Anda di halaman 1dari 3

Tidur merupakan kebutuhan dasar setiap orang.

Pada kondisi istirahat dan

tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh

hingga berada dalam kondisi yang optimal (Trilaksono Pranoto, 2010). Perubahan

pola tidur umumnya disebabkan oleh tuntutan aktivitas sehari-hari yang berakibat

pada berkurangnya kebutuhan untuk tidur, sehingga sering mengantuk yang

berlebihan di siang harinya (Anurugo Dito, 2012 dalam anildhah wahab, 2017).

Menurut Survei yang di lakukan oleh Crampex (produsen pil tidur) bahwa 86

% orang di seluruh dunia mengalami gangguan tidur yaitu insomnia seperti di Inggris

sendiri, sebanyak sepuluh juta resep obat tidur telah ditulis setiap tahunnya. Di

Indonesia sendiri, prevalensi penderita insomnia diperkirakan mencapai 10 %, yang

artinya dari total 238 juta penduduk Indonesia sekitar 23 juta jiwa diantaranya

menderita insomnia (Medicastore 2010, Cable News Network Indonesia 2017 dalam

Olii et al., 2018). Di Indonesia itu sendiri belum diketahui pastinya orang mengalami

gangguan tidur, namun prevalensi gangguan tidur pada remaja juga tinggi, remaja

62,9 % mengalami gangguan tidur (Haryono et al., 2016)

Remaja memerlukan 8 sampai 10 jam waktu tidur setiap malam untuk

mencegah keletihan yang tidak perlu dan kerentanan terhadap infeksi (Kozier, 2011;

National Sleep Foundation, 2015). Pada remaja terdapat perubahan dramatis dalam

pola tidur bangun meliputi durasi tidur berkurang, waktu tidur tertunda, dan

perbedaan pola tidur pada hari sekolah dan akhir pekan (Mindell & Owens, 2003).

Pada hari sekolah umumnya remaja memiliki waktu tidur lebih pendek sekitar 7,3 jam

(Chung & Cheung, 2008 dalam Kireinata et al., n.d.).

Kebutuhan tidur seseorang sebenarnya tidak hanya diukur dari lama waktu

tidur tetapi juga kualitas tidur itu sendiri seperti kedelaman tidur, tidur seseorang

dikatakan berkualitas jika bangun dengan kondisi segar dan bugar. Kualitas tidur
merupakan akumulasi penilaian dari komponen kuantitatif, seperti durasi tidur, serta

komponen kualitatif, seperti latensi tidur, gangguan tidur, dan disfungsi saaat siang

hari. Berkurangnya durasi dan kualitas tidur di masyarakat, erat kaitannya dengan

perubahan gaya hidup dengan peningkatan penggunaan teknologi seperti

smartphone, peningkatan beban pekerjaan atau tugas sekolah dan kuliah, dan

kebutuhan sosial. Hasil penelitian Centers for Disease Controland Prevention (CDC)

pada tahun 2014 menunjukkan 35,2% orang dewasa (usia ≥18 tahun) di Amerika

Serikat memiliki durasi tidur yang singkat (<7 jam). Stranges et al.meneliti komunitas

dari delapan negara di Afrika dan Asia mencatat 16,6% partisipan menyatakan

mengalami masalah tidur dengan tingkatan sedang hingga sangat berat. Data

tersebut bervariasi dari 3,9% (sampel di Purworejo, Indonesia dan Nairobi, Kenya)

hingga lebih dari 40% (sampel di Matlab, Bangladesh dalam Aryadi et al., 2018)

Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan

gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu (Haryono

dkk, 2009). Menurut WHO tahun 2011, gangguan tidur pada remaja di Amerika

menyebutkan 30-50 juta penduduk remaja Amerika mengalami gangguan tidur dan

5% hingga 10% pada remaja Amerika terkena gangguan tidur kronis. Pada tahun

2010 dari 300,452 juta penduduk Indonesia terdapat 28,053 juta orang (11,7%)

Indonesia yang mengalami gangguan tidur dimana sekitar 10% dialami oleh

kalangan remaja, (BKKBN, 2011). Jenis gangguan tidur yang dialami sebagian

besar orang adalah insomnia (80%) dan hipersomnia (15%). Kesulitan untuk

memulai tidur, sering terbangun di malam hari dan sulit untuk tertidur kembali serta

terbangun di pagi hari dengan keadaan tidak segar adalah gejala klasik dari

insomnia.

Menurut Deshinta (2009) dalam Silvana & Sapariah (2018), pelajar dan

mahasiswa sangat rentan mengalami kualitas tidur yang buruk hal itu dibuktikan

dengan penelitiannya di dapatkan 220 pelajar dari jumlah total 287 pelajar di SMA
Negeri 1 Tanjung Morawa mempunyai kualitas tidur yang buruk. Kurang tidur

menyebabkan gangguan konsentrasi, mengantuk disiang hari, kelelahan, gangguan

mood, sehingga dapat mempengaruhi remaja terutama terhadap prestasi belajar.

Selaian itu juga kualitas tidur yang buruk marupakan faktor resiko terjadinya masalah

fisik dan psikologis. Masalah fisik yang dapat ditimbulkan antara lain kelelahan, nyeri

kepala primer, dan penurunan sistem imun (Redline dkk, 2007 dalam anildhah

wahab, 2017)

Anda mungkin juga menyukai