Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PENYAKIT GINJAL KRONIS

(PGK)

OLEH :

Kadek Suartika Yasa (18089014053)

I Gede Sukrawan (18089014055)

I Putu Widhianyana (18089014062)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK) ini dapat tersusun hingga
selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3

2.1 Pengertian penyakit ginjal kronis.....................................................................3


2.2 Anatomi Ginjal.................................................................................................3
2.3 Etiologi.............................................................................................................3
2.4 Patofisiologi.....................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klini..............................................................................................7
2.6 Klasifikasi.........................................................................................................8
2.7 Komplikasi......................................................................................................10
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................12
2.9 Penatalaksanaan..............................................................................................13
Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis...........................................................16
A. Pengkajian................................................................................................16
B. Diagnosa...................................................................................................20
C. Itervensi....................................................................................................21
BAB III PENUTUP...................................................................................................29
3.1 Kesimpulan....................................................................................................29
3.2 Saran..............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal memainkan peran-peran kunci dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan
menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan
menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit-elektrolit didalam tubuh, mengontrol
tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah.
Ginjal berlokasi dalam perut ke arah kebelakang, normalnya satu pada setiap
sisi dari spine (tulang belakang). Mereka mendapat penyediaan darah melalui arteri-
arteri renal secara langsung dari aorta dan mengirim darah kembali ke jantung via
vena-vena renal ke vena cava. Istilah “renal” berasal dari nama Latin untuk ginjal.
Ginjal-ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh,
konsentrasi-konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan
keseimbangan asam-basa dari tubuh, juga  menyaring produk-produk sisa dari
metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian
DNA. Dua produk-produk sisa dalam darah dapat diukur: blood urea nitrogen (BUN)
dan creatinine (Cr).
Gagal Ginjal terjadi karena organ ginjal mengalami penurunan kerja dan
fungsinya, hingga menyebabkan tidak mampu bekerja dalam menyaring elektrolit
tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh (sodium dan kalium) dalam
darah atau produksi urine.(Anonim:2010).
1.2 Rumusan Masalah
2.2.1 Apakah Pengertian dari Penyakit Ginjal Kronik ?
2.2.2 Bagaimana Anatomi dari Ginjal ?
2.2.3 Apa Saja Etiologi dari Penyakit Ginjal Kronik ?
2.2.4 Apa Saja Fatofisiologi dari Penyakit Ginjal Kronik ?
2.2.5 Apa Saja Manifestasi Klinis dari Penyakit Ginjal Kroik ?
2.2. Apa Saja Klasifikasi dari Penyakit Ginjal Kroik ?
2.2.7 Apa Saja Komplikasi dari Penyakit Ginjal Kroik ?
2.2.8 Apa Pemeriksaan Penunjang Penyakit Ginjal Kroik ?
2.2.9 Apa Saja Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kroik ?
2.2.10 Apa Saja Askep Penyakit Ginjal Kroik ?
1.3 Tujuan Penulisan
2.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian dari Penyakit Ginjal Kronik
2.3.2 Untuk Mengetahui Anatomi dari Ginjal
2.3.3 Untuk Mengetahui Etiologi dari Penyakit Ginjal Kronik
2.3.4 Untuk Mengetahui Fatofisiologi dari Penyakit Ginjal Kronik
2.3.5 Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis dari Penyakit Ginjal Kroik
2.3. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Penyakit Ginjal
2.3.7 Untuk Mengetahui Komplikasi dari Penyakit Ginjal Kroik
2.3.8 Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Penyakit Ginjal Kroik
2.3.9 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kroik
2.3.10 Untuk Mengetahui Askep Penyakit Ginjal Kroik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penyakit Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang
umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349). Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya
berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).Gagal ginjal
kronik (cronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan di tandai dengan uremia(urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam
darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau tansplantasi ginjal)
(Nursalam, 2002).
Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus, glomerulonefretis kronis, pielonefretis, hipertensi yang tidak dapat
dikontrol, obstuksi traktus urinarius, lesi heriditer, lingkungan dan agen berbahaya
yang mempengaruhi gagal ginjal kronis seperti timah, kadmium, merkuri, dan
kromium. Dialisis atau transplantasi ginjal kadang-kadang diperlukan untuk
kelangsungan hidup pasien (Smeltzer, 2002).
2.2. Anatomi ginjal
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan homeostasis
cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis dengan
mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa, ekskresi sisa
metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme. Ginjal terletak
dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis, dikelilingi
oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga
ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi
vertebralis lumbalis ke-3
2. Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a. Medulla (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap kesinus renalis.
b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa, melengkung sepanjang
basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam diantara
piramid dinamakan kolumna renalis.
3. Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa
(peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang
melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh lamina khusus dari
fasia subserosa yang disebut fasia renalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari
fasia profunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi
dua.
a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
4. Struktur makroskopis ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai +1, 3 juta.
Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa darah
murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal piramid masing-
masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang disebut
glomerulus.
5. Bagian-bagian dari nefron
a. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak didalam
kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke sistem
vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas difiltrasi ke dalam glomerulus
sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas,
diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat oleh protein dalam keadaan normal.
b.Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan
panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan dari korteks ke
bagian medulla lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi akan
diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini melibatkan transport aktif
natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengeluaran air dan
natrium.
c. ,Lengkung Henle (ansa henle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen
tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansa henle 2-14 mm. Klorida secara aktif
diserap kembali pada cabang asendens gelung henle dan natrium bergerak secara
pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
d. Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh
dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dimasing-masing nefron
bermuara ke duktus kolingetis yang panjangnya 20 mm.
e. Duktus kolingetis medulla
Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus ekskresi
natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap
rearbsopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk mereabsorpsi dan
menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus kolingen kortikal
dan dikendalikan oleh aldosteron.
2.3 Etiologi
Adapun beberapa hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronis adalah :
a. Diabetes
Merupakan penyebab terbesar gagal ginjal kronik. Diabetes adalah
penyakit dimana tubuh kita tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang
dibutuhkan oleh tubuh atau tubuh tidak mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan
insulin secara adekuat. Hal ini menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan
apabila tidak ditangani akan menyebabkan masalah di dalam tubuh termasuk ginjal.
a. Tekanan Darah Tinggi (hipertensi)
Merupakan penyebab kedua terbesar gagal ginjal kronik. Hipertensi juga
merupaka penyebab umum timbulnya penyakit jantung dan stroke. Hipertensi adalah
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada dinding arteri.
b. Glomerulonephritis
Adalah penyakit yang disebabkan adanya peradangan pada unit saringan
terkecil ginjal yang disebut glomeruli.
c. Ginjal Polikistik
Merupakan penyakit yang bersifat genetik (keturunan ) dimana terjadi nya
kelainan yaitu terbentuknya kista pada kedua ginjal yang berkembang secara
progresif sehingga menyebabkan kerusakan ginjal.
d. Batu ginjal
Adalah terjadinya sumbatan di sepanjang saluran kemih akibat terbentuknya
semacam batu yang 80 persen terdiri dari kalsium dan beberapa bahan lainnya.
Ukuran batu ginjal ada hanya sebesar butiran pasir sampai ada yang sebesar bola golf.
e. Infeksi saluran kencing
Timbulnya infeksi dapat disebabkan oleh adanya bakteri yang masuk ke
dalam saluran kencing yang menyebabkan rasa sakit atau panas pada saat buang air
kecil dan kecenderungan frekuensi buang air kecil yang lebih sering. Infeksi ini
biasanya akan menyebabkan masalah pada kandung kemih namun terkadang dapat
menyebar ke ginjal.
f. Obat dan racun
Mengkonsumsi obat yang berlebihan atau yang mengandung racun tertentu
dapat menimbulkan masalah pada ginjal. Selain itu penggunaan obat-obatan terlarang
seperti heroin, ganja dapat juga merusak ginjal.

