Anda di halaman 1dari 3

Metode penatalaksanaan yang

bertujuan meningkatkan kualitas tidur pada


lansia pada umumnya terbagi atas terapi
farmakologis dan non farmakologis. Terapi
farmakologis memiliki efek yang cepat. Namun
demikian, penggunaan obat-obatan ini
menimbulkan dampak jangka panjang yang
berbahaya bagi kesehatan lansia. Hal ini
ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa terjadi
peningkatan angka mortalitas pada lansia
yang menggunakan obat tidur. Penggunaan
obat tidur secara terus menerus pada lansia
menimbulkan efek toksisitas yang tinggi.
Toksisitas ini meningkat karena adanya
penurunan aliran darah dan
motilitas
gastrointestinal
. Penurunan fungsi ginjal pada
lansia yang diperburuk dengan konsumsi obat-
obatan secara terus menerus akan
menyebabkan gagal ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya peningkatan angka
mortalitas pada lansia. Dengan demikian
diperlukan terapi non farmakologis yang efektif
dan aman untuk meningkatkan kualitas tidur
lansia. (Stanley, 2006).
Terapi
murottal Al Qur’an dengan
tempo yang lambat serta harmonis dapat
menurunkan hormon-hormon stres,
mengaktifkan hormon endorfin alami
(
serotonin
). Mekanisme ini dapat meningkatkan
perasaan rileks, mengurangi perasaan takut,
cemas, dan tegang, serta memperbaiki sistem
kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah, memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang
otak (Heru, 2008). Oleh karena inilah terapi
murottal Al Qur

an
memiliki potensi untuk
meningkatkan kualitas tidur.
Tidur merupakan kebutuhan dasar setiap orang. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh
melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam
kondisi yang optimal (Trilaksono Pranoto, 2010). Perubahan pola tidur umumnya
disebabkan oleh tuntutan aktivitas sehari-hari yang berakibat pada berkurangnya kebutuhan
untuk tidur, sehingga sering mengantuk yang berlebihan di siang harinya (Anurugo Dito,
2012). Kebutuhan tidur yang cukup tidak hanya ditentukan oleh faktor jam tidur (kuantitas
tidur), tetapi juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur). Kualitas tidur meliputi aspek
kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa
tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur.
Kualitas tidur dikatakan baik jika tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak
mengalami masalah dalam tidur, kualitas tidur yang buruk merupakan faktor resiko
terjadinya masalah fisik dan psikologis. Masalah fisik yang dapat ditimbulkan antara lain
kelelahan, nyeri kepala primer, dan penurunan sistem imun (Redline dkk, 2007). Penelitian
di Italia, seperti yang dikutip oleh Linawaty dkk (2013) seseorang dengan migren diketahui
memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dibandingkan yang tidak menderita migren. Migren
diperkirakan prevalensinya di dunia mencapai 10%; wanita lebih banyak dari pada pria.
Beberapa studi 2 menunjukkan bahwa prevalensi seumur hidup (lifetime prevalence) pada
wanita sebesar 25%, sedangkan pada pria hanya sebesar 8%. Usia penderita migren
terbanyak sekitar 21-55 tahun. Beberapa faktor predisposisi migren adalah riwayat keluarga
(genetik), usia (sering pada pubertas), menstruasi, terlambat makan, rangsangan berlebihan
(sorotan cahaya, bau yang menyengat), perubahan cuaca, terlalu banyak atau kurang tidur
dan stress (Waty, Lina, 2010). Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan terjadinya
serangan migren karena kualitas tidur yang buruk dapat mengubah proses modulasi nyeri
sehingga nyeri lebih peka terhadap nyeri yang menjadi mekanisme penyebab terjadinya
migren. Melihat fakta dari uraian diatas, maka peneliti tertarik dan merasa perlu
dilakukannya penelitian terhadap mahasiswa yang mengalami migren akibat kualitas tidur
buruk, khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2014

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak
memperlihatkan perasaan lelah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering
menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric
Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks
yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif
tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun
dan aspek 6 subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse,
Universitas Sumatera Utara 1998).

Mendengarkan ayat suci AlQur’an akan mengurangi ketegangan otot saraf,

memberikan efek penyembuhan secara jasmani dan rohani. Pada prinsipnya Al-

Qur’an memberikan ketenangan bagi yang membaca maupun mendengarkan,

apalagi memaknai dan memahami isi Al-Qur’an kemudian mengamalkannya,

sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Dialah yang telah menurunkan

ketenangan ke dalam hati orang mukmin supaya keimanannya bertambah di

samping keimanannya yang ada.(Q.S.Al-Fath: 4)”

Terapi religi dapat mempercepat penyembuhan seperti yang telah dibuktikan

oleh Ahmad Al-Khadi, dalam konferensi tahunan ke XVII Ikatan Dokter Amerika.

Penelitian tersebut menunjukan hasil positif, bahwa mendengarkan ayat suci

AlQuran memiliki pengaruh signifikan dalam menurunkan ketegangan saraf reflektif.

Terapi murotal memberikan efek psikologis positif dikarenakan ketika murotal

diperdengarkan dan sampai ke otak, lalu diterjemahkan oleh otak. Kebutuhan

terbesar adalah kekuatan pendukung, yaitu realitas kesadaran terhadap adanya

Allah Subhana Wa Ta’ala sehingga menimbulkan kepasrahan kepada Allah Subhana

Wa Ta’ala. Dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha dengan frekuensi

7-14 HZ, merupakan keadaan energi otak yang optimal untuk menyingkirkan stres,

kecemasan, dan membentuk koping.

Anda mungkin juga menyukai