GLOMERULONEFRITIS
I. KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Glomerulonefritis akut merujuk pada penyakit
ginjal, dimana terjadi reaksi peradangan di glomerulus.
Glomerulonefritis bukanlah merupakan suatu infeksi
pada ginjal, tetapi merupakan mekanisme tubuh
terhadap sistem imun (Nursalam,Fransisca, 2008).
Glomerulonefritis akut adalah inflamasi yang
terjadi pada giunjal terutama di glomerulus. Akibat dari
reaki antigen-antibodi, agregat molekul (kompleks)
dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh, beberapa dari
kompleks ini terperangkap di glomerulus, suatu bagian
penyaring di ginjal, dan mencetuskan respon inflamasi
(Brunner and Suddarth, 2002).
Suatu proses inflamasi akibat pengendapan
kompleks Ag-Ab pada glomerulus, menyebabkan
kerusakan pada membran basalis, mesangium dan
endotel kepiler (Halim, 2007).
B. Etiologi
Faktor penyebab menurut Mary, Dkk tahun 2009
adalah karena reaksi imunologis seperti lupus
eritamatosus sistemik, infeksi streptokokus, cedera
vaskular (hipertensi) dan penyakit metabolik (diabetes
mellitus).
Glomerulonefritis akut juga bisa disebabkan
karna faktor infeksi akibat dari stereptokokus grup A di
kerongkongan, yang biasanya mencetuskan awitan
glomerulonefritis dengan interval 2-3 minggu (Brunner
dan Suddarth, 2002). Dan juga bisa disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan
1 (Sylvia, 2006).
C. Manifestasi klinis
Glomerulonefritis mungkin ringan sehingga
dapat diketaui secara insidental melalui urinalisis rutin,
atau riwayat mungkin menunjukkan episode faringitis
atau tonsilitis sebelumnya, disertai demam. Pada bentuk
penyakit yang lebih parah, pasien menegeluh adanya
2
D. Patofisiologi
Kasus klasik GN akut terjadi setelah infeksi
streptokokus pada tenggorokan atau kadang-kadang
pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu.
Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1, jarang oleh
penyebab lainnya. Namun, sebenanrnya bukan
streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap
antigen khusus yang merupakan unsur membran
plasama streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen antibodi dalam darah dan bersirkulasi kedalam
glomerulus tempet kompleks tersebut secara mekanis
3
F. Komplikasi
Menurut Prof. DR. Dr. A. Halim Mubin, 2013
komplikasi yang dapat terjadi pda glomerulonefritis
akut diantaranya gagal ginjal aku, gagal ginjal kronis,
hipertensi, edema pulmonal, ensefalopati, pajah
jantung, perdarahan otak.
Sedangkan menurut Nursalam dan Fransiska, 2008
komplikasi yang dpaat terjadi pada glomerulonefritis
akut ialah :
1. Hipertensi, endokarditis
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase
akut
3. Malnutrisi
4. Hipertensi Ensefalopati
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada Glomerulonefritis akut menurut Nursalam dan
Fransiska, 2008 ialah
4
H. Penatalaksanaan Medik
Tujuan penatalaksaan glomerulonefritis akut
adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani
komplikasi dengan tepat. Jika diduga terdapat infeksi
streptokokus sisa, penisilin dpat diresepkan. Tirah
baring dianjurkan selama fase akut sampaai urin
bewarna jernih dan kadar BUN, lkreatinin dan tekanan
darah kembali ke normal. Lama tirah baring dpat
ditentukan dengan mengkaji urin pasien; aktivitas yang
berlebihan dapat meningkatkan proteinuria dan
hematuria.
Diet protein dibatasi jika terjadi insufisiensi renal
retensi nitrogen (peningkatan BUN). Natrium dibatasi
jika hipertensi, edema, dan gagal jantung kongestif
5
d) Pemeriksaan Fisik
Genitourinaria
Inspeksi : biasanya terlihat adanya edema
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan saat
dipalpasi
Perkusi : biasanya terasa nyeri didaerah ginjal
saat dilakukan perkusi
Auskultasi : terdengar bunyi arteri renalis.
e) Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis: hematuria (secara mikroskopik),
proteinuria, endapan sel darah merah, sel darah
putih, epitel sel renal, dan berbagai endapan
dalam sedimen.
2) Darah: Peningkatan BUN dan kreatinin,
albumin rendah, lipid meningkat, titer
8
D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan saat kita
menangani suatu kasus .Pada kasus glomerulonefritis akut
implementasi yang kita lakukan sesuai dengan intervensi
yang sudah kita rencanakan .Pada Implementasi kita
menuliskan tindkan yang telah koiita lakukan terhadap
klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah
perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilaukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan
kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah
ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mungukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
klien
12
13
SINDROM NEFROTIK
I. KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala
yang disebabkan oleh injury glomerulus yang terjadi pada
anak dengan karakteristik, proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi,
2001).
Selanjutnya menurut Wong L. Donna (2003)
dijelaskan bahwa sindrom nefrotik adalah status klinis
yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran
glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinarius yang masiv.
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi
klinik dari Glomerulonefritis (GN) ditandai dengan gejala
edema, proteinuria massif 3,5g/hari, hipoalbuminemia
<3,5g/dl ,lipiduria,dan hiperkolesterolemia. Kadang-
kadng terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal. (Sudoyo aru )
Sindrom nefrotik paling banyk terjadi pada anak
umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan
pria 1:2 .
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
manifestasi klinis yaitu oliguria, kelainan
urinalis(proteinuria sedang atau lebih dari 2gr/hari atau
hematuria disertai dengan eritrosit), azotemia,
hipertensi,dan edema.
Menurut De wardener (195) sindrom nefritis
dapat ditemukan pada keadaan berikut :
- Kompilaksi sementara gagal ginjal kronik. Kasus ini
harus dibedakan dengan syndrome acute on chronic
renal failure.
- Superimposed sindrom nefritik
Sindrom nefrotik adalah kelainan klinik yang
ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema dan
hiperkolesterolemia.
Kelainan ini tampak pada setiap kondisi yang
merusak membrane kapiler glomerulus. Biasanya kelainan
pada masa kanak-kanak namun dapat juga terjadi pada
orang dewasa dan lansia.
13
14
B. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe
sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal
change nephrotic syndrome)
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik
pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom
nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir
normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder.
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik,
glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen
resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat
terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika
tidak dilakukan dialysis.
Sindrom Nefrotik menurut terjadinya:
a. Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut
juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini diturunkan
melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature
(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari
berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75%
kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya
tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama.
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria massif dan
hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa
kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil,
jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah
dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen
ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu
14
15
C. Etiologi
Sindrom nefrotik idiopatik, belum diketahui
penyebabnya (Nagstiyah, 1997). Sedangkan menurut
Suriadi, (2001) mengemukakan penyebab sindrom
nefrotrik timbul setelah kerusakan glomerulus akibat
(sistemik lupus erythematous, diabetes melitus, dan
skle cell disease); respon alergi, glomerulus nefritis
dikaitkan dengan respon imun (abnormal
imunoglobulin).
Menurut Patrick davey penyakit penyebab
sindrom nefrotik seperti diabetes yang telah
berlangsung lama , glomerulonefritis, amiloid
ginjal(primer, myeloma), penyakit auto imun
misalnya SLE, obat-obatan misalnya preparat emas,
penisilamin.
Menurut wiguno penyebabnya dibagi
menjadi :
Penyebab Kriteria
Glomerulonefritis GN les minimal
primer Glomerulosklerosis
fokal (GSF)
GN membranosa
(GNMN)
GN
membranopaliatif
(GNMP)
GN Proliferative
lain
Glomerulo nefritis Infeksi :
sekunder akibat : HIV, Hepatitis B,
dan C
Sifilis,, malaria,
skistosoma
15
16
Tuberculosis, lepra
Keganasan
Adenokarsinoma
paru, payudara,
kolon, limfoma
Hodgkin, myeloma
multiple, dan
karsinoma ginjal
Penyakit jaringan
penghubung
Lupus eritematosus
sistemik, arthritis,
rheumatoid, MCTD
Efek obat-obatan
dan toksin
Obat anti inflamasi
non steroid, preparat
emas, penisilinamin,
probenesid, air
raksa, kaptopril,
heroin
Lain-lain
Diabetes mellitus,
amiloidosis, pre
eklampsi, rejeksi
alograf, refluks
vesikureter, atau
sengatan lebah.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Cecily L. Betz (2002) Tanda dan gejala
yang timbul pada anak yang mengalami sindrom nefrotik
adalah sebagai berikut :
1) Proteinuria
2) Retensi cairan dan edema yang menambah berat
badan, edema perorbital, edema dependen,
pembengkakan genitalia eksterna, edema fasial,
asites, hernia inguinalis dan distensi badomen serta
efusi pleural
3) Penurunan jumlah urine, urine gelap dan berbusa.
16
17
4) Hematuria.
5) Anoreksia.
6) Diare
7) Pucat
8) Gagal tumbuh dan pelusitan otot untuk jangka
panjang.
Tanda dan gejala yang khas pada pasien sindrom nefrotik
:
1) Edema
2) Oliguria
3) Tekanan darah normal
4) Proteinuria sedang sampai berat
5) Hiperproteinemia dengan rasio albumin: globulin
terbalik
6) Hiperkolesterolemia
7) Ureum/ kreatinin darah normal atau meninggi Beta 1C
lobulin (C3) normal
E. Patofisiologi
Menurut Suriadi, (2001) patofisiologi dari
sindrom nefrotik adalah sebagai berikut
a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
glomerular akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravaskuler berpindah ke dalam intertisiel.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume
cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.
b.Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan
melakukan kompensasi dengan merangsang produksi
rennin angiotensin dan peningkatan sekresi
antidiuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron
yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan
retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
c.Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida
serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi
17
18
18
19
pathway
proteinuria
hi
19
20
F. Komplikasi
Menurut Cecily L. Betz (2002), komplikasi
yang mungkin terjadi pada kasus Syndrom Nefrotik
adalah :
1. Penurunan volume intravaskuler (syok
hipovolemik)
2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan
(thrombosis vena)
3. Pemburukan pernafasan(berhubungan
dengan retensi cairan).
4. Kerusakan kulit
5. Infeksi
6. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
7. Efek samping steroid yang tidak diinginkan.
8. Hipoalbuminemia yang berat
9. Hipokoagulasi/thrombosis
10. Gagal ginjal akut
11. Infeksi
12. Malnutrisi
13. Hiperlipidemia
14. Defisiensi vitamin D
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan elektrolit, kreatinin, bersihan
kreatinin, tes dipstick urine USG saluran ginjal
2. Immunoglobulin (elektrforesis protein) glukosa,
ANF, ANCA
3. Biopsy ginjal (untuk mengetahui adanya
penyebab proteinuria)
H. Penatalaksaan medik
Menurut Suriadi, (2001), penatalaksanaan
pada kasus sindrom nefrotik sebagai berikut :
1. Diit tinggi protein
2. Pembatasan Sodium jika anak hipertensi
3. Antibiotik untuk mencegah infeksi
4. Terapi diuretik sesuai program
20
21
21
22
22
23
23
24
d) Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
Pola nutrisi dan metabolisme:
anoreksia, mual, muntah.
Pola eliminasi: diare, oliguria.
Pola aktivitas dan latihan: mudah
lelah, malaise
Pola istirahat tidur: susah tidur
Pola mekanisme koping
: cemas, maladaptive
Pola persepsi diri dan konsep diri :
putus asa, rendah diri
d. Pemeriksaan Fisik
Status kesehatan umum
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat
sakit berat
Kesadaran: biasanya compos mentis
TTV: sering tidak didapatkan adanya
perubahan.
24
25
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine
berwarna kola
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia
sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum,
efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik
secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara
umum, terutama albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat
meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Edema berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas
glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan anoreksia.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
4. Gangguan body image berhubungan dengan
perubahan penampilan
5. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
edema, penurunan pertahanan tubuh.
6. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan
dengan gangguan fungsi pernafasan
25
26
26
27
27
28
28
29
ngan makan
yang anak
menye 5. agar
nangk anak
an, lebih
bersih, mungkin
dan untuk
rileks makan
pada 6. untuk
saat merangsa
makan ng nafsu
7. Beri makan
makan anak
an 7. untuk
dalam mendoro
porsi ng agar
sedikit anak
pada mau
awaln makan
ya dan 8. untuk
Beri merangsa
makan ng nafsu
an makan
denga anak
n cara
yang
menar
ik
8. Beri
makan
an
spesial
dan
disuka
i anak
3. Intoleran Tujuan 1. Kaji 1. sebagai
si : mampu kema pengkaji
aktifitas melakuka mpuan an awal
berhubun n aktivitas klien aktivitas
gan sesuai melak klien.
29
30
30
31
sesuai intregitas
kebutu kulit.
han 4. melatih
klien. kekuatan
otot
sedikit
demi
sedikit.
5. menurun
kan
kelelaha
n.
6. memenu
hi
kebutuha
n
perawata
n diri
klien
selama
intoleran
si
aktivitas.
4. Ganggua Tujuan: 1. Kaji 1. memberi
n body tidak penge kan
image terjadi tahua informasi
berhubun gangguan n untuk
gan boby pasien memfor
dengan image terhad mulasika
perubaha Kriteria ap n
n Hasil: adany perencan
penampil a. meny a aan.
an ataka potens 2. ketidakm
n i ampuan
pener kecac untuk
imaa atan melihat
n yangb bagian
situa erhub tubuhnya
si ungan yang
diri, denga terkena
31
32
b. mem n mungkin
asuk pemb mengindi
kan edaha kasikan
peru n dan kesulitan
baha perub dalam
n ahan. koping.
kons 2. Panta 3. memberi
ep u kan jalan
diri kema untuk
tanpa mpua mengekp
harga n resikan
diri pasien dirinya.
negat untuk 4. meningk
ive melih atkan
c. Anak at control
mau perub diri
meng ahan sendiri
ungk bentu atas
apka k kehilang
n diriny an.
peras a.
aann 3. Doron
ya. g
d. Anak pasien
tertar untuk
ik mendi
dan skusik
mam an
pu perasa
berm an
ain meng
enai
perub
ahan
pena
mpila
n
4. Disku
sikan
piliha
32
33
n
untuk
rekont
ruksik
an
dan
cara-
cara
untuk
memb
uat
pena
mpila
n
yang
kuran
g
menja
di
menar
ik.
5. kerusaka Tujuan 1. Berika 1. memberi
n : Kulit n kan
integritas anak tidak peraw kenyama
kulit menunjuk atan nan pada
berhubun kan kulit anak dan
gan adanya 2. Hinda mencega
dengan kerusakan ri h
edema, integritas pakaia kerusaka
penuruna : n ketat n kulit
n kemeraha 3. Bersih 2. dapat
pertahana n atau kan mengaki
n tubuh. iritasiKer dan batkan
usakan bedaki area
integritas permu yang
kulit tidak kaan menonjol
terjadi kulit tertekan
Kriteria bebera 3. untuk
hasil: pa kali mencega
sehari h
33
34
34
35
35
36
mia yang
dapat
terjadi
sekunder
terhadap
penuruna
n
ventilasi
36
4
PIELONEFRITIS
I. KONSEP DASAR MEDIK
A. Defenisi
Pielonefritis akut adalah perdangan pada
pielum dengan manifestasi klinis pembentukan
jaringan parut pada ginjal dan dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal, gagal ginjal, pembentukan
abses (misalnya, nefrik, perinefrik), sepsis,syok atau
kegagalan multisistem.
pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang
menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis.
Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1
sampai 2 minggu.
Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak
sukses madka dapat menimbulkan gejala lanjut
yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala
ginjal (pelvis renalis),tubulus, dan jaringan interstinal
dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner &
Suddarth, 2002: 1436).
Infeksi ginjal (pielonefritis) adalah
komplikasi medis serius pada kehamilan yang paling
umum terjadi dan kondisi nonobsstetrik yang paling
banyak menyebabkan rawat inap pada kehamilan
(Colombo & samuel, 2007 ;Cuinningham dkk.,2005)
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam
ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau
retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood,
2002:668)
B. Etiologi
Penyebab dari pielonefritis, meliputi hal-hal berikut.
1. Uropatogen. Agen bakteri meliputi Eschericha
coli, klebsiella, proteus dan staphylococcus
aeurus.
a. Escherichis colli
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan
normal ditemukan di usus besar) merupakan
penyebab infeksi yang sering ditemukan pada
pielonefritis akut tanpa komplikasi.
4
5
C. Manifestasi klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa
demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil,
nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah.
Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK
bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan
frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita
merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang
ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi
akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa
5
6
D. Patofsiologi
Terjadnya nya invasi bakteri pada parenkim ginjal
memberikan manifestasi peradangan dalam bentuk
pielonefritis. Infeksi dipengaruhi oleh faktor invasi
bakteri dan faktor imunologis host. Faktor bakteri
seperti Escherichia coli yang bersifat uropatogenik
menempel pada sel epitel, dan mampu bertahan dari
pembersih aliran urine. Invasi bakteri ini melekat pada
epitel dan memicu resspon peradangan pada
tubolointerstisial faktor host melakukan proses
fagositosis secara signifikan
Bila pertahanan host terganggu sehingga
meningkatkankemungkinan infeksi beberapa faktor
yang berperan meningkatkan kondisi infeksi, meliputi
(1) obstruksi saluran kemih (2) refluks vesicoureteral,
(3) pengosongan kandung kemih tidak lengkap, (4)
penggunaan obat spermisida, (5) diabetets militus, (6)
imunodefisiensi (bawaan atau dioeroleh)
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli,
Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan
6
7
E. Patway.
7
8
Patways
Tubuh melepaskan m
MK: Gangguan Eliminasi
8 Urine mediator kimia yang
menimbulkan gejala
9
F. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada
pielonefritis akut
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses
radang, pasokan darah pada area medula akan
terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal,
terutama pada penderita diabetes melitus atau pada
tempat terjadinya obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi
total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal.
Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem
kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal
mengalami peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai
kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasound dapt dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius;
menghilangkan obstruksi adalah penting untuk
menyelamatkan ginjal dari kehancuran
2. Sinar X, Dan Pencitraan Lainnya
a. kidney, ureter and bladder (KUB
b. Pemindai CT dan magnetic resonance
imaging (MRI)
c. Urografi intravena (ekskretori urogram atau
intra pyelogram)
d. pielografi retrograde
3. Urinalisis, pemeriksaan rutin urin klinis
4. pemeriksaan air kemih dengan mikroskop
5. pembiakan bakteri dalam contoh air kemih untuk
menentukan adanya bakteri.
6. Urin porsi tengah untuk mikroskopi, kultur, dan
sensitivitas
7. Swab uretra : untuk pewarnaan gram dan kultur
pada media khusus untuk gonokokus.
9
10
H. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan
ginjal lebih lanjut, meliputi :
1. Pemberian antikmikroba yang sesuai dengan hasil
uji sensitivitas yang bersifat bakterisidial dan
berspektrum luas seperti golongan
a) aminoglikosida yang dikombinasikan dengan
aminopenisilin (ampisilin / amoksilin),
b) aminopenisilin dikombinasikan dengan asam
klavulanat atau sulbaktam, karboksipenisilin,
sefalosporin, atau fluoroquinolone
karateristik obat :
c) aminoglikosida, kelompok antibiotika yang
memiliki hubungan struktur kimia, memiliki
kemampuan membunuh bakteri, obat utama
untuk pengobatan infeksi gram negative.
efek samping : ototoksik (kerusakan
pendengaran & kerusakan keseimbangan);
nefrotoksik (menimbulkan kerusakan pada
ginjal)
d) ampisilin, kelompok antibiotic, membunuh
bakteri
e) Amoksilin, kelompok antibiotic, membunuh
bakteri
10
11
11
12
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d inflamasi akibat infeksi pada pielum
dan parenkim ginjal
12
13
13
14
INTERVENSI Keperawatan
N Digno Tujuan Intervensi Rasional T
o sa (Kriteria td
Hasil)
1. perub Setelah 1. Kaji pola 1. Menget
ahan dilakukan berkemi ahui
elimi tindakan h dan fungsi
nasi keperawatan catat ginjal
urine 2x24jam produksi 2. Menilai
b.d diharapkan urine perubah
respo masalah tiap 6 an
n teratasi jam kandun
infla dengan 2. Palpasi g kemih
masi Kriteria kemung akibat
salura Hasil: kinan infeksi
n 1. Tidak adanya saluran
kemih ada ditensi kemih
, keluha kandung 3.
iritasi n kemih Mempe
salura iritasi 3. Anjurkan rcepat
n dalam untuk dan
kemih melak miksi mening
ukan setiap 3- katkan
miksi, 4 jam pembila
seperti 4. Kolabora san paa
disuria sikan : saluran
dan - Dia kemih
urgens gno 4. Pemeri
i stik ksaan
2. Mamp kult kultur
u ur dan dan
melak dan uji
ukan uji sensitiv
miksi sens itas
setiap itivi dapat
3-4 tas menent
jam - Pem ukan
3. Produ beri jenis
ksi an anti
urine anti mikrob
14
15
50 mik a yang
cc/jam roba sesuai
, urine Antimi
tidak kroba
keruh yang
atau bersifat
urine bakteris
yang id dapat
keluar membu
bewar nuh
na kumah
kuning yang
an sesuai
jernih dengan
uji
sensitiv
itas.
15
16
16
17
ik kebutuh
rela an o2 k
ksas jaringa
i n
e. Ajar perifer.
kan Lingku
tekn ngan
ik yang
distr teang
aksi akan
menuru
3. Tingkatk nkn
an stimulu
pengetah s nyeri
uan ekstern
tentang a.
sebab- Mening
sebab katkan
nyeri dan asupan
menghub o2
ungkan sehingg
berapa a akan
lama menuru
nyeri nkan
akan nyeri
berlangsu Dapat
ng menuru
4. Kolabora nkan
si dengan stimulu
dokter s
untuk interna
pemberia dengan
n mekani
analgetik sme
peningk
atan
produks
si
endofri
n dan
17
18
enkefali
n
3. Pengeta
huan
yang
didapat
akan
mengur
angi
nyeriny
a dan
dapat
memba
ntu
mengeb
angkan
kepatuh
an klien
terhada
p
rencana
terapeu
tik
4. Analget
ik
membl
ok
lintasan
nyeri
sehingg
a nyeri
akan
berkura
ng
18
19
19
20
ran
panas
dan
pembul
uh
darah
besar.
4. Memba
ntu
menuru
nkan
suhu
tubuh
20
21
21
22
NEFRITIS INTERSTISIAL
I. KONSEP DASAR MEDIK
Definisi
Nefritis interstisial adalah suatu proses peradangan di
dalam ruang interstisial ginjal. Nefritis interstisial kadang
terjadi sebagai proses primer dan 15% dari angka gagal ginjal
akut, dan hampir 25% merupakan gagal ginjal kronik. Nefritis
interstisial juga dapat berkembang sebagai proses sekunder
yang mengikuti kerusakan glomerular maupun vaskular.
Nefritis interstisial akan berakhir ke arah penyakit ginjal
stadium akhir yang paling sering dan lesi yang sangat penting
dalam nefrologi. Kepentingan bentuk lesi ini ditekankan oleh
literatur-literatur terdahulu yang membahas mengenai
hubungan struktur dan fungsi pada kerusakan interstisial.
Berbagai literatur mengatakan bahwa perubahan dalam fungsi
tubulus dan filtrasi golemerulus berhubungan erat dengan
adanya kemunduran yang progresif pada jaringan interstisial
dengan perubahan pada glomerulus.
Masih belum diketahui dengan pasti kenapa kerusakan
interstisial mengganggu filtrasi glomerulus, tetapi beberapa
teori menjelaskan adanya hubungan struktur-fungsi: ada tiga
hipotesis yang diajukan: sumbatan saluran, dasar kapiler dan
sifat vaskular. Yang pertama dan yang paling jelas,
penjelasannya adalah bahwa produksi filtrat oleh glomerulus
tidak dapat lewat ke dalam sistem pengumpul melewati tubulus
yang secara struktur sudah berubah dikarenakan infiltrasi sel-
sel radang, dinamakanlah clogged drain. Yang kedua adalah
hipotesis yang menyatakan bahwa penurunan secara progresif
dari area permukaan vaskular tubulus, selama perkembangan
nefritis interstisialis akan mengakibatkan peningkatan
resistensi di vaskular postglomerulus. Efek ini akan
mengurangi aliran dari glomerulus dengan cara mengurangi
kapasitas sirkulasi, dan filtrasi menurun. Teori ketiga
mengatakan bahwa dengan peradangan interstisial dan atrofi
tubulus, sodium yang terlalu sedikit akan dikeluarkan dari
tubulus proksimal, dan gradient osmotik interstisial tidak
banyak membantu. (muttaqin dkk, 2011).
Manifestasi Klinis
Nefritis interstisial ditandai dengan infiltrat selular dalam
bentuk akut, terutama sel-sel limfositik, dan limfosit mungkin
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
5. Diagnosis
Diagnosis pasti untuk nefritis interstisial adalah biopsi
renal, yang mana dapat diperiksa jika terjadi adanya gagal
ginjal akut tanpa sebab yang jelas. Bisa terjadi gagal ginjal
oliguri dan nonoliguri, dan proteinuria ringan sampai sedang.
Eosinofilia di darah maupun urin atau adanya riwayat
pengobatan bisa saja menjurus kepada nefritis interstisial akut.
6. Pengobatan
Nefritis interstisial akut, terutama sekali jika disebabkan
oleh obat yang subsequently been withdrawn, akan membaik
secara spontan dengan proses perbaikan yang baik dari fungsi
ginjalnya dan mempunyai prognosis jangka panjang yang
bagus. Terapi suportif seperti mengontrol hipertensi, diet yang
tepat dan dialisis harus dilakukan.
Pengobatan NIA yang diinduksi obat
Terapi konservatif
Temuan awal, berdasarkan pada kasus NIA yang
diinduksi oleh meticilin, NIA yang diinduksi oleh oleh NIA
digambarkan sebagai kondisi yang benigna, dengan perbaikan
cepat fungsi renalsetelah agen penginduksi dihilangkan. Tetapi
pada penelitian selanjutnya dengan sejumlah besar pasien dan
follow-up yang lebih lama, sekitar 30-70% kasus fungsi
ginjalnya tidak membaik secara sempurna.
Terapi steroid
Penggunaan steroid pada pengobatan NIA yang diinduksi
oleh obat masih controversial. Beberapa studi memperlihatkan
27
28
28
29
3. Gambaran histopatologi
Pada kronik interstisial nefritis, masih terdapat reaksi
interstisial seperti yang terlihat seperti pada bentuk akut, tetapi
populasi sel polimorfonuklear berkurang dan jaringan yang
edema terdapat jaringan fibrosa.
29
30
30
31
31
32
B. Diagnosa
Diagnosa yang kemungkinan muncul pada Nefritis
Interstisial ialah
1. Penurunan perfusi jaringan perifer b.d anemia,
hipertensi sekunder
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik secara
32
33
umum
3. Ansietas b.d ketidaktahuan informasi
33
34
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
N TGL DIAGNOSA TUJUAN (KRITERIA INTERV
O KEPERAWATAN HASIL)
1. Penurunan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Ausk
jaringan perifer b.d keperawatan 2x24jam kedu
anemia, hipertensi diharapkan masalah teratasi kead
sekunder dengan Kriteria Hasil: berd
a. perifer meningkat 2. Kaji
b. klien tidak mengeluh CRT
pusing
c. TTV dalam batas
normal 3. Mon
4. Kola
masu
indik
4. berik
wakt
34
35
35
36
Obat Infeksi
idiopatik
Golongan NSAID Bakteri
Imunitas Melemah
Inflamasi di Tubulus
Kerusakan
Tubulus Sarkodosis
Kegagalan Proses
Filtrasi
36
37
TUBERKULOSIS GINJAL
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
B. Anatomi Fisiologi
Ginjal
38
39
39
40
c. Uretra
Uretara merupakan saluran sempit yang
berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
1. Uretra pria
Pad laki-laki uretra berjalan berkelok
kelok melalaui tengah-tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang fubis ke bagian penis
panjangnya 20 cm. uretra pada laki-laki
terdiri dari:
a) Uretra prostatika
b) Uretra membranosa
c) Uretra kevernosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri lapisan
mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa.Uretra mulai dari orifisium
uretra interna di dalam vesika urinaria
sampai orifisium eksterna. Pada penis
panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri dari
bagian-bagian berikut:
Uretra prostatika merupakan saluran
terlebar panjangnya 3 cm, berjalan hampir
vertikulum melalui glandula prostat , mulai
dari basis sampai ke apaks dan lebih dekat
ke permukaan anterior.
Uretra pars membranasea ini merupakan
saluran yang paling pendek dan paling
dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke
depan di antara apaks glandula prostata dan
bulbus uretra. Pars membranesea menembus
diagfragma urogenitalis, panjangnya kira-
kira 2,5 cm, di belakang simfisis pubis
diliputi oleh jaringan sfingter uretra
membranasea. Di depan saluran ini terdapat
vena dorsalis penis yang mencapai pelvis di
antara ligamentum transversal pelvis dan
ligamentum arquarta pubis.
40
41
41
42
d. Mikturisi
Mikturisis adalah peristiwa pembentukan
urine. Karena dibuat di dalam, urine mengalir
melalaui ureter ke kandung kencing. Keinginan
membuang air kecil disebabkan penambahan
tekanan di dalam kandung kencing, dan tekanan
ini di sebabkan isi urone di dalamnya. Hal ini
terjadi bila tertimbun 170 sampai 230 ml.
mikturisi adalah gerak reflek yang dapat
dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat
persarafan yang lebih tinggi pada manusia.
Gerakannya ditimbulkan kontraksi otot
abdominal yang menambah tekanan di dalam
rongga abdomen, dan berbagai organ yang
menekan kandung kencing membantu
mengkosongkannya. Kandung kencing
dikendalikan saraf pelvis dan serabut saraf
simpatis dari pleksus hipogastrik.
1. Warnanya bening oranye pucat tanpa
endapan, tetapi adakalanya jenjot lendir
tipis tanpak terapung di dalamnya.
2. Baunya tajam.
3. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus
dengan pH rata-rata 6.
4. Berat jenis berkisat dari 1010 sampai 1025.
Ciri-ciri urine yang normalJumlahnya rata-rata
1-2 liter sehari, tetapi beda-beda sesaui jumlah
cairan yang dimasukan. Banyaknya bertambah
42
43
C. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui
secara pasti, namun pada penyakit ini
disebabkan oleh organisme
mickrobakterium tuberkulosa.
Organism ini biasanya berjalan dari
paru-paru menuju aliran darah ke ginjal
.
43
44
D. Manifestasi Klinis
1) Nyeri
2) Nafsu makan hilang
3) Anoreksia
4) Hematuria
5) Malaise
6) Sering berkemih
E. Penatalaksanaan Medis
1) Pengobatan
2) Konsultasi secara teratur
3) Terapi pembedahan
F. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
2) Radiografi
3) CT Scan
4) Ultrasonografi
44
45
45
46
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan ulserasi
mukosa saluran kemih.
2. Gangguan eliminasi urine
berhubungan dengan hematuria.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan laju
metabolisme respon sistemik invasi
kuman.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan adanya luka pascabedah.
Kecemasan berhubungan dengan prognosis
pembedahan
46
47
1. Intervensi Keperawatan
47
48
darah
.
49
50
dengan nyeri
dokter eksterna.
untuk
pemberi
an Meningkatk
analgeti an asupan
k o2 sehingga
akan
menurunka
n nyeri
Dapat
menurunka
n stimulus
interna
dengan
mekanisme
3.Analgetik
memblok
lintasan
nyeri
sehingga
nyeri akan
berkurang
50
51
an dengan terpenuhi a an
mual dengan KH: n gs
muntah. 1. Kli a an
en n g
dap d na
at e fs
me n u
ngh g m
abis a ak
kan n an
por c kli
si ar en.
ma a
kan y 2. Be
an. a rg
2. Ber n un
at g a
bad m da
an e la
klie n m
n ar m
bat ik en
as . gu
nor 2. P ku
mal a r
. nt ke
a ef
u ek
in tif
ta an
k nu
e tri
d si
a da
n n
o du
ut ku
p ng
ut an
d cai
51
52
a ra
n n.
p
a 3. Int
nt er
a ve
u nsi
b ini
er un
at tu
b k
a m
d en
a ur
n. un
3. L ka
a n
k res
u ik
k o
a inf
n ek
p si
er or
a al.
w
at 4. A
a hli
n gi
m zi
ul ha
ut ru
. s
ter
4. K lib
ol at
a da
b la
or m
as pe
52
53
i ne
d nt
e ua
n n
g je
a nis
n m
a ak
hl an
i aa
gi n
zi ya
m ng
e ak
n an
g di
e be
n rik
ai an
n pa
ut da
ri kli
si en.
y
a
n
g
a
k
a
n
di
g
u
n
a
k
a
n
kl
53
54
ie
n.
54
55
m unakan anngi
ba teknik kecema
ta relaksa san
s si klien
no 10. Bantu 9. Teknik
r klien relaksa
m mengen si dapat
al. al mengur
situasi angi
yang tingkat
menim kecema
bulkan san
kecema 10. Situasi
san yang
aman
dan
nyama
n dpat
mengur
angi
kecema
san.
55
56
56
57
ah h
an akt
ot ivit
ot. as
sec
ara
ber
tah
ap.
57
58
KANKER GINJAL
KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Kanker Ginjal adalah kondisi medis yang
ditandai dengan kelainan pertumbuhan dari sel-sel
kanker pada ginjal. Biasanya, hanya satu ginjal yang
terkena kanker.
Kanker ginjal merupakan sebagian besar
tumor ginjal yang solid ( padat ) dan jenis kanker
ginjal yang paling sering ditemukan adalah
karsinoma sel ginjal ( adeno karsinoma renalis /
hipernefroma ). Kanker Ginjal atau hipernefroma
merupakan jenis kanker yang terdapat pada bagian
ginjal atau disebut tubulus renal proksimal.
Karsinoma sel ginjal ( renal cell carcinoma )
adalah tumor malignansi renal tersering, dua kali
lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan
pada wanita.
Karsinoma sel ginjal merupakan tumor yang
berasal dari epitel tubulus ginjal terutama terletak di
korteks. Carsinomaselginjal( renal cell carcinoma )
adalah tumor malignansi renal tersering, dua kali
lebih sering di temukan pada laki-laki di bandingkan
pada wanita.
B. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh
manusia yang vital fungsinya bagi keseluruhan
sistem tubuh manusia. Ginjal adalah organ utama
system ekskresi manusia, yang mengatur
pembuangan zat-zat sisa yang sudah tidak berguna
lagi bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berperan
dalam menjaga homeostasis cairan dalam tubuh.
Seperti organ tubuh lainnya, ginjal juga bisa
mengalami kanker.
Jenis kanker ginjal yang paling sering
ditemukan adalah karsinoma sel ginjal (
adenokarsinoma renalis, hipernefroma, renal cell
58
59
C. Etiologi
Dalam keadaan normal, sel-sel di dalam
saluran kemih tumbuh dan membelah secara wajar.
Tetapi kadang sel-sel mulai membelah diluar kendali dan
menghasilkan sel-sel baru meskipun tubuh tidak
memerlukannya. Hal ini akan menyebabkan
terbentuknya suatu masa yang terdiri jaringan
berlebihan, yang dikenal sebagai tumor. Tidak semua
tumor merupakan kanker ( keganasan ). Tumor yang
ganas disebut tumor maligna. Sel-se ldari tumor ini
menyusup dan merusak jaringan disekitarnya. Sel-sel
ini juga keluar dari tumor asalnya dan memasuki
aliran darah atau system getah bening, paru-paru,
hati, tulang , Pembuluh limfe, Vena renalis, dan akan
terbawa ke bagian tubuh lainnya ( proses ini dikenal
sebagai metastase tumor ).
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak
diketahui. Namun penelitian telah menemukan
factor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan
risiko terjadinya kanker ginjal. Risiko terjadinya
carcinoma sel ginjal meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Kanker ini paling sering terjadi
pad ausia 50-70 tahun. Pria memiliki risiko 2 kali
lebih besar dibandingkan wanita.
Faktor faktor resikonya, yaitu :
59
60
D. Klasifikasi
Ginjal yang semakin lama mengalami
kegagalan atau gangguan fungsi ginjal, sehingga
tidak mampu lagi bekerja dengan normal, membuat
organ ginjal semakin berat dan akhirnya menjadi
kanker ginjal. Stadium kanker ginjal didasarkan pada
ukuran tumor, penyebaran dan luas penyebaran.
Stadium stadium tersebut adalah :
1. Stadium I.
Stadium ini merupakan awal dari kanker
ginjal. Tumornya berukuran 2,75 inci ( 7 cm
) atau tidak lebih besar dari sebuah bola
tenis. Sel sel kanker ditemukan hanya
berada di ginjal.
2. Stadium II.
Stadium ini merupakan awal dari kanker
ginjal namun tumor sudah berukuran lebih
60
61
E. Manifestasi Klinis
Pada stadium dini, kanker ginjal jarang
menimbulkan gejala. Pada stadium lanjut, gejala
yang paling banyak ditemukan adalah hematuria (
adanya darah di dalam air kemih ). Hematuria bisa
diketahui dari air kemih yang tampak kemerahan
atau diketahui melalui analisis air kemih.
Nyeri tumpul pada daerah punggung terjadi sebagai
akibat dari tekanan balik yang ditimbulkan oleh
61
62
F. Patofisiologi
Jaringan asal untuk karsinoma sel ginjal
adalah epitel tubulus proksimal ginjal. Kanker ginjal
bisa terjadi secara herediter atau non herediter.
Keduanya memberikan bentuk yang berhubungan
dengan perubahan struktural dari kromosom. Studi
genetika kanker ginjal menyebabkan kloning gen
yang menghasilkan perubahan formasi tumor (
Iliopoulos, 2000 ).
62
63
63
64
G. Pathwai
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan.
2. Ultrasound.
64
65
I. Penatalaksanaan Medik
1. Operasi Operasi adalah perawatan yang paling
umum untuk kanker ginjal. Perawatan jenis ini
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
( kerusakan ginjal )
2. Devisit volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
73
74
C. Intervensi Keperawatan
N Diagnos Tujuan dan Intervensi Rasional
o a Kriteria
keperaw Hasil
atan
1 Nyeri b/d Selama 1. La 1. Unt
. agen dilakukan ku uk
cidera tindakan kan me
biologis keperawata pen nge
(kerusak n gka tah
an ginjal) .x24ja jia ui
m n ada
diharapkan nye nya
masalah ri lok
teratasi sec asi,
dengan ara dur
Kriteria ko asi,
Hasil: mp sert
a. Ma reh a
mp ens fre
u if kue
me ter nsi
ng ma nye
ont suk ri
rol lok yan
ny asi, g
eri kar dira
( akt sak
tah eris an
u tik, 2. Ket
pe dur ida
ny asi, kny
eba fre am
b kue ana
ny nsi, n
eri kua dap
) lita at
b. Ma s dili
mp dan hat
74
75
u fac dari
me tor rea
ng pre ksi
gu sipi non
na tasi ver
ka . bal
n 2. Ob con
teh ser toh
nik vas nya
no i mel
nfa rea alui
rm ksi eks
ak no pre
olo nve si
gi rba 3. Tek
unt l nik
uk dar non
me i far
ng ket ma
ura ida kol
ngi kn ogi
ny ya s
eri, ma sep
me nan erti
nca 3. Aja tek
ri rka nik
ba n rela
ntu ten ksa
an tan si
c. Me g dap
lap tek at
ork nik me
an no ngu
ba n ran
hw far gi
a ma ras
ny kol a
eri ogi nye
ber 4. Ko ri
kur lab
75
76
an ora 4. Ob
g si at
de pe ana
ng me lget
an ber ik
me ian dip
ng oba erlu
gu t kan
na ana jika
ka lge nye
n tik ri
ma 5. Ko tida
naj ntr k
em ol tert
en lin ang
ny gk ani
eri un 5. Lin
d. Ma gan gku
mp yan nga
u g n
me dap dap
ng at at
ena me ber
li mp pen
ny eng gar
eri aru uh
( hi terh
ska nye ada
la, ri p
int sep tim
ens erti bul
itas suh nya
, u nye
fre rua ri.
ku nga
ens n,
i pen
da cah
n aya
tan an
76
77
da dan
ny keb
eri isin
) gan
77
78
put em ui
ses bab ada
uai an nya
de me tan
ng mb da-
an ran tan
usi mu da
a kos hid
da a, rasi
n nad pda
BB i klie
, ade n.
BJ kua 3. Vit
uri t, al
ne tek sig
nor ana n
ma n dip
l, dar erlu
HT ah kan
nor ort dal
ma ost am
l. ati me
b. Te k ), ngo
ka jik ntr
na a ol
n dip kek
dar erl ura
ah, uka nga
na n vol
di, 3. Mo um
suh nit e
u or cair
tub vit an
uh al 4. Dor
dal sig ong
am n kel
bat 4. Mo uar
as nit ga
nor or unt
ma uk
78
79
ma suk me
l. an mb
c. Tid ma ant
ak kan u
ada an pas
tan / ien
da cai ma
tan ran kan
da dan 5. Kol
de hit abo
hid un rasi
ras g dok
i, int ter
Ela ake jika
stis kal tan
itas ori da
tur har cair
gor ian an
kul 5. Ko berl
it lab ebi
bai ora h
k, si mu
me pe ncu
mb mb l
ran eri me
mu an bur
kos cai uk
a ran
le IV
mb
ab,
tid
ak
ada
ras
a
ha
us
ya
ng
79
80
ber
leb
iha
n.
80
81
ua gka
n tka
b. Be n
rat pro
ba tei
da n
n dan
ide vit
al am
ses in
uai C
de 4. BB
ng pas
an ien
tin dal
ggi am
ba bat
da as
n nor
c. Ma ma
mp l
u 5. Mo
me nit
ngi or
de ada
ntif nya
ika pen
si uru
ke nan
but ber
uh at
an bad
nut an
risi 6. Mo
d. Tid nit
ak or
ada tip
tan e
da dan
tan ju
81
82
da ml
ma ah
lnu akt
tris ivit
i as
yan
g
bia
sa
dil
aku
kan
82
Faktor - faktor yang tidak diketahui Fakto
merangsang pertumbuhan sel karsinog
Polife
Bersifat tumor jinak ginjal Bersifa
Kerusakan
I
TriasPembesaran
gejala ( nye
Poliferasinsel lambat p
Neovaskularisasi
Nyeri G
Iritasi saluran kemih Gejala sistemik
Gangguan pemulihan eliminasi
Pembesaran tumor menekan jaringan sekitar
urine anorek
Bersifar m
Pen
GAGAL GINJAL AKUT
Tindakan pembedahan
Nyeri pinggang
I. KONSEP DASAR MEDIK Ket
Respon psikologis : kopong
Hematuria maladaftif,
A. Definisi
kecemasan
Gejala
a. obstruksi
Gagal ginjal
Gagal ginjal adalah kehilangan kemampuan
untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan
normal. Gagal
Luka pascabedah ginjal biasanya dibagi menjadi dua
nefrektomi
kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat pada setiap nefron ( biasanya
berlansung beberapa ahun dan tidak reversible),
gagal ginjal akut seringkali berkaitan dengan
Risiko tinggikritis,
penyakit infeksi
berkembang cepat dalam hitungan
bebrapa hari hingga minggu, dan biasanya
83
reversible bila pasien dapat bertahan dengan
penyakit kritis. (Price & Wilson, 2008).
b. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu
keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan
pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate
(GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal
untuk mempertahankan eksresi air yang cukup
untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma
klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi
yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.
(Davidson 2007).
Gagal ginjal akut adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali
dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan
kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan
hiperkalemia. ( D. Thomson 2009).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu
sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan
mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa
hari) laju filtrasi glomerular (LFG), diertai
akumulasi nitrogen sisa metabolism ( ureum dan
kreatinin). GGA merupakan suatu sindrom klinis
oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan dengan patofisiologi yang berbeda dengan
masalah klinis yang penting dan cukup sering
dihadapi oleh dokter, terutama dokter spesialis
penyakit dalam, bedah, dan kebidanan.
B. Etiologi
Pada gagal ginjal akut, fungsi ginjal hilang dengan cepat
dan menimbulkan gejala pada tubuh.
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal
akut(Muttaqin,arif.2011).
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Prerenal (pra= sebelum + renal= ginjal) artinya akar
masalahnya di luar ginjal akan tetapi akan
mempengaruhi ginjal karena sesuatu tersebut akan
berhubungan dengan ginjal. Sesuatu tersebut adalah
berkaitan dengan suplai darah, yakni karena
penurunan suplai darah ke ginjal. Antara lain:
84
a) Hipovelemia( volume darah yang rendah) karena
kehilangan darah.
b) Dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh( mis,
munta, diare, berkeringat, deman).
c) Asupan cairan berkurang
d) Obat, mis, diuretik (water pirlls)
Dapat menyebabkan kehilangan air yang
berlebihan.
e) Aliran darah yang abnormal dari ginjal karena
penyumbatan arteri atau vena ginjal.
2. Kondisi Renal
Kerusakan lansung pada ginjal di antaranya akibat
dari:
a) Sepsis: sitem kekebalan tubuh yang kalah melawan
infeksi sehingga infeksi menyebar keseluruh
tubuh termasuk menyebabkan peradangan dan
kerusakan ginjal.
b) Obat-obatan : beberapa obat bersifat racun bagi
ginjal, termasuk nonstroida anti inflamasi
(NSID) seperti ibufropen dan nafroxen.
c) Rhabdomilysis :ini adalah situasi dimana ada
kerusakan akut yang signifikan dalam tubuh, dan
serat otot yang rusak menyumbat sistem
penyaringan ginjal.
d) Glomerulonefritis akut atau peradangan pada
glomerul, sistem penyaringan ginjal.
D. Manifestasi klinis
1. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai
mual persisten, muntah, dan diare.
2. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi,
dan napas mungkin berbau urine (ferto uremik)
3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan
otot, dan kejang).
86
4. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat
mengandung darah, Bunyi jantung sedikit rendah,
yaitu 1.010 (Brunner&Suddarth,2001).
5. Peningkatan BUN (tetap), kadar kreatinin, dan laju
edap darah (LED) tergantung katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan
protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan
glomerulus.
6. Hiperkalemia akibat penurunan laju filtrasi
glomerulus serta katabolisme protein menghasilkan
pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh.
7. Asidosis metabolic, akibat oliguri pasien tidak dapat
mengeliminasi muatan metabolic seperti substansi
jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic
normal.
8. Anemia terjadi akibat penurunan produksi penurunan
produksi eritroptein, lesi saluran pencernaan,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah
(biasanya dari saluran pencernaan).
E. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan
yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari
nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
87
a) Gangguan Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid.
b) Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari,
tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik
c) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal,
terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
mengekresi ammonia (NH3) dan mengabsorbsi
natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat
dan asam organic lain juga terjadi
88
d) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal
kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun.
f) Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon.
F.
89
G. Pathway
O
infeksi vaskuler Zat toksis
Reaksi antigen Suplai darah Tertimbun
antibodi ginjal ginjal
GGK
Sekresi protein
terganggu Reten
MK.
Ketidakseimban
Sindrom
gan nutrisi Total C
uremia Suplai O2 ke
kurang dr
otak
kebut.tubuh Tekana
Aliran darah
Ggn.keseimbanga lirokrom pruritus
ginjal turun
90 edem
n asam basa tertimbun di kulit
MK. Kerusakan
Retensi Na
Perubahan Beba
Produksi asam integritas
dan H2O kulit
G. Komplikasi
1. edema paru-paru
edema paru-paru berlangsung akibat
berlangsungnya penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa yang terlalu berlebih didalam area
interstisial serta alveolus paru-paru. perihal ini timbul
dikarenakan ginjal tidak bisa mensekresi urine serta
garam didalam jumlah cukup. kerapkali edema paru-
paru mengakibatkan kematian.
2. Hiperkalemia
komplikasi ke-2 yaitu hiperkalemia ( kandungan
kalium darah yang tinggi ). yakni satu situasi di mana
konsentrasi kalium darah kian lebih 5 meq/l darah.
butuh diketahui konsentrasi kalium yang tinggi justru
beresiko dari pada situasi sebaliknya ( konsentrasi
kalium rendah ). konsentrasi kalium darah yang lebih
tinggi dari 5, 5 meq/l bisa merubah system konduksi
listrik jantung. jika perihal ini terus berlanjut, irama
jantung jadi tidak normal serta jantungpun berhenti
berdenyut.
H. Pemeriksaan diagnostic
a. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
b. Kajian foto toraks dan abdomen
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi
cairan.
c. Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram Retrograd
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram Ginjal
91
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular.
I. Penatalaksaan medic
a. Penatalaksanaan secara umum adalah:
Kelainan dan tatalaksana penyebab.
1) Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi
faktor pencetus keseimbangan cairan, dan
status dehidrasi. Kemudian diperiksa
konsentrasi natrium urin, volume darah
dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan
pemberian inotropik dan dopamin.
2) Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian
klinis meliputi apakah kandung kemih penuh,
ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau
nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin,
selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga
untuk pengawasan akurat dari urin dan
mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
3) Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis,
urinalinasi, mikroskopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal,
arteriografi, atau tes lainnya.
b. Penatalaksanaan gagal ginjal
1) Mencapai dan mempertahankan keseimbangan
natrium dan air. Masukan natrium dibatasi
hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500
ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya
atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang
dikeluarkan jam sebelumnya. Namun
keseimbangan harus tetap diawasi.
2) Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui
suplemen tinggi kalori atau hiperalimentaasi
intravena. Glukosa dan insulin intravena,
penambahan kalium, pemberian kalsium
intravena pada kedaruratan jantung dan
dialisis.
3) Pemberian manitol atau furosemid jika dalam
keadaan hidrasi yang adekuat terjadi oliguria.
4) Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama
ditujukan terhadap infeksi saluran napas dan
92
nosokomial. Demam harus segera harus
dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera
dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih
dapat disingkirkan.
5) Mencegah dan memperbaiki perdarahan
saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya
perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi.
Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio
ureum/kreatinin, disertai penurunan
hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H
(misalnya ranitidin) diberikan pada pasien
sebagai profilaksis.
6) Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak
ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia,
atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak
boleh melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum
continous haemofiltration dan dialisis
peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif,
sedangkan hemodialisis intermitten dengan
kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain
dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik
yang tidak adekuat dengan dialisis
peritoneal/hemofiltrasi.
7) Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan
dan pengeluaran cairan atau makanan,
menimbang berat badan, monitoring nilai
elektrolit darah, nilai BUN dan nilai kreatinin.
8) Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan masalah utama
pada gagal ginjal akut; hiperkalemia
merupakan kondisi yang paling mengancam
jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien
dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit
serum (nilai kalium >5.5 mEq/L; SI: 5.5
mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak
gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan
perubahan status klinis. Peningkatan kadar
kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (natrium polistriren sulfonat),
secara oral atau melalui retensi enema.
93
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status
ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
gagal ginjal.
a) Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi
penurunan produksi miksi.
2. RiwayatPenyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan
predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat
menanyakan berapa lama keluhan penurunan
jumlah urine output dan apakah penurunan
jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dengan predisposisi penyebab,
seperti pasca perdarahan setelah melahirkan,
diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera
luka bakar, setelah mengalami episode
serangan infark, adanya riwayat minum obat
NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya
riwayat pemasangan tranfusi darah, serta
adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab pasca
renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit
ginjal dalam keluarga.
b) Pemeriksaan fisik
94
1. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit
berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada
fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan dimana frekuensi meningkat
sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan
denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan
dari hipetensi rinagan sampai berat.
2. Pemeriksaan Pola Fungsi
a) B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan
adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap
azotemia dan sindrom akut uremia.
Klien bernapas dengan bau urine (fetor
uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Pada beberapa keadaan respons uremia
akan menjadikan asidosis metabolik
sehingga didapatkan pernapasan
kussmaul.
b) B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat
perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang
merupakan tanda khas efusi perikardial
sekunder dari sindrom uremik. Pada
sistem hematologi sering didapatkan
adanya anemia. Anemia yang menyertai
gagal ginjal akut merupakan kondisi
yang tidak dapat dielakkan sebagai
akibat dari penurunan produksi
eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran
G1. Adanya penurunan curah jantung
sekunder dari gangguan fungsi jantung
akan memberat kondisi GGA. Pada
pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
c) B3 (Brain).
95
Gangguan status mental, penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko
kejang, efek sekunder akibat gangguan
elektrolit, sakit kepala, penglihatan
kabur, kram otot/kejang biasanya akan
didapatkan terutama pada fase oliguri
yang berlanjut pada sindrom uremia.
d) B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode
oliguri akan terjadi penurunan frekuensi
dan penurunan urine output <400
ml/hari, sedangkan pada periode
diuresis terjadi peningkatan yang
menunjukkan peningkatan jumlah urine
secara bertahap, disertai tanda perbaikan
filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine
menjadi lebih pekat/gelap.
e) B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah,
serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
f) B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik
secara umum efek sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari
hipetensi.
c) Pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas /Istirahat
Apakah ada gejala keletihan,kelemahan
b. Sirkulasi
Apakah ada hipotensi edema jaringan umum,
pucat
c. Eliminasi
Perubahan pola berkemih, disuria , retensi
abdomen kembung
d. Makanan/cairan
96
Peningkatan berat badan (edem), penurunan
bereat badan, mual ,muntah, anoreksia.
Nyeri ulu hati
e. Neurosensori
Sakit kepala, kram otot/kejang
f. Pernapasan
Dispnea, takipnea, peningkatan frekuensi
dan kedalaman pernapasan, bau ammonia,
batuk produktif.
g. Keamanan
demam, petekie,pruritus, kulit kering
b) Diagnose keperawatan
1. Peningkatan volume cairan tubuh bd
penurunan fungsi ginjal
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.
4. Kecemasan b/d ketidak tahuan proses
penyakit.
5. Nyeri b/d gangguan pola eliminasi urine
6. Kerusakan integritas kulit b/d pruritus,
gangguan status metabolic
97
c) Intervensi keperawatan
n Diagnosa Tujuan / intervens rasional
o keperaw KH i
atan
1 Peningka Setelah 1. Kaji 1. edema
tan dilakuka keada menun
volume n tindaka an jukan
cairan keperawa udem perpin
tubuh b/d tan a dahan
penuruna selama 2. Kontr cairan
n fungsi ..x24 jam ol krena
ginjal diharapk intake pening
an danou katan
volume t put perme
cairan per 24 bilitas
tubuh jam. sehing
klien 3. Timb ga
terpenuhi ang mudah
dengan berat ditensi
KH: badan oleh
1. Terb setiap akumu
ebas hari lasi
dari 4. Berita cxaira
ede hu n
ma. keluar walau
2. Terb ga pun
ebas agar minim
dari klien al,
kelel dapat sehing
alaha memb ga
n atasi berat
3. Menj minu badan
elask m dapat
an 5. kolab menin
indic orasi gkat
ator pemer 4,5 kg.
peni iksaan 2. untuk
ngka labora menge
tan toriu tahui
caira m fungsi
n ginjal,
98
fungsi kebutu
ginjal han
pengg
antian
cairan
dan
penur
unan
kelebi
han
resiko
cairan.
3. penim
banga
n berat
badan
setiap
hari
memb
antu
menen
tukan
kesei
mbang
an dan
masuk
an
cairan
yang
tepat.
Apeni
mbang
an
BBleb
ih dari
0.5
kg/har
i dapat
menun
jukan
perpin
99
dahan
kesim
banga
n
cairan.
4. manaj
emen
cairan
diukur
untuk
mengg
antika
n
pengel
uaran
dari
semua
sembe
r
ditam
bah
perkir
aan
yang
tidak
nampa
k.
Pasien
denga
n
kelebi
han
cairan
yang
tidak
respon
sif
terhad
ap
pemba
tasan
100
caiara
n dan
diureti
c
memb
utuhka
n
dialysi
s
5. Hasil
dari
pemer
iksaan
fungsi
ginjal
dapat
memb
erikan
gamba
ran
sejauh
mana
terjadi
kegag
alan
ginjal
2 Ketidaks Setelah 1. Obser 1. Mem
. iembang dilakuka vasi bantu
an nutrisi n status dalam
kurang tindakan klien meng
dari keperawa dan identi
kebutuha tan keefe fikasi
n tubuh selama ktifan dan
b/d ..x24 jam diet. kebut
anoreksi diharapk 2. Berik uhan
a, an nutrisi an diet,
vomitus, klien doron kondi
nausea. imbang gan si
dengan hygie fisik
KH: ne umu
oral m,
101
1. Adan yang gejala
ya baik uremi
penin sebelu k dan
gkata m dan pemb
n setela atasa
berat h n diet
badan maka mem
sesuai n. penga
denga 3. Berik ruhi
n an asupa
tujuan maka n
2. Mam n maka
pu yang nan.
mngei sesuai 2. Higie
ndetif . ne
ikasi 4. Berik oral
kan an yang
kebut maka tepat
uhan nan menc
nutrisi dalam egah
porsi bau
kecil mulut
tetapi dan
sering rasa
. tidak
5. Kolab enak
orasi akibat
pemb mikro
erian organ
obat isme,
anti mem
emeti bantu
c menc
egah
stoma
titis.
3. Lema
k dan
protei
n
tidak
102
digun
akan
sebag
ai
sumb
er
protei
n
utama
,
sehin
gga
tidak
terjad
i
penu
mpuk
an
yang
bersif
at
asam,
serta
diet
renda
h
gara
m
mem
ungki
nkan
retens
i air
kedal
am
intra
vasku
ler.
4. Memi
nimal
kan
103
anore
ksia,
mual
sehub
ungan
denga
n
status
uremi
k.
5. Antie
metik
dapat
meng
hilan
gkan
mual
dan
munt
ah
dan
dapat
meni
ngkat
kan
pema
sukan
oral.
104
dapat uhan dalam
ditoleran ADL. pemen
si dengan 2. Kaji uhan
KH: tingka ADL.
1. Mama t 2. Mene
pu kelela ntukan
melak han. derajat
ukan 3. Identi dan
aktifit fikasi efek
as factor ketida
sehari stess/ kmam
-hari psikol pun.
secara ogis 3. Memp
mandi yang unyai
ri dapat efek
2. Sirkul memp akumu
asi erbera lasi
status t. (sepan
baik 4. Bantu jang
aktifit factor
as psykol
peraw ogis)
atan yang
diri dapat
yang dituru
diperl nkan
ukan. bila
5. Kolab ada
orasi masal
pemer ah dan
iksaan takut
labora untuk
toriu diketa
m hui.
darah 4. memu
ngkin
kan
berlan
jutnya
aktifit
as
105
yang
dibutu
hkan
memb
erika
rasa
aman
bagi
klien.
5. Ketida
k
seimb
angan
Ca,
Mg,
K, dan
Na,
dapat
mengg
angu
fungsi
neuro
muscu
lar
yang
meme
rlukan
pening
katan
pengg
unaan
energi
Ht dan
Hb
yang
menur
un
adalah
menun
jukan
salah
106
satu
indika
si
teerjad
inya
gangg
uan
eritop
oetin
107
akibat kuensi
penya medik
kitnya nya.
. 3. klien
4. Mema dapat
nfaatk mema
an hami
waktu bahwa
kunja kehidu
ngan panny
yang a tidak
fleksi harus
bel, menga
yang lami
memu peruba
ngkin han
kan berarti
kehad akibat
iran penya
kelurg kit
a. yang
diderit
a
108
d) implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan
terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien.
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual,
teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana
respon pasien.
e) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam
menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan
tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan
prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama
sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan
tujuan.
109
GAGAL GINJAL KRONIK
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal
ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min (Suyono, 2007).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2008).
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi
ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan
karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit
(Hudak & Gallo, 2008).
Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu
lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten
dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak
dimulai (Long, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal
ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel
dan cukup lanjut (Suparman, 2008).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis
terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan
fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-
gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari
kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap.
Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR) yang dapat digolongkan ringan,
110
sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan
nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila
konsentrasi ureum plasma meningkat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi
ginjal (unit nefron) atau kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit yang berlangsung lambat selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun sehingga
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksis
uremik / penumpukan urea dalam darah).
3. Etiologi
Penyebab GGK termasuk zat toksis (pyelonefritis
dan ureteritis), infeksi kronis (penimbunan cairan),
penyakit vaskuler, proses obstruksi, obat-obatan. Begitu
banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi apapun
sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi
ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal dan
juga bisa menyebabkan diantaranya adalah:
1. Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan,
untuk itu kita harus bisa memenuhi kebutuhan
dengan mengkonsumsi air sehingga dapat
memnuhi kebutuhan air yang ada di dalam
tubuh kita yang cukup contoh mudahnya adalah
112
dengan meminum aiir putih paling tidak 8 gelas
sehari secara teratur.
2. Obstruksi atau penyumbatan kandung kemih
atau ureter, misalnya karena batu ginjal dapat
menyebabkan tekanan balik ke ginjal karena
ginjal terus menghasilkan urine, sedangkan
terbendung dibagian bawahnya ketika tekanan
meningkat cukup tinggi, ginjal akan rusak dan
akan mati.
3. Zat toksis, beberapa obat bersifat racun bagi
ginjal, termasuk non sterodial anti inflamasi
(NSAID) seperti (ibu profen dan naproxen).
Obat lainya yang berpotensi meracuni ginjal.
5. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik / Cronic Renal Failure (CRF) dibagi
3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes
GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar
protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
114
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan
dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma
6. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat
115
ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, akan semakin berat
g) Gangguan Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid.
h) Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi
atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien
lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik
116
i) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal,
terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal
untuk menyekresi ammonia (NH3) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
j) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak
napas.
k) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif
vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun.
l) Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon.
117
7. Komplikasi
Komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan,
mencakup :
a) Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis
metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b) Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade
jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta
mal fungsi sistem renin, angiotensin, aldosteron.
d) Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan
rentang usia sel darah merah, perdarahan gastro
intestinal.
e) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat
retensi fosfat.
8. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan
pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium
maupun radiologi.
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
menetapkan adanya GGK, menentukan ada tidaknya
kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan
gangguan sistem, dan membantu menetapkan
etologi. Dalam menentukan ada atau tidaknya gagal
ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk
keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju
filtrasi glomerulus. Disamping diagnosis GGK
secara faal dengan tingkatanya, dalam rangka
diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi)
dan faktor pemburukanya. Kedua hal ini disamping
perlu untuk kelengkapan diagnosis, juga berguna
untuk pengobatan.
b) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel
kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase
118
rendah), aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalsemia.
c) Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem,
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari
adanya factor yang reversibel seperti obstruksi oleh
karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai
apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG
ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak
memerlukan persiapan apapun.
d) Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan
besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
Foto polos yang disertai tomogram memberi
keterangan yang lebih baik.
e) Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena
ginjal tak dapat memerlukan kontras dan pada GGK
ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal
lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes
melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah
jarang dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan
dengan cara intravenous infusion pyelography,
untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
f) Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang
reversibel.
g) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat
kelebihan air (fluid overload), efusi pleura,
kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas
tubuh yang menurun.
h) Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan
klasifikasi metastatik.
9. Penatalaksanaan Medis
119
Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan
penyakit gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
a) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi
dengan cara mencangkokkan sebuah ginjal sehat
yang diperoleh dari donor, ginjal yang
dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil
alih fungsi ginjal yang sudah rusak. Orang yang
menjadi donor harus memiliki karakteristik yang
sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi
golongan darah termasuk resus darahnya, orang
yang baik menjadi donor biasanya adalah
keluarga dekat. Namun donor juga bisa diperoleh
dari orang lain yang memiliki karakteristik yang
sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala
kedua ginjal lama, tetap berada pada posisinya
semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama ini
menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan
darah tinggi. Namun, transplantasi ginjal tidak
dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit
ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti
kanker, infeksi serius, atau penyakit
kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak
dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal.
Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya
kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika
ginjal dicangkokkan dapat bekerja sebagai
penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal
sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi
cuci darah.
b) Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah
adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu
membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja
ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%)
sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu
120
dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis
dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin
dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis
dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses
ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk
kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin
dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh
dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis),
lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah
dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini
dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu
sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui
perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal
untuk metode cuci darah dengan bantuan
membran peritoneum (selaput rongga
perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring
oleh mesin dialisis.
c) Obat-obatan
1) Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk
meningkatkan pengeluaran urin. Obat ini
membantu pengeluaran kelebihan cairan
dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat
membantu munurunkan tekanan darah.
2) Obat antihipertensi untuk mempertahankan
agar tekanan darah tetap dalam batas normal
dan dengan demikian akan memperlambat
proses kerusakan ginjal yang diakibatkan
oleh tingginya tekanan darah.
3) Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita
mengalami anemia. Hal ini terjadi karena
salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan
hormon eritropoietin (Epo) terhambat.
Hormon ini bekerja merangsang sumsum
121
tulang untuk memproduksi sel-sel darah
merah. Kerusakan fungsi ginjal
menyebabkan produksi hormon Epo
mengalami penurunan sehingga
pembentukan sel darah merah menjadi tidak
normal, kondisi ini menimbulkan anemia
(kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo
perlu digunakan untuk mengatasi anemia
yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanya
diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali
seminggu.
4) Zat besi
Anemia juga disebabkan karena tubuh
kekurangan zat besi. Pada penderita gagal
ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate)
menjadi sangat penting. Zat besi membantu
mengatasi anemia. Suplemen zat besi
biasanya diberikan dalam bentuk tablet
(ditelan) atau injeksi (disuntik).
5) Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar
kalsium dalam darah menjadi rendah,
sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi
terlalu tinggi. Untuk mengatasi
ketidakseimbangan mineral ini diperlukan
kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol
(vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.
122
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
gagal ginjal.
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, nyeri, mual
muntah, urine keruh, tampak edema, susah
tidur, susah buang air kecil, anemia.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat
sakit berat.
Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai
dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat.
TTV : Sering didapatkan adanya
perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan
sampai berat.
2) Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan berbau amoniak
(faktor uremik). Pola nafas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
3) Sistem Hematologi
Pada sistem hematologi sering didapatkan
adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
124
gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah.
4) Sistem Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran,
disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi, sering
didapatkan adanya kejang.
5) Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan
garam atau peningkatan aktivitas system
rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri
dada dan sesak nafas akibat perikarditis,
efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan
dan hipertensi.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan
ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan
spermatogenesis yang menurun. Sebab
lain juga dihubungkan dengan metabolic
tertentu. Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi
sampaiamenorea. Gangguan metabolic
lemak, dan gangguan metabolism vitamin
D.
7) Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari
sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat.
8) Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah,
anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa
mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
9) Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit
kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/
125
berulangnya infeksi, pruritus, demam (
sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum
sekunder dari anemia dan penurunan
perfusi perifer dari hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan b/d penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeluarkan urine.
2) Nyeri b/d retensi urine, oliguria.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d mual, muntah.
4) Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia.
5) Kerusakan integritas kulit b/d pruritus, gangguan
status metabolik.
126
4
4
5
tp an
ut pen
ca gel
ira uar
n an
4. Ti urin
m 3. unt
ba uk
ng me
B nge
B tah
tia ui
p dan
ha me
ri ma
nta
u
pe
mas
uka
n
dan
pen
gel
uar
an
cair
an
4. unt
uk
me
ma
nta
u
cair
an
dan
nutr
isi
5
6
6
7
7
8
di
kit
ta
pi
se
ri
ng
.
3. K
aji
fa
kt
or
ya
ng
be
rp
er
an
ter
ja
di
ny
a
m
ua
l
da
n
m
un
ta
h.
4 Intolerans Setelah 1. K 1. Unt
. i aktivitas dilakukan aji uk
b/d tindakan fa me
keletihan, keperawata kt nge
anemia n selama or tah
...x 24 jam ya ui
diharapkan ng pen
8
9
berpartisipa m yeb
si dalam en ab
aktivitas im kele
dapat bu tiha
ditoleransi lk n
dengan KH an 2. Unt
: ke uk
1. M let me
am ih nin
pu an gka
be 2. Ti tka
ra ng n
kti ka ke
vit tk ma
as an mp
se ke uan
car m ber
a an akti
ma di vita
nd ria s
iri n 3. Me
2. M da ndo
eni la ron
ng m g
kat ak akti
ka tiv vita
n ita s
ras s dala
a pe m
sej ra bata
aht w s-
era at bata
an s
di yan
ri g
ya dap
ng at
da dito
pa lera
t nsi
9
10
dit dan
ol istir
er ahat
an .
si.
3. A
nj
ur
ka
n
ak
tiv
ita
s
alt
er
na
tiv
e
sa
m
bil
ist
ira
ha
t.
5 Kerusaka Setelah 1. K 1. Me
. n dilakukan aji nge
integritas tindakan ku tah
kulit b/d keperawata lit ui
pruritus, n selama ter pen
gangguan ...x 24 jam ha yeb
status diharapkan da ab
metabolik mempertah p terh
. ankan kulit pe ada
dari ru p
kerusakan ba ker
dengan KH ha usa
: n kan
w pad
10
11
1. Ti ar a
da na kuli
k , t.
ad tu 2. Me
a rg nde
m or teks
uk ku i
os lit area
a , hidr
m ke asi
ul m berl
ut er ebi
2. Ku ah han
lit an yan
tid pa g
ak da me
pe ku mp
ca lit eng
h da aru
aki n hi
bat pe inte
di ca grit
ga h as
ru pe kuli
k ca t.
3. Ti h. 3.
da 2. Pa Unt
k nt uk
ad au me
a m nce
ke as gah
me uk terj
ra an adi
ha ca nya
n ira kon
pa n tam
da da inas
ku n i
lit hi
dr
11
12
as
i
ku
lit
da
n
m
e
m
br
an
m
uk
os
a.
3. B
eri
ka
n
pe
ra
w
at
an
ku
lit,
ja
ga
as
ep
tik
pa
da
ku
lit.
12
4
1. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana
tindakan yang telah disusun dan direncanakan
dengan tujuan agar kebutuhan klien terpenuhi
secara maksimal yang mencakup aspek
peningkatan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan dengan mengikut sertakan
klien dan keluarga.
2. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
sudah berhasil dicapai atau tidak. Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan, evaluasi dilakukan secara periodi,
sistematika dan berencana untuk menilai
perkembangan klien.
STRIKTUR URETR
A. DEFINISI
Striktur uretra adalah suatu kondisi penyempitan
lumen uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan
dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang
4
5
B. ANATOMI FISIOLOGI
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine
keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ
ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna
yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding
terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik
dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan
uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot
bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian
seseorang.
5
6
C. ETIOLOGI
Penyebab umum suatu penyempitan uretra
adalah akibat traumatic atau iatrogenic. Penyebab lainnya
adalah inflamasi, proses keganasan, dan kelainan bawaan
pada uretra. Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur
dibagi menjadi 3 jenis :
1. Struktur urethra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis
dan pars membranase, sifat striktur ini adalah stationer
dan biasanya timbul terpisah atau bersamaan dengan
anomalia sakuran kemih yang lain.
2. Struktur urethra traumatic
Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan,
atau karena instrumen, infeksi, spasmus otot, atau
tekanan dari luar, atau tekanan oleh struktur
sambungan atau oleh pertumbuhan tumor dari luar
serta biasanya terjadi pada daerah kemaluan dapat
menimbulkan ruftur urethra, Timbul striktur traumatik
dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma lebih
progresif daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur
ini ditemukan adanya hematuria gross.
3. Struktur akibat infeksi
6
7
D. PATOFISIOLOGI
Struktur uretra terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan
submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan
lanjutan dari mukosa buli-buli, uretra, dan ginjal.
Mukosanya terdiri atas epitel kolumnar, kecuali pada
daerah orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan
berlapis. Submukosanya terdiri atas lapisan erektil
vaskular.
Striktur uretra dapat diakibatkan dari proses
peradangan, iskemik, atau traumatic. Apabila terjadi
iritasi uretra, maka akan terjadi proses penyembuhan cara
epimorfosisi, artinya jaringaan yang rusak diganti oleh
jaringan ikat yang tidak sama dengan semula. Jaringan
ikat ini menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang
memberikan manifestasi hilangnya elastisitas dan
memperkecil lumen uretra.
Striktur ureta
7
8
Nyer
Gangguan pemenuhan
Gangguan
eliminasi urine pemenuhan
eliminasi urine
Respons perubahan pada kandung kemih : Respon
perubahan pada ginjal & ureter :
- Hipertorofi atau detrusor
- Refluk vesiko ureter
- Trabekulasi
- Hidroureter
- Selula
- Pielonefrosis
- Divertikel kandung kemih
- Gagal ginjal
Tindakan pembedahan
Preoperasi
Pascaoperasi
Respon psikologis
Luka pascaoperasi MK
:Ansietas
E. MANIFESTASI KLINIS
8
9
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap
pelaksanaan pembedahan. Selain itu, beberapa
dilakukan untuk mengetahui adanya tanda tanda
infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur
urine.
2. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan
kecepatan pancaran urine. Volume urine yang
dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya
proses miksi.
Kecepatan pancaran urine normal pada pria adalah 20
ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan
adanya obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga
dapat melihat letak penyempitan dan besarnya
penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap
mengenai panjang striktur adalah
dengan sistouretrografi yaitu memasukkan bahan
kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini,
panjang striktur dapat diketahui sehingga penting
untuk perencanaan terapi atau operasi. ( Muttaqin.A,
2011 hal 234)
G. KOMPILIKASI
1. Infeksi saluran kemih.
2. Gagal ginjal.
3. Refluks vesio uretra.
9
10
4. Retensi urine.
H. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Terapi
Kalau penderita datang dengan retensio urine maka
pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian
baru dibuat pemeriksaan uretrogafi untuk memastikan
adanya striktura urethra.
Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau
abses dilakukan insisi infiltrat dan abses dan dilakukan
cystostomi baru kemidian dibuat uretrografi.
2. Trukar Cystostomi
Kalau penderita datang dengan retensio urine atau
infiltrat urine, dilakukan cystostomi. Tindakan
cystostomie dilakukan dengan trukar, dilakukan
dengan lokal anestesi, satu jari di atas pubis di garis
tengah, tusukan membuat sudut 45 derajat setelah
trukar masuk, dimasukan kateter dan trukar dilepas,
kater difiksasi dengan benar sutra kulit.
3. Bedah endoskopi
Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan
lokasi dan panjang striktura Indikasi untuk melakukan
bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura
urethra anterior atau posterior yang masih ada lumen
walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta
tidak fistel kateter dipasang selama 2 hari pasca
tindakan
4. Setelah penderita dipulangkan, penderita harus
kontrol tiap minggu sampai 1 bulan kemudian.Tiap
bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur
hidup.Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan
uroflowmer kalau Q maksimal <10 dilakukan
bauginasi
5. Uretraplasti
Indikasi untuk uretroplasti adalah dengan
setriktur urethra panjang lebih 2 cm atau dengan fistel
urethrokutan atau penderita residif striktur pasca
urethratomi sachse. Operasi urethroplasti ini
bermacam macam , pada umunya setelah daerah
striktur diexsisi, urethra diganti dengan kulit
10
11
11
12
12
13
13
14
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
14
15
15
16
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
5. Bant
yang
6. Ajar
perin
belak
berk
16
17
5. Ajar
dalam
6. Jelas
nyer
7. Beri
dokt
5. Kola
antib
17
18
18
19
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan Keperawatan dilaksanankan
berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang
telah dibuat. tindakan keperawatan dilaksanakan
bersama-sama dengan klien beserta keluarganya
berdasarkan rencana yang telah disusun.
Dalam pelaksanaan terdapat tiga jenis
implementasi Antara lain :
a. Independent implementasi
Implementasi yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu klien dalam
mengatasi masalah sesuai dengan
kebutuhan misalnya : membantu dalam
memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur
posisi tidur, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, memberikan dorongan motivasi,
pemenuhan kebutuhan psiko-sosial-
spiritual, perawatan alat invasive yang
dipergunakan klien, melakukan
pendokumentasian dan lain-lain.
b. Interdependent Implementasi
Tindakan keperawatan atas dasar
kerjasama sesamatim keperawatan atau
dengan tim kesehatan lannya, seperti
dokter. contohnya dalam hal pemberian
obat oral, obat injeksi, infus, kateter urine,
NGT, dan lain-lain. keterkaitan dalam
tindakan kerjasama ini misalnya dalam
pemberan obat injeksi, jenis obat, dosis,
dan efek samping merupakan tanggung
jawab dokter tetapi benar obat, ketepatan
jadwal pemberian, ketepatan cara
pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan
ketepatan klien, serta respon klien setelah
pemberian merupakan tanggung jawab dan
menjadi perhatian perawat.
c. Dependent Implementasi
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan
dari profesi lain, seperti ahli gizi,
19
20
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam
proses keperawatan, yang mana pada tahap ini
dilakukan penilaian apakah tindakan yang telah
dilakukan berhasil memenuhi kebutuhan klien
berdasarkan respon klien dan keluarga. dalam
evaluasi terdapat 2 macam yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif adalah evaluasi yang
dilakukan pada setiap akhir pembahasan
suatu pokok bahasan/ topik dan dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh manakah suatu
proses pembelajaran telah berjalan
sebagaimana yang direncanakan.
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dilakukan pada setap akhir satu satuan waktu
yang didalamnya tercakup lebih dari satu
pokok bahasan dan di maksudkan untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik telah
dapat berpindah dari suatu unit ke unit
berikutnya.
20
21
b. Ginjal
22
23
Fungsi ginjal:
1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran
zat-zat toksis atau racun.
2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh.
4) Mempertimbangkan keseimbangan garam-
garam dan zat-zat lain dalam tubuh.
5) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir
dari ureum protein.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan
sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan
dinding ureter terdiri dari:
5. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
6. Lapisan tengah lapisan otot polos.
7. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan
peristaltik yang mendorong urin masuk ke kandung
kemih.
23
24
d. Uretra
24
25
25
26
e. Mikturisi
26
27
7. Air 96%
8. Benda padat 4% (terdiri atas urei 2% dan produk
metabolik lain 2%)
27
28
C. Klasifikasi
Menurut Sylvia, 2006 klasifikasi terbagi 3 :
1. Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya
berhubungan dengan fraktur panggul
(89%-100%). Sebelumnya , mekanisme
cidera diyakini dari perforasi langsung
oleh fragmen tulang panggul. Tingkat
cidera kandung kemih secara langsung
berkaitan dengan tingkat keparahan
fraktur.
2. Rupture kandung kemih intraperitoneal.
Rupture kandung kemih intraperitoneal
digambarka sebagai masuknya urine
secara horizontal kedalam kompartemen
kadung kemih.mekanisme cidera adalah
peningkatan tingkat tekanan intravesikel
secara tiba-tiba kekandung kemih yang
penuh. Kekuatan daya trauma tidak
mampu ditahan oleh kemampuan dinding
kandung kemih sehingga terjadi perforasi
dan urine masuk kedalam peritoneum.
28
29
D. Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang
memnyebabkan patah tulang pelvis
a. Fraktur tulang panggul
b. Ruptur kandung kemih
c. Ruda paksa tumpul
d. Ruda paksa tajam akibat luka tusuk
dan tembak
e. Trauma pada tumpul pada panggul
yang mengenai buli-buli
f. Trauma tembus
g. Akibat manipulasi yang salah sewaktu
melakukan oprasi trans uretral
resection (TUR)
2. Fraktur tulang panggul yang
menyebabkan konstio dan ruptur buli-buli
dibedakan 2 macam, yaitu :
a. Intra peritonial : peritenium yang
menutupi bagian atas / latar belakasng
dinding buli-buli robek sehingga
urune langsung masuk kedalam
rongga peritoneum.
b. Ekstra peritenium : peritoneum
utuh,yang dikeluarkan dari rapuutra
tetap berada diluar. Akibat luka tusuk
misal ujung pisau, peluru.
3. Didapati perforasi buli-buli uruine keluar
melalui dinding buli-buli terus kekulit.
Akibat manipulasi salah sewaktu
29
30
E. Manifestasi klinis
Menurut Prof. DR. Dr. A. Halim Mubin, 2013
manifestasi klinis trauma kandung kemih :
1. Gejala utama adalah adanya darah dalam air
kemih atau kesulitan untuk berkemih. Rasa
sakit di area panggul dan perut bagian
bawah. Sering buang air kecil atau sukar
menahan keinginan berkemih (ini terjadi
jika bagian terbawah kandung kemih
mengalami cedera).
2. Umumnya fraktyur tulang dan pelvis
disertai pendarahan hebat sehingga jarang
penderita datang dalam keadaan anemik
bahkan sampai shok
3. Pada abdomen ,bagian bawah tampak jelas
atau hematom dan terdapat nyeri tekan pada
daerah supra publik ditempat hematom
4. Pada ruptur buli-buli intraperitonial urine
yang serong masuk kerongga peritonial
sehingga memberi tanda cairan intra
abdomen dan rangsangan peritonial.
5. Lesi ekstra peritonial memberikan gejala
dan tanda infitrat urine dirongga peritonial
yang sering menyebabkan septisema.
6. Nyeri supra publik baaik publik maupun
saat palpasi
7. Hematura
8. Ketidakmapuan buang air kecil
9. Ekstravasase urine
10. Suhu tubuh meningkat
11. Syok
12. Tanda-tanda peritonitis
F. Patofisiologi
Terjadinya trauma kandung kemih di sebabkan
beberapa penyebab seperti kecelakaan, fraktur
30
31
31
32
32
33
Traum
Obstrksi Jejas h
inkontinensia Tekanan k
M.K GA
NYAM
33
34
H. Komplikasi
1. Perdarahan
2. Shock
3. Sepsis
4. Ekstravasasi (penyebaran darah ke
jariangan )
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hematokrit menurun
2. Cystografi : menunjukkan ekstravasase
urine vesika urinaria dapat pindah atau
tertekan yaitu suatu prosedur di mana
pewarna radioaktif (senyawa kontras)
yang dapat dilihat dengan X-ray,
disuntikkan ke dalam kandung kemih.
3. Prosedur selanjutnya adalah dengan
melakukan CT scan atau X-ray untuk
melihat kebocoran. Sementara untuk luka
kandung kemih yang terjadi selama
prosedur operasi biasanya diketahui tepat
pada waktunya sehingga rangkaian tes
tersebut tidak perlu dilakukan.
J. Penatalaksanaan Medik
1. Atasi syok dan perdarahan.
2. Istirahat baring sampai hematuri hilang.
3. Bila ditemukan fraktur tulang punggung
disertai ruftur vesica urinaria intra
peritoneal dilakukan operasi sectio alta
yang dilanjutkan dengan laparatomi.
4. Robekan kecil (laserasi) bisa diatasi
dengan memasukkan kateter ke dalam
uretra untuk mengeluarkan air kemih
selama 7-10 hari dan kandung kemih
akan membaik dengan sendirinya.
5. Untuk luka yang lebih berat, biasanya
dilakukan pembedahan untuk
menentukan luasnya cedera dan untuk
memperbaiki setiap robekan.
Selanjutnya air kemih dibuang dari
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TGL DIAGNOSA TUJUAN (KRITERIA
KEPERAWATAN HASIL)
1. Nyeri berhubungan Selama dilakukan tindakan 1.
dengan penekanan keperawatan 3x24jam
kandung kemih diharapkan masalah nyeri
teratasi dengan Kriteria
Hasil:
1. Mampu mengontrol
nyeri ( tahu 2.
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi 3.
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyer berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri. 4.
3. Mampu mengenali
nyeri ( skala,
intersitas, frekuensi
dan tanda nyeri ). 5.
4. Menyatakan rasa
nyaman berkurang .
39
40
40
41
41
42
B. Klasifikasi
Klasifikasi batu saluran kemih menurut Joyce M
Black dalam buku Medical Surgical Nursing, 2001 hal
822-824 dan Basuki B Purnomo, 2000 hal 64-66
adalah:
1. Batu Kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu
terbanyak, batu kalsium biasanya terdiri dari
fosfat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel
yang terkecil disebut pasir atau kerikil sampai ke
ukuran yang sangat besar staghorn yang
berada di pelvis dan dapat masuk ke kaliks.
Faktor penyebab terjadinya batu kalsium
adalah:
42
43
43
44
44
45
C. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih
sampai saat ini belum diketahui pasti, tetapi ada
beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada
saluran kemih yaitu:
1. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan
nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti
pembentukan batu saluran kemih. Infeksi bakteri
akan memecah ureum dan membentuk amonium
yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
2. Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan
mempermudah pembentukan batu saluran
kemih.
3. Keturunan
4. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak
minum air akan mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu, sedangkan kurang minum
menyebabkan kadar semua substansi dalam urine
meningkat
5. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak
mengurangi kemungkinan terbentuknya batu
daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
6. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan
banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan
air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air
minum meningkatkan insiden batu saluran kemih
7. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi
protein hewani angka morbiditasbatu saluran
kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian
yang kurang makan putih telur lebih sering
menderita batu saluran kemih ( buli-buli dan
Urethra ).
45
46
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus
urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi
dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi
obstruksi piala ginjal serta ureter proksimal.
a) Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai
menggigil, demam dan disuria, dapat terjadi
iritasi batu yang terus menerus. Beberapa
batu menyebabkan sedikit gejala, namun
secara perlahan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal.
b) Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
2. Batu di ginjal
a) Nyeri dalam dan terus menerus di area
kontovertebral.
b) Hematuri.
c) Nyeri berasal dari area renal menyebar
secara anterior dan pada wanita nyeri
kebawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis.
d) Mual dan muntah.
e) Diare.
3. Batu di ureter
a) Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
b) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit
urin yang keluar.
c) Hematuri akibat abrasi batu.
d) Biasanya batu keluar secara spontan dengan
diameter batu 0,5 1 cm.
4. Batu di kandung kemih
a) Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius
dan hematuri.
b) Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher
kandung kemih akan terjadi retensi urin.
Menurut Smeltzer (2000) menjelaskan beberapa
gambaran klinis batu saluran kencing :
46
47
E. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran
kemih atau dikenal dengan urolithiasis belum
diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya batu antara lain:
peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake
cairan yang kurang serta peningkatan bahan-bahan
organik akibat infeksi saluran kemih atau statis urin
menjadikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat
dan faktor lain yang mendukung terjadinya batu
meliputi: pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah
casiran urin. Masalah-masalah dengan metabolisme
purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH
urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam
urat dan cyscine dapat mengendap dalam urin yang
alkalin, sedangkan batu oxalat tidak dipengaruhi oleh
pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan
gerakan kalsium menuju tulang akan terhambat.
Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan
yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak
47
48
48
49
F. Komplikasi
Kompikasi yang sering timbul pada klien dengan
batu saluran kemih adalah:
1. Hidronefrosis
2. Hidroureter
3. Pielonefritis
4. Ureteritis
5. Sistisis
6. Gagal ginjal
G. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada klien batu kandung kemih adalah:
1. Urinalisa : Warna kuning, coklat atau gelap
2. Foto Kidney Ureter Bladder (KUB) :
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter,
menunjukan adanya batu.
3. Endoskopi ginjal : Menentukan pelvis ginjal,
mengeluarkan batu yang kecil.
4. Foto Rontgen : Menunjukan adanya di dalam
kandung kemih yang abnormal.
5. IVP ( intra venous pylografi ) : Menunjukan
perlambatan pengosongan kandung
kemih,membedakan derajat obstruksi kandung
kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan
abnormal otot kandung kemih.
6. Vesikolitektomi ( sectio alta ) : Mengangkat batu
vesika urinari atau kandung kemih.
7. Litotripsi bergelombang kejut ekstra corporeal :
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan
gelombang kejut.
8. Pielogram retrograde : Menunjukan
abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung
kemih.
9. Sistoureteroskopi : visualisasi langsung kandung
kemih dan ureter dapat menunjukan batu dan
atau efek obstruksi
49
50
H. Penatalaksanaan Medik
Tujuan dari penatalaksanaan pada batu saluran kencing
adalah:
a. Menghilangkan obstruksi
b. Mengobati infeksi.
c. Mencegah terjadinya gagal ginjal.
d. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi
(terulang kembali).
1. Medikamantosa
Terapi medikamantosa ditunjukan untuk
batu dengan ukuran kurang dari 5mm, karena
diharapkan dapat keluar dengan spontan. Terapi
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
nyeri, memperlancar urine dengan memberi
diuretic dan minum banyak agar dapat
mendorong batu keluar. Penghilang nyeri kolik
ureter : penitidin, diklofenak, morfin, meperiden.
Peningkatan asupan cairan untuk meningkatkan
aliran urin sebagai usaha untuk mendorong.
Asupan cairan dalam jumlah besar pada orang-
orang yang rentan terhadap batu saluran kemih
dapat mencegah pembentukan batu.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
50
51
51
52
52
53
53
54
sebelumnya
3) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami nyeri pada sudut
kostovertebralis, dan didapatkan nyeri tekan dan
nyeri ketok, biasanya klien mengalami mual,
muntah, hematuri, Buang Air Kecil (BAK)
menetes, BAK tidak tampias, rasa terbakar,
penurunan haluaran urin, dorongan berkemih.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat batu saluran kemih dalam
keluarga
d. Riwayat psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah atau stress
e. Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi : anoreksia, mual, diet tinggi purin,
kalsium oksalat, dan atau fosfat.
Ketidakcukupan masukan cairan: tidak minum
air dengan cukup
1) Pola eliminasi : penurunan haluaran urine,
kandung kemih penuh, rasa terbakar pada
saat berkemih, dorongan berkemih, diare,
hematuri, perubahan pola berkemih,
2) Pola aktivitas: biasanya pada klien dengan
batu saluran kemih jarang melakukan
aktivitas yang banyak duduk
f. Pemeriksaan fisik meliputi :
1) Inspeksi : perhatikan body language klien
terhadap perilaku melindungi, dan adanya
ekspresi tegang
2) Palpasi : palpasi area CVA terhadap
adanya nyeri tekan dan pembesaran ginjal
3) Perkusi : perkusi area CVA terhadap
adanya nyeri ketok yang menjalar ke
abdomen bagian depan dan dapat ke area
genitalia.
4) Auskultasi
54
55
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan klien adalah suatu pernyataan
yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau
resiko pola) dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akountabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan
merubah (Nursalam, 2000). Diagnosa keperawatan pada
klien dengan batu saluran kemih adalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan
frekuensi /dorongan kontraksi ureteral, trauma
jaringan, pembentukan edema, iskemia seluler.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan stasis urine
dan adanya batu pada ureter.
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau
ureter, obstruksi mekanik atau inflamsi.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan mual, muntah, diuresis pascaobstruksi.
5. Kurang pengetahuan tentang diet, dan kebutuhan
pengobatan
55
56
56
57
KOLABORASI:
1. Berikan obat sesuai dengan indikasi
a. Narkotik
b. Antispasmodik
c. Kortikosteroid
Pertahankan patensi kateter bila
digunakan
Selama dilakukan tindakan 1. Cuci tangan setiap sebelum dan 1. Mencegah t
keperawatan .x24jam sesudah melakukan tindakan 2. Mencegah i
diharapkan masalah resiko keperawatan. 3. Nutrisi yan
infeksi dapat berkurang atau 2. Instruksikan pada pengunjung untuk 4. Mengidenti
teratasi. mencuci tangan sebelum dan mencegah i
Kriteria Hasil: sesudah berkunjung pada pasien. 5. Untuk men
e. klien bebas dari tanda 3. Tingkatkan intake nutrisi. 6. Nilai leuko
dan gejala infeksi 4. Observasi tanda dan gejala infeksi infeksi.
Kolaborasi
57
58
Kolaborasi ;
1. Monitoring pemeriksaan lab, BUN, 1. Peninggian
kreatinin 2. Evaluasi
2. Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas komplikasi
3. Berikan obat sesuai dgn program; 3.
a. diamox, alupurinol a. Menurun
b. Esidrix, Higroton b. Mencega
Amonium Menurunkan
58
n Selama dilakukan tindakan 1. Catat insiden muntah, diare, perhatikan 1. Mengesam
59
keperawatan .x24jam karakteristik, dan frekuensi. lain.
diharapkan masalah 2. Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 lt / hari 2. Mempertah
keseimbangan cairan adekuat dalam toleransi jantung. homeostasi
Kriteria Hasil: 3. Awasi tanda vital, evaluasi nadi, turgor 3. Penurunan
1. Intake dan output kulit dan membran mukosa. renin, yang
seimbang 4. Timbang berat badan tiap hari 4. Peningkata
2. Tanda vital stabil (TD Kolaborasi: retensi
120/80 mmHg. Nadi 60- 1. Awasi Hb,Ht,elektrolit,
100, RR16-20, suhu 2. Berikan cairan IV
36.5-37C) 3. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan 1. Mengkaji h
lembut sesuai dengan toleransi 2. Mempertah
Berikan obat sesuai dengan indikasi 3. Mempertah
antiemetik,(misal compazin ) Menurunka
59
60
Selama dilakukan tindakan 1. Kaji ulang proswes penyakit dan harapan 1. Memberika
keperawatan .x24jam masa dating pilihan berd
diharapkan masalah pasien 2. Kaji ulang program diet, sesuai dengan 2. Pemahama
dapat memahami tentang diet, indikasi untuk mem
dan program pengobatan 3. Diskusikan tentang: mencegah k
Kriteria Hasil: Pemberian diet rendah 3. Menurunka
1. Berpartisipasi dalam purin, (membatasi daging prekursor a
program pengobatan berlemak, kalkun, 4. Menurunka
2. Menjalankan diet tumbuhan polong, gandum, kalsium.
alkohol) 5. Menurunka
4. Pemberian diet rendah Ca 6. Obat yang
(membatasi susu, keju, urin, atau
sayur hijau, yogurt) produk kon
5. Pemberian diet rendah
oksalat membatasi
konsumsi coklat, minuman
kafein, bir, bayam.
6. Diskusikan program obat-
obatan ,hindari obat yang
dijual bebas dan baca
labelnya.
60
61
D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan saat kita
menangani suatu kasus .Pada kasus glomerulonefritis akut
implementasi yang kita lakukan sesuai dengan intervensi
yang sudah kita rencanakan .Pada Implementasi kita
menuliskan tindkan yang telah koiita lakukan terhadap
klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah
perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilaukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan
dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah
ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mungukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuha
61
62
Penge
pH ur
Memben
Agregat kristal
Inh
Batu Di Ginjal
Gesekan pada
dinding pelvis ginjal
Hematuria
6
SISTITIS
I. KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Sistitis (cystitis) adalah imflamasi akut pada
mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri.
Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra
(Nursalam, 2006). Hal ini sama dengan pernyataan
Brunner & Suddart (2002) keadaan klinis akibat
berkembangbiaknya mikroorganisme yang
menyebabkan inflamasi pada kandung kemih.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki
maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-
anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata
wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi
umum kurang dari 51% untuk menyatakan adanya ISK
harus ditemukan bakteri didalam urin. Bakteriuria
bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih
disebut bakteriunia bergejala sedangkan yang tanpa
gejala kemih disebut bakteriunia tanpa gejala. Saluran
kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba.
C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK,
yaitu:
a. Escherichia Coli: 90% penyebab ISK
uncomplicated (simple).
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella: penyebab
ISK complicated.
c. Enterobacter, Staphylococcus epidemidis,
Entercocci.
2. Prevelensi penyebab ISK, anatara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang
meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang kurang efektif.
b. Vulva hygiene yang kurang
c. Idiopatik/ interstitial.
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
6
6
7
7
15
F. Pathways
Mikroorganisme
v : Vuva hygiene
yang kurang
- E. colli
- Enterococci
- Pseudomonas
- Proteus
- Klebsiella Mikroorganisme
Eritema Mukosa kandung
Kemerahan menuju vesika urinaria
Nyeri kemih meradang
pada kandung
Vesika urinaria
kemih Rx. Hipersensitif
Jaringan epitalium tdk dpt
bila terisi
Infeksi urin
oleh organisme
Kencing
teriritasi terasa sakit
Dysuria menampung
Terganggunya Frekuensi
VU mudah
urin dlm jumlah
proses berkemih kencing
mengeluarkan
banyak
Pengosongan uringagal
VU
yang tdk tuntas menyimpan urine
Sering kencing Urine keluar
dari VU
Nokturia Inkontenensia
urin
Sekresi eritropoetin
Produksi Hb
15
16
G. Komplikasi
a. Gagal ginjal akut
b. Pembentukan abses ginjal dan perirenal.
c. Sepsis.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada klien sistitis, yaitu:
1. Urinalisis
a. Leukosit atau piuria, merupakan salah satu
petunjuk penting adanya ISK.leukosuria positif
bila terdapat lebih dari 5 leukosit/ lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih.
b. Hematuria, hematuria positif bila terdapat 5-10
eritrosit/ LBP sediment air kemih. Hematuria
disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
b. Bukan bakteri, dianggap positif ISK bila jumlah
kuman 100.000
kuman/ml urin, jumlah kuman antara 10.000- <
100.000 kuman/ ml urin dianggap meragukan
akan perlu di ulang. Bila < 10.000 kuman/ml
urin hasil dianggap sebagai kontaminasi.
3. Kultur urin, untuk mengidentifikasi adanya
organisme spesifik.
4. Hitung koloni, hitung koloni sekitar 100.000
koloni/ml urin.
5. Metode tes
a. Tes penyakit menular seksual (PMS).
b. Tes-tes tambahan, Ulogram intravena (IVU),
Pielografi (IVP), Sistografi.
I. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang
ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
16
17
17
18
18
19
d) Pemeriksaan Fisik
Genitourinaria
Inspeksi : biasanya terlihat adanya
edema, pucat, malaise
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan
saat dipalpasi
Perkusi : biasanya ada
penumpukan cairan
ditandai dengan suara
dullness.
Auskultasi : terdengar suara nafas
tambahan.
e) Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis: untuk mendapatkan informasi
penting tentang fungsi ginjal dan menolong
mendiagnosa penyakit. Apabila urin protein
lebih dari 2gr/ gr kreatinin, mendakan
proteinuria sebanyak 3 gram atau lebih per
hari.
2) Tes serum:
a. Protein darah: terutama albumin darah dapat
menurun hingga dibawah 2g/dl pada
proteinuria berat.
b. Kadar lipid darah: serum kolestrol, dan
trigliserida.
c. Hemoktakrit.
e. Serum kreatinin dan BUN.
19
20
20
21
21
22
f. Balance cairan
seimbang
22
23
URETRITHIS
I. Konsep Dasar Keperawatan
A. Definisi
Urethritis adalah peradangan uretra sebagai
manifestasi dari infeksi pada uretra. Meskipun
berbagai kondisi klinis menyebabkan iritasi uretra
tersebut, istilah urethritis biasanya diperuntukan untuk
menggambarkan peradangan uretra yang di sebabkan
oleh penyakit menular seksual (PMS). Urethritis
biasanya di kategorikan menjadi salah satu dari dua
bentuk, berdasarkan etiologi : urethritis gonokal (GU)
dan uretritis nongonokal (NGU). (Arif Mutaqqin :
2011)
Uretritis didefinisikan sebagai peradangan
akibat infeksi dari uretra. Istilah uretritis untuk
Penyakit Menular Seksual (PMS). Uretritis
merupakan kondisi peradangan yang dapat menular.
Penyebabnya adalah infeksi uretritis yaitu, karena
infeksi dengan Neisseria gonorrhoeae atau Ngu (yaitu,
karena infeksi dengan Chlamydia trachomatis,
Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis,
Mycoplasma genitalium, atau Trichomonas vaginalis)
(www.health .detik.com).
B. Etiologi
Gunokal Uretritis 80% di sebabkan oleh
gonorrhoeae N, yang merupakan gram negative
intraseluler. Sedangkan Nongunokal Uretritis
disebabkan oleh trachomatis C, urealyticum U,
hominis M, dan vaginalis T. pada beberapa kasus bisa
berhubungan dengan venereum hymphogranuloma,
herpes simpleks, sifilis, mikrobakteri, dan infeksi
saluran kemih. Dan pada pasien bladder retraining
dengan kateterisasai intermiten, 10 kali lebih mungkin
terjadi urethritis dengan kateter lateks di bandingkan
dengan kateter silicon.
C. Klasifikasi
a. Urethritis Akut
23
24
1) Penyebab
Asending infeksi atau sebaliknya
oleh karena prostate mengalami infeksi.
Keadaan ini lebih sering diderita kaum pria.
3) Pemeriksaan Diagnosis
Dilakukan pemeriksaan terhadap
secret uretra untuk mengetahui kuman
penyebab.
4) Tindakan Pengobatan
a) Pemberian antibiotika
b) Bila terjadi striktuka, lakukan dilatasi
uretra dengan menggunakan bougil
5) Komplikasi
a) Prostatitis
b) Periuretral abses yang dapat sembuh,
kemudian meninbulkan striktura atau
urine fistula
b. Urethritis Kronik
24
25
1) Penyebab
a) Pengobatan yang tidak sempurna pada
masa akut
b) Prostatitis kronis
c) Striktura uretra
3) Prognosis
Bila tidak diobati dengan baik,
infeksi dapat menjalar ke kandung kemih,
ureter, ginjal.
4) Tindakan Pengobatan
a) Chemoterapi dan antibiotika
b) Cari penyebabnya
c) Berikanlah banyak minum
5) Komplikasi
Radang dapat menjalar ke prostate.
c. Urethritis Gonokokus
1) Penyebab
Neisseria Gonorhoeoe (gonokokus)
25
26
3) Komplikasi
a) Infeksi yang menyebar ke proksimal
uretra menyebabkan peningkatan
frekuensi kencing
b) Gonokokus dapat menebus mukosa
uretra yang utuh, mengakibatkan terjadi
infeksi submukosa yang meluas ke
korpus spongiosum
c) Infeksi yang menyebabkan kerusakan
kelenjar peri uretra akan menyebabkan
terjadinya fibrosis yang dalam beberapa
tahun kemudian mengakibatkan
striktura uretra. (underwood,1999)
D. Manifestasi Klinik
Terdapat cairan eksudat yang purulent
26
27
E. Patofisiologi
Urethritis adalah kondisi infeksi yang dapat
menular, biasanya menular secara seksual dan di
kategorikan sebagai urethritis gonokal ( yaitu : akibat
27
28
28
29
F. Komplikasi
1. Komplikasi pada pria
a. Infeksi testis (orkitis)
Yaitu peradangan infeksi pada
testis. Penyakit ini dapat mempengaruhi
produksi sperma dalam jangka panjang.
Gejalanya adalah testis terasa sakit, dan
kemerahan.
b. Radang kelenjar prostat (prostatitis).
Peradangan atau infeksi yang
terjadi pada kelenjar prostat. Jika tidak di
atasi infeksi pada prostat dapat menyebar ke
skrotum (kantung zakar). Bila sudah
demikian, maka skrotum akan membengkak,
memerah terasa nyeri hebat yang berpotensi
menyebabkan impotensi.
29
30
G. Pathway
uretritis Respons
H. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus urethritis hal-hal yang perlu di
periksa untuk mendukung diagnose adalah :
1. Pemeriksaan urine lengkap
Ketidaktahuan
2. Pemeriksaandalam proses
secret uretra Reaksi i
3.transmisi penyakit dan kultur untuk
Test sensitivitas Nyer
menentukan antibiotika yang akan s
dipakai.
1. Pemeriksaan Diagnostik
Resiko tinggi penularan
a. Urinalisis
1) Leukosuria
penyakitatau piuria terdapat > 5 /lpb
sedimen air kemih
2) Hematuria 5 10 eritrosit/lpb sedimen Nyeri
air
kemih.
b. Bakteriologis
Pemenuhan informasi
1) Mikroskopis ; satu bakteri lapangan
pandang minyak emersi.
102 103 organisme koliform/mL urin
plus piuria.
2) Biakan bakteri
3) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate
berupa perubahan warna pada uji carik.
31
32
2. Pemeriksaan fisik
Secara umum kebanyakan pasien dengan
urethritis tidak di dapatkan gejala khas
sebagain tanda-tanda sepsis, seperti demam,
takikardi, tachypnea, atau hipotensi. Focus
utama pemeriksaan adalah pada alat kelamin.
a. Pemeriksaan pria
Sebelum pemeriksaan, perawat sangat
penting untuk menjaga kewaspadaan umum,
seperti penggunaan sarung tangan, pakaian
pelindung, dan lain-lain. Pastikan kondisi
privasi sudah terjaga, dan pemenuhan
informasi sebelum melakukan pemeriksaan
fisik sangat penting untuk terjadinya suatu
kerja sama yang baik antara pasien dan
perawat.
Beberapa tahapan dalam memeriksa
alat kelamin pria adalah sebagai berikut :
1. Pakaian pasien di
lepas seluruh nya
dan memeriksa
pakaian apakah
ada sekresi yang
menempel pada
pakaian atau
celana dalam. Hal
ini dapat
menghasilkan
informasi
tambahan.
2. Periksa pasien
apakah ada lesi
kulit yang
mungkin
mengindikasikan
PMS lainnya,
seperti
kondiloma
acuminatum,
herpes simpleks,
32
33
atau sifilis.
Apabila pasien
tidak di sunat,
pemeriksa harus
menarik kembali
kulup untuk
memeriksa
adanya suatu lesi
dan eksudat yang
dapat
bersembunyi
dibawah.
3. Periksa lumen
meatus uretra
distal tentang
adanya suatu
lesi,struktur, atau
debit uretra.
4. Perah penis
dengan lembut
dari pangkal
penis. Setiap
rabas yang keluar
dari meatus
uretra di lihat
jenis dan warna
cairan yang
keluar. Palpasi
dilakukan
sepanjang uretra
untuk memeriksa
adanya fluktuasi,
kelembutan,
kehangatan, dan
adanya kelainan.
5. Periksa testi
untuk menilai
adanya masa atau
peradangan.
Palpasi saluran
33
34
spermatika,
apakah ada
pembemngkakan,
nyeri atau tanda-
tanda peradangan
orkhitis atau
epididymitis.
6. Palpasi prostat
untuk menilai
adanya
kelembutan ataau
adanya tanda-
tanda peradangan
prostat dengan
cara colok dubur.
b. Pemeriksaan wanita
Seperti pada pemeriksaan pria,
sebelum pemeriksaan, sangat
penting bagi perawat untuk
menjaga kewaspadaan umum,
seperti penggunaan sarung tangan,
pakaian pelindung. Pastikan kondisi
privasi sudah terjaga, pemenuhan
informasi sebelum melakukan
pemeriksaan fisik sangat penting
untuk terjadinya suatu kerja sama
yang baik antara perawat dan
pasien.
Beberapa tahapan dalam memeriksa
alat kelamin wanita adalah sebagai
berikut :
1. Pasien harus
dalam posisi
lithotomy
2. Periksa kulit
untuk setiap lesi
yang mungkin
menunjukan
34
35
adanya PMS
lainnya.
3. Palpasi
pengeluaran
uretra dengan
memasukan jari
ke dalam vagina
anterior dan
menekan kedepan
sepanjang uretra.
Setiap
pengeluaran
uretra harus
menjadi sampel
pemeriksaan.
4. Ikuti pemeriksaan
uretra dengan
pemeriksaan
punggul lengkap.
I. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tergantung kepada
mikroorganisme penyebabnya. Jika penyebabnya
adalah bakteri, maka diberikan antibiotik. Jika
penyebabnya adalah virus herpes simpleks, maka
diberikan obat anti-virus (misalnya asiklovir).
Dianjurkan untuk sering minum dan BAK
sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme
yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus
membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
Pemberian anti biotik untuk mencegah
morbiditas dan untuk mengurangi penularan penyakit
kepada orang lain. Terapi antibiotik harus mencakup
baik gonokokus uretritis nongonococcal (NGU)
35
36
b. Riwayat Penyakit
1) Pola sehat sakit
a) Riwayat penyakit sekarang : kaji dengan
PQRST
b) Riwayat penyakit terdahulu : Apakah klien
pernah atau sedang mengalami penyakit
kelamin. Apakah klien pernah mengalami
lesi local yang berlokasi dekat uretra.
c. Pemeriksaan fisik
1) Nutrisi
Kaji pola nutrisi klien.
2) Eliminasi
Perubahan pola eliminasi berkemih biasanya
; terjadi penurunan frekuensi / oliguri .
3) Istirahat / Tidur
Apakah klien mengalami gangguan tidur,
keletihan, kelemasan, malaise dikarenakan
adanya inflamasi uretra dan adanya rasa nyeri.
Apakah klien mengalami gangguan tidur
karena ansietas / ketakutan terhadap penyakitnya
4) Riwayat Psikologi
Kaji bagaimana status emosi, gaya
komunikasi, konsep diri, dan gambaran diri klien
berhubungan dengan penyakityang dideritanya.
5) Riwayat Sosial Ekonomi
36
37
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d respons iritasi pada uretra.
b. Gangguan eliminasi urine b.d disuria,sekunder dari
respons pada uretra.
37
38
3. Intervensi
Tujuan dari rencana keperawatan adalah di
harapkan pada evaluasi di dapatkan penurunan stimulus
nyeri, membaiknya pola eliminasi urine,penurunan
risiko penyebaran, dan transmisi penyakit menular
seksual. Untuk intervensi pada masalah keperawatan
nyeri intervensi dapat di sesuaikan dengan masalah yang
sama pada pasien batu ginjal.
38
39
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya BPH sampai sekarang
belum diketahui secara pasti. Namun, kelenjar
prostat jelas sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan
BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa faktor
yang kemungkinan menjadi penyebab antara lain :
a. Faktor Usia
Peningkatan usia akan membuat ketidak
seimbangan rasio antara estrogen dan
testosteron. Pada proses penuaan yang dialami
pria terjadi peningkatan hormonestrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan
hiperplasia stroma.
b. Hormonal
1) Dihydrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor
androgen menyebabkan epitel dan stroma
39
40
3. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat terjadi karena adanya
faktor pemicu yaitu pertumbuhan hormon dan faktor
usia yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan
hormon testosteron dan epitel prostat meningkat dan
mengakibatkan terjadinya pembesaran pada prostat.
Karena adanya pembesaran pada prostat ini akan
terjadi penyempitan lumen pada uretra dan
intravesikal akan meningkat, sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostalika, maka otot
destrusor dan kandungkemih berkontraksi lebih kuat
agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menurus menyebabkan perubahan anatomi
dari kandung kemih berupa hipertropi otot destrusor,
trabekulasi, buli-buli dan juga refluk vesiko ureter.
Pada tahap terjadi nya buli-buli maka akan
terjadinya peningkatan resistensi pada buli-buli dan
juga pada prostat. Maka akan menyebabkan otot
detrusor menebal dan meregang dengan keadaan
yang terus menerus berkelanjutan sehingga
pengeluaran urine menurun dan terjadinya nya
penumpukan urin (retensio urin). Sementara ketika
40
41
4. PATHWAY
Perubahan Usia
Luka pembedahan
41 Kelemah
42
Terputusnya saraf perifer Jaringan
Perdarahan Proses penyem-
terputus buhan luka
Port dentry Aktiv
Nyeri terb
Kura
Resti infeksi
perawat
Tidak terkontrol Bekuan darah
Pengangkatan
Resti < volume Sumbatan aliran Kebutuhan nutrisi
Inkontinens
cairan urine meningkat
5. MANIFESTASIResti perubahan
KLINIS Resti kurang Resti disfun
Gejala-gejala
eliminasi;pembesaran
BAK prostat nutrisi
dikenal seksual
sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS)
yang dibedakan menjadi :
a. Gejala obstruktif, yaitu :
1) Histansi yaitu memulai kencing yang lama
dan seringkali disertai dengan mengejan
yang disebabkan oleh otot detrusor buli-
buli, memerlukan waktu beberapa lama
untuk meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi tekanan dalam uretra
prostatika.
2) Intermittency yaitu terputus-putusnya
aliran kencing yang disebabkan oleh
ketidakmampuan otot detrusor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika
sampai akhirnya miksi.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin
pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan
dan pancaran detrusor memerlukan waktu
untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
b. Gejala iritasi, yaitu :
1) Urgensi yaitu perasaan ingin buang air
kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi miksi lebih sering dari biasanya
dapat terjadi pada malam hari (nokturia)
dan pada siang hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing
42
43
6. KOMPLIKASI
a. Refluks vesiko ureter
Retensi kronik dapat menyebabkan refluks
vesiko-ureter (kondisi abnormal di mana urin
kembali ke ureter) hidroureter(gangguan aliran
urine karena ada penumpukan air/urine atau
gangguan obstruksi lainnya dalam ureter)
b. Kerusakan ginjal
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi pada waktu miksi.
c. Impotent
Proses ereksi tidak bisa dikarenakan sudah
menurunnya hormontestosterone pada
penderita BPH
d. Hematuria
Adanya pembesaran pada kelenjar prostat
dapat mengakibatkan terjadi nya hematuria
karena proses miksi klien BPH yang sulit dan
terasa nyeri.
e. Infeksi
Kemungkinan infeksi pada BPH dapat terjadi
jika dilakukan pemasangan kateter pada klien
dengan tanda dan gejala infeksi (dolor, kolor,
tumor, rubor, fungsio laesa).
Sumber : Haryono (2013) dan Mariza (2013).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk klien dengan BPH
(Benigna Prostate Hyperplasia)adalah :
a. Pemeriksaan colok dubur (Recta Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan
jari telunjuk yang sudah diberi pelican kedalam
lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur
dinilai :
1) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-
kavernosus rectum
2) Mencari kemungkinan adanya masa di dalam
lumen rectum
43
44
8. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada klien dengan keluhan
ringan, nasihat yang diberikan yaitu mengurangi
minum setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol supaya tidak
selalu ingin miksi. Setiap 3 bulan dilakukan
kontrol keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.
b. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha
untuk :
1) Mengurangi retensio otot polos prostat
sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi
2) Mengurangi volume prostat sebagai
komponen static dengan cara menurunkan
kadar hormon testosterone atau
dihidrotestosterone (DHT)
44
45
c. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi
tergantung beratnya gejala dan komplikasi,
indikasi untuk terapi bedah yaitu retensio urine
berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi
ginjal, infeksi saluran kemih berulang, ada batu
saluran kemih. Karena pembedahan tidak
mengobati penyebab BPH, maka biasanya
penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun
kemudian.
45
46
46
47
47
48
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
e. Nyeri akut berhubungan dengan distensi
kandung kemih
f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan statis
urine atau iritasi kandung kemih
h. Retensi urine berhubungan dengan
dekompensasi otot detrusor
i. Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehata
48
49
49
50
INTVENSI KEPERAWATAN
N TG DIAGNOSA TUJUAN (KRITERIA HASIL)
O L KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi Selama dilakukan tindakan 1. P
urine: retensi urine b/d keperawatan 1x24jam
obstruksi akibat diharapkan gangguan eliminasi 2. L
pembesaranpadakelenjarp urine dapat berkurang dengan
rostat. Kriteria Hasil:
11. Klien dapat mengosongkan 3. B
kandung kemih secara u
optimal. a
12. Frekunsi BAK kembali p
normal: 3-4 x/hari. 4. L
13. Pengeluaran urin klien se
kembali lancar.
14. Frekuensi miksi pada malam
hari dapat berkurang.
50
51
e. Mengidentifikasi, 4.
mengungkapkan dan
menunjukkan tekhnik untuk 5.
mengontrol cemas
f. Vital sign dalam batas
normal
g. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
51
HIPOSPADIA
d. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan
sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan
dinding ureter terdiri dari:
8. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
9. Lapisan tengah lapisan otot polos.
10. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan
peristaltik yang mendorong urin masuk ke kandung
kemih.
e. Vesika Urinaria (kandung kemih)
6
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung
urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi).
letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan
mengempis seperti balon karet.
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
11. Fundus yaitu, bagian yang menghadap ke arah
belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi
oleh jaringan ikat duktus deferen, vesika
seminalis dan prostat.
12. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
13. Verteks, bagian yang mancung ke arah muka dan
berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
14. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan
sebelah luar (peritonium), tunika muskularis
(lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam). Pembuluh limfe
vesika urinaria mengalirkan cairan limfe ke
dalam nadi limfatik iliaka interna dan eksterna.
f. Uretra
Uretara merupakan saluran sempit yang
berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
1) Uretra pria
Pad laki-laki uretra berjalan berkelok kelok
melalaui tengah-tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang fubis ke bagian penis panjangnya 20 cm.
uretra pada laki-laki terdiri dari:
a) Uretra prostatia
b) Uretra membranosa
c) Uretra kevernosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri lapisan mukosa
(lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra mulai dari orifisium uretra interna di
dalam vesika urinaria sampai orifisium eksterna.
Pada penis panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri
dari bagian-bagian berikut:
Uretra prostatika merupakan saluran
terlebar panjangnya 3 cm, berjalan hampir
7
vertikulum melalui glandula prostat , mulai dari
basis sampai ke apaks dan lebih dekat ke
permukaan anterior.
Uretra pars membranasea ini merupakan
saluran yang paling pendek dan paling dangkal,
berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di
antara apaks glandula prostata dan bulbus uretra.
Pars membranesea menembus diagfragma
urogenitalis, panjangnya kira-kira 2,5 cm, di
belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan
sfingter uretra membranasea. Di depan saluran ini
terdapat vena dorsalis penis yang mencapai pelvis
di antara ligamentum transversal pelvis dan
ligamentum arquarta pubis.
Uretra pars kavernosus merupakan saluran
terpanjang dari uretra dan terdapat di dalam
korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-kira 15
cm, mulai dari pars membranasea sampai ke
orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars
kavernosus uretra berjalan ke depan dan ke atas
menuju bagian depan simfisis pubis. Pada
keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan
membelok ke bawah dan ke depan. Pars
kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus
penis 6 mm dan berdilatasi ke belakang. Bagian
depan berdilatasi di dalam glans penis yang akan
membentuk fossa navikularis uretra.
Oriifisium uretra eksterna merupakan
bagian erektor yang paling berkontraksi berupa
sebuah celah vertikal ditutupi oleh kedua sisi bibir
kecil dan panjangnya 6 mm. glandula uretralis
yang akan bermuara ke dalam uretra dibagi dalam
dua bagian, yaitu glandula dan lakuna. Glandula
terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus
kavernosus uretra (glandula pars uretralis).
Lakuna bagian dalam epitelium. Lakuna yang
lebih besar dipermukaan atas di sebut lakuna
magma orifisium dan lakuna ini menyebar ke
depan sehingga dengan mudah menghalangi
ujung kateter yang dilalui sepanjang saluran.
2) Uretra wanita
8
Uretra pada wanita terletak di belakang
simfisis pubis berjalan miring sedikit ke arah
atas, panjangnya 3-4 cm. lapisan uretra wanita
terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar),
lapiosan spongeosa merupakan pleksus dari
vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam). Muara uretra pada wanita terletak di
sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina)
dan uretra di sini hanya sebagai salura ekskresi.
Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm.
uretra ini menembus fasia diagfragma
urogenitalis dan orifisium eksterna langsung di
depan permukaan vagina, 2,5 cm di belakang
glans klitoris. Glandula uretra bermuara ke
uretra, yang terbesar diantaranya adalah glandula
pars uretralis (skene) yang bermuara kedalam
orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai
saluran ekskresi.
g. Mikturisi
Mikturisis adalah peristiwa pembentukan
urine. Karena dibuat di dalam, urine mengalir
melalaui ureter ke kandung kencing. Keinginan
membuang air kecil disebabkan penambahan
tekanan di dalam kandung kencing, dan tekanan ini
di sebabkan isi urone di dalamnya. Hal ini terjadi
bila tertimbun 170 sampai 230 ml. mikturisi adalah
gerak reflek yang dapat dikendalikan dan ditahan
oleh pusat-pusat persarafan yang lebih tinggi pada
manusia. Gerakannya ditimbulkan kontraksi otot
abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga
abdomen, dan berbagai organ yang menekan
kandung kencing membantu mengkosongkannya.
Kandung kencing dikendalikan saraf pelvis dan
serabut saraf simpatis dari pleksus hipogastrik.
1) Ciri-ciri urine yang normal
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi beda-
beda sesaui jumlah cairan yang dimasukan.
Banyaknya bertambah pula bila terlampau
banyak protain dimakan, sehingga tersedia
cukup cairan yang diperlukan untuk melarutkan
ureanya.
9
a) Warnanya bening oranye pucat tanpa
endapan, tetapi adakalanya jenjot lendir tipis
tanpak terapung di dalamnya.
b) Baunya tajam.
c) Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus
dengan pH rata-rata 6.
d) Berat jenis berkisat dari 1010 sampai 1025.
3. Klasifikasi
Tipe Hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra
eksternum/meatus:
a. Tipe sederhana/ Tipe anterior
10
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe
glandular, subcoronal, dan distal penile. Pada
tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands
penis.Secara klinis, kelainan ini bersifat
asimtomatik dan tidak memerlukan suatu
tindakan.Bila meatus agak sempit dapat
dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari midshalf, proksimal
penil, dan penoskrotal. Pada tipe ini, meatus
terletak antara glands penis dan
skrotum.Biasanya disertai dengan kelainan
penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis
menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini,
diperlukan intervensi tindakan bedah secara
bertahap, mengingat kulit di bagian ventral
prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit
yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
c. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe penoskrotal,
scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis
akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan
umumnya testis tidak turun.
(Muttaqin, Arif, 2014)
4. Etiologi
11
Hipospadia adalah kelainan yang terjadi
sejak lahir, sama seperti cacat lahir pada
umunya.Penyebab perkembangan abnormal pada
penis ini belum diketahui secara pasti. Para pakar
memperkirakan bahwa keabnormalan pada
hipospadia kemungkinan disebabkan oleh
keefektifan hormon yang terhambat, dan terdapat
beberapa faktor yang diduga dapat memicu
hipospadia.
a. Gangguan ketidak seimbangan hormone
Hormon yang dimaksud di sini adalah
hormon androgen yang mengatur organ
ogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena
reseptor hormon androgennya sendiri di dalam
tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormon androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya
tidak ada tetap saja tidak akan memberikan
suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang
berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
b. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen
yang mengodesintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c. Faktor lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi
penyebab adalahpolutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
seperti aktivitas esterogen dimanan-mana dalam
masyarakat industri, seperti terlelan pestisida
dalam pada buah-buanhan, dan sayuran,
tanaman esterogen endogen, dalam susu dari
sapi perah, dari lapisan di kaleng logam, dan
obat-obatan.
(Muttaqin, Arif, 2014).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada hipospadai, antara lain:
12
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada
lekukan yang dangkal di bagian bawah penis
yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada di bagian bawah
penis, menumpuk di bagian punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang
mengelilingi meatus dan membentang hingga ke
glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunikadartos, fasiaBuch dan korpus spongiosum
tidak ada.
f. Dapat timbul tanpachordee, bila letak meatus
pada dasar dari glans penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga
penis menjadi bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak
turun kekantung skrotum).
i. Kadangdisertaikelainankongenitalpadaginjal.
j. Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang
melengkung ke arah bawah yang akan tampak
lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan
oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa
yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya
abnormal ke glands penis. Jaringan fibrosa ini
adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus
spongiosum dan tunikadartos. Walaupun adanya
chordeeadalah salah satu ciri khas untuk
mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa
tidak semua hipospadia memiliki chordee.
6. Patofisiologi
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan
yang diperkirakan terjadi pada masa embrio selama
pengembangan uretra, dari kehamilan 8-10 minggu.
Perkembangan terjadinya fusi pada garis
tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari
penis. Ada berbagai derajad kelainan letak meatus
ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada
glans, kemudian di sepanjang batang penis hingga
akhirnya di perineum.
13
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans.
Pita jaringan fibrosa yangdikenal sebagai chordee,
pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis.
Chordee atau lengkungan ventral penis,
sering dikaitkan dengan hipospadia, terutama
bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga
akibat dari perbedaan pertumbuhan antara punggung
jaringan normal tubuh kopral dan uretra ventral
dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi yang
lebih jarang, kegagalan jaringan spogiosum dan
pembentukan fasia pada bagian distal meatus uretra
dapat membentuk bulatan berserat yang menarik
meatus uretra sehingga memberikan konstribusi
untuk terbentuknya suatu korda.
(Muttaqin, Arif, 2014)
14
7. PATHWAY HIPOSPADIA
Masa perkembangan
Embrio pada uretra
Mengganggu proses
penyatuan meatus uretra
pada sisi ventral penis
hipospadia
Tidak dilakukan Stenosis meatus
pembedahan Kriptokirdisme (testis tidak
Pada jenis
penoskrotal/perineal turun ke dalam scrotum)
Defisiensi
Perubahan posisi pengetahuan
infertilisasi BAK ansietas
Hubungan seksual Gangguan
terganggu Pemasan
psikososial kateter
Disfungsi seksual Gangguan Post d
Gangguan konsep diri
eliminasi urin
Risiko
15
8. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain
striktur uretra (terutama pada sambungan meatus
uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru
dibuat) atau fistula.
a. Disfungsi Ejakulasi (pria dewasa apabila tidak
ditangani dari kecil)
Apabila chordeenya parah, maka penetrasi
selama hubungan intim tidak dapat dilakukan.
b. Pseudohermatroditisme
Keadaan yang ditandai dengan alat-alat
kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan
satu beberapa ciri seksual tertentu.
c. Gangguan psikososial
Malu karena perubahan posisi BAK
d. Infertility
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan
fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk
mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaan ginjal seperti:
a. USG sistem perkemihan
b. Rontgen karena hipospadia sering disertai
kelainan kogenital ginjal.
(Corwin, Elizabeth. J, 2009)
17
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dll.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama: keluhan utama yang
dirasakan oleh klien hipospadia adalah
kelainan bentuk penis, lubang uretra
tidak pada ujung penis, BAK tidak
memancar (merembes), jika berkemih
anak harus duduk dan pada hipospadia
berati tidak bisa koitus (pada pria
dewasa)
b) Riwayat penyakit sekarang: penyakit
yang sekarang dialami oleh klien
misalnya kelainan ginjal
c) Riwayat penyakit dahulu: merupakan
riwayat penyakit yang mungkin pernah
diderita oleh klien sebelumnya seperti
DM, dan penyakit autoimun.
d) Riwayat penyakit keluarga: merupakan
gambaran keadaan kesehatan keluarga
dan penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan klien, meliputi: penyakit
kongenital atau keturunan.
3) Pola Fungsi Kesehatan
a) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Meliputi pengobatan klien yang teratur
apa tidak
b) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien tidak mengalami
masalah dalam pola aktivitas dan latihan
c) Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya klien tidak mengalami
masalah dalam pola ini
d) Pola sensori kogniti
Biasa klien tidak mengalami nyeri saat
berkemih.
e) Pola persepsi dan konsep diri
18
Biasanya klien mengalami perubahan
pola dalam kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran, mengekspresikan
keraguan terhadap penampilan peran
f) Pola peran dan hubungan
Tidak ada masalah pada pola peran dan
hubungan.
g) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi
Terhadap Stress
Biasanya klien mengalami kegelisahan
dan kecemasan terhadap penyakitnya
h) Pola eliminasi
Biasanya pada klien laki-laki akan
mengalami kesukaran dalam
mengarahkan aliran urinya, tergantung
pada keparahan anomalinya,
mengeluarkan urin dalam posisi duduk .
i) Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak mengalami
gangguan tidur
j) Pola reproduksi dan seksual
Biasanya pada pasien laki-laki dewasa
mengalami gangguan pada pola seksual
k) Pola sistem nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak terganggu dalam
menjalani ibadah
4) Pemeriksaan Fisik
a) Sitem perkemihan
palpasi abdomen untuk melihat distensi
vesika urinaria atau pembesaran pada
ginjal
b) Kaji pungsi perkemihan
5) Sitem genitalia
Adanya lekukan pada penis, melengkungnya
penis kebawah dengan atau tanpa ereksi, dan
terbukannya uretra pada ventral
6) Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa
19
a. Gangguan pemenuhan eliminasi urine
berhubungan dengan retensi urin, obstruksi
anatomik
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan informasi tentang proses penyakit
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan
perubahan struktur atau fungsi penis
d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan
perubahan bentuk penis, perubahan pola
berkemih
Pre op
a. Risiko infeksi (traktus urinaria) berhubungan
dengan pemasangan kateter
b. Ansietas (anakdanorang tua)
berhubungandengan proses pembedahan
(uretroplasty)
Post op
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera
(luka post op)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan port
de entri luka pascabedah,insersi kateter
c. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan
dengan perawatan di rumah.
20
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Op
NO TGL DIAGNOSA TUJUAN (KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN
1. Cemas b.d prosedur Selama dilakukan tindakan
pembedahan/ancaman pada keperawatan ...x24jam
status kesehatan diharapkan masalah cemas
teratasi dengan Kriteria Hasil:
m. Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas
n. Mengungkapkan dan
menunjukkan teknik untu
mengontrol cemas
o. Pasien mengungkapkan
cemas berkurang
p. Pasien terlihat rileks
q. TTV dalam batas normal
TD : < 130/90 mmHg
RR : 16-24 x/menit
N : 60-90 x/menit
S : 36,5-37,5 oC
2. Gangguan eliminasi urin Selama dilakukan tindakan
berhubungan dengan oliguria , keperawatan 3x24jam
penurunan output urin diharapkan masalah gangguan
eliminasi urin teratasi dengan
Kriteria Hasil:
j. Klien mengatakan
BAK lancar.
k. Klien mengatakan
urin bewarna kuning
jernih
l. Klien mengatakan
pengeluaran urin
normal 840-1680 cc/
24 jam
m. Kadar ureum normal
15-40 gr/ dL
n. Kadar kreatinin
normal 0,5-1.5 gr/ dL
21
o. Tidak terdapat protei
dalam urin.
Post Op
N T DIAGN TUJUA INTER RASION T
o G OSA N VENDI AL D
L KEPER (KRITE
22
AWAT RIA
AN HASIL)
1 Nyeri Setelah 1. Kaji 1. Men
akut b.d dilakuka nyer geta
agent n i hui
cidera tindakan 2. Ajar daera
(prosedu keperaw kan h,
r post. atan tekn kuali
Op) selama... ik tas,
x24 jam rela kapa
diharapk ksas n,
an i peny
masalah 3. Atu ebab,
nyeri r dan
akut pasi kara
teratasi en kteri
dengan posi stik
KH: si nyeri
a. Ska yan .
la g 2. Mem
nye nya bant
ri man um
ber 4. Kol pasie
kur abor n
ang asi apab
4-0 untu ila
b. Ma k nyeri
mp pem tumb
u beri ul
me an
nge anal 3. Mem
nali geti bant
nye k u
ri 5. Obs men
(sk erva gura
ala, si ngi
fre TT nyeri
kue V 4. Men
nsi, bant
dan u
tan men
23
da ghila
nye ngka
ri) n
c. Pas nyeri
ien 5. Untu
terl k
ihat men
nya geta
ma hui
n kead
dan aan
rile umu
ks m
d. TT pasie
V n
dal
am
bat
as
nor
mal
TD
:<
130
/80
m
mH
g
RR
:
16-
24
x/
me
nit
S:
36,
5-
37,
5
o
C
24
N:
60-
90
x/
me
nit
2 Risiko Setelah 1. Kaji 1. men
infeksi dilakuka leba geta
b.d n r hui
pertahan tindakan luka seber
an tubuh keperaw , apa
primer atan leta besar
tidak selama... k fakto
adekuat x24 jam luka r
(integrita diharapk 2. Kaji risik
s kulit an fakt o
tidak masalah or
utuh/insi risiko yan 2. men
si infeksi g geta
pembeda teratasi dap hui
han) dengan at peny
KH: men ebab
a. Tid yeb infek
ak abk si
ada an
tan infe
da- ksi 3. mem
tan 3. bers inim
da ihka alka
inf n n
eks ling terja
i kun diny
sep gan a
erti den infek
(ru gan si
bor ben
, ar 4. mem
tu 4. gant inim
mo i alka
r, balu n
kol tan terja
25
or, seti diny
dol ap a
or, hari infek
dan 5. kola si
fun bora 5. men
gio si amb
les untu ah
a) k daya
pem taha
beri n
an tubu
anti h
biot terha
ik dap
dan virus
anti /bakt
perd eri
arah
an
26
27