Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)


DI RUANG HCU MELATI RSUD BANGIL PASURUAN

Oleh:
BUNGA DESTIANA
(14201.12.20006)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PAJARAKAN-PROBOLINGGO
2023
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN KASUS CKD DI RUANG HCU RSUD
BANGIL PASURUAN

PASURUAN,.....................

Mahasiswa

(................................)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(......................................) (.....................................)

Kepala Ruangan

(.....................................)
A. ANATOMI FISIOLOGI
1. ANATOMI

Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang merah yang
berada dikedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah tulang rusuk
manusia. Ginjal sering disebut bawah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan
letaknya di sebelah belakang rongga perut, kanan kiri dari tulang punggung. Ginjal
kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. Setiap ginjal
panjangnya 12-13 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira
140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilus (sisi
dalam). Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenalis (Irianto, 2013).
Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya dan membentuk
pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri 7 atas
bagian korteks dari sebelah luar dan bagian medula di sebelah dalam. Bagian medula
ini tersusun atas 15 sampai 16 massa berbentuk piramida yang disebut piramis ginjał.
Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir dikalises. Kalises ini
menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Irianto, 2013).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul
fibrosa terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi oleh fasia gerota.
Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul gerota terdapat rongga perirenal. Di
sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau
disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Di sebelah posterior, ginjal
dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII,
sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan
dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh
limpa, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Basuki, 2011).
2. FISIOLOGI
Mekanisme utama nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki tubuh melalui penyaringan/difiltrasi di
glomerulus dan zat-zat yang dikehendaki tubuh direabsropsi di tubulus. Sedangkan
mekanisme kedua nefron adalah dengan sekresi (prostaglandin oleh sel dinding
duktus koligentes dan prostasiklin oleh arteriol dan glomerulus). Beberapa fungsi
ginjal adalah sebagai berikut (Syaifuddin, 2011):
2.1 Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin
yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urin yang diekskresikan jumlahnya berkurang dan konsentrasinya
lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan
relative normal.
2.2 Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran
yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau
penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah, ginjal akan meningkatkan
ekskresi ion-ion yang penting misalnya Na, K, Cl, Ca, dan fosfat.
2.3 Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makan (mixed diet) akan
menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari enam. Hal ini
disebabkan oleh hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur-
sayuran, urin akan bersifat basa, pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 8,2. Ginjal
mengekskresikan urin sesuai dengan perubahan pH darah.

2.4 Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, kreatinin, dan asam urat)
Nitrogen nonprotein meliputi urea, kreatinin, dan asam urat. Nitrogen dan
urea dalam darah merupakan hasil metabolisme protein. Jumlah ureum yang
difiltrasi tergantung pada asupan protein. Kreatinin merupakan hasil akhir
metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hamper
konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Peningkatan
kadar ureum dan kreatinin yang meningkat disebut azotemia (zat nitrogen
dalam darah). Sekitar 75% asam urat diekskresikan oleh ginjal, sehingga jika
terjadi peningkatan konsentrasi asam urat serum akan membentuk kristalkristal
penyumbat pada ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik.
2.5 Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal mengekskresikan hormon renin yang mempunyai peranan penting
dalam mengatur tekanan darah (system rennin-angiotensis-aldesteron), yaitu
untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoesis). Disamping itu
ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang
diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
2.6 Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau
zat kimia asing lain dari tubuh.

B. DEFINISI
Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
keadaan kerusakan ginjal dimana ginjal mengalami kehilangan fungsi yang
progresif dan irreversible (Pranowo et al, 2016).
Penyakit Ginjal Kronik(PGK) atau Gagal Ginjal Kronik(GGK) adalah kegagalan
fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan caran dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan
sisa metabolic (toksik uremik) di dalam darah (Arif Muttaqin, 2014).
Penyakit ginjal kronik adalah gangguan fungsi pada ginjal yang bersifat progresif dan
tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme,
keseimbangan cairan, dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum (Purwanto,
2016 dalam Riana, 2021).
Penyakit ginjal kronik adalah ginjal kehilangan kemampuan dalam mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan normal dengan oliguria (penurunan
jumlah berkemih) <400ml/24 jam (Tarwoto & Wartonah, 2015 dalam Riana, 2021).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak
mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang
biasanyadieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik,
cairan,elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price & Wilson, 2005)
gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversible dan sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan yang
persisten dan mengganggu berbagai sistem tubuh.

C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illnes). Penyebab yang
sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada penyebab lainnya dari gagal
ginjal kronis (Prabowo,Eko.2014) diantaranya:
1. Penyakit dari ginjal :
a. Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis.
b. Infeksi kronis : pyelonefritis, ureteritis.
c. Batu ginjal : nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal : polcystis kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal:
a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklampsia
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

Menurut (Lemone, Burke, & Bauldoff, 2016 dalam Riski &Yuanita, 2019) etiologi
gagal ginjal kronik adalah:

1. Nefrosklerosis hipertensi
2. Nefropati diabetic
3. Pielonefritis kronik
4. Glomerulonefritis kronik
5. Eritematosa lupus sistemik
6. Penyakit ginjal polisistik

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT GINJAL


1. Usia
Menurut Pranandari (2015) secara klinik pasien usia >60 tahun mempunyai
risiko 2,2 kali lebih besar mengalami penyakit ginjal kronik dibandingkan dengan
pasien usia <60 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah usia, semakin
berkurang fungsi ginjal dan berhubungan dengan penurunan kecepatan ekskresi
glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus. Penurunan fungsi ginjal dalam skala
kecil merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia,
namun tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala karena masih dalam
batas-batas wajar yang dapat ditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, akibat ada
beberapa faktor risiko dapat menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal
terjadi secara cepat atau progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari
ringan sampai berat, kondisi ini disebut penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney
Disease (CKD).
2. Jenis Kelamin
Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan
jenis kelamin perempuan dengan kejadian penyakit ginjal kronik pada pasien
hemodialisis. Secara klinik laki-laki mempunyai risiko mengalami penyakit gagal
ginjal kronik dua kali lebih besar daripada perempuan. Hal ini dimungkinkan karena
perempuan lebih memperhatikan kesehatan dan menjaga pola hidup sehat
dibandingkan laki-laki, sehingga laki-laki lebih mudah terkena penyakit ginjal kronik
dibandingkan perempuan (Pranandari 2015).
3. Riwayat Asupan Air Minum
Organ-organ yang vital sangat peka terhadap kekurangan air, salah satunya
adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik bila tidak cukup air. Pada
proses penyaringan zat-zat racun, ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam,
hal ini membutuhkan jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah.
Bila tidak cukup cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan
sempurna maka bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan
dengan baik sehingga dapat menimbulkan keracunan darah dan menyebabkan
penyakit ginjal (Siregar, 2011).
4. Lama Duduk Saat Bekerja
Tanpa disadari pekerjaan dapat menyebabkan gagal ginjal yang duduk terus
menerus sehingga menyebabkan terhimpitnya saluran ureter pada ginjal (Arifa,
2017). Seiring dengan berkembangnya industri yang pesat dengan melihat teknologi
dan proses yang bervariasi, dapat berpeluang munculnya variasi bahaya kesehatan
yang berpotensi memajan saat bekerja. Perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan
terhadap Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 terkait
lama waktu bekerja menyatakan bahwa penetapan nilai ambang batas iklim
lingkungan kerja dengan mempertimbangkan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam
satu siklus kerja (8 jam per hari) (Moeloek, 2017).
5. Kebiasaan Merokok
Semakin cepat seseorang memulai aktivitas merokok pada permulaan hari,
semakin orang tersebut berisiko mengalami gagal ginjal kronik. Hal tersebut karena
mengindikasikan adanya ketergantungan terhadap keberadaan rokok, dengan
demikian maka paparan zat-zat kimia dalam tubuh juga meningkat. Asap rokok yang
terdiri dari beberapa bahan kimia berupa partikel/gas dengan hidrofilik, lipofilik dan
ambifilik alam dapat menyebabkan efek nefrotoksik (Speeckaert, 2013).
6. Konsumsi Minuman Berenergi
Minuman berenergi merupakan minuman non alkohol yang dirancang
memberikan tambahan energi dengan penambahan kandungan yang dapat
meningkatkan energi, terutama kafein. Kandungan utama minuman berenergi yaitu
kafein berhubungan dengan efek diuresis dan keseimbangan cairan elektrolit. Kafein
menstimulasi filtrasi glumerulus renal dan hambatan reabsorbsi natrium sehingga
memicu peningkatan ekskresi natrium dan air (Suharjono, 2015).

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Aisara, Azmi, dan Yanni (2018) terdapat beberapa manifestasi klinis yang
dapat terjadi pada pasien dengan CKD yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse perikardiak dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema (Martin
& González, 2017).
2. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak suara krekels (Aisara
et al., 2018).
3. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut,
nafas bau ammonia (Rendy & Margareth, 2012).
4. Gangguan Muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot–otot ekstremitas) (Rendy & Margareth, 2012).
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning–kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal–gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh (Martin & González, 2017).
6. Gangguan Endokrin
Gangguan seksual seperti libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin
D (Aisara et al., 2018).
7. Gangguan Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia (Aisara et al.,
2018).
8. Gangguan Sistem Hematologi
Pada gangguan hematologi dapat terjadi anemia yang disebabkan karena
berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungs trombositopeni (Rendy dan
Margareth, 2018) .

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1. Urine, biasanya kurang dari 400ml / 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria). Warna secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan pus, bakteri,
lemak fosfat, dan urat sedimen kotor. Kecoklatan menunjukkan adanya darah.
Berat jenis urine kurang dari 0,015 (metap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat). Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2. Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normoster normokrom dan jumlah retikulosit yang
rendah.
3. Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid dan obst ruksi saluran
kemih. Perbadingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
4. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi
pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
5. Hipoklasemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada pasien CKD.
6. Alkalin fosfat meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama isoenzim
fosfatase lindin tulang.
7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
8. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
9. Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
10. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semua disebabkan retensi
asam-asam organik pada gagal ginjal.
b. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, bisa
tampak batu radio – opak, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
2. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat. Pielografi
intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
3. Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenk im
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
4. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, eksresi) serta sisa fungsi ginjal.
5. Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri,
tanda-tanda pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

G. PENATALAKSANAAN
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi merupakan tujuan
dari penatalaksanaan pasien CKD Menurut Suharyanto dan Madjid ( 2013) (Muttaqin &
Sari, 2011). Pengobatan pasien CKD dapat dilakukan dengan tindakan konservatif dan
dialisis atau transplatansi ginjal.

1. Tindakan konservatif
Tindakan konservatif merupakan tindakan yang bertujuan untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
1.1. Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.
Intervensi diet perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup pengaturan
yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk mengganti cairan
yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang hilang dan
pembatasan kalium (Smeltzer & Bare, 2015)
a. Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hydrogen yang berasal dari protein. mengandung nilai biologis yang protein
yang diperbolehkan harus tinggi (produk susu, keju, telur, daging)
b. Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan
kalium dikurangi. Diet yang Penggunanaan makanan dan obat menyebabkan
hiperkalemia.
c. Diet rendah natrium
Diet natrium yangdianjurkan adalah 4080 mEq/hari. obatan yang tinggi kadar
kaliumnya dapat dianjurkan adalah 4090 mEq/hari (12 g Na). Asupan
natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d. Pengaturan cairan
Cairan yang diminimum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang terdapat untuk diikuti selain data asupan
dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran Berat
badan harian. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan
cairan adalah Jumlah (IWL) . urine yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir
+ 500 ml Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam
adalah 400 ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml =
900 ml.

1.2. Pencegahan dan pengobatan komplikasi


a. Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan. Pemberian
obat antihipertensi seperti metildopa (aldomet), propranolol, klonidin.
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa, pemberian
antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.
Pemberian diuretik seperti furosemid (Lasix).
b. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+
serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga
henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan
pemberian kalsium glukonat 10%.
c. Anemia
Anemia pada pasien CKD diakibatkan penurunan sekresi eritropoeitin oleh
ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin selain dengan
pemberian vitamin dan asam folat, besi dan tranfusi darah.
d. Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma dibawah angka
15 mEq/L. Bila asidosis beratakan dikoreksi dengan pemberian Na HCO3-
(Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat
mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor dengan seksama.
2. Dialisis
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi
3. Transplatansi Ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh
faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

4. Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD yaitu :


a. Mengkaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensi ketidakseimbangan
cairan pada pasien.
b. Menetap program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang memadai dan sesuai
dengan batasan regimen terapi.
c. Mendukung perasan positif dengan mendorong pasien untuk meningkatkan
kemampuan perawatan diri dan lebih mandiri.
d. Memberikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan keluarga terkait
penyakit CKD, termasuk pilihan pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
e. Memberi dukungan emosional.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir,asal suku bangsa, nama
orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas.
3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
4. Aktifitas/istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus ,penurunan rentang gerak
5. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,telapak tangan,
nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,yang jarang pada
penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan
perdarahan.
6. Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
7. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
8. Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi
gusi, perdarahan gusi/lidah
9. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas
bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,rambut tipis, kuku rapuh
dan tipis.
10. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhati-hati/distraksi, gelisah.
11. Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea,
dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer
(edema paru).
12. Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami
suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, keterbatasan gerak sendi
13. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
14. Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.
15. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik
saat ini/berulang

B. DIAGNOSA
Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis
adalah (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
1. Hipervolemia
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
3. Nausea
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Defisit nutrisi
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efektif
9. Nyeri akut
C. INTERVENSI

No. Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Manajemen Hipervolemia
jam maka hipervolemia meningkat dengan kriteria Observasi:
hasil: 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema,
1. Asupan cairan meningkat dispnea, suara napas tambahan)
2. Haluaran urin meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
3. Edema menurun 3. Monitor jumlah dan warna urin
4. Tekanan darah membaik Terapeutik
5. Turgor kulit membaik 4. Batasi asupan cairan dan garam
5. Tinggikan kepala tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretic
8. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
deuretik
9. Kolaborasi pemberian continuous renal replecement
therapy (CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Manajemen Nutrisi:
jam diharapkan pemenuhan kebutuhan nutrisi Observasi
pasien tercukupi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
1. intake nutrisi tercukupi 2. Identifikasi makanan yang disukai
2. asupan makanan dan cairan tercukupi 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
Terapeutik
5. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
6. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
10.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Manajemen Mual
jam maka nausea membaik dengan kriteria hasil: Observasi
1. Nafsu makan membaik 1. Identifikasi pengalaman mual
2. Keluhan mual menurun 3. Pucat membaik 4. 2. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat
Takikardia membaik (60-100 kali/menit) keparahan)
Terapeutik
3. Kendalikan faktor lingkungan penyebab (mis. Bau
tak sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak
menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur cukup
6. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika
merangsang mual
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi
mual (mis. Relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
Kolaborasi
8. Pemberian antiemetik, jika perlu
4. Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Perawatan integritas kulit
Kulit/Jaringan jam diharapkan integritas kulit dapat terjaga dengan Obsevasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi)
2. Perfusi jaringan baik Terapeutik
3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
kelembaban kulit 3. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika perlu
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
kering
5. Bersihkan perineal dengan air hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion atau
serum)
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
8. Anjurkan minum air yang cukup
9. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Pemantauan respirasi
Pertukaran Gas jam diharapkan pertukaran gas tidak terganggu Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal napas
2. Tidak terdapat otot bantu napas 2. Monitor pola napas
3. Memlihara kebersihan paru dan bebas dari 3. Monitor saturasi oksigen
tanda-tanda distress pernapasan 4. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
5. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
6. Bersihkan sekret pada mulut dan hidung, jika perlu
7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
8. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
6. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Manajemen Energi
jam toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria Observasi
hasil 1. Monitor kelelahan fisik
1. Keluhan lelah menurun 2. Monitor pola dan jam tidur
2. Saturasi oksigen dalam rentang normal (95%- Terapeutik
100%) 3. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
3. Frekuensi nadi dalam rentang normal (60-100 4. Libatkan keluarga dalam melakukan aktifitas, jika
kali/menit) perlu
4. Dispnea saat beraktifitas dan setelah beraktifitas Edukasi
menurun (16-20 kali/menit) 5. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
6. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan
positif
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
7. Resiko Penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8 Perawatan Jantung
Curah Jantung jam diharapkan penurunan curah jantung meningkat Observasi:
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer meningkat jantung (mis. Dispnea, kelelahan)
2. Tekanan darah membaik 100-130/60-90 mmHg 2. Monitor tekanan darah
3. Lelah menurun 3. Monitor saturasi oksigen
4. Dispnea menurun dengan frekuensi 16-24 Terapeutik:
x/menit 4. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Berikan terapi oksigen
Edukasi
6. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
8. Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x8 Perawatan sirkulasi
Efektif jam maka perfusi perifer meningkat dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
1. denyut nadi perifer meningkat pengisian kapiler, warna, suhu)
2. Warna kulit pucat menurun 2. Monitor perubahan kulit
3. Kelemahan otot menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
4. Pengisian kapiler membaik 4. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
5. Akral membaik Terapeutik
6. Turgor kulit membaik 5. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10. Anjurkan berolahraga rutin
11. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari
kulit terbakar
12. Anjurkan meminum obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
9. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 Manajemen Nyeri
jam maka tautan nyeri meningkat dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Identifikasi factor pencetus dan pereda nyeri
1. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat 2. Monitor kualitas nyeri
2. Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat 3. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
3. Kemampuan menggunakan teknik 4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala
nonfarmakologis meningkat 5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri
4. Keluhan nyeri penggunaan analgesik menurun Teraupetik
5. Meringis menurun 6. Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
6. Frekuensi nadi membaik rasa nyeri
7. Pola nafas membaik 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Tekanan darah membaik Edukasi
8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
9. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
10.Kolaborasi pemberian obat analgetik
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010)
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional yang harus
diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai
berikut :
1. Tahap Pra-interaksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan
keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang
baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan
tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan,
memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan
keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur
keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan.
2. Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat
pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan dilakukan
oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien
untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, halhal
yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien
terhadap tindakan yang telah diberikan.
4. Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan
tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas
kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan
pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien,
lakukan pendokumentasian
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon
pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau
promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan
SOAP sebagai pola pikirnya.
- S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
- O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
- A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul
masalah baru.
- P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
3. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
4. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau
munculnya masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Danang Saputra, B., & Annisa, S. M. (2020). KARAKTERISTIK PASIEN CHRONIC
KIDNEY DISEASE (CKD) YANG MENJALANI PROGRAM HEMODIALISIS
RUTIN DI RSI FATIMAH CILACAP. Tens: Trends of Nursing Science, 1(1), 19-28.

Elfirasani, K. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN CHRONIC


KIDNEY DISEASE (CKD) STASE V SELAMA INTRADIALISIS DI RUANG
HEMODIALISA RSUD SANJIWANI GIANYAR TAHUN 2021 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan 2021).

GUSWANTI, G. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIK DENGAN HEMODIALISA DI RUANG FLAMBOYAN RSUD ABDUL
WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA.

Savitri Devi Ulandari, Ni Gusti Ayu and Dewi Sarihati, I Gusti Agung and Jirna, I
Nyoman (2020) GAMBARAN KADAR KREATININ SERUM PADA SOPIR
BUS. Diploma thesis, Jurusan Teknologi Laboratorium Medis.

Dewi, Riana & Mustofa, Akhmad. (2021). Penurunan Intensitas Rasa Haus Pasien Penyakit
Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Dengan Menghisap Es Batu. Ners Muda,
Vol 2 No 2. Di akses pada tanggal 21 Agustus 2021.

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Jakarta:Salemba Medika. Hal 166-180.

Dila,RR & Panma,Yuannita. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gagal Ginjal
Kronik RSUD Kota Bekasi. Buletin Kesehatan.vol.3 no.1. diakses pada tanggal 21
agustus 2021.

Anda mungkin juga menyukai