2.4 Patofisiologi
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun
dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat.
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi
penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin
urine tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibat edema, CHF, dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas renin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi
dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium
sehingga status uremik memburuk.
Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H ) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi
ammonia (NHз) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCOз). Penurunan ekskresi
fosfat dan asam organik lain terjadi. Anemia terjadi akibat erirtropoietin yang tidak
memadai memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
pencernaan.
Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun sehingga
mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar
serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungantimbal balik. Jika salah satunya
meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya,
kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh untuk merespon
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian
juga, vitamin D (1, 25 dihidro- kolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun
seiring perkembangan gagal.
2.5. Manifestasi klinis
a. Gastrointestinal : Ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.
b. Kardiovaskular : Hipertensi, perubahan elektro kardiografi (EKG),
perikarditis, difusi pericardium, dan tamponade perikardium.
c. Respirasi : Edema paru, efusi pleura, dan pleuritis.
d. Neuromuskular : Lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan
muscular, neuropatiu perifer, binggung dan koma.
e. Metabolik/ endokrin : Inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormone seks
menyebabkan penurunan libido, impotent dan amnenorhoe (wanita).
f. Cairan elektrolit : Gangguan asam basa menyebabkan kehilangan sodium
sehingga terjadi dehidrasi , asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan
hipokalsemia.
g. Dermatologi : Pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, uremia frost.
h. Abnormal skeletal : Osteodistrofi ginjal meneyebabkan, osteomalasia.
i. Hematologi : Anemia, defek kualitas flatelat, dan perdarahan meningkat.
j. Fungsi psikososial : Perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.
2.6 Klasifikasi
Klasifkasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockeroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/mnt/1, 73m2) =
(140 – umur) x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0, 85
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat/ Penjelasan LFG (ml/mnt/1, 73m2)
STADIUM

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal >90


atau ↑

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 30 – 59


sedang

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal
dapat dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal
ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan GGK dan
mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89). Saat fungsi
ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan GGK kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3:
Penurunan lanjut pada LFG (30-59). Saat GGK sudah berlanjut pada stadium
ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja sama
dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
Stadium 4:
Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi
GGK dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis,
kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh
darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk
dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita
ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
Stadium 5:
Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4,
dengan pembagian sebagai berikut:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
2.7. Komplikasi
1. Anemia
Terjadinya anemia karena gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang
bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat dari gangguan tersebut,
tubuh kekurangan energi karena sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen
ke seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah
adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, kehilangan
rasa (baal) pada kaki dan tangan.
2. Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan metabolisme
mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah sangat tinggi, akan terjadi
pengendapan garam dalam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi
metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal (nefrolaksonosis),
pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah, gangguan irama jantung, dan
gangguan penglihatan.
3. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah yang memadai
ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatan memompa atau daya
tampungnya berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal kronis dimulai dari
anemia yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi
pelebaran bilik jantung kiri (left venticular hypertrophy/ LVH). Lama-kelamaan otot
jantung akan melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya
(sindrom kardiorenal).
4. Disfungsi ereksi
Ketidak mampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi
yang diperlukan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Selain
akibat gangguan sistem endokrin (yang memproduksi hormon testeron) untuk
merangsang hasrat seksual (libido), secara emosional penderita gagal ginjal kronis
menderita perubahan emosi (depresi) yang menguras energi. Namun, penyebab utama
gangguan kemampuan pria penderita gagal ginjal kronis adalah suplai darah yang
tidak cukup ke penis yang berhubungan langsung dengan ginjal.
5. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium
di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan
serius.
I. Gejala dan tanda
1. Hematologik
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia.
2. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
3. Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrom
4. Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost/
5. Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
6. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan
seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme
vitamin D.
2.8. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi) Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
7. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untukfalanks jari), kalsifikasi metastasik.
8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tandaperikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi ginjal
12. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
c. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh
karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan
steroid, dan obstruksi saluran kemih.
d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet
rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
e. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
f. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
g. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1, 24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
h. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang.
i. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
j. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
k. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
l. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik di antara nya meliputi :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar nya Waktu yang paling tepat untuk
terapi penyakit dasar nya adalah sebelum terjadi nya penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila LFG
sudah menurun sampai 20%-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar
sudah tidak banyak bermanfaat.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Penting sekali untuk
megikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien dengan
penyakit gagal ginjal kronik. Factor-faktor komorbid antara lain : gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obat-obatan nefrotoksik. Obat – obat Nefrotoksik seperti amino –
glikosid, OAINS (obat anti inflamasi non-steroid) dan obat-obatan yang dapat
menyebabkan nefretis interstisialis akut harus dihindari.
c. Menghambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan
fungsi ginjal terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.
d. Pembatasan asupan protein Pembatasan asupan protein mulai di lakukan pada
LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan pembatasan asupan protein tidak selalu di
anjurkan. Protein diberikan 0, 6-0.8/kg BB/hari.
e. Pencegahan kekurangan cairan (dehidrasi) Dehidrasi dan kehilangan elektrolit
dapat menyebabkan gagal ginjal prarenal yang masih dapat diperbaiki.
f. Terapi farmakologis Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus,
pemakaian obat anti hipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil
resiko kardiovaskuler juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerolus dan
hipertropi hlomerolus.
g. Kehamilan Pada wanita usia produktif yang mengalami gangguan fungsi
ginjal, kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal.
h. Pengelolaan uremia dan komplikasinya Pasien dengan gagal ginjal lanjut
sering mengalami peningkatan jumlah cairan ekstraseluler karena retensi
cairan dan natrium. Penatalaksanaan meliputi asupan cairan dan natrium serta
pemberian terapi diuretik.
i. Asidosis Metabolik. Penurunan kemampuan eksresi beban asam (acid load)
pada GGK menyebabkan terjadinya asidosis metabolic. Diet rendah protein
membantu mengurangi kejadian asidosis.
j. Hiperkalemia. Kalium sering meningkat pada GGK. Hiperkalemia terjadi
akibat eksresi kalium melalui urin berkurang dari keadaan katabolik.
k. Anemia. Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila
transfusi tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata. Terapi yang
terbaik apabila hemoglobin < 8 g% adalah dengan pemberian eritropoietin.
l. Kalsium dan Fosfor. Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme
sekunder, kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor
(terutama daging dan susu)
m. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialysis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5 – 10
ml/mnt. Dialisis juga diperlukan bila ditemukan keadaan dibawah ini :
1) Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat – obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatassi dengan obat – obatan.
2) Overload cairan (edema paru).
3) Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran.
4) Efusi kardial.
5) Sindrom uremia : mual;, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GAGAL GINJAL KRONIK
A. Pengkajian
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal
pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis,
renjatan kardiogenik.
b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas
cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif
dengan / tanpa sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau
angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. Tanda :
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction
rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria
atau anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) Anoreksia, nausea, vomiting,
fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada
kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak,
sendi keterbatasan gerak sendi.
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada pasien gagal ginjal kronik
terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada
rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien. Gejala ;
Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
c. Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh.
d. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
e. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
f. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari- hari
secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise, .
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
g. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
h. Pola sensori dan kognitif. Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap
adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak,
klien mengalami disorientasi/ tidak.
i. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
j. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
k. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping. Lamanya waktu
perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
l. Pola tata nilai dan kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien
dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien
7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun
B. Diagnosa
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama,
konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan
lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan
penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah
Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis
metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase
pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi
(neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi
areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan
kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam
saliva menjadi amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik/pembatasan diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan metabolisme protein.
C. Intervensi
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung,
Kriteria: tekanan darah sistole antara 100 – 140 dan diastole antara 70 – 90 mmHg ,
frekuensi nadi antara 60 - 100, nadi perifer yang kuat, capilary refill time yang baik.
Rencana:
a. Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer,
kongesti vaskuler dan keluhan dispnoe.
R/ Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea
manunjukan adanya renal failure.
b. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah
akibat perubahan posisi.
R/ Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin
angiotensin dan aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi
akibat dari defisit intravaskular fluid.
c. Kaji adanya keluhan nyeri dada, lokasi dan skala keparahan.
R/ Hipertensi dan Chronic renal failure dapat menyebabkan terjadinya
myocardial infarct.
d. Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.
R/ Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak lancarnya sirkulasi darah.
e. Kolaborasi dalam:
1) Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin,
Kreatinin klirens.
2) Pemeriksaan thoraks foto.
3) Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
4) Siapkan Dialisis
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan
penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah
gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda perdarahan, lab. Dalam batas normal.
Rencana:
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan, takikardia,
mukosa / kulit pucat, dispnoe, nyeri dada.
R/ Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk
mempertahankan oksigensi sel.
b. Awasi tingkat kesadaran dan prilaku.
R/ Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral, perubahan prilaku
mental dan orientasi.
c. Evaluasi respon terhadap aktivitas.
R/ Anemia menurunkan oksigenasi jaringan, meningkatkan kelelahan,
memerlukan perubahan aktivitas (istirahat).
d. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, atau pada
area mukosa.
R/ Mengalami kerapuhan kapiler.
e. Awasi haematemesis atau sekresi GI / darah feses.
R/ Stress dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan
perdarahan GI track.
f. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil pada
saat penyuntikan, lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan.
R/ Menurunkan resiko perdarahan / pembentukan hematoma.
g. Kolaborasi :
1) Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Thrombosit, Faktor
Pembekuan dan Protrombin.
R./ Uremia, menurunkan produksi eritropoetin, menekan produksi
Sel Darah Merah. Pada gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit
biasanya rendah.
2) Pemberian transfusi.
R./ Mengatasi anemia simtomatik.
3) Pemberian obat – obatan :
Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
R./ Memperbaiki gejala anemi.
4) Cimetidin (Actal).
R./ Profilaksis menetralkan asam lambung.
5) Hemostatik (Amicar).
R./ Menghambat perdarahan.
6) Pelunak feses.
R./ Mengurangi perdarahan mukosa.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis
metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase
pada otak.
Tujuan : Meningkatkan tingkat mental.
Kriteria : Klien mengenal tempat, orang, waktu, tidak menarik diri, tidak
ada gangguan kognitif.
Rencana :
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori, orientasi,
perhatikan lapang perhatian.
R./ Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan Kekacauan minor
dan berkembang ke perubahan kepribadian.
b. Pastikan orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya.
R./ Memberikan perbandingan.
c. Berikan lingkungan tenang, ijinkan menggunakan TV. Radio dan
kunjungan.
R./ Meminimalkan rangsangan lingkungan.
d. Orientasikan kembali terhadap lingkungan orang dan waktu.
R./ Memberikan petunjuk untuk membantu pengenalan kenyataan.
e. Hadirkan kenyataan secara singkat dan ringkas.
R./ Meningkatkan penolakan terhadap kenyataan.
f. Komunikasikan informasi dalam kalimat pendek.
R./ Komunikasi akan dipahami/diingat.
g. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.
R./ Gangguan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif.
h. Kolaborasi :
1) Pemberian tambahan oksigen.
R./ Perbaikan hipoksia dapat memperbaiki kognitif.
2) Hindari penggunaan barbiturat/opiat.
R./ Memperburuk kekacauan.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum pada
kulit.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria : kulit tidak lecet, klien mampu mendemonstrasikan cara untuk
mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
Rencana :
a. Inspeksi kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan
kemerahan, ekskoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan
dekubitus.
b. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.
R/ Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan
memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.
c. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
R/ Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada
tingkat seluler.
d. Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang ,
pelindung siku dan tumit..
R/ Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema,
daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan
iskemia jaringan.
e. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/ Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah
terjadinya dikubitus.
f. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering
yang menyerap keringat dan bebas keriput.
R/ Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin.
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.
h. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat
membatasi ferfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.
5. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan
penurunan saliva, pemabatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi
amonia.
Tujuan : Mempertahankan membran mukosa.
Kriteria : Mukosa lembab, inflamasi, ulserasi tidak ada, bau amonia
berkurang/hilang.
Rencana :
a. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya
inflamasi dan ulserasi.
R./ Deteksi untuk mencegah infeksi.
b. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam abatas yang ditentukan.
R./ Mencegah kekeringan mulut.
c. Berikan perawatan mulut sering cuci dengan larutan Asam asetik 25%,
berikan permen karet, permen keras antara makan.
R./ Perawatan mulut menyejukan, melumasi, dan membantu
menyegarkan mulut yang tidak menyenangkan karena uremia.
d. Anjurkan hygiene yang baik setelah makan dan saat akan tidur.
R./ Menurunkan pertumbuhan bakteri.
e. Anjurkan klien untuk menghentikan merokok, dan menghindari
produk pencuci mulut yang mengandung alkohol.
R./ Alkohol, mengiritasi mukosa dan efeknya mengeringkan.
f. Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan sesuai dengan indikasi Antihistamin,
Kiproheptadin.
R./ Menghilangkan gatal.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
Tujuan : Terjadi peningkatan kadar Hb.
Kriteria : Kadar Hb dalam batas normal, perfusi jaringan baik, akral hangat,
merah dan kering.
Rencana :
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.
R/ kekeringan meningkatkan sensitivitas kulit dengan merangsang
ujung saraf.
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan mempertahankan suhu
ruangan yang sejuk dengan kelembaban yang rendah, hindari pakaian
yang terlalu tebal.
R/ penghangatan yang berlebihan meningkatkan sensitivitas melalui
vaso dilatasi.
c. Anjurkan tidak menggaruk.
R/ Garukan merangsang pelepasan histamin.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan terhadap
tindakan selanjutnya.
e. Kolaborasi dalam:
1) Pemberian transfusi
2) Pemeriksaan laboratorium HB
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria : Klien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
Klien tenang dan wajah segar.
Klien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana :
a. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
R./ Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien
akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat
b. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
R./ Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien
ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
c. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
R./ Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan
dirasakan pasien.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik
relaksasi.
R./ Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur,
teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
R./ Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
8.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria : Klien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan. Emosi stabil.,
pasien tenang. Istirahat cukup.
Rencana :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
R./ Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
R./ Dapat meringankan beban pikiran pasien.
c. Gunakan komunikasi terapeutik.
R./ Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan
pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
R./ Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien
dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan
lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal
mungkin.
R./ Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
kecemasan yang dirasakan pasien.
f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
R./ Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R./ Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
          Untuk pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini untuk penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya
pencegahanyang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan
kardiovaskular adalah (Anonim, 2010):Pengobatan hipertensi yaitu makin rendah
tekanan darah makin kecilrisiko penurunan fungsi ginjal
- Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
- Penghentian merokok
- Peningkatan aktivitas fisik
- Pengendalian berat badan
- Mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan teratur
Jika dalam kondisi normal (sehat) diharapkan dapat melakukan pemeriksaan
kedokter/kontrol/laboratorium untuk memeriksakan darah secara rutin. Sedangkan
bagi mereka yang dinyatakan mengalami  ginjal, baik ringan atau sedang diharapkan
berhati-hati dalam mengkonsumsi oabat-obatan seperti obat rematik, antibiotika
tertentu dan apabila terinfeksi segera diobati, hindari kekurangan cairan (muntaber),
dan melakukan kontrol secara periodik.
3.2    SARAN         
          Sakit dan sehat memang sudah ada yang mengatur takdir kita sebagai manusia.
Tetapi kita bisa menjauhkan keadaan sakit itu dengan berusaha untuk tetap prima dan
fit agar tubuh kita tetap sehat dengan cara Pola Hidup Sehat (PHS), yaitu dengan pola
makan dan minum yang sehat, Olahraga yang cukup, Hygienis, dan istirahat yang
cukup.Jika mengalami keadaan tubuh yang kurang sehat segeralah berobat untuk
mendapatkan tindakan dan pengobatan secara dini sebelum terjadi sakit yang kronis.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : ECG.


Carpenito, Lynda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Jakarata: EGC.
Doenges, Marilynn E. 1990. Rencana Asuhan Keperawatan
Jakarta: EGC
Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan) Jakarta : EGC.
Price, sylvia, A, 1995, patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Alih
bahasa:peter anugerah. Edisi 4, jakarta:EGC
Price. Sylvia anderson, 2001. Patofisiologi vol 2 Jakarta:EGC
Purnawan Junadi, (1982), “Kapita Selekta Kedokteran” , Edisi ke 2. Media
Aeskulapius, FKUI 1982.
RN, swearingen.2001. keperawataan medikal bedah edisi 2 Jakarta: EGC
Robins, stanley L, 2001. Patofisiologi II edisi 4 Jakarta:EGC
Smeltzer, suzanene C, 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedal brunner
and suddarth. Alih bahasa :agung waluyo (et al).edisi 8 volume 2.jakarta:EGC
Soeparman (1990), “ Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI
1990.
Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC). Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai