Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


“GLUMERULONEFRITIS AKUT”
DI RUANG ANAK RSUD GENTENG

OLEH:
RIA SUKMAWATI
2019.04.059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
“GLUMERULONEFRITIS AKUT”
DI RUANG ANAK RSUD GENTENG

Telah di setujui pada tanggal : .... April 2020

Oleh:

(RIA SUKMAWATI)

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(..................................................) (..................................................)

Mengetahui
Kepala Ruangan

(……………..…………………...)
LAPORAN PENDAHULUAN
GLOMERULONREFITIS AKUT

A. Definisi
Glomerulonrefitis akut suatu sindrom nefritik akut yang ditandai dengan
timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi gnjal (azotemia)
(IDAI, 2009). Menurut Wong (2008), GNA merupakan bentuk penyakit ginjal
pasca infeksi yang paling sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan
penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Penyakit ini muncul
setelah adanya infeksi oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus di saluran
nafas atas dan kulit, sehingga pecahan dan pengobatan infeksi saluran nafas
atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Glomerulonefritis akut
dapat terjadi pada setiap tingkatan usia tetapi, terutama menyerang anak-anak
pada awal usia sekolah dengan awitan paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun
dan jarang terjadi pada anak usia <3 tahun (Wong, 2008). Insiden kejadian
menunjukkan anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan, dengan
perbandingan 2:1.

B. Etiologi
Glomerulonefritis Akut merupakan penyakit kompleks-imun yang terjadi
setelah infeksi streptokokus dengan sttrain tertentu dari streptokokus hemolitik
β grup A. Sebagian besar infeksi streptokokus tidak menyebabkan GNA.
Periode laten selama 10 hingga 21 hari terjadi di antara infeksi streptokokus
dan awitan manifestasi klinisnya. GNA yang terjadi sebagai akibat sekunder
dari faringitis streptokokus ini lebih sering dijumpai di musim dingin atau
semi; namun disertai dengan pioderma(impertigo), prevalensi GNA ebih besar
pada akhir musim panas atau awal musim gugur, terutama selama cuaca yang
lebih hangat.

C. Patofisiologi (Rachmadi, 2010)


Proses GNA dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk
kedalam tubuh penderita, yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon
dengan membentuk antibodi. Bagian mana dari kuman streptokokus yang
bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model
binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M
protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-
binding protein dan streptokinase.3 Kemungkinan besar lebih dari satu antigen
yang terlibat dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang
berbeda dimungkinkan akibat antigen M protein dan streptokinase.
Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat
sebagai rambu trambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah
strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik. Streptokinase
adalah protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalam
penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai kemampuan memecah
plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase merupakan prasarat terjadinya
nefritis pada GNAPS.
Menurut Wong (2008), patofisiologi dari glomerulonefritis dimulai dari
infeksi oleh bakteri streptokokus, selanjutnya kompleks imun terkumpul dalam
membran basalis glomerulus. Glomerulus menjadi edema dan terinfiltrasi oleh
leukosit polimorfonuklear yang menyumbat lumen kapiler. Kondisi ini
mengakibatkan penurunan filtrasi plasma yang akan menyebabkan
penumpukan air berlebihan dan retensi natrium yang memperbesar vlume
plasma dan volume cairan intertisial sehingga terjadi kongesti sirkulasi dan
edema. Penyebab hipertensi yang berkaitan denga GNA tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh retensi cairan. Renin dapat pula diproduksi secara berlebihan.

D. Manifestasi Klinis (Wong, 2008)


Manifestasi klinis yang tampak pada GNA adalah edema
khususnya penorbital, edema fasial lebih menonjol di pagi hari, edema
meluas pada sianghari hingga meliputi ektremitas dan abdomen. Adanya
anoreksia, ciri khas urine adalah keruh, coklat berbau ( menyerupai teh
atau minuman soda), volume urin menurun drastis, pucat, iritabilitas,
letargis, anak tampak sakit, anak jarang mengemukakan keluhan yang
spesifik, anak lebih besar dapat mengeluhkan: sakit kepala, gangguan rasa
nyaman pada perut, disuria, kemungkinan vomitus dan kenaikan tekanan
tekanan darah yang ringan sampai sedang.
Secara khas, anak-anak yang menderita GNA memiliki kesehatan
yang baik sebelum mereka mengalami infeksi streptokokus. Pada beberapa
keadaan terdapat riwayat flu ringan atau bahkan tanpa infeksi sama sekali.
Awitan nefritis terjadi setelah periode laten rata-rata sekitar 10 hari.
Edema yang terjadi relatif sedang dan mungkin tidak disadari oleh orang
yang tidak terbiasa melihat penampilan normal anak tersebut.
Urinalis selama fase akut akan memperlihatkan hematuria dan
proteinuria. Umumnya gejala protenuria bersamaan dengan hematuria dan
mungkin mencapai 3+ atau 4+ pada keadaan hematuria makroskopis.
Perubahan warnaurine makroskopik mencerminkan kandungan sel darah
merah dan hemoglobin. Pemeriksaan makroskopik sedimen
memperlihatkan banyak sel darah merah, leukosit, sel-sel epitel, silinder
granular, dan silinder eritrosit, bakteri tidak terlihat.
Azotemia yang terjadi karena kerusakan filtrasi glomerulus
ditunjukkan dengan kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah sedikitnya
50% kasus. Kadang-kadang proteinuria terjadi secara berlebihan dan
pasien mungkin menderita sindrom nefrotik (yaitu: hipoproteinuria dan
hiperlipidemia). Beberapa uji serulogi diperlukan untuk menegakkan
diagnosis GNA. Sirkulasi antibodi serum terhadap streptokokus
menunjukkan keberadaan infeksi sebelumnya. Titer antistreptolisin O
(ASO) merupakan uji yang paling lazim dan mudah dilakukan untuk
membuktikan infeksi streptokokus. Antibodi lainnya yang dapat
membantu penegakan diagnosis adalah kenaikan antihialuronidase
(Ahase), antideoksiribonuklease (ADNase-B) dan streptozim. Semua
pasien GNA memperlihatkan penurunan aktivitas komplemen (C3) serum
pada tahap awal penyakit. Kenaikan kadar C3 digunakan sebagai pedoman
untuk menunjukkan perbaikan penyakit dan harus mencapai nilai normal
pada hampir semua pasien setelah 8 minggu pasca awitan penyakit.
E. Penegakan Diagnosa Medis
1. Anamnesis
a. Riwayat infeksi nafas atas (faringitis)1-2 minggu sebelum atau
infesi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya.
b. Umumnya pasien datang dengan hematuria nyata (gross
hematuria) atau sembab di kedua kelopak mata dan tungkai
c. Kadang-kadang pasien datang denga kejang dan penurunan
kesadaran akibat ensefalopati hipertensi
d. Oliguria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
2. Pemeriksaan fisik
a. Sering ditemukan edema dikedua kelopak mata dan tungkai dan
hipertensi
b. Dapat ditemukan lesi bekas infeksi kulit
c. Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat memahami penurunan
kesadaran dan kejang
d. Pasien dapat mengalami gejala-gejala hipervolemia seperti gagal
jantung, edema paru
3. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalis menunjukkan proteinuria,hematuria, dan adanya silinder
eritrosit
b. Kreatini dan ureum darah umumnya meningkat
c. ASTO meningkat pada 75-80%
d. Komplemen C3 menurun pada hampir semia pasienpada minggu
pertama
e. Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia,
asidosis metabolik, hiperfostemia, dan hipokalsemia.

F. Tata laksana medis


1. Medikamentosa
Golongan penisilin dapat diberikan utuk eradiksi kuman, yaitu
amoksisilin 50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika
anak alergi terhadap golongan penisilin, eritromisin dapat diberikan
dengan dosis 30mg/KgBB/Hari dibagi dalam 3 dosis. Diuretik
diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jiks terdapat
hipertensi berikan obat antihipertensi, tergantng pada berat ringannya
hipertensi.
2. Suportif
Pengobatan Gnaps umumnya bersifat suportif. Tirah baring
umunya diperlukan jika pasien tampak sakit, misalnya terjadi
penurunan kesadaran hipertensi atau edema. Diet nefritis diberikan
terutama bila terdapat retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika
terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, agal
jantung, edem paru, maka tata laksana disesaui dengan komplikasi
yang terjadi. Pemantauan pengobatan terhadap komplikasi yang terjadi
perlua di lakukan, karena dapat mengakibatkan kematian.
Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala
diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan. Fungsi ginjal
(ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu menjadi normal dalam 3-
4 minggu. Komplemen serum menjadi normal 6-8 minggu. Kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pada sebagian besar pasien. Selama komplemen C3
belu pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien
hendaknya diikuti secara seksama, karena masih ada kemungkinan
terjadinya pembentukan glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
 Identitas pasien
GNA sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun, lebih
sering pada pria. Biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal,
terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit.
 Riwayat penyakit sebelumnya :
Biasanya terdapat riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan
riwayat lupus eritematosus atau penyakit autoimun lain.
 Riwayat penyakit sekarang :
Biasanya klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan,
mual , muntah dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama
sakit.
 Perkembangan :

Psikososial : Anak pada tugas perkembangan, dapat menyelesaikan


tugas menghasilkan sesuatu.

 Genitourinaria
a. Urine keruh
b. Proteinuria
c. Penurunan urine output
d. Hematuri
 Kardiovaskuler : Hipertensi
 Neurologis
a. Letargi
b. Iritabilitas
c. Kejang
 Gastrointestinal
a. Anorexia
b. Vomitus
c. Diare
 Hematologi
a. Anemia
b. Azotemia
c. Hiperkalemia
 Integumen
a. Pucat
b. Edema
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
retensi air dan hipernatremia
o Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukkan perfusi jaringan
serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas
normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda
hipernatremia.
o Intervensi :
a. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 – 2 jam perhari selama
fase akut. 
Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah
dan menentukan intervensi selanjutnya.
b. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction 
Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen
ke otak
c. Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien. 
Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak
terkontrolnya Hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
d. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine
output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam). 
Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan
dapat menyebabkan tekanan darah meningkat.
e. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil)
setiap 8 jam. 
Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi
pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
f. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order. 
Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
Diagnosa 2 : Hipervolemia berhubungan dengan oliguri
o Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan
dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg
BB/jam.
o Intervensi :
a. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam. 
Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi
cairan, penurunan output urine merupakan indikasi munculnya
gagal ginjal.
b. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk
anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum 
Rasional: Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada
skrotum merupakan indikasi adanya ascites.
c. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila
menggunakan tiazid/furosemide. 
Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang
membutuhkan penanganan pemberia potassium.
d. Monitor dan catat intake cairan. 
Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan
pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan
juga membutuhkan pembatasan intake sodium.
e. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine. 
Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya
peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi
ginjal.
f. Monitor hasil tes laboratorium 
Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar
kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
o Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan adanya peningkatan
aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau
meningkatnya waktu beraktivitas.
o Intervensi :
a. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas. 
Rasional: Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan
energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang
dapat meningkatkan stress pada ginjal.
b. Sediakan / ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang
menantang sesuai dengan perkembangan klien. 
Rasional: Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan
energi dan mencegah kebosanan.
c. Buat rencana / tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak
dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat
pada malam hari. 
Rasional: Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.
DAFTAR PUSTAKA

IDAI.(2009). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter


Anak Indonesia.

Wong, Donna L. et.al. (2008). Buku ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

http://www.kapukonline.com/2012/02/askepklienglomerulonefritisakutgna.html
diakses tanggal 2 November 2015 jam 13.45 WIB

Rachmadi.(2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis akut. Bagian


ilmu kesehatan anak, FK-UNPAD-RS. Hasan Sadikin Bandung.

Anda mungkin juga menyukai