SISTEM PERKEMIHAN
GLOMERULONEFRITIS
I. KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Glomerulonefritis akut merujuk pada penyakit ginjal, dimana terjadi
reaksi peradangan di glomerulus. Glomerulonefritis bukanlah merupakan
suatu infeksi pada ginjal, tetapi merupakan mekanisme tubuh terhadap
sistem imun (Nursalam,Fransisca, 2008).
Glomerulonefritis akut adalah inflamasi yang terjadi pada giunjal
terutama di glomerulus. Akibat dari reaki antigen-antibodi, agregat molekul
(kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh, beberapa dari kompleks
ini terperangkap di glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal, dan
mencetuskan respon inflamasi (Brunner and Suddarth, 2002).
B. Etiologi
Faktor penyebab menurut Mary, Dkk tahun 2009 adalah karena reaksi
imunologis seperti lupus eritamatosus sistemik, infeksi streptokokus, cedera
vaskular (hipertensi) dan penyakit metabolik (diabetes mellitus).
C. Manifestasi klinis
Menurut Prof. DR. Dr. A. Halim Mubin, 2013 keluhan yang dialami biasanya
pada glomerulonefritis akut ialah
1. Adanya edema mendadak mulai dari muka hingga kelopak mata lalu kaki
dan pada kemaluan.
2. Oliguri atau anuri
1
2
3. Hematuri
4. Dan edema anasarka
5. Sindrom nefrotik
D. Patofisiologi
peradangan
3
4
vol urin yang disekresi protein dan albumin lolos dalam filtrasi pengeluaran IgG dan IgA
oliguri protein dalam urin protein dalam darah sel T dalam sirkulasi menurun
efusi pleura tekanan abdomen meningkat menekan diafragma mengubah angiotensin menjadi angiotensin 1 dan 2
MK: ketidakefektifan jalan napas mendesak rongga lambung otot pernafasan tidak optimal efek vasokontriksi arterioral perifer
kelemahan gangguan pemenuhan nutrisi MK : ketidakefektifan pola nafas beban kerja jantung meningkat
MK:intoleransi aktivitas MK: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh MK: penurunan curah jantung
6
F. Komplikasi
Menurut Prof. DR. Dr. A. Halim Mubin, 2013 komplikasi yang dapat terjadi
pda glomerulonefritis akut diantaranya gagal ginjal aku, gagal ginjal kronis,
hipertensi, edema pulmonal, ensefalopati, pajah jantung, perdarahan otak.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada Glomerulonefritis
akut menurut Nursalam dan Fransiska, 2008 ialah
1. Urinalisis: hematuria (secara mikroskopik), proteinuria, endapan sel
darah merah, sel darah putih, epitel sel renal, dan berbagai endapan
dalam sedimen.
2. Darah: Peningkatan BUN dan kreatinin, albumin rendah, lipid
meningkat, titer antistreptolysin meningkat (dari reaksi organisem
streptokokus)
3. Biopsi dengan jarum pada ginjal: sumbatan kapiler glomerulus dan
proloferasi sel endotel
Menurut Brunner dan Suddarth , 2002 gambaran primer
glomerulonefritis akut adalah hematuria (darah dalam urin) mikroskopik atau
makroskopik (gros). Urin tampak bewarna kola akibat sel darah merah dan
butiran atau sedimen protein. (lempengan sel darah merah menunjukkan
adanya cedera glomerular). Proteinuria, terutama albumin, juga terjadi akibat
meningkatnya permeabilitas membran glomerulus. Kadar BUN dan kreatinin
serum meningkat seiring dengan menurunya haluaran urin. Serangkaian
penentuan antistreptolysin O (ASO) atau titer anti-Dnase B (ADB) sering
meningkat pada glomerulonefritis pascastreptokokal. Kadar komplemen
serum menurun tetapi secara umum kem,bali ke normal dalam 2 sampai 8
minggu. Kadar komplemen serum menurun tetapi secara umum kem,bali ke
normal dalam 2 sampai 8 minggu.
H. Penatalaksanaan Medik
Tujuan penatalaksaan glomerulonefritis akut adalah untuk melindungi
fungsi ginjal dan menangani komplikasi dengan tepat. Jika diduga terdapat
infeksi streptokokus sisa, penisilin dpat diresepkan. Tirah baring dianjurkan
selama fase akut sampaai urin bewarna jernih dan kadar BUN, lkreatinin dan
tekanan darah kembali ke normal. Lama tirah baring dpat ditentukan dengan
mengkaji urin pasien; aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan
proteinuria dan hematuria.
7
d) Pemeriksaan Fisik
Genitourinaria
Inspeksi : biasanya terlihat adanya edema
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan saat dipalpasi
Perkusi : biasanya terasa nyeri didaerah ginjal saat dilakuka
perkusi
Auskultasi : terdengar bunyi arteri renalis.
9
e) Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis: hematuria (secara mikroskopik), proteinuria, endapan sel
darah merah, sel darah putih, epitel sel renal, dan berbagai endapan
dalam sedimen.
2) Darah: Peningkatan BUN dan kreatinin, albumin rendah, lipid
meningkat, titer antistreptolysin meningkat (dari reaksi organisem
streptokokus)
3) Biopsi dengan jarum pada ginjal: sumbatan kapiler glomerulus dan
proloferasi sel endotel
6. Sianosis atau
6. Monitor sianosis kebiruan menandakan
perifer jantung tidak bekerja
dengan baik atau
kekurangan pasokan
oksigen ke perifer
d. Tidak terjadi
penurunan berat 5. Kaji kemampuan 5. Agar mendapatkan
badan yang berarti. untuk mendapatkan nutrisi yang
nutrisi yang dibutuhkan dan
dibutuhkan. sesuai dengan
jumlahnya.
4. Gangguan eliminasi urin Selama dilakukan
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Lakukan penilaian 1. Agar dapat mengetahui
oliguria, penurunan .x24jam diharapkan kemih yang apabila terjaid gangguan
volume urin yang masalah eliminasi urin komprehensif pada kandung kemih
disekresi teratasi dengan Kriteria berfokus pada
Hasil: inkotinensia
(misalnya, output
a. Kandung kemih urin, pola berkemih,
kosong secara penuh fungsi kognitif, dan
b. Tidak ada residu masalah kencing
urine >100-200 cc praeksisten)
c. Intake caitran dalam 2. Merangsang
2. Merangsang reflex
rentang normal kandungkemih diperlukan
kandung kemih
d. Bebas dari ISK untuk pengeluaran yang
dengan menerepkan
e. Tidak ada spasme
dingin untuk perut, sesuai
bladder
membelai tinggi
f. Balance cairan batin,atau air.
seimbang
3. Sediakan waktu yang
3. Waktu minimal untuk
cukup untuk
mengosongkan kandung
mengosongkan
14
D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan saat kita menangani suatu kasus .Pada kasus
glomerulonefritis akut implementasi yang kita lakukan sesuai dengan intervensi yang
sudah kita rencanakan .Pada Implementasi kita menuliskan tindkan yang telah koiita
lakukan terhadap klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilaukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
15
16
SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik paling banyk terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 .
- Kompilaksi sementara gagal ginjal kronik. Kasus ini harus dibedakan dengan
syndrome acute on chronic renal failure.
- Superimposed sindrom nefritik
Kelainan ini tampak pada setiap kondisi yang merusak membrane kapiler
glomerulus. Biasanya kelainan pada masa kanak-kanak namun dapat juga terjadi
pada orang dewasa dan lansia.
16
17
B. Klasifikasi
C. Etiologi
17
18
Penyebab Kriteria
GN membranosa (GNMN)
GN membranopaliatif (GNMP)
GN Proliferative lain
Tuberculosis, lepra
Keganasan
18
19
Lain-lain
D. Manifestasi Klinis
Menurut Cecily L. Betz (2002) Tanda dan gejala yang timbul pada anak
yang mengalami sindrom nefrotik adalah sebagai berikut :
1) Proteinuria
2) Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema perorbital,
edema dependen, pembengkakan genitalia eksterna, edema fasial, asites,
hernia inguinalis dan distensi badomen serta efusi pleural
3) Penurunan jumlah urine, urine gelap dan berbusa.
4) Hematuria.
5) Anoreksia.
6) Diare
7) Pucat
8) Gagal tumbuh dan pelusitan otot untuk jangka panjang.
1) Edema
2) Oliguria
3) Tekanan darah normal
4) Proteinuria sedang sampai berat
5) Hiperproteinemia dengan rasio albumin: globulin terbalik
6) Hiperkolesterolemia
7) Ureum/ kreatinin darah normal atau meninggi Beta 1C lobulin (C3) normal
E. Patofisiologi
19
20
20
21
pathway
Mekanisme penghalang
Kerusakan glomerulus
protein
proteinuria
hipoalbuminemia
Sindrom nefrotik
21
22
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan elektrolit, kreatinin, bersihan kreatinin, tes dipstick urine
USG saluran ginjal
2. Immunoglobulin (elektrforesis protein) glukosa, ANF, ANCA
3. Biopsy ginjal (untuk mengetahui adanya penyebab proteinuria)
H. Penatalaksaan medik
22
23
- Diuetik : diuretic kuat misalnya furosemid dosis awal 20-40 mg/hari. Golongan
obat tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan
berat badan tidak boleh lebih dari 0,5 kg/hari
- Diet : diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan.
Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 gr/kgbb/hari dapat mengurangi
proteinuria. Tambahan vit.D dapat diberikan pada pasien jika mengalami
kekurangan vitamin D.
- Terapi antikoagulan : bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolism,
terapi antikoagulan dengan heparin harus segera diberikan. Jumlah heparin
yang diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik
mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah
terapi heparin intravena, antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik bias diatasi.
- Terapi obat : terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid yaitu prednisone 1-1,5 mg/kgbb/hari dosis tunggal pagi hari
selama 4-6 minggu. Kemudian dikurangi 5mg/minggu sampai tercapai dosis
maintenance (5-10 minggu) kmudian diberikan 5mg selang sehari dihentikan
dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan penderita kembali
memburuk,misalnya timbul edema, proteinuria, maka dikembalikan kembali
dosis full selama 4 minggu.
- Obat anti radang non-steroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan
nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis
prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini menyebabkan vasokonstriksi
ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus, dan dalam banyak kasus
penurunan proteinuria sampai 75.
- Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon.
Kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping. Kortikosteroid. Dapat
diberikan sikloosfamid ,5mg/kgbb/hari.
- Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, provastatin, dan
lovastin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatka
kolesterol HDL.
- Obat anti proteinurik, misalnya ACE Inhibitor ( captopril 12,5 mg), kalsium
antagonis ( herbeser 180 mg), atau beta bloker. Obat penghambat enzim
konversi angiotensin dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan
23
24
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien:
a) Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6
th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan
kelainan genetik sejak lahir.
24
25
d) Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
Pola eliminasi: diare, oliguria.
Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
Pola istirahat tidur: susah tidur
Pola mekanisme koping : cemas, maladaptive
Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
d. Pemeriksaan Fisik
Status kesehatan umum
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Kesadaran: biasanya compos mentis
TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
25
26
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama
albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Edema berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan anoreksia.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
4. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan
5. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan
tubuh.
6. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi
pernafasan
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
4
PIELONEFRITIS
I. KONSEP DASAR MEDIK
A. Defenisi
Pielonefritis akut adalah perdangan pada pielum dengan
manifestasi klinis pembentukan jaringan parut pada ginjal dan dapat
menyebabkan kerusakan pada ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses
(misalnya, nefrik, perinefrik), sepsis,syok atau kegagalan multisistem.
pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang
sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung
selama 1 sampai 2 minggu.
Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses madka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis
renalis),tubulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal
(Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Infeksi ginjal (pielonefritis) adalah komplikasi medis serius pada
kehamilan yang paling umum terjadi dan kondisi nonobsstetrik yang paling
banyak menyebabkan rawat inap pada kehamilan (Colombo & samuel,
2007 ;Cuinningham dkk.,2005)
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul
secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood,
2002:668)
B. Etiologi
Penyebab dari pielonefritis, meliputi hal-hal berikut.
1. Uropatogen. Agen bakteri meliputi Eschericha coli, klebsiella, proteus
dan staphylococcus aeurus.
a. Escherichis colli
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di
usus besar) merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan
pada pielonefritis akut tanpa komplikasi.
b. Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa.
Pseudomonas juga merupakan patogen pada manusia dan
merupakan penyebab infeksi pada saluran kemih.
c. Klebsiella enterobacter
Klebsiella enterobactermerupakan salah satu patogen menular yang
umumnya menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih.
Species proteus
2. Infeksi saluran kemih, terutama pada statis kemih akibat batu saluran
kemih, refluks vesikoureter dan penurunan imunitas pada proses
penuaan, serta peningkatan kadar glukosa dalam urine pada pasien
diabetes militus dimana akan menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih
besar.
3. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk melawan infeksi.
4
5
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa
dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan
oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai
penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau
pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke
dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
C. Manifestasi klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian
dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah.
Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang
dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri
hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena
adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi
pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot
perut berkontraksi kuat.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan
lebih sulit untuk dikenali.
1. Pyelonefritis akut ditandai dengan :
a) pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
b) Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil,
nausea
c) nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan
fisik.
d) Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
e) Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa
hari.
f) Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria
dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel
darah putih.
D. Patofsiologi
Terjadnya nya invasi bakteri pada parenkim ginjal memberikan manifestasi
peradangan dalam bentuk pielonefritis. Infeksi dipengaruhi oleh faktor invasi
bakteri dan faktor imunologis host. Faktor bakteri seperti Escherichia coli
yang bersifat uropatogenik menempel pada sel epitel, dan mampu bertahan
dari pembersih aliran urine. Invasi bakteri ini melekat pada epitel dan
memicu resspon peradangan pada tubolointerstisial faktor host melakukan
proses fagositosis secara signifikan
Bila pertahanan host terganggu sehingga meningkatkankemungkinan
infeksi beberapa faktor yang berperan meningkatkan kondisi infeksi,
meliputi (1) obstruksi saluran kemih (2) refluks vesicoureteral, (3)
pengosongan kandung kemih tidak lengkap, (4) penggunaan obat
spermisida, (5) diabetets militus, (6) imunodefisiensi (bawaan atau
dioeroleh)
5
6
E. Patway.
6
7
Patways
7
8
Kehilangan cairan
Kalekrein dilepas untuk EP (endogen pirogen) berlebih baik intrasel
merangsang pusat merangsang prostaglandin maupun ekstrasel
sensori nyeri untuk thermostat tubuh di
hipotalamus
Nyeri pada pinggang akibat Sel-sel tubuh mengalami
peradangan dan kerusakan MK: Kekurangan
MK: Nyeri MK: dehidrasi
jaringan parenkim ginjal Cairan Tubuh
Akutadanga Hipertermi
n dan 8
kerusakan
jaringan
parenkim
9
F. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah
pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila
guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat
terjadinya obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang
dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan
sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami
peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan
meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasound dapt dilakukan untuk mengetahui lokasi
obstruksi di traktus urinarius; menghilangkan obstruksi adalah penting
untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran
2. Sinar X, Dan Pencitraan Lainnya
a. kidney, ureter and bladder (KUB
b. Pemindai CT dan magnetic resonance imaging (MRI)
c. Urografi intravena (ekskretori urogram atau intra pyelogram)
d. pielografi retrograde
3. Urinalisis, pemeriksaan rutin urin klinis
4. pemeriksaan air kemih dengan mikroskop
5. pembiakan bakteri dalam contoh air kemih untuk menentukan adanya
bakteri.
6. Urin porsi tengah untuk mikroskopi, kultur, dan sensitivitas
7. Swab uretra : untuk pewarnaan gram dan kultur pada media khusus
untuk gonokokus.
8. bila diagnosisnya belum pasti maka mungkin diperlukan laparascopy
9. Tes fungsi ginjal, (tes kemampuan pemekatan ginjal, pemeriksaan
klirens kreatinin / klirens kreatinin endogen, pemeriksaan kadar kreatinin
serum dan pemeriksaan kadar ureum / nitrogen urea darah (BUN).
10. Pemeriksaan sistoskopi, endoskopi renal (nefroskopi)
11. Biopsy ginjal
H. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut,
meliputi :
1. Pemberian antikmikroba yang sesuai dengan hasil uji sensitivitas yang
bersifat bakterisidial dan berspektrum luas seperti golongan
9
10
10
11
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim ginjal
2. Gangguan eliminasi urin b.d respons inflamasi saluran kemih, iritasi
saluran kemih
3. Hipertermi b.d respons sistemik sekunder dari infeksi pada pielium dan
parenkim ginjal.
4. Resiko kekambuhan infeksi saluran kemih b.d tidak terpajan nya
informasi, misinterprestasi, kesalahan sumber informasi, rencana
perawatan dirumah
5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit dan
perubahan kesehatan.
11
12
INTERVENSI Keperawatan
No Dignosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional Ttd
1. perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola berkemih dan 1. Mengetahui fungsi ginjal
eliminasi urine b.d keperawatan 2x24jam catat produksi urine tiap 2. Menilai perubahan kandung
respon inflamasi diharapkan masalah 6 jam kemih akibat infeksi saluran
saluran kemih, teratasi dengan Kriteria 2. Palpasi kemungkinan kemih
iritasi saluran Hasil: adanya ditensi kandung 3. Mempercepat dan
kemih kemih meningkatkan pembilasan
1. Tidak ada keluhan 3. Anjurkan untuk miksi paa saluran kemih
iritasi dalam melakukan setiap 3-4 jam 4. Pemeriksaan kultur dan dan
miksi, seperti disuria 4. Kolaborasikan : uji sensitivitas dapat
dan urgensi - Diagnostik kultur menentukan jenis anti
2. Mampu melakukan dan uji sensitivitas mikroba yang sesuai
miksi setiap 3-4 jam - Pemberian Antimikroba yang bersifat
3. Produksi urine 50 antimikroba bakterisid dapat membunuh
cc/jam , urine tidak kumah yang sesuai dengan uji
keruh atau urine yang sensitivitas.
keluar bewarna
kuningan jernih
12
13
13
14
mengebangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
terapeutik
4. Analgetik memblok lintasan
nyeri sehingga nyeri akan
berkurang
14
15
3. hipertermi b.d dalam waktu 3x24 jam 1. Monitor suhu tubuh 1. peningkatan suhu tubuh klien
respon sistemik perawatan suhu tubuh pasien bisa menjadi stimulus
sekunder dari menurun dengan kriteria penahan cairan
infeksi pada pielum hasil : suhu tubuh normal 36- 2. Penuhi hidrasi cairan 2. pemeliharaan juga untuk
dan parenkim ginjal 370C tubuh. meningkatkan produksi urine
yang juga berdampak
terhapat pengeluaran suhu
tubuh melaui sistem
perkemihan
3. Beri kompres dingin di 3. memberikan respondingin
kepala dan aksila pada pusat pengaturan panas
dan pembuluh darah besar.
4. Kolaborasi pemberian 4. Membantu menurunkan suhu
terapi : antipiretik tubuh
15
16
16
17
NEFRITIS INTERSTISIAL
I. KONSEP DASAR MEDIK
Definisi
Nefritis interstisial adalah suatu proses peradangan di dalam ruang interstisial
ginjal. Nefritis interstisial kadang terjadi sebagai proses primer dan 15% dari angka
gagal ginjal akut, dan hampir 25% merupakan gagal ginjal kronik. Nefritis
interstisial juga dapat berkembang sebagai proses sekunder yang mengikuti
kerusakan glomerular maupun vaskular. Nefritis interstisial akan berakhir ke arah
penyakit ginjal stadium akhir yang paling sering dan lesi yang sangat penting
dalam nefrologi. Kepentingan bentuk lesi ini ditekankan oleh literatur-literatur
terdahulu yang membahas mengenai hubungan struktur dan fungsi pada
kerusakan interstisial. Berbagai literatur mengatakan bahwa perubahan dalam
fungsi tubulus dan filtrasi golemerulus berhubungan erat dengan adanya
kemunduran yang progresif pada jaringan interstisial dengan perubahan pada
glomerulus.
Manifestasi Klinis
Nefritis interstisial ditandai dengan infiltrat selular dalam bentuk akut, terutama
sel-sel limfositik, dan limfosit mungkin terlihat di antara sel tubulus, dan melewati
membrana basal tubulus. Eosinofilia bisa saja terjadi, terutama jika nefritis
interstisial yang berhubungan dengan obat. Granuloma juga dapat terjadi,
terutama pada nefritis interstisialis yang berhubungan dengan tuberculosis atau
sarcoidosis. Tetapi, ada atau tidaknya eosinofil maupun granulomata bukan
merupakan suatu diagnosis yang penting. Dalam bentuk kroniknya, fibrosis
interstisial dan atrofi tubulus tidak terlalu jelas, dan terkadang juga terdapat gagal
ginjal yang irreversible. Infiltrate seluler dapat ditemukan mengelilingi area tubulus
yang atrifi tetapi tidak selalu jelas apakah peradangna ini disebabkan oleh
17
18
kerusakan tubulus, atau kerusakan tubulus disebabkan oleh proses lain seperti
iskemia.
Nefritis interstisial akut dpat bermaniefstasi menjadi gagal ginjal akut, dan pada
biopsi ginjal memperlihatkan peradangan infiltrat akut pada interstisial ginjal disertai
dengan edema interstisial, biasanya berhubungan dengan kemunduran dari fungsi
ginjal
1. Insidensi
Nefritis interstisial akut bukan merupakan suatu diagnosis yang biasa di
Inggris. Dari 266 pasien yang menjalani biopsi renal, hanya didapatkan 3 pasien
yang mengalami nefritis interstisial selama 1 tahun di Birmingham. Di Inggris,
insiden terjadinya nefritis interstisial akut adalah 1-4 kasus perjuta penduduk
pertahun. Praga mengatakan bahwa insiden terjadinya NIA adalah 1-4% dari
semua kejadian biopsi ginjal, dan 15-27% kejadian pada gagal ginjal akut.
2. Etiologi
Seperti yang terlihat pada tabel 1, penyebab utama NIA dapat dibagi atas yang
berhubungan dengan obat, infeksi, idiopatik dan yang berhubungan dengan
sarkoidosis dan penyakit sistemik lainnya. Lesi tubulointerstisial yang biasanya
berhubungan dengan glomerulonefritis biasanya tidak termasuk dalam NIA.
Berdasarkan etiologi tersebut, NIA yang disebabkan oleh obat merupakan
penyebab tersering, yaitu sekitar 2/3 kasus, infeksi 15%, idiopatik 10% dan TINU
(Tubulointerstisial nefritis uveitis) sekitar 4%, sisanya merupakan gangguan akibat
penyakit sistemik.
18
19
Gambar 4. Infiltrasi sel-sel radang di ruang interstisial pada NIA yang diinduksi
oleh obat (Rustina, 2015)
NIA yang diinduksi oleh obat biasanya melibatkan imunitas yang dimediasi
sel, Meskipun pada biopsi ginjal terkadang tidak ditemukan adanya deposit imun.
Hipotesis ini diperkuat dengan adanya fakta bahawa infiltrat interstisial biasanya
berisi sel-T dan terkadang terdapat granuloma. Meskipun demikian, penurunan
antibody anti TBM atau kompleks imun dapat diperhatikan dari biopsi ginjal.
berdasarkan hal tersebut, maka sistem imun yang dimediasi antibody bisa saja
berperan dalam menyebabkan nefritis interstisial ini.
19
20
Gambar 5. Mekanisme terjadinya NIA yang diinduksi oleh obat. (a) Obat berikatan
dengan komponen TBM normal dan berfungsi sebagai hapten. (b) Obat meniru
sautu antigen yang sesacara normal ada di TBM atau di interstisial dan
menginduksi respon imun yang juga bisa secara langsung melawan antigen ini. (c)
Obat berikatan pada TBM dan berlaku seolah-olah antigen yang terperangkap. (d)
Obat dapat menyebabkan terbentuknya antibody dan menjadi deposit pada
interstisial sebagai kompleks imun dalam sirkulasi.(Rustina, 2015)
Perubahan fibrosis dapat dilihat 7-10 hari dari proses peradangan dan secara
progresisf menjadi fibrosis interstisial yang disertai dengan atrofi tubular kecuali
jika secara cepat diberikan pengobatan steroid.
4. Manifestasi klinis
Pada pasien-pasien dengan NIA yang diinduksi obat, onset terjadinya gejala
sekitar 10 hari, meskipun periode laten bisa saja pendek yaitu 1 hari setelah
pemberian antibiotik atau beberapa bulan pada NSAID.
Tabel 2. Temuan klinis dan laboratorium pada pasaien NIA (Rustina, 2015)
20
21
5. Diagnosis
Diagnosis pasti untuk nefritis interstisial adalah biopsi renal, yang mana dapat
diperiksa jika terjadi adanya gagal ginjal akut tanpa sebab yang jelas. Bisa terjadi
gagal ginjal oliguri dan nonoliguri, dan proteinuria ringan sampai sedang.
Eosinofilia di darah maupun urin atau adanya riwayat pengobatan bisa saja
menjurus kepada nefritis interstisial akut.
6. Pengobatan
Nefritis interstisial akut, terutama sekali jika disebabkan oleh obat yang
subsequently been withdrawn, akan membaik secara spontan dengan proses
perbaikan yang baik dari fungsi ginjalnya dan mempunyai prognosis jangka
panjang yang bagus. Terapi suportif seperti mengontrol hipertensi, diet yang tepat
dan dialisis harus dilakukan.
Temuan awal, berdasarkan pada kasus NIA yang diinduksi oleh meticilin, NIA
yang diinduksi oleh oleh NIA digambarkan sebagai kondisi yang benigna, dengan
perbaikan cepat fungsi renalsetelah agen penginduksi dihilangkan. Tetapi pada
penelitian selanjutnya dengan sejumlah besar pasien dan follow-up yang lebih
lama, sekitar 30-70% kasus fungsi ginjalnya tidak membaik secara sempurna.
Terapi steroid
Penggunaan steroid pada pengobatan NIA yang diinduksi oleh obat masih
controversial. Beberapa studi memperlihatkan outcome yang lebih baik pada
pasien-pasien yang diteraip dengan menggunakan steroid. Pada beberapa kasus,
rspon terhadap steroid bervariasi, dengan perbaikan diuresis yang cepat dan
penurunan serum kreatinin.
Pengobatan steroid untuk NIA yang diiunduksi obat harus dimulai secepatnya
setelah diagnosis ditegakkan untuk menghindari kerusakan ginjal kronik.
21
22
7. Prognosis
Karena NIA dihubungkan dengan etiologi yang beragam, sulit untuk
menentukan prognosis NIA secara umum. Secara umum, jika NIA yang diinduksi
oleh obat dideteksi secara cepat dan obat secara langsung dihentikan, outcome
jangka panjang cukup baik dalam kembalinya nilai serum kreatinin kepada nilai
normal. Jika diagnosis baru ditegakkan pada beberapa minggu kemudian setelah
onset, dapat terjadi disfungsi ginjal yang signifikan dan bahkan dapat memerlukan
terapi pengganti ginjal.
Nefritis interstisial kronik ditandai dengan gagal ginjal kronik, dan hasil biopsi ginjal
memperlihatkan adanya fibrosis dan atrofi tubulus pada interstisial ginjal. kerusakan
kronis pada nefritis interstisialis kronik ini tidak berhubungan dengan penyakit glomerular
ataupun proses vaskular.
1. Insiden
Di Inggris, insiden terjadinya nefritis interstisial kronis adalah 10 kasus perjuta
penduduk pertahun, lebih sering dibandingkan dengan nefritis interstisial akut. Di
India dan daerah Timur Tengah, hampir 30% pasien yang memulai dialisis kronik
merupakan nefritis interstisial kronik, insiden ini lebih tinggi dibandingkan di
Inggris.
2. Etiologi
Semua penyebab nefritis interstisial akut juga menyebabkan nefritis interstisial
kronik. Fibrosis pada interstisial ginjal merupakan jalur akhir dari smua tipe
penyakit ginjal kronik stadium akhir.
22
23
3. Gambaran histopatologi
Pada kronik interstisial nefritis, masih terdapat reaksi interstisial seperti yang
terlihat seperti pada bentuk akut, tetapi populasi sel polimorfonuklear berkurang
dan jaringan yang edema terdapat jaringan fibrosa.
Gambar 7. Perbedaan gambaran atrofi tubulus pada nefritis interstisialis kronik (a)
Penebalan dan pengerutan membran basalis yang biasa disebut atrofi tubulus. (b)
Atrofi tubulus yang berhubungan endokrin yang mengelilingi glomerulus sklerotik.
(c) Tiroidisasi tubulus pada area parut dari korteks ginjal
5. Diagnosis
Sama seperti pada nefritis interstisial akut, diagnosis dapat ditegakkan hanya
dengan biopsi ginjal. sejak diketahui bahwa nefritis interstisial kronik dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut dan kontraksi pada ginjal, kondisi-
kondisi ini mungkin menjadikan nefritis interstisialis kronik tidak terdiagnosis
dikarenakan tidak dilakukan biopsi karena bentuk ginjal yang kecil. Hal ini
disebabkan oleh resiko perdarahan pasca biopsi yang meningkat.
6. Tatalaksana
Jaringan fibrosa di ginjal dan atrofi tubulus ginjal merupakan suatu kondisi yang
ireversibel, sehingga pengobatan nefritis interstisial kronis tergantung pada
eradikasi penyebab utama dan pemberian tatalaksana secara umum, tetapi yang
paling utama adalah mengontrol tekanan darah. Sayangnya, kerusakan tubulus
dan fibrosis interstisial pada ginjal dapat secara progresif terus berlangsung, meski
sudah dimonitoring dengan baik, dan pada beberapa pasien akan jatuh dalam fase
penyakit ginjal stadium akhir, sehingga tatalaksana sesuai dengan tatalaksana
gagal ginjal pada umumnya.
23
24
24
25
B. Diagnosa
25
26
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
26
27
terjadinya insufisiensi
ginjal
27
28
28
29
29
30
Imunitas Melemah
Inflamasi di Tubulus
penurunan Perfusi jaringan perifer gangguan aktivitas b.d kelemahan fisik secara umum
b.d anemia hipertensi sekunder
30
31
TUBERKULOSIS GINJAL
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
B. Anatomi Fisiologi
Ginjal
31
32
32
33
c. Uretra
Uretara merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
1. Uretra pria
Pad laki-laki uretra berjalan berkelok kelok melalaui tengah-tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang fubis ke bagian
penis panjangnya 20 cm. uretra pada laki-laki terdiri dari:
a) Uretra prostatika
b) Uretra membranosa
c) Uretra kevernosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa.Uretra mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika
urinaria sampai orifisium eksterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm yang
terdiri dari bagian-bagian berikut:
Uretra pars membranasea ini merupakan saluran yang paling pendek dan
paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke depan di antara apaks
glandula prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea menembus diagfragma
urogenitalis, panjangnya kira-kira 2,5 cm, di belakang simfisis pubis diliputi
oleh jaringan sfingter uretra membranasea. Di depan saluran ini terdapat vena
33
34
Uretra pars kavernosus merupakan saluran terpanjang dari uretra dan terdapat
di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari pars
membranasea sampai ke orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus
uretra berjalan ke depan dan ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada
keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke
depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan
berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam glans penis yang
akan membentuk fossa navikularis uretra.
2. Uretra wanita
Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring
sedikit ke arah atas, panjangnya 3-4 cm. lapisan uretra wanita terdiri dari
tunika muskularis (sebelah luar), lapiosan spongeosa merupakan pleksus dari
vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada
wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di
sini hanya sebagai salura ekskresi. Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm.
uretra ini menembus fasia diagfragma urogenitalis dan orifisium eksterna
langsung di depan permukaan vagina, 2,5 cm di belakang glans klitoris.
Glandula uretra bermuara ke uretra, yang terbesar diantaranya adalah glandula
pars uretralis (skene) yang bermuara kedalam orifisium uretra yang hanya
berfungsi sebagai saluran ekskresi.
d. Mikturisi
34
35
35
36
C. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun pada penyakit ini
disebabkan oleh organisme mickrobakterium tuberkulosa. Organism ini
biasanya berjalan dari paru-paru menuju aliran darah ke ginjal .
D. Manifestasi Klinis
1) Nyeri
2) Nafsu makan hilang
3) Anoreksia
4) Hematuria
5) Malaise
6) Sering berkemih
E. Penatalaksanaan Medis
1) Pengobatan
2) Konsultasi secara teratur
3) Terapi pembedahan
F. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
2) Radiografi
3) CT Scan
4) Ultrasonografi
36
37
7. Riwayat penyakit dahulu: kaji apakah dari riwayat penyakit seperti adanya
keluhan obstruksi pada salurah kemih ( yang meningkatkan kerentanan ginjal
terhadap infeksi) , tumor kandung kemih.
8. PemeriksaanFisik
a. Inspeksi: mengobservasi kulit terhadap warna,dan mukosa bibir klien
b. Palpasi: cek kafila refil klien.
c. Auskultasi: dengarkan tekanan darah, bunyi jantung, bising usus
9. Pola Fungsi Kesehatan
l) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Meliputi pengobatan klien teratur atau tidak. Mengungkapkan perhatian
untuk menurunkan faktor risiko bagi tuberculosis ginjal.
m) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan lemah
dan lesu yang menyebabkan kelemahan fisik.
n) Pola nutrisi dan metabolic
Biasanya klien mengalami anoreksia,.
o) Pola sensori kognitif
Biasanya terdapat nyeri.
p) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya klien mengalami perubahan pola dalam tanggung jawab, perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran, mengekspresikan keraguan
terhadap penampilan peran.
37
38
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan ulserasi mukosa saluran kemih.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan hematuria.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme respon sistemik invasi kuman.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka pascabedah.
38
39
1. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji jenis gangguan urine. 1. Urine bercampur darah
eliminasi urine selama ...x24 jam, diharapkan 2. Awasi intake dan output, memberikan implikasi
berhubungan gangguan eliminasi urine karakteristik urine. adanya iritasi saliran kemih.
dengan retensi teratasi dengan KH: 3. Dorong peningkatan intake 2. Memberikan informasi
urine. cairan. tentang fungsi ginjal.
1. Urine berwarna jernih
3. Peningkatn hidrasi dapat
2. Tidak terjadi hematuria membilas darah.
39
40
2. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 5. Jelaskan dan bantu klien dengan 5. Pendekatan dengan mengunakan
dengan spasme keperawatan selama x24 jam, tindakan pereda nyeri non relaksasi dan farmakologik
otot abdomen. diharapkan nyeri berkurang farmakologik dan noninvasif lainya telah menunjukan
dengan KH: keefektifan dalam menguurangi
nyeri.
1. Secara subjektif nyeri
6. Lakukan manajemen pereda nyeri 6. Posisi fsiologis akan
melaporkan nyeri
: meningkatkan asupan o2 ke
berkurang atau dapat
- Atur posisi fisiologis jaringan yang mengalami
berdaptasi skala nyeri 0-
iskemik sekunder dari inflamasi
1 (0-4).
Istirahat kan menurunkan
2. Klien tidak tampak - Istirahatkan klien
kebutuhan O2 kejaringan perifer.
meringis kesakitan.
40
41
41
42
4. Ansietas berhubungan Setrlah dilakukan tindakan 6. Gunakan pendekatan yang 6. Bahasa serta pendekatan yang
dengan status keperawatan selama menenangkan baik dpat mengurasi kecemasan
kesehatan. x24jam, diharapkan pada klien
masalah teratasi dengan KH :
42
43
5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kekuatan otot 1. Tingkat kelemahan otot
berhubungan dengan keperawatan selama 2. Kaji kekuatan otot mungkin berbeda pada
kelemahan fisik x24jam, diharapkan sebelum dan sesudah bagian tubuh lainnya.
masalah teratasi dengan KH : melakukan aktivitas
43
44
44
45
KANKER GINJAL
KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Kanker Ginjal adalah kondisi medis yang ditandai dengan kelainan
pertumbuhan dari sel-sel kanker pada ginjal. Biasanya, hanya satu ginjal yang terkena
kanker.
Kanker ginjal merupakan sebagian besar tumor ginjal yang solid ( padat ) dan
jenis kanker ginjal yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel ginjal ( adeno
karsinoma renalis / hipernefroma ). Kanker Ginjal atau hipernefroma merupakan jenis
kanker yang terdapat pada bagian ginjal atau disebut tubulus renal proksimal.
Karsinoma sel ginjal ( renal cell carcinoma ) adalah tumor malignansi renal
tersering, dua kali lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
Karsinoma sel ginjal merupakan tumor yang berasal dari epitel tubulus ginjal
terutama terletak di korteks. Carsinomaselginjal( renal cell carcinoma ) adalah tumor
malignansi renal tersering, dua kali lebih sering di temukan pada laki-laki di
bandingkan pada wanita.
B. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang vital fungsinya bagi
keseluruhan sistem tubuh manusia. Ginjal adalah organ utama system ekskresi
manusia, yang mengatur pembuangan zat-zat sisa yang sudah tidak berguna lagi bagi
tubuh. Selain itu, ginjal juga berperan dalam menjaga homeostasis cairan dalam
tubuh. Seperti organ tubuh lainnya, ginjal juga bisa mengalami kanker.
Jenis kanker ginjal yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel ginjal (
adenokarsinoma renalis, hipernefroma, renal cell carcinoma ), yang berasal dari sel-
sel yang melapisi tubulus renalis ginjal. Bahayanya, kanker ginjal ini biasanya di
temukan pada saat kanker ini telah mengalami metastasis dan sudah menyebar ke
organ tubuh lainnya, karena pada stadium dini kanker ini jarang sekali menunjukkan
gejalanya. Gejalanya baru mulai terasa pada stadium lanjut, yaituterjadi hematuria (
terdapat darah pada air seni ). Penyakit kanker ginjal merupakan salah satu penyakit
yang ditakuti oleh beberapa orang karena tidak menunjukkan gejalanya. Sehingga
45
46
ketika terdeteksi ternyata sudah menyebar ke organ yang lain dan sulit untuk
disembuhkan. Angka kejadian kanker ginjal cenderung meningkat belakangan ini.
C. Etiologi
Dalam keadaan normal, sel-sel di dalam saluran kemih tumbuh dan membelah
secara wajar. Tetapi kadang sel-sel mulai membelah diluar kendali dan menghasilkan sel-sel baru
meskipun tubuh tidak memerlukannya. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya suatu
masa yang terdiri jaringan berlebihan, yang dikenal sebagai tumor. Tidak semua
tumor merupakan kanker ( keganasan ). Tumor yang ganas disebut tumor maligna.
Sel-se ldari tumor ini menyusup dan merusak jaringan disekitarnya. Sel-sel ini juga
keluar dari tumor asalnya dan memasuki aliran darah atau system getah bening, paru-
paru, hati, tulang , Pembuluh limfe, Vena renalis, dan akan terbawa ke bagian tubuh
lainnya ( proses ini dikenal sebagai metastase tumor ).
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Namun penelitian
telah menemukan factor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan risiko
terjadinya kanker ginjal. Risiko terjadinya carcinoma sel ginjal meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Kanker ini paling sering terjadi pad ausia 50-70 tahun.
Pria memiliki risiko 2 kali lebih besar dibandingkan wanita.
Faktor faktor resikonya, yaitu :
1. Merokok : Merokok adalah faktor resiko utama. Para perokok dua kali lebih
mungkin menderita kanker ginjal daripada buka perokok.
2. Obesitas / kegemukan, menjadi faktor risiko, terutama pada wanita, berat
badan meningkat memiliki hubungan linier dengan meningkat risiko (
McLaughlin, 2006 )
3. Hipertensi. Dikaitkan dengan peningkatan insiden karsinoma sel ginjal (
McLaughlin, 2006 )
4. Penyakit kistik ginjal pada pasien yang menjalani dialisis ginjal jangka
panjang. Hal ini predisposisi untuk kanker sel ginjal ( McLaughlin, 2006 ).
5. Transplantasi ginjal. Predisposisi pada penerima transplantasi ginjal ( Zisman,
2002 )
6. Penyakit sindrom von Hippel-Lindau ( HVL ) merupakakan penyakit bawaan
terkait dengan karsinoma ginjal ( Iliopoulos, 2000 ).
D. Klasifikasi
46
47
Ginjal yang semakin lama mengalami kegagalan atau gangguan fungsi ginjal,
sehingga tidak mampu lagi bekerja dengan normal, membuat organ ginjal semakin
berat dan akhirnya menjadi kanker ginjal. Stadium kanker ginjal didasarkan pada
ukuran tumor, penyebaran dan luas penyebaran. Stadium stadium tersebut adalah :
1. Stadium I.
Stadium ini merupakan awal dari kanker ginjal. Tumornya berukuran 2,75 inci
( 7 cm ) atau tidak lebih besar dari sebuah bola tenis. Sel sel kanker
ditemukan hanya berada di ginjal.
2. Stadium II.
Stadium ini merupakan awal dari kanker ginjal namun tumor sudah berukuran
lebih dari 2,75 inci. Sel sel kanker ditemukan hanya di ginjal.
3. Stadium III.
Pada stadium ini, tumor tidak meluas diluar ginjal, tetapi sel sel kanker telah
menyebar melalui sistem getah bening ke suatu simpul getah bening yang
berdekatan. Tumor juga menyerang kelenjar adrenal atau lapisan lapisan dari
lemak dan jaringan yang berserabut yang mengelilingi ginjal. Namun, sel sel
kanker masih belum menyebar diluar jaringan berserabut. Sel sel kanker
ditemukan pada satu simpul getah bening yang berdekatan atau menyebar dari
ginjal ke suatu pembuluh darah besar yang berdekatan. Sel sel kanker juga
ditemukan pada simpul getah bening yang berdekatan.
4. Stadium IV
Pada stadium ini, tumor meluas dari luar jaringan berserabut yang mengelilingi
ginjal. Sel sel kanker ditemukan pada lebih dari satu simpul getah bening
yang berdekatan atau kanker yang telah menyebar ke tempat tempat lain di
dalam tubuh, seperti paru paru.
5. Kanker yang kambuh. Kondisi ini adalah kanker yang kembali muncul setelah
perawatan bisa muncul kembali di ginjal atau bagian tubuh lainnya.
E. Manifestasi Klinis
Pada stadium dini, kanker ginjal jarang menimbulkan gejala. Pada stadium
lanjut, gejala yang paling banyak ditemukan adalah hematuria ( adanya darah di
dalam air kemih ). Hematuria bisa diketahui dari air kemih yang tampak kemerahan
atau diketahui melalui analisis air kemih.
47
48
Nyeri tumpul pada daerah punggung terjadi sebagai akibat dari tekanan balik yang
ditimbulkan oleh kompresi ureter, perluasan tumor ke daerah perienal atau perdarahan
ke dalam jaringan ginjal.
Nyeri yang bersifat kolik terjadi jika bekuan darah atau masa sel tumor
bergerak turun melalui ureter.
Tekanan darah tinggi terjadi akibat tidak kuatnya aliran darah ke beberapa
bagian atau seluruh ginjal sehingga memicu dilepaskannya zat kimia pembawa pesan
untuk meningkatkan tekanan darah. Polisitemia sekunder terjadi akibat tingginya
kadar hormone eritropoietin, yang merangsang sumsum tulang untuk meningkatkan
pembentukan sel darah merah.
Tanda-tanda lain dari Carsinoma ginjal adalah;
1. Warna urin abnormal ( gelap atau coklat ) karena terdapat darah dalam urin.
2. Kehilangan berat badan lebih dari 5%.
3. Kelelahan
4. Anemia
5. Terdapat massa
6. Tanda metalase
7. Demam
8. Polisitemia, hiperkalsemia
9. Kebanyakan Carsinoma ginjal teridentifikasi secara kebetulan pada saat
pemeriksaan diagnostic abdomen seperti CT-scan.
10. Gejala yang Nampak mungkin berkaitan dengan metastase tumor seperti
fraktur patologi pada paha.
F. Patofisiologi
Jaringan asal untuk karsinoma sel ginjal adalah epitel tubulus proksimal ginjal.
Kanker ginjal bisa terjadi secara herediter atau non herediter. Keduanya memberikan
bentuk yang berhubungan dengan perubahan struktural dari kromosom. Studi genetika
kanker ginjal menyebabkan kloning gen yang menghasilkan perubahan formasi tumor
( Iliopoulos, 2000 ).
Setidaknya terdapat 4 sindrom genetik yang terkait dengan karsinoma sel
ginjal, meliputi : sindrom von Hippel Lindau ( VHL ), hereditary papillary renal
carcinoma ( HPRC ), onkosit ginjal familial ( FRO ) associated with Birt Hogg
Dube syndrome ( BHDS ), dan karsinoma ginjal herediter ( Iliopoulos,2000 ).
48
49
G. Pathwai
49
50
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan.
2. Ultrasound.
Alat ultrasoud bekerja dengan menggunakan gelombang gelombang suara yang
tidak dapat didengar oleh orang. Gelombang gelombang suara memantul balik
dari ginjal, dan komputer menggunakan gema gema untuk menciptakan gambar
yang disebut sonogram.
3. Biopsy.
50
51
I. Penatalaksanaan Medik
1. Operasi Operasi adalah perawatan yang paling umum untuk kanker ginjal.
Perawatan jenis ini merupakan suatu tipe dari terapi lokal yang dilakukan dengan
merawat kanker ginjal dan area yang dekat pada tumor. Operasi untuk
mengangkat ginjal disebut nephrectomy. Adapun tipe operasi pengangkatan ginjal
ini tergantung pada stadium dari tumor yaitu :
a) Radical nephrectomy. Ahli bedah mengangkat seluruh ginjal bersama
kelenjar adrenal dan beberapa jaringan disekitar ginjal. Beberapa simpul
getah bening di area itu juga diangkat.
b) Simple nephrectomy. Ahli bedah hanya mengangkat ginjal. Biasanya
tindakan ini dilakukan pada penderita kanker ginjal stadium I.
c) Partial nephrectomy. Ahli bedah hanya mengangkat bagian dari ginjal
yang mengandung tumor. Operasi ini dilakukan ketika seseorang itu hanya
51
52
52
53
Terapi biologis adalah suatu tipe dari terapi sistematis atau terapi yang
menggunakan senyawa senyawa yang berjalan melalui aliran darah, mencapai dan
memengaruhi sel sel di seluruh tubuh. Terapi biologis menggunakan kemampuan
alamiah tubuh atau sistem imun untuk melawan kanker.
Terapi biologis mungkin menyebabkan gejala gejala seperti flu, kedinginan,
demam, nyeri nyeri otot, kelemahan, kehilangan nafsu makan, mual, muntah dan
diare. Pasien pasien juga mungkin memperoleh suatu ruam kulit atau skin rash.
Persoalan persoalan ini dapat menjadi parah, namun mereka menghilang setelah
perawatan dihentikan.
5. Kemoterapi
Kemoterapi adalah tipe dari terapi sistemis dengan menggunakan obat-obatan.
Obat-obatan anti kanker memasuki aliran darah dan mengalir ke seluruh tubuh.
Meskipun berguna untuk kanker kanker yang lain, obat obatan tersebut telah
menunjukkan penggunaan yang teratas terhadap kanker.
Efek samping dari kemoterapi tergantung pada obat obatan spesifik dan jumlah
yang diterima. Pada umumnya, obat obatan anti kanker memengaruhi sel sel
yang membelah secara cepat, terutama sel sel darah. Sel sel ini melawan infeksi,
membantu darah untuk menggumpal atau membantu, dan membawa oksigen ke
seluruh tubuh. Ketika obat obat memengaruhi sel sel darah, pasien lebih mudah
mendapat infeksi, memar berdarah, juga merasa sangat lemah dan lelah.
Kemoterapi dapat menyebabkan kerontokan rambut. Rambut tumbuh kembali,
namun adakalanya rambut yang baru memiliki warna dan tekstur yang agak
berbeda.
Kemoterapi dapat menyebabkan nafsu makan yang buruk, mual, muntah, diare, atau
luka luka mulut dan bibir. Namun, efek efek samping ini dapat dikontrol dengan
menggunakan obat obatan.
6. Nutrisi
Pasien perlu makan dengan baik selama terapi kanker. kecukupan kalori dibutuhkan
untuk menjaga berat badan dan protein untuk mempertahankan kekuatan. Nutrisi
bisa membuat penderita kanker merasa lebih baik dan mempunyai lebih banyak
energi. Masalahnya pasien kanker sering kali sulit untuk makan karena tidak merasa
nyaman atau lelah.
53
54
A. Pengkajian
a) Identitas Klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, umut, suku, agama, pekerjaan, dll.
b) Keluhan utama
Keluhan utama pasien dengan kanker ginjal biyasanya nyeri pinggang ( tumpul
/ tajam )
P : Kecapean
Q : seperti dipukul benda tumpul / ditusuk benda tajam
R : pinggang bawah
S : 4-5
T : intermitten
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien dengan diagnose kanker ginjal biyasanya tidak nampak gejala yang
signifikan sebelum masuk stadium 4 kecuali pada pasien yang melakukan check
rutin sehingga pasien tidak mengetahui dan menghiraukannya karena
dikira pegal-pegal atau nyeri sendi ( encok ) yang tidak membahayakan, sampai
akhirnya pasien mengalami nyeri pinggang yang tidak bisa ditahannya lagi
ataupun adanya darah dalam urin saat berkemih barulah pasien datang ke
tempat pelayanan kesehatan untuk meminta bantuan
d) Riwayat penyakit terdahulu
Terkadang pada pasien dengan von help-lyndau syndrome kemungkinan
menderita kanker ginjal namun pada pasien dengan kanker ginjal biyasanya
disertai hypertensi, obesitas, gagal ginjal kronik yang mengharuskan dialisa
selama lebih dari 5th terakhir bahkan pernah mempunyai riwayat operasi
atau pernah menderita penyakit kanker sebelumnya.
54
55
Pola nutrisi dan metabolic : Suhu badan normal hanya panas hari
pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya
retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh.
Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun.
Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang
tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada
kulit dapat terjadi karena uremia.
Pola eliminasi : Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin,
gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak
dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada
tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria
sampaianuria ,proteinuri, hematuria.
Pola Aktifitas dan latihan : Pada Klien dengan kelemahan malaise,
kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia.
Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung
dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk
dimulai bila tekanan darah sudah normal selama 1 minggu. Adanya
edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot
bantu napas, teraba ,auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien
mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi dapat
menyebabkan pembesaran jantung ( Dispnea, ortopnea dan pasien
terlihat lemah ) anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh
spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan
gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum
karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui
penyebab dan penanganan penyakit ini.
Pola tidur dan istirahat : Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak
dan gatal karena adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise,
kelemahan otot dan kehilangan tonus Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa
gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopatihi
55
56
pertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila
ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
Persepsi diri : Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah
dan edema dan perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh
kembali seperti semulaf.
Hubungan peran : Anak tidak dibesuk oleh teman temannya karena
jauh dan lingkungan perawatann yang baru serta kondisi kritis
menyebabkan anak banyak diam.
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan labolatorium tidak banyak
membantu, hanya dapat ditemukan laju endap darah yang meninggi dan
kadang kadang ditemukan hematuria. Bila kedua kelainan labolatorium
ini ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk Pada foto polos
abdomen akan tampak masa jaringan lunak dan jarang ditemukan
klsifikasi didalamnya. Pemeriksaan pielografi intravena dapat
memperlihatkan gambaran distori, penekanan dan pemanjangan
susunan pelvis dan kalises. Dari pemeriksaan renoarteriogram
didapatkan gambaran arteri yang memasuki masa tumor. Foto thoraks
dibuat untuk mencari metastasi kedalam paru-paru.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis ( kerusakan ginjal )
2. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
56
57
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b/d agen cidera biologis Selama dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
1. Untuk mengetahui
(kerusakan ginjal) keperawatan .x24jam secara komprehensif
adanya lokasi,
diharapkan masalah teratasi dengan termasuk lokasi,
durasi, serta
Kriteria Hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi nyeri
frekuensi, kualitas dan
a. Mampu mengontrol nyeri ( yang dirasakan
factor presipitasi.
tahu penyebab nyeri ) 2. Ketidaknyamanan
2. Observasi reaksi
b. Mampu menggunakan dapat dilihat dari
nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi reaksi nonverbal
ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri, contohnya melalui
3. Ajarkan tentang teknik non
mencari bantuan ekspresi
farmakologi
c. Melaporkan bahwa nyeri 3. Teknik
berkurang dengan 4. Kolaborasi pemeberian nonfarmakologis
menggunakan manajemen obat analgetik seperti teknik
nyeri 5. Kontrol lingkungan yang relaksasi dapat
d. Mampu mengenali nyeri ( dapat mempengaruhi nyeri mengurangi rasa
skala, intensitas, frekuensi seperti suhu ruangan, nyeri
dan tanda nyeri )
57
58
58
59
2. Devisit volume cairan b/d Selama dilakukan tindakan 1. Pertahankan intake dan 1. Dorong masukan
kehilangan cairan aktif. keperawatan .x24jam output yang akurat. oral berikan
diharapkan masalah teratasi dengan 2. Monitor status hidrasi ( penggantian
Kriteria Hasil: kelembaban membran nesogatrik sesuai
mukosa, nadi adekuat, output
a. Mempertahankan urine
tekanan darah ortostatik ), 2. Mengetahui adanya
output sesuai dengan usia
jika diperlukan tanda-tanda hidrasi
dan BB, BJ urine normal,
3. Monitor vital sign pda klien.
HT normal.
4. Monitor masukan 3. Vital sign
b. Tekanan darah, nadi, suhu
makanan / cairan dan diperlukan dalam
tubuh dalam batas normal.
hitung intake kalori harian mengontrol
c. Tidak ada tanda tanda
5. Kolaborasi pemberian kekuranga volume
dehidrasi, Elastisitas turgor
cairan IV cairan
kulit baik, membran
4. Dorong keluarga
mukosa lembab, tidak ada
untuk membantu
rasa haus yang berlebihan.
pasien makan
5. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
59
60
60
Faktor - faktor yang tidak diketahui Faktor - faktor risiko yang bersifat
merangsang pertumbuhan sel karsinogen dan merangsang pertumbuhan
sel
v
Nyeri pinggang
Hematuria Trias gejala ( nyeri pinggang, hematuria, masaa
Gejala obstruksi pada pinggang )
Gejala obstruksi
Gejala sistemik ( demam, hipertensi, anemia,
anoreksia, penurunan BB )
Nyeri Bersifar metastasis ke organ lain
Gangguan pemulihan eliminasi
urine
61 Kecemasan pemenuhan
informasi
Risiko tinggi infeksi
GAGAL GINJAL AKUT
62
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Prerenal (pra= sebelum + renal= ginjal) artinya akar masalahnya di luar ginjal akan tetapi
akan mempengaruhi ginjal karena sesuatu tersebut akan berhubungan dengan ginjal.
Sesuatu tersebut adalah berkaitan dengan suplai darah, yakni karena penurunan suplai
darah ke ginjal. Antara lain:
a) Hipovelemia( volume darah yang rendah) karena kehilangan darah.
b) Dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh( mis, munta, diare, berkeringat, deman).
c) Asupan cairan berkurang
d) Obat, mis, diuretik (water pirlls)
Dapat menyebabkan kehilangan air yang berlebihan.
e) Aliran darah yang abnormal dari ginjal karena penyumbatan arteri atau vena ginjal.
2. Kondisi Renal
Kerusakan lansung pada ginjal di antaranya akibat dari:
a) Sepsis: sitem kekebalan tubuh yang kalah melawan infeksi sehingga infeksi menyebar
keseluruh tubuh termasuk menyebabkan peradangan dan kerusakan ginjal.
b) Obat-obatan : beberapa obat bersifat racun bagi ginjal, termasuk nonstroida anti
inflamasi (NSID) seperti ibufropen dan nafroxen.
c) Rhabdomilysis :ini adalah situasi dimana ada kerusakan akut yang signifikan dalam
tubuh, dan serat otot yang rusak menyumbat sistem penyaringan ginjal.
d) Glomerulonefritis akut atau peradangan pada glomerul, sistem penyaringan ginjal.
63
GGA prarenal atau azotemia prarenal atau disebut juga sebagai GGA fungsional,
disebabkan oleh perfusi glomerolus yang abnormal sehingga menurunkan LFG. Keadaan
ini umumnya ringan yang dengan epat dapat reversible apabila perfusi ginjal segera
diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat
memberikan oksigen dan substrat metabolic yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila
hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan terjadinya iskemia nekrosis
tubular akut. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan
histologik/morfologik pada nefron.
2. Gagal ginjal akut renal
Banyak penyebab gagal ginjal akut renal yang disebakan lansung tau dieksaserbasi oleh
berkurangnya aliran darah ginjal ke seluruh bagian atau sebagian ginjal. Penyebab
kerusakan iskemik ini disebabkan keadaan prarenal yang tidak teratasi, seperti yang telah
dibahas sebelum ini. Penyebab lain adalah penyempitan atau stenosis arteri renalis
sehingga menguangi aliran darah ke seluruh ginjal. Iskemia local dapat terjadi apabila
terjadi penyakit vascular oklusif, baik vascular intermedia atau vascular kecil seperti
vaskulitis, scleroderma, sindrom hemolitik uremik, trombositopenia trombotik, dan
hpertensi maligna.
Penyakit lain yang lebih kompleks seperti eklamsia, rejeksi alograf, sepsis, sindrom
hepatorenal juga merupakan penyakit iskemia ginjal. Penyakit-penyakit ini, dan juga
glomerulonefritis akut (sindrom nefritik akut) telah dibicarakan secara lebih mendalam
pada bab-bab yang lain sehingga tidak dibicarakan lagi disini. Dalam GGA renal ini akan
dibicarakan lebih banyak mengenai NTA oleh karena sebagian besar pasien dengan GGA
diakibatkan oleh NTA.
D. Manifestasi klinis
1. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare.
2. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi, dan napas mungkin berbau urine
(ferto uremik)
3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
4. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, Bunyi jantung
sedikit rendah, yaitu 1.010 (Brunner&Suddarth,2001).
64
5. Peningkatan BUN (tetap), kadar kreatinin, dan laju edap darah (LED) tergantung
katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein. Serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.
6. Hiperkalemia akibat penurunan laju filtrasi glomerulus serta katabolisme protein
menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh.
7. Asidosis metabolic, akibat oliguri pasien tidak dapat mengeliminasi muatan metabolic
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic normal.
8. Anemia terjadi akibat penurunan produksi penurunan produksi eritroptein, lesi saluran
pencernaan, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah (biasanya dari saluran
pencernaan).
E. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
a) Gangguan Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
65
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
b) Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik
c) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk mengekresi
ammonia (NH3) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat
dan asam organic lain juga terjadi
d) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
e) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
66
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
f) Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
F.
67
G. Pathway
Iritasi/cedera
GFR ( laju filtrasi gomerulus jaringan
GGK hematuria
anemia
Sekresi protein
terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis
turun
MK. Kerusakan
Perubahan Beban MK. Ketidak
Produksi asam integritas kulit
warna kulit jantung naik efektif jaringan
lambung
perifer
Hipertropi ventrikel kiri
Anoreksia, Iritasi
mual, lambung
Suplai O2 ke Tekanan vena
muntah
otak pulmunalis
Resiko
MK. perdarahan Kehilangan Kapiler paru
Ketidakseimban
kesadaran naik
gan nutrisi anemia
kurang dr
kebut.tubuh Edema paru
keletihan
nyeri
MK. Kelebihan
volume cairan
G. Komplikasi
1. edema paru-paru
edema paru-paru berlangsung akibat berlangsungnya penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa yang terlalu berlebih didalam area interstisial serta alveolus paru-paru.
perihal ini timbul dikarenakan ginjal tidak bisa mensekresi urine serta garam didalam
jumlah cukup. kerapkali edema paru-paru mengakibatkan kematian.
2. Hiperkalemia
komplikasi ke-2 yaitu hiperkalemia ( kandungan kalium darah yang tinggi ). yakni
satu situasi di mana konsentrasi kalium darah kian lebih 5 meq/l darah. butuh diketahui
konsentrasi kalium yang tinggi justru beresiko dari pada situasi sebaliknya ( konsentrasi
kalium rendah ). konsentrasi kalium darah yang lebih tinggi dari 5, 5 meq/l bisa merubah
system konduksi listrik jantung. jika perihal ini terus berlanjut, irama jantung jadi tidak
normal serta jantungpun berhenti berdenyut.
H. Pemeriksaan diagnostic
a. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gagal
jantung.
b. Kajian foto toraks dan abdomen
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi cairan.
c. Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg
69
d. Pelogram Retrograd
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular.
I. Penatalaksaan medic
a. Penatalaksanaan secara umum adalah:
Kelainan dan tatalaksana penyebab.
1) Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan,
dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah
dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
2) Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih
penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba
memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk
pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan
USG ginjal.
3) Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
b. Penatalaksanaan gagal ginjal
1) Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium
dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari
sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya.
Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
2) Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium,
pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
70
3) Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat terjadi
oliguria.
4) Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran
napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter
harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
5) Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya
perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio
ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H
(misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
6) Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik
yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
7) Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau makanan,
menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan nilai
kreatinin.
8) Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah
utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium
>5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara
oral atau melalui retensi enema.
71
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan
status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat gagal ginjal.
a) Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
2. RiwayatPenyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama
pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut
ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah
melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau
pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji
tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
b) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
2. Pemeriksaan Pola Fungsi
72
a) B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia.
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik
sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
b) B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial
sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan
adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi
yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin,
lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan
darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari
gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan
tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
c) B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang,
efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut
pada sindrom uremia.
d) B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi
dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis
terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
e) B5 (Bowel).
73
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f) B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
c) Pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas /Istirahat
Apakah ada gejala keletihan,kelemahan
b. Sirkulasi
Apakah ada hipotensi edema jaringan umum, pucat
c. Eliminasi
Perubahan pola berkemih, disuria , retensi abdomen kembung
d. Makanan/cairan
Peningkatan berat badan (edem), penurunan bereat badan, mual ,muntah,
anoreksia. Nyeri ulu hati
e. Neurosensori
Sakit kepala, kram otot/kejang
f. Pernapasan
Dispnea, takipnea, peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan, bau
ammonia, batuk produktif.
g. Keamanan
demam, petekie,pruritus, kulit kering
b) Diagnose keperawatan
1. Peningkatan volume cairan tubuh bd penurunan fungsi ginjal
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus,
nausea.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.
4. Kecemasan b/d ketidak tahuan proses penyakit.
5. Nyeri b/d gangguan pola eliminasi urine
6. Kerusakan integritas kulit b/d pruritus, gangguan status metabolic
74
c) Intervensi keperawatan
no Diagnosa keperawatan Tujuan / KH intervensi rasional
75
3. penimbangan berat
badan setiap hari
membantu
menentukan
keseimbangan dan
masukan cairan yang
tepat. Apenimbangan
BBlebih dari 0.5
kg/hari dapat
menunjukan
perpindahan
kesimbangan cairan.
4. manajemen cairan
diukur untuk
menggantikan
pengeluaran dari
semua sember
ditambah perkiraan
yang tidak nampak.
Pasien dengan
kelebihan cairan yang
76
tidak responsif
terhadap pembatasan
caiaran dan diuretic
membutuhkan dialysis
5. Hasil dari pemeriksaan
fungsi ginjal dapat
memberikan
gambaran sejauh mana
terjadi kegagalan
ginjal
2. Ketidaksiembangan Setelah dilakukan 1. Observasi status klien 1. Membantu dalam
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan dan keefektifan diet. mengidentifikasi dan
kebutuhan tubuh b/d selama ..x24 jam 2. Berikan dorongan kebutuhan diet,
anoreksia, vomitus, diharapkan nutrisi hygiene oral yang baik kondisi fisik umum,
nausea. klien imbang dengan sebelum dan setelah gejala uremik dan
KH: makan. pembatasan diet
1. Adanya peningkatan 3. Berikan makan yang mempengaruhi
berat badan sesuai sesuai. asupan makanan.
dengan tujuan 4. Berikan makanan dalam 2. Higiene oral yang
porsi kecil tetapi sering. tepat mencegah bau
mulut dan rasa tidak
77
2. Mampu 5. Kolaborasi pemberian enak akibat
mngeindetifikasi kan obat anti emetic mikroorganisme,
kebutuhan nutrisi membantu mencegah
stomatitis.
3. Lemak dan protein
tidak digunakan
sebagai sumber
protein utama,
sehingga tidak terjadi
penumpukan yang
bersifat asam, serta
diet rendah garam
memungkinkan
retensi air kedalam
intra vaskuler.
4. Meminimalkan
anoreksia, mual
sehubungan dengan
status uremik.
5. Antiemetik dapat
menghilangkan mual
78
dan muntah dan dapat
meningkatkan
pemasukan oral.
3. Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan pasien 1. Memberi panduan
kelemahan tindakan keperawatan dalam beraktifitas dan dalam penentuan
selama ..x24 jam penuhi kebutuhan ADL. pemberian bantuan
diharapkan aktivitas 2. Kaji tingkat kelelahan. dalam pemenuhan
dapat ditoleransi 3. Identifikasi factor ADL.
dengan KH: stess/psikologis yang 2. Menentukan derajat
1. Mamapu melakukan dapat memperberat. dan efek
aktifitas sehari-hari 4. Bantu aktifitas ketidakmampun.
secara mandiri perawatan diri yang 3. Mempunyai efek
2. Sirkulasi status baik diperlukan. akumulasi (sepanjang
5. Kolaborasi pemeriksaan factor psykologis)
laboratorium darah yang dapat diturunkan
bila ada masalah dan
takut untuk diketahui.
79
4. memungkinkan
berlanjutnya aktifitas
yang dibutuhkan
memberika rasa aman
bagi klien.
5. Ketidak seimbangan
Ca, Mg, K, dan Na,
dapat menggangu
fungsi neuromuscular
yang memerlukan
peningkatan
penggunaan energi Ht
dan Hb yang menurun
adalah menunjukan
salah satu indikasi
teerjadinya gangguan
eritopoetin
80
4. Kecemasan b/d ketidak Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Menentukan derajat
tahuan proses penyakit tindakan selama ..x24 kecenmasan klien. efek dan kecemasan.
jam diharapkan klien 2. Berikan penjelasan yang 2. Klien dapat belajar
tidak cemas dengan KH: akurat tentang penyakit. tentang penyakitnya
Klien mampu 3. Bantu klien untuk serta penanganannya,
mengindetifikasi dan mengidentifikasi cara dalam rangka
mengungkapkan gejala memahami berbagai memahami dan
cemas perubahan akibat menerima diagnosis
penyakitnya. serta konsekuensi
4. Memanfaatkan waktu mediknya.
kunjangan yang 3. klien dapat memahami
fleksibel, yang bahwa kehidupannya
memungkinkan tidak harus mengalami
kehadiran kelurga. perubahan berarti
akibat penyakit yang
diderita
81
d) implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien.
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal,
intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang
meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
e) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
82
GAGAL GINJAL KRONIK
TINJAUAN TEORITIS
83
tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari
kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal
adalah penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang dapat digolongkan
ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau kemampuan tubuh gagal
dalam mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang berlangsung lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksis uremik /
penumpukan urea dalam darah).
84
henle, terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus kontortus distal. Dan
berakhir dengan memasuki duktus koligentes. Setiap duktus koligentes
berjalan melalui medula ginjal, bergabung dengan duktus koligentes dari
nefron lain. Dan mereka membuka bersama pada permukaan papila renalis
didalam pelvis ureter.
Fungsi Ginjal :
1) Pengaturan cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa.
2) Ekskresi produk akhir metabolisme.
3) Memproduksi Hormon.
4) Keseimbangan air dan kimia tubuh
5) Menghasilkan renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh sel-sel tertentu
dalam dinding arteriol yang dilalui darah menuju glomerulus. Renin
disekresi bila tekanan darah sangat menurun sehingga jumlah darah yang
melewati ginjal tidak cukup. Hormon ini meningkatkan tekanan darah.
Hormon lain yang disekresi ginjal adalah eritropoetin. Eritropoeitin
disekresi oleh ginjal sebagai respon terhadap penurunan tekanan oksigen
normal. Hormon ini merangsang pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang dan meningkatkan jumlah darah yang tersedia untuk pengangkutan
oksigen. Fungsi ginjal yang lain memproduksi vitamin D yang aktif
secara biologis
3. Etiologi
Penyebab GGK termasuk zat toksis (pyelonefritis dan ureteritis), infeksi
kronis (penimbunan cairan), penyakit vaskuler, proses obstruksi, obat-obatan.
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis. Akan tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan
fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal
dan juga bisa menyebabkan diantaranya adalah:
1. Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan, untuk itu kita harus bisa
memenuhi kebutuhan dengan mengkonsumsi air sehingga dapat
memnuhi kebutuhan air yang ada di dalam tubuh kita yang cukup
85
contoh mudahnya adalah dengan meminum aiir putih paling tidak 8
gelas sehari secara teratur.
2. Obstruksi atau penyumbatan kandung kemih atau ureter, misalnya
karena batu ginjal dapat menyebabkan tekanan balik ke ginjal karena
ginjal terus menghasilkan urine, sedangkan terbendung dibagian
bawahnya ketika tekanan meningkat cukup tinggi, ginjal akan rusak
dan akan mati.
3. Zat toksis, beberapa obat bersifat racun bagi ginjal, termasuk non
sterodial anti inflamasi (NSAID) seperti (ibu profen dan naproxen).
Obat lainya yang berpotensi meracuni ginjal.
86
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema.
e. Sistem endokrin.
1) Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-
laki, pada wanita muncul gangguan menstruasi.
2) Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
f. Gangguan pada sistem lain.
1) Tulang : osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
Tanda dan Gejala antara lain:
1) Gejala dini : lemah, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
2) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
5. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik / Cronic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
87
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma
Gagal Ginjal berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
1) Stadium I
Kerusakan ginjal (ditemukannya protein dalam urin) dengan GFR normal
2) Stadium II
Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang sedikit
3) Stadium III
Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang moderat
4) Stadium IV
Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang parah
5) Stadium V
Gagal ginjal terminal.
6. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR /
daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
88
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai
15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat
g) Gangguan Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC),
dan medikasi seperti steroid.
h) Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik
89
i) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi
j) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
k) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
l) Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
90
7. Komplikasi
Komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a) Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan
masukan diet berlebih.
b) Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
d) Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastro intestinal.
e) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.
8. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya GGK,
menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,
menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etologi. Dalam
menentukan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu
diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi
glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan tingkatanya,
dalam rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi) dan faktor
pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan
diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.
b) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalsemia.
91
c) Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang
reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk
menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering
dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan apapun.
d) Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal,
menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
Foto polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
e) Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat
memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan
faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan
nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK.
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk
menilai sistem pelviokalises dan ureter.
f) Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
g) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
h) Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan klasifikasi metastatik.
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
92
a) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara
mencangkokkan sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor, ginjal
yang dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal
yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki
karakteristik yang sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi
golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik menjadi
donor biasanya adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa
diperoleh dari orang lain yang memiliki karakteristik yang sama. Dalam
proses pencangkokkan kadang kala kedua ginjal lama, tetap berada
pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama ini
menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Namun,
transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit
ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius,
atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak
dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan
kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat
bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan
pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.
b) Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode
terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu
membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini
dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup
individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis
dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah
93
dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam
mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses
difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di
rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah
dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,
darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan
disaring oleh mesin dialisis.
c) Obat-obatan
1) Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan
pengeluaran urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan cairan
dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu munurunkan
tekanan darah.
2) Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah
tetap dalam batas normal dan dengan demikian akan memperlambat
proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan
darah.
3) Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal
ini terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan
hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini bekerja
merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah
merah. Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon
Epo mengalami penurunan sehingga pembentukan sel darah merah
menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan anemia
(kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk
mengatasi anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanya
diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.
4) Zat besi
94
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada
penderita gagal ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi
sangat penting. Zat besi membantu mengatasi anemia. Suplemen zat
besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi
(disuntik).
5) Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah
menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi
terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini
diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D
bentuk aktif) dan kalsium.
95
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi.
a) Riwayat penyakit keluarga
Ada tidaknya penyakit keturunan.
b) Riwayat psikososial
Pernah adanya riwayat penyakit gagal ginjal sebelumnya.
96
Kulit gatal, pruritus.
9) Pola reproduksi dan seksualitas.
Penurunan libido.
10) Pola hubungan dan peran.
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Karena susah tidur, nyeri pinggang mengganggu aktivitas ibadah.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat.
TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat,
tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai
berat.
2) Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan berbau amoniak (faktor uremik). Pola nafas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3) Sistem Hematologi
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia.
Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah.
4) Sistem Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi, sering
didapatkan adanya kejang.
5) Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan
97
sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada
laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang
menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu.
Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampaiamenorea. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan
metabolism vitamin D.
7) Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
8) Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan
ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
9) Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya
infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang. Didapatkan adanya kelemahan
fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan b/d penurunan kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan urine.
2) Nyeri b/d retensi urine, oliguria.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,
muntah.
98
4) Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia.
5) Kerusakan integritas kulit b/d pruritus, gangguan status metabolik.
99
4
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status cairan dan 1. untuk mengetahui
b/d penurunan keperawatan selama ...x 24 adanya edema memantau
kemampuan ginjal untuk jam diharapkan pengeluaran 2. Batasi masukan perubahan cairan
mengeluarkan urine. urin sesuai dengan cairan 2. pembatasan cairan
pemasukan, dengan KH : 3. Catat intake dan akan menentukan
output cairan berat badan ideal
1. Berat badan ideal
4. Timbang BB tiap hari dan menentukan
tanpa cairan
pengeluaran urin
2. Tidak terdapat edema
3. untuk mengetahui
dan memantau
pemasukan dan
pengeluaran cairan
4. untuk memantau
cairan dan nutrisi
2. Nyeri b/d retensi urine, Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri 1. Untuk mengetahui
oliguria keperawatan selama ...x 24 2. Ajarkan klien teknik tingkat skala nyeri
relaksasi atau nafas 2. Untuk mengurangi
dalam nyeri
4
5
5
6
6
4
1. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah disusun dan
direncanakan dengan tujuan agar kebutuhan klien terpenuhi secara
maksimal yang mencakup aspek peningkatan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dengan mengikut sertakan klien dan
keluarga.
2. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai atau tidak. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi dilakukan secara
periodi, sistematika dan berencana untuk menilai perkembangan klien.
4
5
STRIKTUR URETR
A. DEFINISI
Striktur uretra adalah suatu kondisi penyempitan lumen uretra. Striktur uretra
menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang
mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urine keluar dari tubuh
(Mutaqqin, 2014).
Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan
fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra (Ariyoso, 2012).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui
proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh
sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra
anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah
sesuai dengan keingian seseorang.
5
6
spingter uretra eksternal. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars
prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars
membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan
verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat
krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius
terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar
prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa
navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat
beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar
Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa,
serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars
pendularis.
C. ETIOLOGI
Penyebab umum suatu penyempitan uretra adalah akibat traumatic atau
iatrogenic. Penyebab lainnya adalah inflamasi, proses keganasan, dan kelainan
bawaan pada uretra. Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3
jenis :
1. Struktur urethra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis dan pars membranase,
sifat striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah atau bersamaan
dengan anomalia sakuran kemih yang lain.
2. Struktur urethra traumatic
Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau karena instrumen,
infeksi, spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan oleh struktur
sambungan atau oleh pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya terjadi pada
daerah kemaluan dapat menimbulkan ruftur urethra, Timbul striktur traumatik
6
7
dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif daripada striktur
akibat infeksi. Pada ruftur ini ditemukan adanya hematuria gross.
3. Struktur akibat infeksi
Struktur ini biasanya disebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat
daripada striktur traumatik
D. PATOFISIOLOGI
Struktur uretra terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, uretra, dan ginjal.
Mukosanya terdiri atas epitel kolumnar, kecuali pada daerah orifisium eksterna
epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri atas lapisan erektil
vaskular.
Striktur uretra dapat diakibatkan dari proses peradangan, iskemik, atau
traumatic. Apabila terjadi iritasi uretra, maka akan terjadi proses penyembuhan
cara epimorfosisi, artinya jaringaan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang
tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan terbentuknya jaringan
parut yang memberikan manifestasi hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen
uretra.
7
8
Striktur ureta
Nyeri miksi
Gangguan
Gangguan pemenuhan
pemenuhan
eliminasi
eliminasiurine
urine
Respons perubahan pada kandung kemih : Respon perubahan pada ginjal & ureter :
- Hipertorofi atau detrusor - Refluk vesiko ureter
- Trabekulasi - Hidroureter
- Selula - Pielonefrosis
- Divertikel kandung kemih - Gagal ginjal
Tindakan pembedahan
Preoperasi Pascaoperasi
MK :
Respon psikologis MK Luka pascaoperasi
:Ansietas Resiko
Tinggi
Infeksi
8
9
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni
kecil dan bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi,
urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis
yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi
urine.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan
pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya tanda
tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
2. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran
urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya
proses miksi.
Kecepatan pancaran urine normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita
25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan
adanya obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd
dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat diketahui sehingga
penting untuk perencanaan terapi atau operasi. ( Muttaqin.A, 2011 hal 234)
G. KOMPILIKASI
1. Infeksi saluran kemih.
2. Gagal ginjal.
9
10
H. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Terapi
Kalau penderita datang dengan retensio urine maka pertolongan pertama
dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrogafi untuk
memastikan adanya striktura urethra.
Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat
dan abses dan dilakukan cystostomi baru kemidian dibuat uretrografi.
2. Trukar Cystostomi
Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine, dilakukan
cystostomi. Tindakan cystostomie dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan
lokal anestesi, satu jari di atas pubis di garis tengah, tusukan membuat sudut 45
derajat setelah trukar masuk, dimasukan kateter dan trukar dilepas, kater
difiksasi dengan benar sutra kulit.
3. Bedah endoskopi
Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan lokasi dan panjang
striktura Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah
striktura urethra anterior atau posterior yang masih ada lumen walaupun kecil
dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak fistel kateter dipasang selama 2 hari
pasca tindakan
4. Setelah penderita dipulangkan, penderita harus kontrol tiap minggu sampai 1
bulan kemudian.Tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup.Pada
waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmer kalau Q maksimal <10
dilakukan bauginasi
5. Uretraplasti
Indikasi untuk uretroplasti adalah dengan setriktur urethra panjang lebih 2 cm
atau dengan fistel urethrokutan atau penderita residif striktur pasca urethratomi
sachse. Operasi urethroplasti ini bermacam macam , pada umunya setelah
10
11
daerah striktur diexsisi, urethra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis
dan dengan free graf atau pedikel graf yaitu dibuat tambung urethra baru dari
kulit preputium atau kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
6. Otis uretomie
Tindakan otis uretrotomi di kerjakan pada striktura urethra anterior terutama
bagian distal dari pendulan urethra dan fossa manicularis. Otis uretrotomi ini
juga dilakukan pada wanita dengan striktura urethra
11
12
12
13
13
14
14
15
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Sehingga dapat ditemukan
diagnosa pada penyakit striktur uretra diantaranya adalah :
a. Ganggguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine
b. Nyeri berhubungan dengan disuria, resistensi otot prostat
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka pascabedah
d. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan
15
16
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
3 Perubahan pola Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan tidak bisa 1. Untuk mengetahui
eliminasi berhubungan tindakan keperawatan berkemih, berkemih berdarah, adanya peradangan
dengan adanya infeksi selama x 24 jam, tidak bisa menahan urine tiba- pada kandung kemih
tiba, berkemih pada malam
saluran kemih diharapkan masalah pola
hari
eliminasi dapat teratasi 2. Observasi perubahan urine : 2. Untuk mendeteksi
dengan kriteria hasil : warna, jumlah, bau adanya infeksi lebih
a. Pola urine kembali awal
3. Beri intake minum 2 2,5 3. Untuk membantu
normal 6 7 kali
liter per hari pengeluaran kuman
setiap hari,
b. Produksi urine > 30 cc dari kandung kemih
/ menit, urine normal ; 4. Anjurkan klien berkemih tiap 4. Mencegah urine statis
warna jernih, tidak ada 3 4 jam dan mencegah
darah, tidak ada bertambahnya kuman
tekanan saat pada kandung kemih
mengeluarkan urine akibat urine yang
terlalu lama tertahan.
5. Mengurangi rasa nyeri
saat berkemih dan
proses berkemih terasa
lampias.
5. Bantu klien mendapatkan
6. Mencegah masuknya
posisi yang nyaman saat
kuman pada urethra.
berkemih
16
17
2 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan umum klien 1. Untuk mengetahui
perkembangan keadaaan
dengan disuria, resistensi tindakan keperawatan,
diharapkan masalah nyeri klien
otot prostat 2. Memberikan informasi
dapat hilang atau
untuk membantu dalam
berkurang dengan kriteria 2. Kaji nyeri klien (perhatikan menentukan pilihan/
hasil : lokasi, intensitas, skala nyeri keefektifan intervensi.
klien) 3. Mengetahui
a. Keadaan umum klien perkembangan klien dan
baik menentukan intervensi
b. Melaporkan nyeri 3. Pantau TTV klien selanjutnya
hilang/ berkurang 4. Mengetahui pengeluaran
c. Klien tampak rileks klien
d. Klien tidak meringis 5. Meningkatkan relaksasi,
kesakitan dan untuk mengurangi
e. Skala nyeri 1-3 rasa nyeri
4. Pantau keluaran urine klien 6. Agar klien tahu apa
penyebab dari nyeri yang
ia rasakan
17
18
3 Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Pertahankan sistem kateter 1. Mencegah pemasukan
steril, berikan perawatan bakteri dan infeksi/
berhubungan dengan luka tindakan keperawatan,
diharapkan tidak terjadi kateter regular dengan sabun sepsis lanjut
pascabedah dan air, berikan salep disekitar
infeksi dengan kriteria
sisi kateter
hasil : 2. Ambulasi dengan kantung 2. Menghindari reflek balik
drainse dependet urine, yang dapat
a. Tidak mengalami
tanda-tandi infeksi memasukkan bakteri
(rubor, dolor, kalor, kedalam kandung kemih
tumor, fungsio laesa) 3. Awasi TTV, perhatikan 3. Pasien yang mengalami
demam ringan, menggigil, sistoskopi/ TUR prostat
berisiko untuk syok
18
19
19
20
20
21
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan Keperawatan dilaksanankan berdasarkan rencana
tindakan keperawatan yang telah dibuat. tindakan keperawatan
dilaksanakan bersama-sama dengan klien beserta keluarganya
berdasarkan rencana yang telah disusun.
Dalam pelaksanaan terdapat tiga jenis implementasi Antara lain :
a. Independent implementasi
Implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk
membantu klien dalam mengatasi masalah sesuai dengan
kebutuhan misalnya : membantu dalam memenuhi activity daily
living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan
motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosial-spiritual, perawatan
alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan
pendokumentasian dan lain-lain.
b. Interdependent Implementasi
Tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesamatim
keperawatan atau dengan tim kesehatan lannya, seperti dokter.
contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus,
kateter urine, NGT, dan lain-lain. keterkaitan dalam tindakan
kerjasama ini misalnya dalam pemberan obat injeksi, jenis obat,
dosis, dan efek samping merupakan tanggung jawab dokter tetapi
benar obat, ketepatan jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian,
ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien
setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi
perhatian perawat.
c. Dependent Implementasi
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, seperti
ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya. Misalnya
dalam hal : pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang
21
22
telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (moblisasi fisik) sesuai
dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, yang
mana pada tahap ini dilakukan penilaian apakah tindakan yang telah
dilakukan berhasil memenuhi kebutuhan klien berdasarkan respon klien
dan keluarga. dalam evaluasi terdapat 2 macam yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir
pembahasan suatu pokok bahasan/ topik dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah
berjalan sebagaimana yang direncanakan.
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setap akhir
satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok
bahasan dan di maksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta
didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya.
22
23
23
24
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih).
b. Ginjal
Fungsi ginjal:
24
25
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesika urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak
pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
5. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
6. Lapisan tengah lapisan otot polos.
7. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke kandung kemih.
25
26
d. Uretra
26
27
Uretra pria
Pad laki-laki uretra berjalan berkelok kelok melalaui tengah-tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang fubis ke
bagian penis panjangnya 20 cm. uretra pada laki-laki terdiri dari:
d) Uretra prostatia
e) Uretra membranosa
f) Uretra kevernosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa.
27
28
e. Mikturisi
Mikturisis adalah peristiwa pembentukan urine. Karena dibuat di
dalam, urine mengalir melalaui ureter ke kandung kencing. Keinginan
28
29
7. Air 96%
8. Benda padat 4% (terdiri atas urei 2% dan produk metabolik lain 2%)
29
30
C. Klasifikasi
Menurut Sylvia, 2006 klasifikasi terbagi 3 :
1. Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur
panggul (89%-100%). Sebelumnya , mekanisme cidera diyakini
dari perforasi langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat
cidera kandung kemih secara langsung berkaitan dengan tingkat
keparahan fraktur.
2. Rupture kandung kemih intraperitoneal.
Rupture kandung kemih intraperitoneal digambarka sebagai
masuknya urine secara horizontal kedalam kompartemen kadung
kemih.mekanisme cidera adalah peningkatan tingkat tekanan
intravesikel secara tiba-tiba kekandung kemih yang penuh.
Kekuatan daya trauma tidak mampu ditahan oleh kemampuan
dinding kandung kemih sehingga terjadi perforasi dan urine
masuk kedalam peritoneum.
3. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
30
31
D. Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang memnyebabkan patah tulang
pelvis
a. Fraktur tulang panggul
b. Ruptur kandung kemih
c. Ruda paksa tumpul
d. Ruda paksa tajam akibat luka tusuk dan tembak
e. Trauma pada tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli
f. Trauma tembus
g. Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan oprasi trans
uretral resection (TUR)
2. Fraktur tulang panggul yang menyebabkan konstio dan ruptur
buli-buli dibedakan 2 macam, yaitu :
a. Intra peritonial : peritenium yang menutupi bagian atas / latar
belakasng dinding buli-buli robek sehingga urune langsung
masuk kedalam rongga peritoneum.
b. Ekstra peritenium : peritoneum utuh,yang dikeluarkan dari
rapuutra tetap berada diluar. Akibat luka tusuk misal ujung
pisau, peluru.
3. Didapati perforasi buli-buli uruine keluar melalui dinding buli-
buli terus kekulit. Akibat manipulasi salah sewaktu melakukan
traans uretetol resection, misalnya sewaktu tumor buli, operasi
prostat, dan lain-lain.
E. Manifestasi klinis
31
32
F. Patofisiologi
Terjadinya trauma kandung kemih di sebabkan beberapa penyebab
seperti kecelakaan, fraktur tulang, trauma, dan trauma tajam. Dari
penyebab kecelakaan mengakibatkan terjadinya patah tulang pelvis,
Sedangkan dari penyebab fraktur tulang mengakibatkan kontusio atau
bulu buli mamar, dari penyebab trauma mengakibatkan terjadinya
ruptur dan trauma tajam akaan mengakibatkan terjadinya luka tusuk.
32
33
33
34
GKomplikasi
1. Perdarahan
2. Shock
3. Sepsis
4. Ekstravasasi (penyebaran darah ke jariangan )
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hematokrit menurun
2. Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria
dapat pindah atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna
radioaktif (senyawa kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray,
disuntikkan ke dalam kandung kemih.
3. Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-
ray untuk melihat kebocoran. Sementara untuk luka kandung
kemih yang terjadi selama prosedur operasi biasanya diketahui
tepat pada waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak perlu
dilakukan.
I. Penatalaksanaan Medik
1. Atasi syok dan perdarahan.
2. Istirahat baring sampai hematuri hilang.
3. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica
urinaria intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang
dilanjutkan dengan laparatomi.
4. Robekan kecil (laserasi) bisa diatasi dengan memasukkan
kateter ke dalam uretra untuk mengeluarkan air kemih selama
7-10 hari dan kandung kemih akan membaik dengan sendirinya.
5. Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan
untuk menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki
setiap robekan. Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung
kemih dengan menggunakan 2 kateter, 1 terpasang melalui
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TGL DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN (KRITERIA HASIL)
39
40
40
41
41
42
3. Ansietas Selama dilakukan 1. Gunakan pendekatan yang 1. Untuk menciptakan rasa cemas
berhubungan tindakan keperawatan menenangkan. klien berkurang dan bisa
dengan perubahan 3x24jam diharapkan kembali seperti biasa.
status kesehatan masalah rasa cemas 2. Untuk mengetahui seberapa
2. Identifikasi tingkat
pada klien bisa cemas yang dialami klien.
kecemasan.
teratasi dengan KH : 3. Supaya dapat membantu klien
untuk memodifikasi dari
1. Klien mampu
masalah yang dialami klien.
mengidentifikasi
42
43
mengontrol
cemas.
3. TTV dalam batas
normal.
4. Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
43
44
A. Definisi
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter,
atau kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat,
fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium.
(Brunner & Suddath,2002).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran
kemih. (Luckman dan Sorensen)
Batu saluran kemih adalah benda padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih (Pierce A Grace, 2006)
dan dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai dengan kandung kemih
dan ukurannnya bervariasi dari deposit granuler yang kecil disebut pasir atau
kerikil sampai dengan batu sebesar kandung kemih yang berwarna orange
(Suzzane C Smeltzer, 2002).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang
dipresipitasi dari berbagai zat terlarut yang terbentuk disetiap bagian ginjal
sampai kandung kemih dan ukurannya dapat beravariasi dari yang kecil
seperti pasir sampai dengan sebesar kandung kemih.
B. Klasifikasi
Klasifikasi batu saluran kemih menurut Joyce M Black dalam buku
Medical Surgical Nursing, 2001 hal 822-824 dan Basuki B Purnomo, 2000
hal 64-66 adalah:
1. Batu Kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu terbanyak, batu kalsium
biasanya terdiri dari fosfat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel
yang terkecil disebut pasir atau kerikil sampai ke ukuran yang sangat
besar staghorn yang berada di pelvis dan dapat masuk ke kaliks.
Faktor penyebab terjadinya batu kalsium adalah:
44
45
45
46
C. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum
diketahui pasti, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada
saluran kemih yaitu:
1. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal
dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi bakteri
46
47
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta
ureter proksimal.
a) Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan
disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
47
48
48
49
E. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolithiasis belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya batu antara lain: peningkatan konsentrasi
larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang serta peningkatan bahan-
bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau statis urin menjadikan
sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat dan faktor lain yang
mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah casiran urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin
mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung
pembentukan batu. Batu asam urat dan cyscine dapat mengendap dalam urin
yang alkalin, sedangkan batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan gerakan kalsium menuju
tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan
yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka
penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini
makin kompleks sehingga terjadi batu. Batu yang terbentuk dalam saluran
kemih sangat bervariasi. Ada batu yang kecil, ada yang besar. Batu yang
kecil dapat lekuar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada
saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin; sedangkan batu yang
besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan
dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akan
menimbulkan terjadinya hidronefrosis karena dilatasi ginjal. Kerusakan
pada srtuktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan
49
50
pada organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal
tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, yang mengakibatkan
terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yang dapat menyebabkan kematian.
F. Komplikasi
Kompikasi yang sering timbul pada klien dengan batu saluran kemih
adalah:
1. Hidronefrosis
2. Hidroureter
3. Pielonefritis
4. Ureteritis
5. Sistisis
6. Gagal ginjal
G. Pemeriksaan Diagnostik
50
51
51
52
H. Penatalaksanaan Medik
Tujuan dari penatalaksanaan pada batu saluran kencing adalah:
a. Menghilangkan obstruksi
b. Mengobati infeksi.
c. Mencegah terjadinya gagal ginjal.
d. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
1. Medikamantosa
Terapi medikamantosa ditunjukan untuk batu dengan ukuran
kurang dari 5mm, karena diharapkan dapat keluar dengan spontan.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar
urine dengan memberi diuretic dan minum banyak agar dapat
mendorong batu keluar. Penghilang nyeri kolik ureter : penitidin,
diklofenak, morfin, meperiden. Peningkatan asupan cairan untuk
meningkatkan aliran urin sebagai usaha untuk mendorong. Asupan
cairan dalam jumlah besar pada orang-orang yang rentan terhadap batu
saluran kemih dapat mencegah pembentukan batu.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur non invasive yang digunakan untuk menghancurkan batu
di kaliks ginjal, dilakukan dengan gelombang kejut dibangkitkan
melalui pelepasan energy yang kemudian di salurkan ke air dan jaringan
lunak. Ketika gelombang kejut menyentuh substansi yang intensitasnya
berbada (batu renal), tekanan gelombang mengakibatkan permukaan
batu pecah dan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan di
eksresikan ke dalam urine.
3. Endourologi
Tindakan ini merupakan tindakan invasive minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas pemecah batu dan
kemudian dikeluarkan dari saluran kemih.
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan klien adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akountabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi,
mencegah, dan merubah (Nursalam, 2000). Diagnosa keperawatan pada klien
dengan batu saluran kemih adalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi /dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema, iskemia seluler.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan stasis urine dan adanya batu pada
ureter.
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih
oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau inflamsi.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual,
muntah, diuresis pascaobstruksi.
5. Kurang pengetahuan tentang diet, dan kebutuhan pengobatan
57
58
1. Nyeri akut Selama dilakukan tindakan 1. Catat lokasi, lamanya 1. Evaluasi tempat obstruksi dan
berhubungan dengan keperawatan .x24jam intensitas,penyebaran,perhatikan kemajuan gerakan kalkulus
peningkatan frekuensi diharapkan masalah nyeri tanda-tanda non verbal,misalnya 2. Membantu dalam meningkatkan ke
/dorongan kontraksi hilang atau berkurang merintih,mengaduh dan 3. .
ureteral,trauma Kriteria Hasil: gelisahansietas. 4. Dipakai selama episode akut,untuk
jaringan,pembentukan 2. Jelaskan penyebab nyeri dan menurunkan kolik ureter dan
e. Pasien tampak
edema,iskemia perubahan karakteristik nyeri. relaksasi otot.
rileks.
seluler. 3. Berikan tindakan
f. Pasien mampu
nyaman,misalnya pijatan
tidur/istirahat
punggung,ciptakan lingkungan
dengan tenang
yang tenang.
g. Tidak gelisah, tidak
4. Bantu atau dorong penggunaan
merintih
nafas berfokus
h. Pasien melaporkan
5. Bantu dengan ambulasi sering 1. Menurunkan refleks spasme
nyeri berkurang
sesuai dengan indikasi tingkatkan sehingga mengurangi nyeri,
dari skala 6 menjadi
4
58
59
KOLABORASI:
59
60
2. Risiko tinggi infeksi Selama dilakukan tindakan 1. Cuci tangan setiap sebelum 1. Mencegah terjadi infeksi
dan sesudah melakukan
berhubungan dengan keperawatan .x24jam nosokomial.
tindakan keperawatan.
stasis urine dan diharapkan masalah resiko 2. Instruksikan pada pengunjung 2. Mencegah infeksi.
untuk mencuci tangan sebelum
adanya batu pada infeksi dapat berkurang 3. Nutrisi yang baik dapat
dan sesudah berkunjung pada
ureter. atau teratasi. pasien. meningkatkan imun
3. Tingkatkan intake nutrisi.
4. Mengidentifikasi dini infeksi dan
Kriteria Hasil: 4. Observasi tanda dan gejala
infeksi mencegah infeksi berlanjut.
Kolaborasi
e. klien bebas dari 5. Untuk mencegah terjadi infeksi
tanda dan gejala 6. Nilai leukosit merupakan indicator
infeksi 5. Berikan antibiotic bila perlu. adanya infeksi.
f. Leukosit dalam 6. Monitor nilai leukosit
batas normal <
10000 Ul
g. Memperlihatkan
hygiene personal
yang adekuat
60
61
3. Gangguan eliminasi Selama dilakukan tindakan 1. Awasi pemasukan dan 1. Evaluasi fungsi ginjal dengan
urine berhubungan keperawatan .x24jam pengeluaran serta karakteristik memerhatikan tanda-tanda
dengan stimulasi diharapkan masalah urine komplikasi misalnya infeksi,atau
kandung kemih oleh gangguan eliminasi urine 2. Tentukan pola berkemih normal. perdarahan.
batu,iritasi ginjal,atau tidak terjadi 3. Dorong meningkatkan pemasukan 2. Kalkulus dapat menyebabkan
ureter,obstruksi cairan eksitabilitas saraf, yang
Kriteria Hasil:
mekanik atau 4. Catat adanya pengeluaran dalam menyebabkan kebutuhan sensasi
inflamsi. f. Haematuria tidak urinek/p kirim ke lab untuk berkemih .segera.
ada. dianalisa. 3. Membilas bakteri, darah dan debris,
g. Poliuria tidak terjadi 5. Observasi keluhan kandung membantu lewatnya batu.
h. Rasa terbakar tidak kemih,palpasi dan perhatikan 4. Identifikasi tipe batu dan alternatif
ada. output,dan edema. terapi
i. Dorongan ingin 6. Obserevasi perubahan status 5. Retensi urine, menyebabkan
berkemih terus mental.,perilaku atau tingkat distensi jaringan, potensial resiko
berkurang kesadaran. infeksi dan GGK.
6. Ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik pada SSP.
61
62
62
63
4. Resiko tinggi Selama dilakukan tindakan 1. Catat insiden muntah, diare, 1. Mengesampingkan kejadian
kekurangan volume keperawatan .x24jam perhatikan karakteristik, dan abdominal lain.
cairan berhubungan diharapkan masalah frekuensi. 2. Mempertahankan keseimbangan
dengan keseimbangan cairan 2. Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 cairan dan homeostasis.
mual,muntah,diuresis adekuat lt / hari dalam toleransi jantung. 3. Penurunan LFG merangasang
pascaobstruksi. 3. Awasi tanda vital, evaluasi nadi, produksi renin, yang bekerja
Kriteria Hasil:
turgor kulit dan membran mukosa. meningkatkan TD.
1. Intake dan output 4. Timbang berat badan tiap hari 4. Peningkatan BB.yang
seimbang Kolaborasi: cepat,waspada retensi
2. Tanda vital stabil
1. Awasi Hb,Ht,elektrolit,
(TD 120/80 mmHg.
2. Berikan cairan IV
Nadi 60-100, RR16-
3. Berikan diet tepat,cairan
20, suhu 36.5- 1. Mengkaji hidrasi, kebutuhan
jernih,makanan lembut sesuai
37C) intervensi.
dengan toleransi
2. Mempertahankan volume sirkulasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi
3. Mempertahnakan keseimbangan
antiemetik,(misal compazin )
nutruisi.
Menurunkan mual muntah
63
64
5. Kurang pengetahuan Selama dilakukan tindakan 1. Kaji ulang proswes penyakit dan 1. Memberikan pengetahuan
tentang diet, dan keperawatan .x24jam harapan masa dating dasar,membuat pilihan berdasarkan
kebutuhan diharapkan masalah pasien 2. Kaji ulang program diet, sesuai informasi
pengobatan dapat memahami tentang dengan indikasi 2. Pemahaman diet, memberikan
diet, dan program 3. Diskusikan tentang: kesempatan untuk memilih sesuai
pengobatan Pemberian diet rendah dengan informasi, mencegah
purin, (membatasi kekambuhan.
Kriteria Hasil:
daging berlemak, 3. Menurunkan pemasukan oral
1. Berpartisipasi kalkun, tumbuhan terhadap prekursor asam urat
dalam program polong, gandum, 4. Menurunkan resiko pembentukan
pengobatan alkohol) batu kalsium.
2. Menjalankan diet 4. Pemberian diet rendah 5. Menurunkan pembentukan batu
Ca (membatasi susu, oksalat.
keju, sayur hijau, 6. Obat yang diberikan untuk
yogurt) mengasamkan urin, atau
5. Pemberian diet rendah mengalkalikan, menghindari
oksalat membatasi produk kontraindikasi.
konsumsi coklat,
64
65
65
66
D. Implementasi keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
66
67
Faktor intrinsik: Umur, herediter, jenis Faktor ekstrinsik: Asupan air, diet, iklim
kelamin, gangguan metabolik dan temperatur, pekerjaan, istirahat,
geografi
Menarik inhibitor
UROLITHIASIS
67
Obstruksi saluran kemih
68
Obstruksi pada sistem pelvikales ginjal Batu yang tidak terlalu besar Tenaga peristaltik ureter Batu dari kandung kemih
didorong oleh peristaltik otot mencoba mengeluarkan turun ke uretra
sistem pelvikales batu
Penyempitan infudibulum &
stenosis ureteropelvik Batu Di Uretra
Turun ke ureter Turun ke kandung kemih
Pergerakan batu pada Obstruksi aliran urin Iritasi berhubungan Penyumbatan urin Pergerakan batu
kandung kemih ke uretra dengan infeksi traktus untuk keluar dari ke uretra
urinarius lubang kencing
Kencing tiba-tiba Nyeri dirasakan
Gesekan pada dinding
berhentikemudian menjadi Trauma mukosa Kandung kemih pada gland Batu berada di
kandung kemih
lancar kembali dengan kandung kemih mengembang penis atau pada uretra posterior
perubahan posisi tubuh tempat batu
Nyeri kencing/disuria, berada
biasanya dirasakan pada Hematuria Kencing tiba-tiba Nyeri di
ujung penis, skrotum, MK : Gangguan berhenti, air kencing perineum dan
perineum, pinggang sampai Eliminasi Urin tidak dapat keluar dan rektum
kaki. tertahan di kandung
kemih sehingga
kandung kemih terasa MK:
MK : Nyeri Akut MK: Anxietas
penuh MK : Nyeri Akut Anxietas
A. Definisi
Sistitis (cystitis) adalah imflamasi akut pada mukosa kandung kemih
akibat infeksi oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih
yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra (Nursalam, 2006). Hal
ini sama dengan pernyataan Brunner & Suddart (2002) keadaan klinis
akibat berkembangbiaknya mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi
pada kandung kemih.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun
perempuan dari semua umur baik pada anak-anak, remaja, dewasa maupun
pada umur lanjut.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari
pria dengan angka populasi umum kurang dari 51% untuk menyatakan
adanya ISK harus ditemukan bakteri didalam urin. Bakteriuria bermakna
yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriunia bergejala
sedangkan yang tanpa gejala kemih disebut bakteriunia tanpa gejala.
Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba.
C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, yaitu:
a. Escherichia Coli: 90% penyebab ISK uncomplicated (simple).
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella: penyebab ISK complicated.
c. Enterobacter, Staphylococcus epidemidis, Entercocci.
2. Prevelensi penyebab ISK, anatara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat
pengosongan kandung kemih yang kurang efektif.
b. Vulva hygiene yang kurang
6
c. Idiopatik/ interstitial.
D. Manifestasi klinis
E. Patofisiologi
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme
pathogen dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui,
kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, homogeny, limfogen. Ada
dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen.
Secara asending, masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih
antara lain faktor anatomi pada wanita yang memiliki uretra lebih pendek
dari pada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi. Faktor
tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam
6
7
7
15
F. Pathways
Piuria
Infeksi oleh organisme
Respon Peningkatan
imunologi leukosit
Kemerahan Mukosa kandung
Eritema
pada kandung kemih meradang
Nyeri
kemih
Pengosongan VU gagal
yang tdk tuntas Pielonefritis Infeksi ginjal
menyimpan urine
Nokturia
Inkontenensia
urin
G. Komplikasi
a. Gagal ginjal akut
b. Pembentukan abses ginjal dan perirenal.
c. Sepsis.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien sistitis, yaitu:
1. Urinalisis
a. Leukosit atau piuria, merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK.leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/ lapang pandang besar
(LPB) sediment air kemih.
b. Hematuria, hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/ LBP sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
b. Bukan bakteri, dianggap positif ISK bila jumlah kuman 100.000
kuman/ml urin, jumlah kuman antara 10.000- < 100.000 kuman/ ml urin
dianggap meragukan akan perlu di ulang. Bila < 10.000 kuman/ml urin hasil
dianggap sebagai kontaminasi.
3. Kultur urin, untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik.
4. Hitung koloni, hitung koloni sekitar 100.000 koloni/ml urin.
5. Metode tes
a. Tes penyakit menular seksual (PMS).
b. Tes-tes tambahan, Ulogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), Sistografi.
17
18
I. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial
yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal
terhadap flora fekal dan vagina.
Terapi ISK pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
1. Terapi antibiotika dosis tunggal
2. Terapi antibiotika konvensional 5-14 hari
3. Terapi antibiotika jangka lama 4-6 minggu
4. Terapi dosis rendah untuk supresi.
18
19
19
20
d) Pemeriksaan Fisik
Genitourinaria
Inspeksi : biasanya terlihat adanya edema, pucat, malaise
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan saat dipalpasi
Perkusi : biasanya ada penumpukan cairan ditandai dengan suara
dullness.
Auskultasi : terdengar suara nafas tambahan.
e) Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis: untuk mendapatkan informasi penting tentang fungsi ginjal dan
menolong mendiagnosa penyakit. Apabila urin protein lebih dari 2gr/ gr
kreatinin, mendakan proteinuria sebanyak 3 gram atau lebih per hari.
2) Tes serum:
a. Protein darah: terutama albumin darah dapat menurun hingga dibawah 2g/dl
pada proteinuria berat.
b. Kadar lipid darah: serum kolestrol, dan trigliserida.
c. Hemoktakrit.
e. Serum kreatinin dan BUN.
20
21
21
22
22
23
k. Mampiu
mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tada
nyeri)
l. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang.
2. Gangguan eliminasi urin Selama dilakukan 1. Lakukan penilaian kemih 1. Agar dapat mengetahui
berhubungan dengan tindakan keperawatan yang komprehensif apabila terjaid gangguan pada
oliguria, penurunan .x24jam berfokus pada kandung kemih
volume urin yang diharapkan masalah inkotinensia (misalnya,
disekresi eliminasi urin teratasi output urin, pola
dengan Kriteria berkemih, fungsi kognitif,
Hasil: dan masalah kencing
a. Kandung kemih praeksisten)
kosong secara 2. Merangsang reflex
penuh kandung kemih dengan 2. Merangsang kandungkemih
b. Tidak ada residu menerepkan dingin untuk diperlukan untuk pengeluaran
urine >100-200 cc perut, membelai tinggi yang sesuai
batin,atau air.
23
24
24
25
URETRITHIS
I. Konsep Dasar Keperawatan
A. Definisi
Urethritis adalah peradangan uretra sebagai manifestasi dari infeksi
pada uretra. Meskipun berbagai kondisi klinis menyebabkan iritasi uretra
tersebut, istilah urethritis biasanya diperuntukan untuk menggambarkan
peradangan uretra yang di sebabkan oleh penyakit menular seksual (PMS).
Urethritis biasanya di kategorikan menjadi salah satu dari dua bentuk,
berdasarkan etiologi : urethritis gonokal (GU) dan uretritis nongonokal
(NGU). (Arif Mutaqqin : 2011)
Uretritis didefinisikan sebagai peradangan akibat infeksi dari uretra.
Istilah uretritis untuk Penyakit Menular Seksual (PMS). Uretritis
merupakan kondisi peradangan yang dapat menular. Penyebabnya adalah
infeksi uretritis yaitu, karena infeksi dengan Neisseria gonorrhoeae atau
Ngu (yaitu, karena infeksi dengan Chlamydia trachomatis, Ureaplasma
urealyticum, Mycoplasma hominis, Mycoplasma genitalium, atau
Trichomonas vaginalis) (www.health .detik.com).
B. Etiologi
Gunokal Uretritis 80% di sebabkan oleh gonorrhoeae N, yang
merupakan gram negative intraseluler. Sedangkan Nongunokal Uretritis
disebabkan oleh trachomatis C, urealyticum U, hominis M, dan vaginalis T.
pada beberapa kasus bisa berhubungan dengan venereum
hymphogranuloma, herpes simpleks, sifilis, mikrobakteri, dan infeksi
saluran kemih. Dan pada pasien bladder retraining dengan kateterisasai
intermiten, 10 kali lebih mungkin terjadi urethritis dengan kateter lateks di
bandingkan dengan kateter silicon.
C. Klasifikasi
a. Urethritis Akut
1) Penyebab
25
26
3) Pemeriksaan Diagnosis
Dilakukan pemeriksaan terhadap secret uretra untuk
mengetahui kuman penyebab.
4) Tindakan Pengobatan
a) Pemberian antibiotika
b) Bila terjadi striktuka, lakukan dilatasi uretra dengan
menggunakan bougil
5) Komplikasi
a) Prostatitis
b) Periuretral abses yang dapat sembuh, kemudian meninbulkan
striktura atau urine fistula
b. Urethritis Kronik
26
27
1) Penyebab
a) Pengobatan yang tidak sempurna pada masa akut
b) Prostatitis kronis
c) Striktura uretra
3) Prognosis
Bila tidak diobati dengan baik, infeksi dapat menjalar ke
kandung kemih, ureter, ginjal.
4) Tindakan Pengobatan
a) Chemoterapi dan antibiotika
b) Cari penyebabnya
c) Berikanlah banyak minum
5) Komplikasi
Radang dapat menjalar ke prostate.
c. Urethritis Gonokokus
1) Penyebab
Neisseria Gonorhoeoe (gonokokus)
27
28
3) Komplikasi
a) Infeksi yang menyebar ke proksimal uretra menyebabkan
peningkatan frekuensi kencing
b) Gonokokus dapat menebus mukosa uretra yang utuh,
mengakibatkan terjadi infeksi submukosa yang meluas ke
korpus spongiosum
c) Infeksi yang menyebabkan kerusakan kelenjar peri uretra akan
menyebabkan terjadinya fibrosis yang dalam beberapa tahun
kemudian mengakibatkan striktura uretra. (underwood,1999)
28
29
D. Manifestasi Klinik
Terdapat cairan eksudat yang purulent
Mukosa merah udematus
Ada uiserasi pada uretra,iritasi, vesikal iritasi, prostatitis
Mikroskopis ; terlihat infiltrasi leukosit sel-sel plasma dan sel-sel
limfosit
Ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas pada urethritis yaitu
morning sickness
Pada pria pembuluh darah kapiler, kelenjar uretra tersumbat oleh pus
Pada wanita jarang di temukan urethritis akut, kecuali bila pasien
menderita.
Nyeri pada bagian abdomen bawah
Nyeri pada saat miksi
Kesulitan untuk memulai miksi
E. Patofisiologi
29
30
30
31
F. Komplikasi
1. Komplikasi pada pria
a. Infeksi testis (orkitis)
Yaitu peradangan infeksi pada testis. Penyakit ini dapat
mempengaruhi produksi sperma dalam jangka panjang. Gejalanya
adalah testis terasa sakit, dan kemerahan.
b. Radang kelenjar prostat (prostatitis).
Peradangan atau infeksi yang terjadi pada kelenjar prostat.
Jika tidak di atasi infeksi pada prostat dapat menyebar ke skrotum
(kantung zakar). Bila sudah demikian, maka skrotum akan
membengkak, memerah terasa nyeri hebat yang berpotensi
menyebabkan impotensi.
2. Komplikasi pada wanita
a. Inveksi pada serviks (servistis)
Ialah peradangan pada serviks akibat infeksi, seperti infeksi
pada bakteri dan penyakit menular seksual atau karena cedera
31
32
32
33
G. Pathway
Pemenuhan informasi
Gangguan eliminasi
urine
H. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus urethritis hal-hal yang perlu di periksa untuk mendukung
diagnose adalah :
1. Pemeriksaan urine lengkap
33
34
34
35
b. Pemeriksaan wanita
Seperti pada pemeriksaan pria, sebelum pemeriksaan, sangat
penting bagi perawat untuk menjaga kewaspadaan umum,
seperti penggunaan sarung tangan, pakaian pelindung.
Pastikan kondisi privasi sudah terjaga, pemenuhan informasi
sebelum melakukan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
35
36
I. Penatalaksanaan Medis
36
37
b. Riwayat Penyakit
1) Pola sehat sakit
a) Riwayat penyakit sekarang : kaji dengan PQRST
b) Riwayat penyakit terdahulu : Apakah klien pernah atau sedang
mengalami penyakit kelamin. Apakah klien pernah mengalami lesi
local yang berlokasi dekat uretra.
c. Pemeriksaan fisik
1) Nutrisi
Kaji pola nutrisi klien.
2) Eliminasi
Perubahan pola eliminasi berkemih biasanya ; terjadi penurunan
frekuensi / oliguri .
3) Istirahat / Tidur
Apakah klien mengalami gangguan tidur, keletihan, kelemasan,
malaise dikarenakan adanya inflamasi uretra dan adanya rasa nyeri.
Apakah klien mengalami gangguan tidur karena ansietas / ketakutan
terhadap penyakitnya
4) Riwayat Psikologi
37
38
38
39
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d respons iritasi pada uretra.
b. Gangguan eliminasi urine b.d disuria,sekunder dari respons pada uretra.
c. Kurang pengetahuan b.d misinterpretasi, risiko penyebaran dan tranmisi
penyakit menular seksual.
3. Intervensi
39
40
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Namun, kelenjar prostat jelas sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses
40
41
3. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat terjadi karena adanya faktor pemicu yaitu
pertumbuhan hormon dan faktor usia yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan hormon testosteron dan epitel prostat meningkat dan
mengakibatkan terjadinya pembesaran pada prostat. Karena adanya
pembesaran pada prostat ini akan terjadi penyempitan lumen pada uretra
dan intravesikal akan meningkat, sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostalika, maka otot destrusor dan kandungkemih berkontraksi
lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-
41
42
4. PATHWAY
Perubahan Usia
42
43
BPH
Tekanan intravesikel
Penebalan dinding VU
Retensio urine
Prostatektomi
43
44
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala pembesaran prostat dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS) yang dibedakan menjadi :
a. Gejala obstruktif, yaitu :
1) Histansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh otot detrusor buli-buli,
memerlukan waktu beberapa lama untuk meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidakmampuan otot detrusor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai akhirnya miksi.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran detrusor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
b. Gejala iritasi, yaitu :
1) Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nokturia) dan pada siang hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing
6. KOMPLIKASI
a. Refluks vesiko ureter
Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter (kondisi
abnormal di mana urin kembali ke ureter) hidroureter(gangguan aliran
urine karena ada penumpukan air/urine atau gangguan obstruksi
lainnya dalam ureter)
b. Kerusakan ginjal
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi.
c. Impotent
44
45
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk klien dengan BPH (Benigna Prostate
Hyperplasia)adalah :
a. Pemeriksaan colok dubur (Recta Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah
diberi pelican kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur
dinilai :
1) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus rectum
2) Mencari kemungkinan adanya masa di dalam lumen rectum
3) Menilai keadaan prostat
b. Laboratorium
1) Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
2) Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
c. Pengukuran derajat berat obstruksi
1) Menentukan jumlah sisa urine setelah penderita miksi spontan
(normal sisa urin kosong dan batas intervasi sisa urin lebih dari 100
cc)
2) Pancaran urine (unroflowmetri)
45
46
3) Syarat : jumlah urine dalam vesika 125 s/d 150 ml. angka normal
rata-rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
d. Pemeriksaan lain
1) Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder
8. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada klien dengan keluhan ringan, nasihat yang
diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan
minum alkohol supaya tidak selalu ingin miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
b. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk :
1) Mengurangi retensio otot polos prostat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi
2) Mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormon testosterone atau dihidrotestosterone
(DHT)
c. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung beratnya
gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu retensio urine
berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran
kemih berulang, ada batu saluran kemih. Karena pembedahan tidak
mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
46
47
Identitas yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau bangsa,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, catatan kedatangan.
47
48
48
49
semua klien mengalami hal itu, perlu dikaji bagaimana alat indra
klien, bagaimana status neurologis klien.
18) Pola persepsi diri konsep diri
Klien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi
pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan,
kacau mental, perubahan perilaku.
19) Pola peran-hubungan
Pada klien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit yang
dideritanya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya sosialisasi
klien dengan lingkungan sekitar.
20) Pola reproduksi dan seksualitas
Pada klien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau
nyeri tekan pada prostat.
21) Pola koping dan toleransi stress
Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena
memikirkan pengobatan dan penyakit yang dideritanya
menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas seksual seperti
biasanya, bisa terlihat dari perubahan tingkah laku dan kegelisahan
klien.
22) Pola nilai dan kepercayaan
Keyakinan dan nilai Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal
keyakinan, seperti gangguan dalam beribadah shalat, klien tidak
bisa melaksanakannya, karena BAK yang sering keluar tanpa
disadari.
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
49
50
50
51
INTVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi Selama dilakukan tindakan 1. Pantau input dan output urine. 1. Mengetahui sejauh mana
urine: retensi urine keperawatan 1x24jam retensi yang terjadi.
b/d obstruksi akibat diharapkan gangguan 2. Palpasi dilakukan untuk
2. Lakukanpalpasikandungkemih.
pembesaranpadakele eliminasi urine dapat mengetahui adanya distensi
njarprostat. berkurang dengan Kriteria kandung kemih.
Hasil: 3. Meningkatkan proses
perkemihan dan
11. Klien dapat 3. Beri stimulus terhadap
merelaksasikan spinkter urine.
mengosongkan kandung pengosongan urine dengan
kemih secara optimal. mengalirkan air, letakkan air
12. Frekunsi BAK kembali hangat dan dingin secara
normal: 3-4 x/hari. bergantian pada daerah supra
4. Mengurangi pembengkakan
13. Pengeluaran urin klien pubika.
pada kandung kemih.
kembali lancar.
51
52
2. Nyeri b/d Selama dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 13. Untuk mengetahui adanya
pembesaran kelenjar keperawatan 1x24jam komprehensif. Termasuk lokasi, lokasi, durasi, serta frekuensi
prostat. diharapkan nyeri teratasi karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri yang dirasakan.
dengan Kriteria Hasil: kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari 14. Ketidak nyamanan dapat
6. Skala nyeri berkurang,
ketidak nyamanan. dilihat dari reaksi nonverbal
skala 3.
contohnya melaluiekspresi.
7. Klien tidak tampak
3. Ajarkan teknik 15. Tekniknonfarmakologissep
meringis kesakitan.
nonfarmakologis. ertiteknik relaksasi dapat
8. Klien lebih tenang dan
mengurangi rasa nyeri.
rileks. 4. Kolaborasi pemeberian obat 16. Obat analgetik diperlukan
analgetik. jika nyeri tidak tertangani
5. Kontrol lingkungan yang dapat 17. Lingkungan daapat
mempengaruhinyeri. berpengaruh terhadap
timbulnya nyeri.
52
53
3. Ansietas Selama dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang 5. Bahasa serta pendekatan yang
berhubungan dengan keperawatan 1x24jam menenangkan. baik dpat mengurasi
prognosis penyakit diharapkan cemas kecemasan pada klien
berkurang dengan Kriteria 2. Temani pasien untuk 6. Menemani pasien dapat
Hasil: memberikan keamanan dan memberikan rasa nyaman
mengurangi takut.
d. Klien mampu
3. Jelaskan semua prosedur dan
mengidentifikasi dan 7. Penjelasan prosedur yang akan
apa yang dirasakan selama
mengungkapkan gejala dilakukan dapat menambah
prosedur.
cemas informasi dan menguranngi
e. Mengidentifikasi, kecemasan klien
mengungkapkan dan 4. Instruksikan klien untuk 8. Teknik relaksasi dapat
menunjukkan tekhnik menggunakan teknik relaksasi. mengurangi tingkat kecemasan
untuk mengontrol 5. Bantu klien mengenal situasi 9. Situasi yang aman dan nyaman
cemas yang menimbulkan kecemasan dapat mengurangi kecemasan.
f. Vital sign dalam batas
normal
g. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
53
54
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
54
HIPOSPADIA
5
Sistem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan
darah sehingga dara bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih).
Fungsi ginjal:
6) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun.
7) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan
8) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
9) Mempertimbangkan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
tubuh.
10) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari ureum protein.
d. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesika urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak
pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
8. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
9. Lapisan tengah lapisan otot polos.
10. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
6
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke kandung kemih.
7
Lapisan uretra laki-laki terdiri lapisan mukosa (lapisan paling dalam),
dan lapisan submukosa.
Uretra mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria
sampai orifisium eksterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm yang
terdiri dari bagian-bagian berikut:
Uretra prostatika merupakan saluran terlebar panjangnya 3 cm,
berjalan hampir vertikulum melalui glandula prostat , mulai dari basis
sampai ke apaks dan lebih dekat ke permukaan anterior.
Uretra pars membranasea ini merupakan saluran yang paling
pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah ke bawah dan ke depan
di antara apaks glandula prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea
menembus diagfragma urogenitalis, panjangnya kira-kira 2,5 cm, di
belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra
membranasea. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang
mencapai pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan ligamentum
arquarta pubis.
Uretra pars kavernosus merupakan saluran terpanjang dari uretra
dan terdapat di dalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira-kira 15
cm, mulai dari pars membranasea sampai ke orifisium dari diafragma
urogenitalis. Pars kavernosus uretra berjalan ke depan dan ke atas
menuju bagian depan simfisis pubis. Pada keadaan penis berkontraksi,
pars kavernosus akan membelok ke bawah dan ke depan. Pars
kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan berdilatasi
ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam glans penis yang akan
membentuk fossa navikularis uretra.
Oriifisium uretra eksterna merupakan bagian erektor yang paling
berkontraksi berupa sebuah celah vertikal ditutupi oleh kedua sisi bibir
kecil dan panjangnya 6 mm. glandula uretralis yang akan bermuara ke
dalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu glandula dan lakuna.
Glandula terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus
uretra (glandula pars uretralis). Lakuna bagian dalam epitelium. Lakuna
8
yang lebih besar dipermukaan atas di sebut lakuna magma orifisium dan
lakuna ini menyebar ke depan sehingga dengan mudah menghalangi
ujung kateter yang dilalui sepanjang saluran.
2) Uretra wanita
Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan
miring sedikit ke arah atas, panjangnya 3-4 cm. lapisan uretra wanita
terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapiosan spongeosa
merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan
sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai
salura ekskresi. Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. uretra ini
menembus fasia diagfragma urogenitalis dan orifisium eksterna
langsung di depan permukaan vagina, 2,5 cm di belakang glans klitoris.
Glandula uretra bermuara ke uretra, yang terbesar diantaranya adalah
glandula pars uretralis (skene) yang bermuara kedalam orifisium uretra
yang hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi.
g. Mikturisi
Mikturisis adalah peristiwa pembentukan urine. Karena dibuat di
dalam, urine mengalir melalaui ureter ke kandung kencing. Keinginan
membuang air kecil disebabkan penambahan tekanan di dalam kandung
kencing, dan tekanan ini di sebabkan isi urone di dalamnya. Hal ini terjadi
bila tertimbun 170 sampai 230 ml. mikturisi adalah gerak reflek yang
dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat persarafan yang lebih
tinggi pada manusia. Gerakannya ditimbulkan kontraksi otot abdominal
yang menambah tekanan di dalam rongga abdomen, dan berbagai organ
yang menekan kandung kencing membantu mengkosongkannya. Kandung
kencing dikendalikan saraf pelvis dan serabut saraf simpatis dari pleksus
hipogastrik.
9
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi beda-beda sesaui jumlah
cairan yang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau
banyak protain dimakan, sehingga tersedia cukup cairan yang
diperlukan untuk melarutkan ureanya.
a) Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya
jenjot lendir tipis tanpak terapung di dalamnya.
b) Baunya tajam.
c) Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
d) Berat jenis berkisat dari 1010 sampai 1025.
3. Klasifikasi
10
Tipe Hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus:
a. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular, subcoronal, dan
distal penile. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands
penis.Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak
memerlukan suatu tindakan.Bila meatus agak sempit dapat dilakukan
dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari midshalf, proksimal penil, dan penoskrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan
skrotum.Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak
adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan
tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya
pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
c. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe penoskrotal, scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang
disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan
umumnya testis tidak turun.
(Muttaqin, Arif, 2014)
4. Etiologi
11
Hipospadia adalah kelainan yang terjadi sejak lahir, sama seperti
cacat lahir pada umunya.Penyebab perkembangan abnormal pada penis ini
belum diketahui secara pasti. Para pakar memperkirakan bahwa
keabnormalan pada hipospadia kemungkinan disebabkan oleh keefektifan
hormon yang terhambat, dan terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
memicu hipospadia.
a. Gangguan ketidak seimbangan hormone
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang
mengatur organ ogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena
reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau
tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk
cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
b. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengodesintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c. Faktor lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalahpolutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
seperti aktivitas esterogen dimanan-mana dalam masyarakat industri,
seperti terlelan pestisida dalam pada buah-buanhan, dan sayuran,
tanaman esterogen endogen, dalam susu dari sapi perah, dari lapisan di
kaleng logam, dan obat-obatan.
(Muttaqin, Arif, 2014).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada hipospadai, antara lain:
12
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada di bagian bawah penis, menumpuk di
bagian punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunikadartos, fasiaBuch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Dapat timbul tanpachordee, bila letak meatus pada dasar dari glans
penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi
bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun kekantung
skrotum).
i. Kadangdisertaikelainankongenitalpadaginjal.
j. Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah
bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan
oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai
dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis. Jaringan fibrosa
ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan
tunikadartos. Walaupun adanya chordeeadalah salah satu ciri khas
untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua
hipospadia memiliki chordee.
6. Patofisiologi
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan
terjadi pada masa embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-
10 minggu.
Perkembangan terjadinya fusi pada garis tengah dari lipatan uretra
tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari
13
penis. Ada berbagai derajad kelainan letak meatus ini, dari yang ringan
yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian di sepanjang batang penis
hingga akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yangdikenal sebagai
chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral
dari penis.
Chordee atau lengkungan ventral penis, sering dikaitkan dengan
hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat
dari perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal tubuh
kopral dan uretra ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi
yang lebih jarang, kegagalan jaringan spogiosum dan pembentukan fasia
pada bagian distal meatus uretra dapat membentuk bulatan berserat yang
menarik meatus uretra sehingga memberikan konstribusi untuk
terbentuknya suatu korda.
14
7. PATHWAY HIPOSPADIA
Masa perkembangan
Embrio pada uretra
Mengganggu proses
penyatuan meatus uretra
pada sisi ventral penis
Uretra terbuka sebagian
Glans penis datar, di ventral penis
Penis bengkok Preputium tak ada Adanya chordee
di bagian bawah
penis
hipospadia
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi
dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti:
a. USG sistem perkemihan
b. Rontgen karena hipospadia sering disertai kelainan kogenital ginjal.
16
a. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal
mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya
terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang
mengakibatkan penis penderita bengkok.
Selanjutnya mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium
penis untuk menutup sulcus uretra.
b. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis
pada glan penis. Uretroplasty yaitu membuat fossa naficularis baru
pada glan penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra
yang telah dibentuk pada tahap pertama.
17
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dll.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama: keluhan utama yang dirasakan oleh klien
hipospadia adalah kelainan bentuk penis, lubang uretra tidak
pada ujung penis, BAK tidak memancar (merembes), jika
berkemih anak harus duduk dan pada hipospadia berati tidak bisa
koitus (pada pria dewasa)
b) Riwayat penyakit sekarang: penyakit yang sekarang dialami
oleh klien misalnya kelainan ginjal
c) Riwayat penyakit dahulu: merupakan riwayat penyakit yang
mungkin pernah diderita oleh klien sebelumnya seperti DM, dan
penyakit autoimun.
d) Riwayat penyakit keluarga: merupakan gambaran keadaan
kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan klien, meliputi: penyakit kongenital atau keturunan.
3) Pola Fungsi Kesehatan
a) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Meliputi pengobatan klien yang teratur apa tidak
b) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien tidak mengalami masalah dalam pola aktivitas
dan latihan
c) Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya klien tidak mengalami masalah dalam pola ini
d) Pola sensori kogniti
Biasa klien tidak mengalami nyeri saat berkemih.
e) Pola persepsi dan konsep diri
18
Biasanya klien mengalami perubahan pola dalam kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran, mengekspresikan keraguan terhadap
penampilan peran
f) Pola peran dan hubungan
Tidak ada masalah pada pola peran dan hubungan.
g) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Biasanya klien mengalami kegelisahan dan kecemasan terhadap
penyakitnya
h) Pola eliminasi
Biasanya pada klien laki-laki akan mengalami kesukaran dalam
mengarahkan aliran urinya, tergantung pada keparahan
anomalinya, mengeluarkan urin dalam posisi duduk .
i) Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak mengalami gangguan tidur
j) Pola reproduksi dan seksual
Biasanya pada pasien laki-laki dewasa mengalami gangguan
pada pola seksual
k) Pola sistem nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak terganggu dalam menjalani ibadah
4) Pemeriksaan Fisik
a) Sitem perkemihan
palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal
b) Kaji pungsi perkemihan
5) Sitem genitalia
Adanya lekukan pada penis, melengkungnya penis kebawah dengan
atau tanpa ereksi, dan terbukannya uretra pada ventral
6) Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa
19
a. Gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan retensi
urin, obstruksi anatomik
Pre op
a. Risiko infeksi (traktus urinaria) berhubungan dengan pemasangan
kateter
b. Ansietas (anakdanorang tua) berhubungandengan proses pembedahan
(uretroplasty)
Post op
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera (luka post op)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entri luka
pascabedah,insersi kateter
c. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan perawatan di
rumah.
20
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Op
21
o. Pasien u. Pasien terlihat rileks menghadapi masalah
mengungkapkan v. TTV dalam batas yang dialaminya.
cemas berkurang normal
9. Membantu
p. Pasien terlihat rileks TD : < 130/90 mmHg
mengurangi
q. TTV dalam batas RR : 16-24 x/menit
kecemasan
normal N : 60-90 x/menit
TD : < 130/90 mmHg S : 36,5-37,5 oC 10. Agar pasien
RR : 16-24 x/menit mengetahui tentang
N : 60-90 x/menit jalannya operasi
S : 36,5-37,5 oC
22
2. Gangguan eliminasi urin Selama dilakukan
8. Merangsang refleks 18. Sensasi dingin
berhubungan dengan tindakan keperawatan
kandung kemih dengan diperut dapat
oliguria , penurunan 3x24jam diharapkan
menerapkan dingin merangsang
output urin masalah gangguan
untuk perut pengeluaran urin
eliminasi urin teratasi
dengan Kriteria Hasil: 9. Masukkan kateter kemih 19. Memudahkan
klien berkemih
j. Klien mengatakan
BAK lancar. 20. Waktu yang
10. Sediakan waktu
k. Klien mengatakan cukup untuk
yang cukup untuk
urin bewarna pengosongan
pengosongan kandung
kuning jernih kandung kemih
kemih (10 menit)
l. Klien mengatakan sangat diperlukan
pengeluaran urin 11. Anjurkan klien/
21. Agar mengetahui
normal 840-1680 keluarga untuk mencatat
jumlah urin yang
cc/ 24 jam output urin
dikeluarkan
m. Kadar ureum
12. Pantau asupan dan
normal 15-40 gr/ 22. Intake dan output
keluaran
dL harus seimbang
23
n. Kadar kreatinin
13. Pantau tingkat
normal 0,5-1.5
distensi kandung kemih
gr/ dL 23. Meraba dan
dengan palpasi dan
o. Tidak terdapat menekan kandung
perkusi
protein dalam kemih dapt
urin. mengetahui adanya
distensi kandung
14. Monitor penggunaan
kemih
obat-obat tertentu seperti
obat diuresis , obat 24. Mengontrol
antihipertensi. pengeluaran urin
24
3 Cemas b.d prosedur Selama dilakukan Selama dilakukan tindakan
11. Untuk
pembedahan/ancaman tindakan keperawatan keperawatan ...x24jam
mengetahui tingkat
pada status kesehatan ...x24jam diharapkan diharapkan masalah cemas
kecemasan dan tepat
masalah cemas teratasi teratasi dengan Kriteria
cara memberikan
dengan Kriteria Hasil: Hasil:
asuhan keperawatn
w. Klien mampu bb. Klien mampu
12. Untuk
mengidentifikasi dan mengidentifikasi dan
mengetahui seberapa
mengungkapkan mengungkapkan gejala
tingkat kecemasan
gejala cemas cemas
pasien
x. Mengungkapkan dan cc. Mengungkapkan dan
menunjukkan teknik menunjukkan teknik 13. Memberikan
untuk mengontrol untuk mengontrol cemas keyakinan pada diri
cemas dd. Pasien mengungkapkan pasien bahwa pasien
y. Pasien cemas berkurang tidak sendiri dalam
mengungkapkan ee. Pasien terlihat rileks menghadapi masalah
cemas berkurang ff. TTV dalam batas yang dialaminya.
z. Pasien terlihat rileks normal
TD : < 130/90 mmHg
25
aa. TTV dalam batas RR : 16-24 x/menit
14. Membantu
normal N : 60-90 x/menit
mengurangi
TD : < 130/90 mmHg S : 36,5-37,5 oC
kecemasan
RR : 16-24 x/menit
N : 60-90 x/menit 15. Agar pasien
S : 36,5-37,5 oC mengetahui tentang
jalannya operasi
Post Op
1 Nyeri akut b.d agent Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri 1. Mengetahui daerah,
cidera (prosedur post. tindakan keperawatan 2. Ajarkan teknik relaksasi kualitas, kapan,
Op) selama...x24 jam 3. Atur pasien posisi yang penyebab, dan
diharapkan masalah nyaman karakteristik nyeri.
26
nyeri akut teratasi 4. Kolaborasi untuk 2. Membantum pasien
dengan KH: pemberian analgetik apabila nyeri tumbul
5. Observasi TTV
a. Skala nyeri
3. Membantu
berkurang 4-0
mengurangi nyeri
b. Mampu mengenali
4. Menbantu
nyeri (skala,
menghilangkan nyeri
frekuensi, dan tanda
5. Untuk mengetahui
nyeri)
keadaan umum
c. Pasien terlihat
pasien
nyaman dan rileks
d. TTV dalam batas
normal
TD : <
130/80mmHg
RR : 16-24 x/menit
S : 36,5-37,5 oC
N : 60-90 x/menit
27
2 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Kaji lebar luka, letak 1. mengetahui seberapa
pertahanan tubuh primer tindakan keperawatan luka besar faktor risiko
tidak adekuat (integritas selama...x24 jam 2. Kaji faktor yang dapat
kulit tidak utuh/insisi diharapkan masalah menyebabkan infeksi 2. mengetahui penyebab
pembedahan) risiko infeksi teratasi 3. bersihkan lingkungan infeksi
dengan KH: dengan benar
4. ganti balutan setiap hari
a. Tidak ada tanda- 3. meminimalkan
5. kolaborasi untuk
tanda infeksi seperti terjadinya infeksi
pemberian antibiotik
(rubor, tumor,
dan anti perdarahan
kolor, dolor, dan 4. meminimalkan
fungiolesa) terjadinya infeksi
5. menambah daya
tahan tubuh terhadap
virus/bakteri
28
29