Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

MASALAH GLUMERULONEFRITIS AKUT


(GNA) DAN GLUMERULONEFRITIS
KRONIS (GNK)
NAMA KELOMPOK:
1. Lailatul Dewi Masthuro (201701154)
2. Rosita Fenilasari (201701144)
3. Siti Nur Khavila (201701151)
4. Nabila Desy A (201701173)
5. M. Hanif Nur R (201701163)
DEFINISI
A.Glomerulusnefritis Akut
 Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal noninfeksius yang
paling umum pada masa kanak-kanak, dapat mempengaruhi
glomerulus dan laju filtrasi ginjal, hal ini menyebabkan retensi
natrium dan air, serta hipertensi. Biasanya disebabkan oleh reaksi
terhadap infeksi streptokokus. (Kathhleen, 2008)
 Glomerulonefritis Akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak pada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi
akibat pengendapan kompleks antigen-antibodi di kapiler-kapiler
glomerulus.
B. Glomerulusnefritis Kronis
 Glomerulonefritis kronis adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan terjadinya inflamasi pada glomerulus yang disebabkan
oleh infasi bakteri atau virus tertentu (Prabowo & Pranata, 2014, p.
42).
 Glomerulonefritis kronis awitannya mungkin seperti
glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-
antibodi yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga
terabaikan (Suharyanto & Madjid, 2013, p. 133).
 Glomerulonefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yang
lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat
glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan.
ETIOLOGI
A.Glomerulonefritis Akut
1. Infeksi, Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan
radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.
Penyebab nonstreptokokus meliputi: bakteri, virus dan parasite.
2. Non Infeksi, Penyakit sistemik multisystem, seperti pada lupus
eritematosus sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom Goodpasture,
granulomatosis Wegener.
B.Glomerulonefritis Kronis
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
MANIFESTASI KLINIS
A.Glomerulonefritis Akut
Pada pielonefritis akut yang parah klien menunjukkan tanda dan gejala :
 Klien mengeluh sakit kepala
 Malaise
 Edema pada wajah
 Nyeri panggul
 Hipertensi ringan sampai berat sering dijumpai
 Nyeri tekan pada sudut konstovertebral.
B. Glomerulonefritis Kronis
 Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronis, tanda
dan gejala insufisiensi ginjal dan gagal ginjal kronik dapat
terjadi, yaitu :
 Klien tampak kurus
 Kulit berwarna kuning keabu-abuan
 Odem perifer dan periorbital
 Tekanan darah mungkin normal atau naik dengan tajam
 Membrane mukosa pucat karena anemi
 Kardiomegali, irama jantung gallop
 Suara paru krekel
PATHWAY
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A.Glomerulonefritis Akut
1. Urinalisis : ditemukan hematuri (darah dalam urin) mikroskopik
atau makroskopik yang disebut Gros hematuri.
2. Proteinuri, terutama albumin yang terjadi akibat meningkatkan
permeabilitas membran glomerulus.
3. Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum meningkat.
4. Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan
infeksi tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang
mendahului hanya mengenai kulit saja.
5. Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untuk
identifikasi mikroorganisme.
B.Glomerulonefritis Kronis
1. Pemeriksaan urinalisis : gravitasi spesifik mendekati 1010,
proteinuria, dan adanya endapan (butir-butir protein).
2. Pemeriksaan sinar X pada dada : menunjukkan pembesaran jantung
dan edema pulmoner.
3. Elektrokardiogram (EKG) : mungkin normal namun dapat juga
menujukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan
gangguan elektrolit seperti hiperkalemia dan gelombang T interval.
PENATALAKSANAAN
A.Glomerulonefritis Akut
1. Pemberian penisilin dapat diresepkan jika diduga terdapat infeksi
streptokokus sisa.
2. Anjurkan klien untuk tirah baring selama fase akut sampai urin berwarna
jernih dan kadar BUN, kreatinin dan tekanan darah kembali normal.
3. Diet rendah protein dan rendah natrium. Protein dibatasi jika terjadi
insufisiensi ginjal dan retensi nitrogen (peningkatan BUN). Natrium dibatasi
jika terjadi hipertensi, edema dan gagal jantung kongesif.
4. Obat antidiuretik dan antihipertensi dapat diresepkan.
5. Hitung keseimbangan cairan secara cermat. Cairan diberikan untuk
mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
B. Glomerulusnefritis Kronis
1. Batasi pemberian natrium dan cairan bila terdapat hipertensi
2. Diet tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) untuk mendukung status
nutrisi yang baik .
3. Infeksi saluran kemih harus ditangani dengan tepat untuk mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut.
4. Tirah baring, jika terjadi edema berat. Kepala tempat tidur ditinggikan
untuk kenyamanan dan diuresis
5. Berat badan dipantau setiap hari dan pemberian obat diuretic untuk
mengurangi kelebihan cairan.
6. Pemberian natrium dan cairan disesuaikan dengan kemampuan ginjal
klien untuk mengsekresi air dan natrium.
KOMPLIKASI
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia
2. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah.
3. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
4. Gagal Ginjal Akut (GGA)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA GLOMERULONEFRITIS
AKUT
PENGKAJIAN

• Pengkajian Anamnesis:
Keluhan Utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan nyeri
pinggang atau kosrovertebra, miksi berdarah atau kaki bengkak, pusing atau
keluhan badan cepat lelah.
Riwayat Kesehatan Dahulu. Kaji apakah pasien pernah menderita penyakit
diabetes mellitus dan penyakit hipertensi sebelumnya. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
Psikososiokultural. Adanya kelemahan fisik, miksi darah, serta wajah dan
kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang
maladaptif pada pasien.
• Pemeriksaan Fisik:
B1 (Breathing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama fase akut.
B2 (Blood). Salah satu tanda khas glumerolusnefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi sistem
kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban
sirkulasi.
B3 (Brain). Didapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder). Inspeksi: terdapat edema pada ekstremitas dan wajah. Perubahan warna
urine output seperti warna urine berwarna kola dari proteinuri, silinderuri, dan hematuri.
Palpasi: Didapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area kostovertebra. Perkusi: Perkusi
pada sudut kostovertebra memberikan stimulus nyeri ringan lokal disertai suatu penjalaran
nyeri ke pinggang dan perut.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari edema
tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital, anemia, dan penurunan
perfusi perifer dari hipertensi.

• Pengkajian Diagnostik Laboratorium:


Pada pemeriksaan urinalis ditemukan adanya hematuria (darah dalam urin)
mikroskopik atau makroskopik (gros). Proteinuria, terutama albumin, juga terjadi
akibat meningkatnya permeabilitas membran glomelurus. Kadar BUN dan
kreatinin meningkat seiring dengan menurunnya urine output.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
2. Risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
3. Nyeri b.d respons inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi
glomerulus.
4. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakadekuatan
intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal.
5. Gangguan Activity Daily Living (ADL) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik
secara umum.
6. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.
INTERVENSI DAN RASIONAL
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN PADA
GLOMERULONEFRITIS KRONIS
PENGKAJIAN
• Pengkajian Anamnesis:
Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami glomerulonefritis
kronik bersifat insidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum.
Pada beberapa klien hanya mengeluh bahwa tungkai mereka sedikit bengkak
di malam hari dan pada sebagian besar klien mengeluh adanya kehilangan
berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih
di malam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan
umumnya terjadi.
• Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing). Biasanya didapatkan gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia, bunyi nafas
ronkhi biasanya didapatkan pada kedua paru
B2 (Blood). Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler sering didapatkan adanya tanda
perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradoksus). Peningkatan tekanan
darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi
sistem kardiovaskular dimana akan terjadi penurunan perfusi jaringan. Pangkal vena
mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, irama galop, dan
tanda gagal jantung kongesti lain dapat terjadi.
B3 (Brain). Klien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang perhatian yang
menyempit. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, arteriol
menyempit dan berliku-liku, serta papiledema. Neuropati perifer disertai hilangnya
refleks tendon dari perubahan neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien
beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
B4 (Bladder). Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal
ginjal kronik. Penurunan produksi urine sampai anuri. Perubahan warna urine output
seperti berwarna kola dari proteinuri,silinderuri, dan hematuri.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan
B6 (Bone). Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning ke abu-abuan dan
terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Didapatkan adanya nyeri panggul,
sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal, dan ada/berulangnya infeksi. Pruritus,
demam (sepsis,dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, dan keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
• Pengkajian Diagnostik:
1. Urinalisis didapatkan proteinuria, endapan urinarius (hasil sekresi protein oleh tubulus
yang rusak), hematuri
2. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis
dan katabolisme
3. Asidosis metabolik akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk
regenerasi bikarbonat
4. Anemia akibat penurunan eritropoiesis(produksi sel darah merah)
5. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran
glomerulus yang rusak
6. Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfor untuk mengompensasi
peningkatan kadar serum fosfor)
7. Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang mengandung
magnesium
8. Rontgen dada menunjukkan perbesaran jantung dan edema pulmoner
9. Elektrokardiogram menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan
gangguan elektrolit, seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi pola nafas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal,
perembesan cairan, kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons asidosis metabolik
2. Risiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR
3. Risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,
perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal sekunder penurunan pH,
hiperkalemia, dan uremia
4. Resiko defisit neurologik b.d akibat-akibat dehidrasi selular pada sel-sel otak,
sekunder dari peningkatan natrium di sirkulasi otak
5. Risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari penurunan
kalium sel
6. Risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
7. Risiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel-sel saraf sekunderr dari
hiperkalsemi
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tdk
adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah
9. Gangguan Activity Daily Living (ADL) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik
secara umum.
10. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.
INTERVENSI DAN RASIONAL
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai