan
nilai Albumin Creatinin Ratio (ACR) 30 mg/mmol atau lebih Nilai Albumin Creatinin
Ratio (ACR) 70 mg/mmol atau lebih (terlepas dari hipertensi kardiovaskular). Atau
penyakit

b) Jangan memberikan kombinasi ACE Inhibitor atau ARBS. untuk pasien gangguan
ginjal kronis.
c) Untuk meningkatkan hasil pengobatan yang optimal, sebaiknya informasikan kepada
pasien tentang pentingnya: Mencapai dosis terapi maksimal yang masih dapat
ditoleransi Memantau LFG dan konsentrasi (potassium) dalam batas normal.

d) Pada pasien gangguan ginjal kronis, konsentrasi serum kalium (potassium) dan
perkiraan LFG sebelum memulai terapi ACE inhibitor atau ARBS. Pemeriksaan ini
diulang antara 1 sampai 2 minggu setelah memulai penggunaan obat dan setelah
peningkatan dosis

e) Jangan memberikan/memulai terapi ACE inhibitor atau ARBS, jika konsentrasi serum
kalium (potassium) > 5,0 mmol/liter.

f) Keadaan hiperkalemia menghalangi dimulainya terapi tersebut, karena menurut hasil


penelitian terapi tersebut dapat mencetuskan hiperkalemia.

g) Obat-obat lain yang digunakan saat terapi ACE inhibitor atau ARBS yang dapat
mencetuskan hiperkalemia (bukan kontraindikası), tapi konsentrasi serum kalium
(potassium) harus dijaga

h) Hentikan terapi tersebut, jika konsentrasi serum kalium (potassium) meningkat 6,0
mmol/liter atau lebih dan obat obatan lain yang diketahui dapat meningkatkan
hiperkalemia sudah tidak digunakan lagi.

i) Dosis terapi tidak boleh ditingkatkan, bila batas LFG saat sebelum terapi kurang dari
25% atau kreatinin plasma meningkat dari batas awal kurang dari 30%. j) Apabila

13
ada perubahan LFG 25% atau lebih dan perubahan kreatinin plasma 30% atau lebih:
Investigasi adanya penggunaan NSAIDS.

Apabila tidak ada penyebab (yang diatas), hentikan terapi tersebut atau dosis harus
diturunkan dan alternatif obat antihipertensi lain dapat digunakan Pemilihan statins dan
antiplatele Terapi statin digunakan untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular. Pada
pasien gangguan ginjal kronis, penggunaannya pun tidak berbeda. Penggunaan statin pada
pasien gangguan ginjal kronis merupakan pencegahan sekunder dari penyakir kardiovaskular,
terlepas dari batas nilai lipidnya. Penggunan antiplatelet pada pasien gangguan ginjal kronis
merupakan pencegahan sekunder dari penyakit kardiovaskular. Gangguan ginjal kronis bukan
merupakan kontraindikasi dari penggunaan aspirin dosis rendah. tetapi dokter harus
memperhatikan adanya kemungkinan perdarahan minor pada pasien gangguan ginjal kronis
yang dieberikan antiplatelet multiple.

Terapi farmakologi lainnya terutama pasien GGK yang sudah stage 5 adalah:

1) Hemodialisis

Merupakan tindakan untuk membuang sampah metabolisme yang tak bisa dikeluarkan oleh
tubuh, seperti adanya urcum di dalam darah. Dilakukan jika pasien menderita GGK stadium 5
dan telah diberikan diuretik namun tidak berefek.

2) Operasi AV Shunt (arterio veno shunting)

Merupakan tindakan yang pertama kali dilakukan kepada pasien sebelum menjalankan
hemodialisis rutin. Operasi ini adalah operasi pembuatan saluran untuk hemodialisis.

9. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik Mutaqin & Sari (2011) disebutkan ada pengkajian diagnostik pada
pasien dengan CKD yaitu:

a. Laboratorium

1) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom dan jumlah retikulosit yang rendah..

14
2) Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang
lebih 30: 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin
yang menurun.

3) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan.

4) Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.

5) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D pada


GGK

6) Phosphate alkalin meninggi akibat gangguan metabolisme tulang.

terutama isoenzim fosfatase lindi tulang 7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia,


umumnya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

8) Peningkatan gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)

9) Hipertrigliserida, akibat gangguan lemak, disebabkan peningkatan hormon insulin dan


menurunnya lipoprotein lipase.

10) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph yang menurun, BE


yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-basa organik pada
gagal ginjal.

b. Radiologi

1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.

2) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini
mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu misalnya usia lanjut, diabetes
melitus dan nefropati asam urat.

15
3) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

2. Fisiologi Ginjal

Ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit fungsional mikroskopik yang disebut nefron. Ginjal
menjalankan sebagian besar fungsinya dengan menghasilkan produk akhir berupa urin,
Nefron merupakan unit terkecil penyusun ginjal yang mampu membentuk urin. Darah yang
masuk melalui arteri renalis akan disaring oleh ginjal. Senyawa-senyawa bermolekul besar
dan yang masih diperlukan tubuh akan tetap berada dalam darah, sedangkan sisa metabolisme
tubuh dan produk-produk yang berlebihan atau tidak lagi diperlukan oleh tubuh akan diproses
lebih

16

Anda mungkin juga menyukai