Anda di halaman 1dari 10

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA

GLOMERULONEFRITIS

A. Konsep Penyakit Glomerulonefritis Akut


1. Definisi
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara
anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3
tahun. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan
istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis (Nelson, 2015).
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
sterptokokus  (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak (Donna, (2009).
2. Etiologi
Glomerulonefritis akut paska streptokokus menyerang anak umur 5 – 15 tahun,
anak laki – laki berpeluang menderita 2 kali lebih sering dibanding anak perempuan,
timbul setelah 9 – 11 hari awitan infeksi streptokokus.(Nelson, 2002). Timbulnya
GNA didahului oleh infeksi bakteri streptokokus ekstra renal, terutama infeksi di
traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh bakteri streptokokus golongan A.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus
Menurut (Sylvia, (2015)), GNA pada anak dapat terjadi karena terinfeksi oleh
virus, bakteri dan parasit.
a. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika.
b. Bakteri : Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll.
c. Parasit : Malaria dan toksoplasma.

3. Patofisiologi
Sumber : (North American Nursing Diagnosis Association, 2015)
Potensial infeksi sterptokokus dan adanya reaksi antigen dan antibody merupakan
unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi
didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara
mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)
dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang
dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria (Nelson, 2015).
.
4. Manifestasi Klinis
Kasus GNA adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi
saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya
sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorokan atau kulit.
Berikut manifestasi klinis GNA menurut (Nelson, 2015) :
a. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
b. Proteinuria (protein dalam urine)
c. Oliguria (keluaran urine berkurang)
d. Nyeri panggul
e. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar
ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak terlihat
oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan baik).
f. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali
pada hari pertama).
g. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan
kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan
jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan
menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik (Sekarwana, 2001).
h. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan
diare.
i. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan
kesadaran menurun.
j. Fatigue (keletihan atau kelelahan)

5. Komplikasi
Menurut (Nelson, 2015; Donna, 2009) komplikasi yang muncul akibat GNA pada
anak dapat berbeda-beda. Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi:
a. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
b. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema
otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
e. Sindrom nefrotik
f. Edema paru.

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Smeltzer, 2002) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Urinalisa
Urinalisis menunjukkan adanya hematuria makroskopik ditemukan hampir
pada 50% penderita, proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin
(+), silinder lekosit (+) dan lainlain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin
serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria
masif dengan gejala sindroma nefrotik.
2. Pemeriksaan Hispatologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena,
sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel
glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai
Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,
infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop
elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat
gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,
komplemen dan antigen Streptokokus.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan medis GNA pada anak menurut (Nelson, 2015) yaitu :
1. Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler).
Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis,
melainkan mengurangi menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih
ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil
.
2. Pengobatan terhadap hipertensi.
3. Pemberian cairan dikurangi,
4. Pemberian makanan. pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada
penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
B. Asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa glomerulonefritis
1. Pengkajian
a) Anamnesa : Perawat mengumpulkan data untuk menentukan penyebab
meningitis, yang membantu mengembangkan rencana keperawatan.
b) Riwayat kesehatan sekarang
c) Riwayat kesehatan masa lalu
d) Pengkajian fisik: Dilakukan dengan pemeriksaan metode head to toe atau
pemerikasaan organ dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
a. Genitourinaria :Urine keruh, proteinuria, penurunan urine output,
hematuria
b. Kardiovaskuler : Hipertensi
c. Neurologis : Letargi, iritabilitas, kejang
d. Gastrointestinal : Anorexia, vomitus, diare
e. Hematologi : Anemia, azotemia, hyperkalemia
f. Integumen : Pucat, edema
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan klien dengan glomerulonefritis mencakup :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan
hipernatremia.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan oliguria.
3. Ketidakseimbangan status nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan
dengan anorexia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan edema.

3. Intervensi

No Diagnosis Tujuan & KH Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan Klien akan 1. Monitor dan catat 1. Untuk mendeteksi
perfusi jaringan menunjukkan perfusi tekanan darah gejala dini
berhubungan jaringan serebral setiap 1-2 perubahan tekanan
dengan retensi air normal ditandai jam/hari selama darah dan
dan hipernatremia. dengan tekanan darah fase akut. menentukan
dalam batas normal, 2. Jaga kebersihan intervensi
penurunan retensi air, jalan napas, selanjutnya.
tidak ada tanda-tanda siapkan suction. 2. Serangan dapat
hipernatremia. 3. Atur pemberian terjadi karena
anti hipertensi, kurangnya perfusi
monitor reaksi oksigen ke otak.
klien. 3. Anti hipertensi
4. Monitor status dapat diberikan
volume cairan karena tidak
setiap 1-2 jam, terkontrolnya
monitor urine hipertensi yang
output (N: 1-2 dapat menyebabkan
ml/kgBB/jam. kerusakan ginjal.
5. Kaji status 4. Monitor sangat
neorologis perlu karena
(tingkat perluasan volume
kesadaran, cairan dapat
refleks, respon menyebabkan
pupil) setiap 8 tekanan darah
jam. meningkat.
6. Atur pemberian 5. Untuk mendeteksi
diuretic: Esidriks, secara dini
lasix sesuai order. perubahan yang
terjadi pada status
neurologis,
memudahkan
intervensi
selanjutnya.
6. Diuretic dapat
meningkatkan
ekskresi cairan.
2. Kelebihan volume Klien dapat 1. Timbang berat 1. Peningkatan berat
cairan berhubungan mempertahankan badan tiap hari, badan merupakan
dengan oliguri. volume cairan dalam monitor output indikasi adanya
batas normal ditandai urine tiap 4 jam. retensi cairan,
dengan urine output 2. Kaji adanya penurunan output
1-2 ml/kgBB/jam. edema, ukur urine merupakan
lingkar perut indikasi munculnya
setiap 8 jam, dan gagal ginjal.
untuk anak laki- 2. Peningkatan
laki cek adanya lingkar perut dan
pembengkakan pembengkakan
pada skrotum.
pada skrotum
3. Monitor reaksi
merupakan
klien terhadap
indikasi adanya
terapi diuretic,
ascites.
terutama bila
3. Diuretic dapat
menggunakan
menyebabkan
tiazid/furosemide.
hipokalemia, yang
4. Monitor dan catat
membutuhkan
intake cairan.
penanganan
5. Kaji warna,
pemberian
konsentrasi dan
potassium.
berat jenis urine.
4. Klien mungkin
6. Monitor hasil tes
membutuhkan
laboratorium.
pembatasan
pemasukan cairan
dan penurunan laju
filtrasi glomerulus,
dan juga
membutuhkan
pembatasan intake
sodium.
5. Urine yang keruh
merupakan indikasi
adanya peningkatan
protein sebagai
indikasi adanya
penurunan perfusi
ginjal.
6. Peningkatan
nitrogen, ureum
dalam darah, dan
kadar kreatinin
merupakan indikasi
adanya gangguan
fungsi ginjal.

3. Ketidakseimbangan Klien akan 1. Sediakan makan 1. Diet tinggi


nutrisi kurang dari menunjukkan dan karbohidrat karbohidrat
kebutuhan tubuh peningkatan intake yang tinggi. biasanya lebih
berhubungan ditandai dengan porsi 2. Sajikan makan cocok dan
dengan anorexia. akan dihabiskan sedikit-sedikit menyediakan kalori
minimal 80%. tapi sering, esensial.
termasuk 2. Menyajikan makan
makanan sedikit-sedikit tapi
kesukaan klien. sering, memberikan
3. Batasi masukan kesempatan bagi
sodium dan klien untuk
protein sesuai menikmati
order. makanannya,
dengan menyajikan
makanan
kesukaannya dapat
meningkatkan nafsu
makan.
3. Sodium dapat
menyebabkan
retensi cairan, pada
beberapa kasus
ginjal tidak dapat
memetabolisme
protein, sehingga
perlu untuk
membatasi
pemasukan cairan.

4. Intoleransi aktivitas Klien akan 1. Buat jadwal atau 1. Dengan periode


berhubungan menunjukkan adanya periode istirahat istirahat yang
dengan fatigue. peningkatan aktivitas setelah aktivitas. terjadwal
ditandai dengan 2. Sediakan atau menyediakan energi
adanya kemampuan ciptakan untuk menurunkan
untuk aktivitas atau lingkungan yang produksi dari sisa
meningkatnya waktu tenang, aktivitas metabolisme yang
beraktivitas. yang menantang dapat meningkatkan
sesuai dengan stres pada ginjal.
perkembangan 2. Jenis aktivitas
klien. tersebut akan
3. Buat rencana atau menghemat
tingkatan dalam penggunaan energi
keperawatan dan mencegah
klien agar tidak kebosanan.
dilakukan pada 3. Tingkatan dalam
saat klien perawatan/pengelo
sementara dalam mpokan dapat
keadaan istirahat membantu klien
pada malam hari. dalam memenuhi
kebutuhan tidurnya.

5. Risiko kerusakan Klien dapat 1. Sediakan kasur 1. Menurunkan risiko


integritas kulit mempertahankan busa pada tempat terjadinya
berhubungan integritas kulit tidur klien. kerusakan kulit.
dengan ditandai dengan kulit 2. Bantu merubah 2. Dapat mengurangi
immobilisasi dan tidak pucat, tidak ada posisi klien tiap 2 tekanan dan
edema. kemerahan, tidak ada jam. memperbaiki
edema dan keretakan 3. Mandikan klien sirkulasi,
pada kulit/bersisik. tiap hari dengan penurunan risiko
sabun yang terjadinya
mengandung kerusakan kulit.
pelembab. 3. Deodorant/sabun
4. Dukung/beri berparfum dapat
sokongan dan menyebabkan kulit
elevasikan kering,
ekstremitas yang menyebabkan
mengalami kerusakan kulit.
edema. 4. Meningkatkan
5. Jika klien laki- sirkulasi balik dari
laki, skrotum pembuluh darah
dibalut. vena untuk
mengurangi
pembengkakan.
5. Untuk mengurangi
kerusakan kulit.

Daftar Pustaka
DonnaJ.Lager,.D, 2009, http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.
Doengoes. M.E. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 2006.
Price, Sylvia A, 2015 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta
Nelson, 2015, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,
EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai