Disusun Oleh :
Wahyuni Pamuja Amd. Kep
TAHUN 2021
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………………… 1
1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………. 2
1.4 Manfaat …………………………………………………….. 2
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ……………………………………………… 53
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 54
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai gagal ginjal
kronik dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat dan tepat, serta pembaca
diharapkan memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus gagal ginjal kronik
secara komprehensif.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi ginjal
2. Menjelaskan definisi dari gagal ginjal kronik
3. Menjelaskan tahap perkembangan dari gagal ginjal kronik
4. Menjelaskan etiologi dari gagal ginjal kronik
5. Menjelaskan stadium dari gagal ginjal kronik
6. Menjelaskan patofisiologi dari gagal ginjal kronik
7. Menjelaskan manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik
8. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari gagal ginjal kronik
9. Menjelaskan penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik
10. Menjelaskan komplikasi dari gagal ginjal kronik
11. Menjelaskan prognosis dari gagal ginjal kronik
12. Menjelaskan Web of Cautation dari gagal ginjal kronik
13. Menjelaskan Asuhan keperawatan dari gagal ginjal kronik
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang gagal ginjal kronik sehingga perawat akan
lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu
respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga gagal ginjal kronik tidak semakin berat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon (Aziz dkk. 2008). Ginjal
kanan tingginya sekitar 1 cm di atas ginjal kiri (Faiz &Moffat 2004).
Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan medula ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam medula banyak terdapat
duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas glomeruli
dan tubuli ginjal. Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme tubuh disekresi bersama air dalam bentuk urin
(Aziz dkk. 2008).
2.2 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer 2008). Gagal ginjal kronik merupakan
kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration
Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan (Kallenbach
et al. 2005). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan
abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan yang
mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi
gangguan pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh darah
tersebut. Akibatnya, darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit, dan
tekanan darah di dalam ginjal tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring yang
terganggu, maka suplai darah kurang dan gangguan tekanan darah akan membuat
ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak terpakai lagi. Selain itu ginjal juga tidak
bisa mempertahankan keseimbangan cairan dan zat-zat kimia di dalam tubuh,
sehingga zat buangan bisa masuk kembali ke dalam darah. Juga mungkin terjadi, zat
kimia yang dibutuhkan tubuh dan protein akan ikut keluar bersama urin (Syamsir &
Iwan 2007).
Pada gagal ginjal kronik penderita hanya dapat berusaha menghambat laju
tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak menjadi gagal ginjal terminal
(GGT), suatu kondisi dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi lagi. Kondisi gagal
ginjal kronik ini biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya menahun, dengan
sedikit gejala pada awalnya, bahkan lebih sering penderita tidak merasakan adanya
gejala dan diketahui fungsi ginjal sudah menurun 25% dari normal. Beberapa
penyakit yang memicu terjadinya penyakit aggal ginjal kronik, antara lain diabetes,
hipertensi, dan batu ginjal (Syamsir & Iwan 2007).
2.4 Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus (tipe 1 atau
tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage Renal Failure (ERFD) di seluruh dunia
adalah IgA nephropathy (penyakit inflamasi ginjal). Komplikasi dari diabetes dan hipertensi
adalah rusaknya pembuluh darah kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal juga
mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan yang negara
lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab paling banyak terjadi gagal ginjal
kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi sebanyak 27% Dan
glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik
sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,
hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).
Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas, antara lain
(Price & Wilson 2003):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
- Klasifikasi Penyakit Penyakit
- Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
- Penyakit peradangan Glomerulonefritis
- Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
- Nefrosklerosis maligna
- Stenosis arteri renalis
- Gangguan jaringan ikat SLE
- Poliarteritis nodosa
- Sklerosis sistemik progresif
- Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
- Asidosis tubulus ginjal
- Penyakit metabolik DM
- Gout, hiperparatiroidisme
- Amilodosis
- Nefropati toksikPenyalahgunaan analgesik, obat TBC
- Nefropati timah
- Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher
vesika urinaria dan uretra
2.5 Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem yaitu Cause, GFR
category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik merupakan stadium 5 dari CKD atau biasa
disebut dengan End-stage Renal Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik apabila dari hasil tes
nilai eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2 clinical practice guideline for the evaluation
and management of chronic kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)
GFR category GFR (ml/min/1.73 m2) Terms
G1 >90 Normal or high
G2 60–89 Mildly decreased*
G3a 45–59 Mildly to moderately decreased
G3b 30–44 Moderately to severely decreased
G4 15–29 Severely decreased
G5 <15 Kidney failure
* Relatif pada level dewasa
Tabel 3. Kategori Albuminuria (KDIGO 2013)
ACR category AER (mg/24hrs) ACR
(mg/mmol) Terms
A1 < 30 <3 Normal to mildly increased
A2 30-300 3–30 Moderately increased*
A3 > 300 >30 Severely increased**
* Relatif pada level dewasa
** Termasuk sindrom nefrotik (ACR > 220 mg/mmol)
GFR = glomerular filtration rate
AER = albumin excretion rate
ACR = albumin-to-creatinine ratio
2.6 Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk mengeluarkan
sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin, dan asam urat sehingga terjadi
keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi
nefron secara progresif akibat adanya pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal
menimbulkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Selanjutnya penurunan
fungsi ini akan disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan sisa
metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN dalam
keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat
diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium
insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia
(berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali.
Pengeluaran urin normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90% dari
massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10%
dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya oliguri
(pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi
ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronis,
akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR 60% belum merasakan keluhan, tetapi sudah
ada peningkatan kadar ureum dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas,
mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai terjadi.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik, antara lain:
1. Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus, urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus,
Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload) neuropati perifer,
proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan
fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
klasifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.
4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif
tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal
yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.
2.9 Penatalaksanaan
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya menurut Suwitra
(2007) antara lain:
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG (ml/mn/1,73m2) Rencana Tatalaksana
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi perburukan (progression) fungsi
ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal
b. Peritoneal Dialisis
Pada dialisis ini membran dialisis menggunakan membran peritoneal pasien sendiri.
Cairan dialisis diletakkan pada rongga peritoneal menggunakan kateter yang dimasukkan dan
dibiarkan selama 4-6 jam untuk mencapai kesetimbangan. Dialisat kemudian dibuang dan
digantikan dengan fluida dialisis yang baru. Perubahan konsentrasi glukosa pada dialisat akan
mengubah osmolaritas dan hal ini mengatur perpindahan air secara osmosis dari darah ke
dialisat. Proses ini dapat dilakukan sendiri oleh pasien di rumah. Komplikasi yang sering
terjadi adalah peritonitis.
2.10 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2002) yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
2.11 Prognosis
Prognosis GGT dengan program HD kronik tergantung dari banyak faktor terutama
seleksi pasien dan saat rujukan.
1. Umur
Umur < 40 tahun mulai program HD kronik mempunyai masa hidup lebih
panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut > 55 tahun kemungkinan
terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler lebih besar.
2. Saat rujukan
Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul gambaran klinik berat seperti
koma, perikarditis, yang sulit dikendalikan dengan tindakan HD.
3. Etiologi GGT
Beberapa penyakit dasar seperti lupus, amiloid, diabetes mellitus; dapat
mempengaruhi masa hidup. Hal ini berhubungan dengan penyakit dasarnya sudah
berat maupun kemungkinan timbul komplikasi akut atau kronik selama HD.
4. Hipertensi
Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering merupakan faktos risiko
vaskuler (kardiovaskuler dan serebral)
5. Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit sistem kardiovaskuler (infark, iskemia, aritmia) merupakan faktor
risiko tindakan HD. Program CAPD merupakan faktor pilihan / alternatif yang paling
aman.
6. Kepribadian dan personalitas
Faktor ini penting untuk menunjang kelangsungan hidup pasien GGT dengan
program HD kronik.
7. Kepatuhan (complience)
Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan program HD kronik,
misalnya kepribadian, finansial dan lain-lain.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu. Anamnesa
mencakup identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,
golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis,
alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak
ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut
terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation,
severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula
sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system
perkemihan yang berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang
dan riwayat alergi, penyait hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan
dialysis akan menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran
diri) dan gangguan peran pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan
lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul.
Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer
sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi
elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang
timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi,
gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi
penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif
memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa
darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin
D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam
( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat
kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi.
Tn. U berumur 55 tahun, datang ke RSUD RASIDIN PADANG dengan keluhan nyeri, lemas,
sesak tanpa aktifitas, disertai batuk. Lalu klien juga mengeluh mual dan badannya terasa sangat
lemah, dan merasa sering gelisah. Dari pemeriksaan perawat ditemukan adanya edema pada
ekstremitas bawah (kedalamannya 6 mm, waktu kembali 7 detik). Tanda tanda vital ketika masuk
rumah sakit yaitu tekanan darah : 170/100, Nadi : 88x/menit, RR: 28 x/menit, S: 36,7 °C. klien pernah
masuk ke rumah sakit dengan keluhan hipertensi. Dari diagnosa medis yaitu Gagal Ginjal stadium IV.
Pada pemeriksaan BGA ditemukan: PH: 7.15, pCO2 40, HCO3 18, SaO2 90%
BB pre edema : 65kg
BB post edema : 69kg
TB: 175 cm
4.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Nama : Tn. U
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Lubuk Minturun
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Minang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Sumber informasi : Klien dan keluarga
Tgl pengkajian : 22 Maret 2000
b. Keluhan utama
Klien mengeluhkan nyeri
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk rumah sakit melalui IGD pada tanggal 22 maret 2000 dengan keluhan
sesak tanpa aktifitas, mual, badan terasa lemah, terdapat pitting edema pada ekstremitas
bawah. Tanda-tanda vital ketika masuk rumah sakit yaitu tekanan darah : 170/100, Nadi :
88x/i, RR : 28 x/i, S : 36,7 °C.
d. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengatakan klien pernah masuk rumah sakit sebelumnya dengan
keluhan sakit hipertensi. Klien mengkonsumsi nifedipin 20mg 3x1, tapi sudah berhenti 2
minggu sebelum MRS
e. Diagnosa medis
Gagal ginjal stadium IV
f. Persepsi dan pemeliharan kesehatan
Menurut penuturan keluarga, Pasien memandang kesehatan sangat penting untuk
dijaga. Jika klien merasakan sakit, demam, atau sekedar flu biasanya klien memeriksakan diri
ke Puskesmas atau ke pelayanan kesehatan terdekat
g. Pola nutrisi Intake makanan: klien makan 3x sehari.
Intake Cairan: Klien minum 4 gelas/hari, air putih dan teh.
h. Pola eliminasi:
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi hari.
Pengeluaran urin 300 cc per 24 jam.
i. Pola aktivitas dan latihan
Keterangan:
0 : mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain 3: tergantung total
j. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien mulai tidur malam sekitar jam
21.00 kemudian subuh jam 04.30 bangun untuk melaksanakan solat subuh. Saat ini klien
hanya terbaring ditempat tidur, klien mengatakan badannya lemah.
k. Pola perceptual
Klien mengatakan nyeri tanpa beraktifitas, nafasnya sesak, batuk tetapi tidak
berdahak, badan terasa lemah, klien mengatakan sesak nafas jika O2 dilepas, klien hanya
mampu berbaring ditempat tidur, semua kegiatan dilakukan di tempat tidur, termasuk
toileting. penglihatan tidak ada masalah, lapang pandang normal, pupil reaktif terhadap
cahaya. Pendengaran tidak ada masalah, klien masih bisa merasakan rasa asin, manis, pahit,
asam. Pengecapan klien masih normal
l. Pola persepsi diri
Klien mengatakan dirinya sangat ingin cepat sembuh, kembali kerumah dengan
keadaan sehat, dan ingin kembali melakukan aktifitas seperti biasa seperti sebelum masuk
rumah sakit. Klien berorientasi dan berhubungan baik dengan keluarga, petugas kesehatan dan
pengunjung. Klien tidak menunjukkan adanya menarik diri atau minder.
m. Pola seksulitas dan reproduksi
Klien sudah menikah dan mempunyai 3 anak dan saat ini istri klien sudah
menopouse.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keluhan yang dirasakan saat ini:
Kesadarannya compos mentis, GCS 14. Klien merasakan badannya lemas
TD : 170/100mmHg
RR : 28x/menit
HR : 88x/menit
S :36,7°C
BB pre edema : 65kg
BB post edema : 69kg
TB: 175 cm
b. B1 (Breathing)
RR : 28x/ menit, klien mengeluh sesak tanpa melakukan aktifitas
c. B2 (blood)
Wajah pucat, tekanan darah tinggi : 170/100mmhg, nadi :88x/menit
d. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis
e. B4 (Baldder)
Nyeri tekan vesika urinaria (-). Urin per 24 jam 300 cc, warna kuning pekat.
f. B5 (Bowel)
Klien mengeluh mual, nyeri tekan ulu hati (+). Pola BAB 1 kali per hari, bising usus (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Parameter Nilai normal
Hb 8,5 mg/dl 12-16 Rendah
Urea197 mg/dl 10-50 Tinggi
Kreatinin 12 mg/dl 0,5-1,2 Tinggi
BUN 132 mg/dl 5-25 Tinggi
K 6.2 mmol/dl 3,4-5,4 Tinggi
Na 176 mmol/dl 135-155 Tinggi
Cl 120 mmol/dl 95-108 Tinggi
Uric Acid 7,8 mg/dl 3,4-7 Tinggi
HCT 29,3% 35-50 % Rendah
Pada pemeriksaan BGA ditemukan: PH: 7.15, pCO2 40, HCO3 18, SaO2 90% (Asidosis
Metabolis)
4.4 Intervensi
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi
glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan
atau lebih yang irreversible dan didasari oleh banyak faktor (NKF K/DOQI 2000; Kallenbach,
Gutch, Stoner dan Corca 2005). Etiologi gagal ginjal kronik bercvariasi antara negara yang
satu dengan yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebaba paling
abnyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi
sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia penyebab
gagal ginjal kronik sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan
infeksi pada ginjal, hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al., 2009). Terapi pengganti ginjal
dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/mnt.
Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi
ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama
Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan kanker
Serviks dengan Gangguan Ginjal.
Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Faiz, Omar dan Moffat, David. 2004. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit Erlangga
Ignatavicius, DD,. & Workman. L,. (2006). Medical surgical nursing, critical thinking for
collaborative care. Elsevier Saunders.
James, Joyce, dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Erlangga
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit Dalam FKUI
Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.