Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Departemen


Keperawatan Medikal Bedah

OLEH :

NURUL MUTMAINNAH
71119431708

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)
FAMIKA MAKASSAR
T.A 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) merupakan keadaan dimana terjadi
Gpenurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun).
Penyakit CKD disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat
progresif dan biasanya tidak bisa pulih kembali (irreversible) (Anita, 2020).
Chronic kidney disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal yang terjadi
selama lebih dari tiga Gbulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit
ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju iltrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1,73m² (Anita, 2020).
Penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang disebabkan
malfungsinya ginjal akibat hal-hal tertentu yang terjadi selama rentang waktu kurang
lebih tiga bulan. Dapat disebut gagal ginjal kronis bila fungsi ginjal sudah dibawah
10-15% dan tidak dapat diatasi dengan diet maupun obat-obatan (Pratiwi R. P &
Fenny F, 2013).

B. Anatomi dan Fisiologi


Ginjal adalah bagian dari sistem saluran kemih tubuh (urinary system.) sistem
ini terdiri atas ginjal (kidney), ureter kandung kemih (urinary bladder), dan uretra
(urethra).
Ginjal manusia terdiri atas dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah
kecil yang dinamakan kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah yang
menyaring bahan tidak berguna bagi tubuh untuk dibuang ke urine atau kencing.
Perhatikan alur saringan dalam ginjal. Darah dari pembuluh nadi besar (aorta)
mengalir masuk pembuluh nadi ginjal (renal artery), kemudian masuk kapiler-kapiler
di nefron yang berada dalam medulla (renal medulla) yang berbentuk seperti kipas.
Kelompok kapiler dinamakan glomerulus. Proses penyaringan terjadi pada
glomerulus melalui kapiler yang ukurannya semakin kecil dan bertambah sempit
sehingga pada akhirnya cairan masuk ke dalam tubulus.

14
Sel-sel darah dan protein adalah molekul-molekulberukuran besar yang tidak
akan dibuang dan kembali ke dalam pembuluh darah balik. Limbah hasil
metabolisme atau racun serta kelebihan air kemudian dibuang melalui membrane
glomerulus yang sifatnya semi-permeabel. Cairan buangan tersebut selanjutnya
ditampung oleh tubulus-tubulus untuk di proses kembali.
Fungsi ginjal selain menyaring dan membuang racun tubuh dan air, injal
penting sekali dalam mengatur beberapa jenis hormone, mengendalikan tekanan
darah, serta menjaga keseimbangan asam-basa dalam darah. Setiap menitnya ginjal
dilewati oleh 25% total darah jadi setiap empat menit semua darah dalam tubuh
manusia sudah disaring satu kali.
Ginjal manusia seperti memiliki indra keenam. Organ ini bisa secara otomatis
melakukan koreksi, memilah kelebihan bahan yang akan dibuang, dan
mempertahankan yang kurang. Misalnya, ketika kita makan banyak menu yang asin,
ginjal akan membuang kelebihan garam tersebut. Demikian pula halnya dengan
beberapa elektrolit atau ineral, seperti kalium, kalsium, dan magnesium. Ginjal akan
mengatur kadar dalam darah sehingga mejadi normal.

C. Etiologi
National Kidney Foundation (NKF) menyebutkan bahwa dua penyebab
utama penyakit ginjal kronik adalah diabetes dan hipertensi. Diabetes dapat
menyebabkan kerusakan pada banyak organ tubuh, termasuk ginjal, pembuluh darah,
jantung, serta saraf dan mata. Selain itu juga tekanan darah tinggi atau hipertensi
yang tidak terkendali dapat menyebabkan serangan jantung, stroke dan penyakit
ginjal kronik. Sebaliknya, penyakit ginjal kronik juga dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi (Anita, 2020).
Kondisi lain yang dapat mempengaruhi ginjal yaitu: (1) Glomerulonefritis,
yang merupakan kumpulan penyakit yang menyebabkan inlamasi dan kerusakan
pada unit penyaring pada ginjal; (2) Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal
polikistik, yang dapat menyebabkan pembentukan kista pada ginjal dan merusak
jaringan di sekitarnya; (3) Lupus dan penyakit lain yang dapat mempengaruhisistem
kekebalan tubuh; (4) Obstruksi yang disebabkan karena batu ginjal, tumor atau
pembesaran kelenjar prostat pada pria, serta (5) Infeksi saluran kencing yang
berulang.
Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%)(Anita, 2020).

D. Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertroi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth
faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
dan pada akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif – meski
terkadang penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Anita, 2020).
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron system
(RAAS) intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperiltrasi,
sklerosis dan progresiitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis RAAS, sebagian
diperantarai oleh transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresiitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia (Anita, 2020).
Terdapat variabilitas inter individual untuk terjadinya sklerosis dan ibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Stadium yang paling dini dari penyakit ginjal
kronik adalah terjadinya kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve). Secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (Anita, 2020).

E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Menurut Pratiwi R. P & Fenny F (2013), manifestasi klinis, yaitu :
1. Volume air kencing berubah
Volume air kencing biasanya akan lebih sedikit. Bahkan, terkadang penderita
akan mengalami nyeri atau sakit ketika mengeluarkan urine. Penderita sering
terbangun saat malam karena hasrat yang tinggi untuk buang air kecil.
2. Warna urine berubah
Warna urine dalam keadaan normal biasanya berwarna kuning jernih. Akan tetapi,
pada penderita penyakit ginjal, urine akan berwarna lebih keruh atau gelap.
Bahkan, pada penderita yang lebih parah, urine akan berwarna kemerahan karena
mengandung darah.
3. Terjadi pembengkakan di bagian tubuh tertentu
Pada penderita ginjal, aka nada gangguan pada fungsi organ ini. Fungsi ginjal
yang semula untuk mengeluarkan zat-zat sampah tubuh menjadi berubah. Oleh
karena itu, tubuh secara otomatis menyerap kembali zat-zat sampah tubuh dalam
bentuk cairan. Cairan tersebut mengakibatkan pembekakan dibagian tubuh
tertentu, seperti pergelangan kaki, wajah, atau tangan.
4. Tubuh mudah lelah
Ginjal dalam keadaan normal memproduksi hormone eritropoietin atau EPO yang
bertugas merangsang sumsum tulang untuk membuat sel darah merah. Fungsi sel
darah merah adalah mengangkut oksigen ke seluruh tubuh demi menunjang
kinerja otot-otot tubuh. Jika ginjal sakit, kinerja hormon tersebut tidak maksimal.
Jadi, otot-otot tubuh juga tidak mendapat asuhan oksigen secara optimal. Lebih
mudahnya dapat ditengarai jika seseorang mengalami anemia menahun. Hal itu
harus mendapat perhatian serius karena dikhawatirkan merupakan indikasi
penyakit ginjal.
5. Sering mengalami mual dan muntah
Mual dan muntah yang terjadi pada penderita ginjal disebabkan adanya timbunan
sampah dalam darah atau uremia sehingga menimbulkan rasa tidak enak ketika
ketika makan atau minum. Saat asupan makanan bergizi berkurang, daya tahan
tubuh semakin menurun pula.
6. Bau mulut
Bau mulut juga disebabkan penimbunan zat-zat yang mengandung sampah dalam
darah. Mulut akan berbau busuk sehingga mengakibatkan makanan terasa tidak
enak.
7. Sesak napas
Sesak napas dan wajah pucat dialami penderita ginjal yang sudah sangat parah.
Biasanya, sesak napas diartikan sebagai indikasi asma atau gangguan jantung.
Padahal, pada penderita ginjal, sesak napas terjadi karena paru-paru ditimbuni
cairan yang seharusnya dibuang tubuh.

Mayoritas pasien GGK memiliki kadar hemoglobin yang rendah. Rerata


kadar hemoglobin responden adalah 8,92 gr/dL (anemia). Hemoglobin dikatakan
normal, jika kadar hemoglobin dalam darah berada pada rentang 14-18 gr/dL jika
laki-laki; dan 12-16 gr/dL jika perempuan. Anemia merupakan manifestasi klinik
penurunan sel darah merah pada sirkulasi dan biasanya ditandai dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin (Hb) (Anita, 2020).
Anemia dideinisikan dari National Kidney Foundation Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (NKF/K-DOQI) sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb)
yang kurang dari 13,5 g/dL pada laki-laki dewasa dan kurang dari 12 g/dL pada
wanita dewasa. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada gagal ginjal
kronik, insiden ini meningkat karena penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR).
Sebuah studi populasi National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES)dariNational Institutes of Health and Prevalence of Anemia in Early
Renal Insuficiency (PAERI) menyebutkan bahwa insiden terjadinya anemia adalah
kurang dari 10% pada gagal ginjal kronik stadium 1 dan 2, 20-40% pada gagal ginjal
kronik stadium 3, 50-60% pada gagal ginjal kronik stadium 4, dan lebih dari 70%
pada gagal ginjal kronik stadium 5 (Anita, 2020).

G. Komplikasi
Menurut Sutisna (2017), komplikasi CKD, yaitu :
1. Gangguan elektrolit, seperti penumpukan fosfor dan hiperkalemia atau kenaikan
kadar kalium yang tinggi dalam darah;
2. Penyakit jantung dan pembuluh darah;
3. Penumpukan kelebihan cairan di rongga tubuh, misalnya edema paru atau asites;
4. Anemia atau kekurangan sel darah merah;
5. Kerusakan sistem saraf pusat dan menimbulkan kejang.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sutisna (2017), pemeriksaan penunjang CKD, yaitu :
1. Pemeriksaan darah lengkap
Hemoglobin dapat ditemukan turun akibat anemia penyakit kronis yang terjadi
pada penyakit ginjal kronis.
2. Kadar kreatinin darah
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengestimasi laju filtrasi glomerulus
pada pasien. Laju filtrasi glomerulus (LFG).
3. Elektrolit dan analisa gas darah
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan komplikasi berupa hiperkalemia dan
metabolik asidosis. Untuk itu diperlukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas
darah. Pada analisa gas darah, perhatikan kadar HCO3 dan pH untuk melihat ada
tidaknya metabolik asidosis.
4. Urinalisis
Pada urinalisis, dapat ditemukan hematuria dan/atau proteinuria. Dapat juga
ditemukan mikroalbuminuria (30 – 300 mg/24 jam). Pencitraan juga bermanfaat
untuk diagnosis penyakit ginjal kronis, terutama untuk menentukan penyebab
penyakit ginjal kronis.
5. Ultrasonografi ginjal
Pada pemeriksaan USG, dapat ditemukan ukuran ginjal yang mengecil, adanya
obstruksi atau hidronefrosis dan batu ginjal.

6. X-ray dengan kontras


a. Foto polos intravenous pyelography dapat bermanfaat pada penyakit ginjal
kronik yang dicurigai terjadi akibat batu ginjal. Namun, dokter harus
mempertimbangkan potensi toksisitas ginjal akibat penggunaan kontras
intravena tersebut. Kontras dikontraindikasikan pada pasien dengan laju filtrasi
glomerulus <60 mL/min/1.73 m2.
b. Foto polos abdomen dapat bermanfaat untuk melihat batu ginjal radioopak
tetapi pemeriksaan ini bersifat tidak spesifik.
7. CT Scan dan MRI abdomen
a. CT-scan abdomen dapat melihat batu saluran kemih, massa atau kista ginjal.
Kontras intravena dikontraindikasikan pada pasien dengan LFG < 60
mL/min/1.73 m2.
b. MRI dapat melihat massa ginjal dengan lebih jelas, misalnya pada karsinoma
sel renal. Kontras dengan gadolinium tidak direkomendasikan pada laju filtrasi
glomerulus < 30 mL/min/1.73 m2.
8. Biopsi renal
Biopsi renal umumnya diindikasikan jika diagnosis etiologi penyakit ginjal kronis
tidak jelas. Biopsi juga bermanfaat untuk memandu tata laksana penyakit ginjal
kronis yang diakibatkan oleh etiologi tertentu, misalnya lupus.

I. Penatalaksanaan
Menurut Sutisna (2017), penatalaksanaan CKD, yaitu :
1. Bila ekskresi albumin urin < 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah
> 140/90 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 140
mmHg pada sistolik dan ≤ 90 mmHg pada diastolik;
2. Bila ekskresi albumin urin ≥ 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah
> 130/80 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 130
mmHg pada sistolik dan ≤ 80 mmHg pada diastolik;
3. Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) direkomendasikan digunakan untuk pasien penyakit ginjal
kronis dengan diabetes dan ekskresi albumin urin 30 – 300 mg/24 jam (atau
ekuivalen);
4. ARB atau ACEI direkomendasikan pada pasien penyakit ginjal kronis dengan
atau tanpa diabetes dengan ekskresi albumin urin > 300 mg/24 jam (atau
ekuivalen);
5. Pada pasien anak-anak dengan penyakit ginjal kronis, obat antihipertensi
diberikan bila tekanan darah secara konsisten berada di atas persentil 90 sesuai
usia, jenis kelamin dan tinggi badan dan disarankan untuk menggunakan ARB dan
ACEI untuk mencapai persentil 50, kecuali timbul tanda dan gejala hipotensi;
6. Perlu diperhatikan hipotensi postural pada pasien penyakit ginjal kronis dengan
obat antihipertensi.

J. Prognosis
Prognosis penyakit ginjal kronis dapat ditentukan berdasarkan laju filtrasi glomerulus
dan albuminuria menurut kriteria kidney disease: improving global
outcomes (KDIGO). Komplikasi yang dapat terjadi di antaranya adalah malnutrisi
protein dan penyakit kardiovaskular (Sutisna, 2017).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Rohayati Eti (2019), pengkajian keperawatan, yaitu :
1. Tingkat aktivitas sehari-hari
a. Pola aktivitas sehari-hari.
b. Jenis, frekuensi dan lamanya latihan fisik.
2. Tingkat kelelahan
a. Aktivitas yang membuat lelah;
b. Riwayat sesak nafas.
3. Gangguan pergerakan
a. Penyebab gangguan pergerakan;
b. Tanda dan gejala;
c. Efek dari gangguan pergerakan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran;
b. Postur/bentuk tubuh (skoliosis, kiposis, lordosis,cara berjalan);
c. Ekstremitas (kelemahan, gangguan sensorik, tonus otot, atropi, tremor, gerakan
tak terkendali, kekuatan otot, kemampuan jalan, kemampuan berdiri,
kemampuan duduk, kekakuan sendi, nyeri sendi).

B. Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh.
2. Kelebihan Volume Cairan.
3. Pola Napas Tidak Efektif.
4. Kerusakan Perfusi Jaringan.
5. Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan
6. Kerusakan Integritas Kulit
7. Resiko Infeksi.
C. Intervensi keperawatan:
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
Perubahan NOC  Kaji adanya alergi makanan.
Nutrisi Kurang  Nutritional status :  Kolaborasi dengan ahli gizi
Dari Kebutuhan  Nutritional Status : food untuk mennetukan jumlah kalori
Tubuh and fluid dan nutrisi yang di butuhkan
 Intake pasien.
 Nutritional status :  Berikan makanan yang terpilih.
Nutrient intake
 Monitor jumlah nutrisi dan
 Weight control
kandungan kalori
Kriteria Hasil :
 Berikan informasi tentang
 Adanya peningkatan BB
kebutuhan nutrisi.
sesuai tujuan
 BB ideal sesuai dengan
TB
 Tidak Terjadi penurunan
BB

Kelebihan NOC  Pertahankan catatan intake /


Volume  Electrolit and acid base output yang akurat
Cairan balance  Monitor TTV
 Fluid balance  Kaji luas dan lokasi edema.
 Hydration.  Batasi Masukan cairan.
Kriteria Hasil :  Monitor BB.
 Terbebas dari edema,  Monitor indikasi retensi /
efusi dan anaskara kelebihan cairan (Cracles,
 Menjelaskan indikator CVP, edema, distensi vena
kelebihan volume leher, asites).
cairan

Pola Napas  Respiratory status : a. Observasi


Tidak Efektif Ventilation 1) Monitor pola nafas
 Respiratory status : (frekuensi, kedalaman,
Airway Patency usaha nafas);
 Vital Sign Status 2) Monitor bunyi nafas
Kriteria hasil : tambahan (misalnya
 Menunjukkan Jalan gurgling, mengi, wheezing,
Napas yang paten. ronki);

 TTV dalam rentang 3) Monitor sputum (jumlah,

normal warna, aroma).


b. Terapeutik
1) Posisikan semi-fowler atau
fowler;
2) Berikan minum hangat;
3) Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu;
4) Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik;
5) Berikan oksigen, jika perlu.
c. Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi;
2) Ajarkan teknik batuk efektif.
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik. jika perlu.

Kerusakan PerfusiNOC  Anjurkan pasien menggunakan


Jaringan.  Tissue Integrity : Skin pakaian yang longg Kerusakan
and mucous Perfusi Jaringan.
 Wound Healingprimary
and secondary  Jaga kulit agar tetap bersih dan
intention. kering.
Kriteria Hasil :  Oleskan lotion atau minyak
 Perfusi jaringan baby oil pada daerah yang
normal. tertekan.
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor aktivitas dan
infeksi. mobilisasi pasien.
 Tekstur jaringan  Observasi luka : Lokasi,
normal. diamensi, kedalamn luka,
jaringan nekrotik, tanda
infeksi lokal, formasi traktus.
Resiko TinggiNOC  Monitor Status hidrasi
Kekurangan  Fluid Balance  Monitor TTV
Volume Cairan  Monitor intake dan output
 Hydration
 Nutrition Status : Food cairan

and Fluid  Monitor BB

 Intake  Kolaborasikan pemberian


cairan IV
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan urine
output sesuai dengan
usia, BB, HT normal
dan Bj normal.
 TTV dalam batas
normal.
 Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi.
Kerusakan NOC  Jaga kebersihan kulit.
Integritas Kulit  Tissue Integrity :Skin  Mobilisasi pasien (Ubah
and Mucous posisi pasien setiap 2 jam

 Membranes sekali)

 Hemodyalis Akses  Monitor kulit akan adanya


kemerahan.
Kriteria Hasil :
 Ganti balutan pada interval
 Integritas Kulit yang waktu yang sesuai dan
baik bisa di biarkan luka tetap terbuka
pertahankan.
 Tidak ada luka/lesi
pada kulit

Risiko infeksi NOC  Bersihkan lingkungan setelah


 Immune status dipakai klien lain.

 Knowledge :infection  Batasi jumlah pengunjung

control  Ajarkan teknik cuci tangan

 Risk control pada klien dan keluarga


 Cuci tangan sebelum dan
Kriteria Hasil :
setelah melakukan tindakan
 Klien bebas dari tanda
di tempat klien
gejala infeksi
 Terapkan universal precaution
 Menunjukkan
 Pakai sarung tangan steril
kemampuan untuk
sesuai indikasi
mencegah timbulnya
 Pertahankan lingkungan
infeksi
aseptik selama pemasangan
alat (tindakan invasif)
 Pastikan menggunakan teknik
perawatan luka secara tepat
 Dorong klien untuk
meningkatkan pemasukan
nutrisi
 Berikan antibiotik bila perlu
 Ajarkan kepada klien dan
keluarga tanda dan gejala
Infeksi

C. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi
yang telah teridentifikasi dalam P (perencanaan) dan menuliskan tanggal dan jam
pelaksanaan (Walid, 2014).

D. Evaluasi
Menurut Walid (2014), evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan. Untuk memudahkan mengevaluasi digunakan komponen SOAP, yaitu :
S : data subjektif
Keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakkan tindakan keperawatan.
O` : data objektif
Hasil observasi perawat secara langsung mengenai keluhan klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
A : analisis
Suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi sesuai interpretasi
dari data subjektif dan data objektif.
P : planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutka, dihentikan, dimodifikasi, atau
ditambahkan dari perencanaan tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anita, D. C. (2020) Buku Monograf Penilaian Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronis
Melalui Biokimiawi Darah. Yogyakarta: Unisa.
Pratiwi R. P & Fenny F (2013) Jus Sakti Tumpas Penyakit Ginjal. Edited by Ramadan
A. Jakarta: Pustaka Makmur.
Rohayati Eti (2019) Keperawatan Dasar 1. Edited by Rahmawati Aeni. Majalengka:
LovRinz Publishing.
Sutisna, N. S. (2017) ‘Penyakit Ginjal Kronis’.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;
Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Definisi
Dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
Walid, R. N. & S. (2014) Proses Keperawatan; Teori dan Aplikasi. Edited by S. Meita.
Jember: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai