Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GLOMERULONREFITIS AKUT
A. Definisi
Glomerulonrefitis akut suatu sindrom nefritik akut yang ditandai dengan
timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi gnjal (azotemia)
(IDAI, 2009). Menurut Wong (2008), GNA merupakan bentuk penyakit ginjal
pasca infeksi yang paling sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan
penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Penyakit ini muncul
setelah adanya infeksi oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus di saluran
nafas atas dan kulit, sehingga pecahan dan pengobatan infeksi saluran nafas
atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Glomerulonefritis akut
dapat terjadi pada setiap tingkatan usia tetapi, terutama menyerang anak-anak
pada awal usia sekolah dengan awitan paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun
dan jarang terjadi pada anak usia <3 tahun (Wong, 2008). Insiden kejadian
menunjukkan anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan, dengan
perbandingan 2:1.
B. Etiologi
Glomerulonefritis Akut merupakan penyakit kompleks-imun yang terjadi
setelah infeksi streptokokus dengan sttrain tertentu dari streptokokus hemolitik
grup A. Sebagian besar infeksi streptokokus tidak menyebabkan GNA.
Periode laten selama 10 hingga 21 hari terjadi di antara infeksi streptokokus
dan awitan manifestasi klinisnya. GNA yang terjadi sebagai akibat sekunder
dari faringitis streptokokus ini lebih sering dijumpai di musim dingin atau
semi; namun disertai dengan pioderma(impertigo), prevalensi GNA ebih besar
pada akhir musim panas atau awal musim gugur, terutama selama cuaca yang
lebih hangat.
C. Patofisiologi (Rachmadi, 2010)
Proses GNA dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk
kedalam tubuh penderita, yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon
dengan membentuk antibodi. Bagian mana dari kuman streptokokus yang
bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model

binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M


protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasminbinding protein dan streptokinase.3 Kemungkinan besar lebih dari satu antigen
yang terlibat dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang
berbeda dimungkinkan akibat antigen M protein dan streptokinase.
Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat
sebagai rambu trambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah
strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik. Streptokinase
adalah protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalam
penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai kemampuan memecah
plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase merupakan prasarat terjadinya
nefritis pada GNAPS.
Menurut Wong (2008), patofisiologi dari glomerulonefritis dimulai dari
infeksi oleh bakteri streptokokus, selanjutnya kompleks imun terkumpul dalam
membran basalis glomerulus. Glomerulus menjadi edema dan terinfiltrasi oleh
leukosit polimorfonuklear yang menyumbat lumen kapiler. Kondisi ini
mengakibatkan

penurunan

filtrasi

plasma

yang

akan

menyebabkan

penumpukan air berlebihan dan retensi natrium yang memperbesar vlume


plasma dan volume cairan intertisial sehingga terjadi kongesti sirkulasi dan
edema. Penyebab hipertensi yang berkaitan denga GNA tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh retensi cairan. Renin dapat pula diproduksi secara berlebihan.

D. PATHWAY
Infeksi/penyakit
(Streptokokus hemolitikus grup A)
Migrasi sel-sel radang ke dalam glomerular
Menurunnya
perfusi didalam
kapiler dinding kapiler
Pembentukan kompleks
antigen-antibodi
glomerular, masnifestasi
Deposit, complementklinis
dan ant
trass netrofitBUN
netrofil dan monosit
meningkatnya
Fibrinogen dan plasma
Plofirasi
selEritrosit
A
fibrinbermigrasi
yang
melalui dinding sel
dan
Creatinin,
Retensi
cairan
protein lain bermigrasi
Ganggguan
Nutrisi
kurang
dari
Kerusakan
terakumulasi
integritas dalam
Enzim
yang
kapsula
lisosomal
rusak. Manifestasi
merusakIntoleransi
membran
klinis
Kelelahan
Aktif renin
Tekanan
onkotik
Meningkatkan
sekret
Kekurangan
ADH
melalui
dinding
sel, muncul
Keseimbangan cairan
Vasokontriksi
Hipertensi
hipovulemia
kebutuhan
angiotensi
Hypoaburinemia
Odem
Anemia
bowman
dasarhematuria
glomerular Aktifitas
plasmacairan kulit
(fatique)
dan aldosteron
volume
manifestasi klinis protenuria

Sumber : Wong (2008)

E. Manifestasi Klinis (Wong, 2008)


Manifestasi klinis yang tampak pada GNA adalah edema
khususnya penorbital, edema fasial lebih menonjol di pagi hari, edema
meluas pada sianghari hingga meliputi ektremitas dan abdomen. Adanya
anoreksia, ciri khas urine adalah keruh, coklat berbau ( menyerupai teh

atau minuman soda), volume urin menurun drastis, pucat, iritabilitas,


letargis, anak tampak sakit, anak jarang mengemukakan keluhan yang
spesifik, anak lebih besar dapat mengeluhkan: sakit kepala, gangguan rasa
nyaman pada perut, disuria, kemungkinan vomitus dan kenaikan tekanan
tekanan darah yang ringan sampai sedang.
Secara khas, anak-anak yang menderita GNA memiliki kesehatan
yang baik sebelum mereka mengalami infeksi streptokokus. Pada beberapa
keadaan terdapat riwayat flu ringan atau bahkan tanpa infeksi sama sekali.
Awitan nefritis terjadi setelah periode laten rata-rata sekitar 10 hari. Edema
yang terjadi relatif sedang dan mungkin tidak disadari oleh orang yang
tidak terbiasa melihat penampilan normal anak tersebut.
Urinalis selama fase akut akan memperlihatkan hematuria dan
proteinuria. Umumnya gejala protenuria bersamaan dengan hematuria dan
mungkin mencapai 3+ atau 4+ pada keadaan hematuria makroskopis.
Perubahan warnaurine makroskopik mencerminkan kandungan sel darah
merah

dan

hemoglobin.

Pemeriksaan

makroskopik

sedimen

memperlihatkan banyak sel darah merah, leukosit, sel-sel epitel, silinder


granular, dan silinder eritrosit, bakteri tidak terlihat.
Azotemia yang terjadi karena kerusakan filtrasi glomerulus
ditunjukkan dengan kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah sedikitnya
50% kasus. Kadang-kadang proteinuria terjadi secara berlebihan dan
pasien mungkin menderita sindrom nefrotik (yaitu: hipoproteinuria dan
hiperlipidemia). Beberapa uji serulogi diperlukan untuk menegakkan
diagnosis

GNA.

Sirkulasi

antibodi

serum

terhadap

streptokokus

menunjukkan keberadaan infeksi sebelumnya. Titer antistreptolisin O


(ASO) merupakan uji yang paling lazim dan mudah dilakukan untuk
membuktikan infeksi streptokokus. Antibodi lainnya

yang dapat

membantu penegakan diagnosis adalah kenaikan antihialuronidase


(Ahase), antideoksiribonuklease (ADNase-B) dan streptozim. Semua
pasien GNA memperlihatkan penurunan aktivitas komplemen (C3) serum
pada tahap awal penyakit. Kenaikan kadar C3 digunakan sebagai pedoman
untuk menunjukkan perbaikan penyakit dan harus mencapai nilai normal
pada hampir semua pasien setelah 8 minggu pasca awitan penyakit.

F. Penegakan Diagnosa Medis


1. Anamnesis
a. Riwayat infeksi nafas atas (faringitis)1-2 minggu sebelum atau
infesi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya.
b. Umumnya pasien datang dengan hematuria

nyata

(gross

hematuria) atau sembab di kedua kelopak mata dan tungkai


c. Kadang-kadang pasien datang denga kejang dan penurunan
kesadaran akibat ensefalopati hipertensi
d. Oliguria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
2. Pemeriksaan fisik
a. Sering ditemukan edema dikedua kelopak mata dan tungkai dan
hipertensi
b. Dapat ditemukan lesi bekas infeksi kulit
c. Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat memahami penurunan
kesadaran dan kejang
d. Pasien dapat mengalami gejala-gejala hipervolemia seperti gagal
jantung, edema paru
3. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalis menunjukkan proteinuria,hematuria, dan adanya silinder
eritrosit
b. Kreatini dan ureum darah umumnya meningkat
c. ASTO meningkat pada 75-80%
d. Komplemen C3 menurun pada hampir semia pasienpada minggu
pertama
e. Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia,
asidosis metabolik, hiperfostemia, dan hipokalsemia.
G. Tata laksana medis
1. Medikamentosa
Golongan penisilin dapat diberikan utuk eradiksi kuman, yaitu
amoksisilin 50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika
anak alergi terhadap golongan penisilin, eritromisin dapat diberikan
dengan dosis 30mg/KgBB/Hari dibagi dalam 3 dosis. Diuretik
diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jiks terdapat
hipertensi berikan obat antihipertensi, tergantng pada berat ringannya
hipertensi.
2. Suportif
Pengobatan Gnaps umumnya bersifat suportif. Tirah baring
umunya diperlukan jika pasien tampak sakit, misalnya terjadi
penurunan kesadaran hipertensi atau edema. Diet nefritis diberikan

terutama bila terdapat retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika
terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, agal
jantung, edem paru, maka tata laksana disesaui dengan komplikasi
yang terjadi. Pemantauan pengobatan terhadap komplikasi yang terjadi
perlua di lakukan, karena dapat mengakibatkan kematian.
Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala
diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan. Fungsi ginjal
(ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu menjadi normal dalam 34 minggu. Komplemen serum menjadi normal 6-8 minggu. Kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pada sebagian besar pasien. Selama komplemen C3
belu pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien
hendaknya diikuti secara seksama, karena masih ada kemungkinan
terjadinya pembentukan glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Genitourinaria
a. Urine keruh
b. Proteinuria
c. Penurunan urine output
d. Hematuri
Kardiovaskuler : Hipertensi
Neurologis
a. Letargi
b. Iritabilitas
c. Kejang
Gastrointestinal
a. Anorexia
b. Vomitus
c. Diare
Hematologi
a. Anemia

b. Azotemia
c. Hiperkalemia
Integumen
a. Pucat
b. Edema
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
retensi air dan hipernatremia
o

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukkan perfusi jaringan


serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas
normal,

penurunan

retensi

air,

tidak

ada

tanda-tanda

hipernatremia.
o

Intervensi :

a. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 2 jam perhari selama


fase akut.
Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah
dan menentukan intervensi selanjutnya.
b. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction
Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen
ke otak
c. Atur

pemberian

Rasional:

Anti

anti

Hipertensi,

Hipertensi

dapat

monitor

reaksi

diberikan

karena

klien.
tidak

terkontrolnya Hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal


d. Monitor status volume cairan setiap 1 2 jam, monitor urine
output (N : 1 2 ml/kgBB/jam).
Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan
dapat menyebabkan tekanan darah meningkat.
e. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil)
setiap 8 jam.

Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi


pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
f. Atur

pemberian

diuretic

Esidriks,

lasix

sesuai

order.

Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.


Diagnosa 2 : kelebihan volume cairan berhubungan dengan oliguri
o Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan
dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg
BB/jam.
o Intervensi :
a. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.
Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi
cairan, penurunan output urine merupakan indikasi munculnya
gagal ginjal.
b. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk
anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum
Rasional: Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada
skrotum merupakan indikasi adanya ascites.
c. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila
menggunakan tiazid/furosemide.
Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang
membutuhkan penanganan pemberia potassium.
d. Monitor dan catat intake cairan.
Rasional:

Klien

mungkin

membutuhkan

pembatasan

pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan


juga membutuhkan pembatasan intake sodium.
e. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya
peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi
ginjal.
f. Monitor hasil tes laboratorium

Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar


kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
o Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan adanya peningkatan
aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau
meningkatnya waktu beraktivitas.
o Intervensi :
a. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.
Rasional: Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan
energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang
dapat meningkatkan stress pada ginjal.
b. Sediakan / ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang
menantang sesuai dengan perkembangan klien.
Rasional: Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan
energi dan mencegah kebosanan.
c. Buat rencana / tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak
dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat
pada malam hari.
Rasional: Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.

DAFTAR PUSTAKA
IDAI.(2009). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Wong, Donna L. et.al. (2008). Buku ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
http://www.kapukonline.com/2012/02/askepklienglomerulonefritisakutgna.html
diakses tanggal 2 November 2015 jam 13.45 WIB
Rachmadi.(2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis akut. Bagian
ilmu kesehatan anak, FK-UNPAD-RS. Hasan Sadikin Bandung.

Anda mungkin juga menyukai