Anda di halaman 1dari 6

PA: INFLAMASI SPESIFIK DAN INFLAMASI NON SPESIFIK

PATOLOGI INFLAMASI SPESIFIK DAN INFLAMASI NON SPESIFIK

Tujuan Instruksional Umum


1. Mahasiswa mampu memahami penyakit- penyakit inflamasi non spesifik.
2. Mahasiswa mampu memahami penyakit- penyakit inflamasi spesifik.

Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa mampu memahami polip nasi, apendisitis akut, apendisitis kronik obliteratif, keloid,
granuloma piogenikum.
2. Mahasiswa mampu memahami tophus pada gout artritis, tuberkolosis, tuberkuloid lepra,
granuloma kolesterol ester, molluscum contangiosum, sirosis heap tis.

1. Apendisitis Akut
Apendisitis akut adalah kegawatdaruratan abdomen tersering pada anak- anak, remaja dan
dewasa muda. Apendisitis akut diawali dengan peningkatan progresif tekanan intraluminal yang
mengganggu sirkulasi vena. Pada 50%- 80% kasus, apendisitis akut berhubungan dengan obstruksi
lumen yang biasanya disebabkan oleh fekalit yang berasal dari sisa makan terimpaksi ke dalam lumen
apendik kemudian dikelilingi oleh feses yang membentuk fekalit berlapis- lapis, dapat terkalsifikasi,
sehingga membentuk batu. Etiologi lainnya adalah infestasi Enterobius vermicularis. Komplikasi
apendisitis adalah perforasi, peritonitis dan pembentukan abses.
Makroskopis
Perubahan paling awal adalah kapiler tampak dilatasi dan kongesti pada permukaan serosa,
yang memberikan gambaran hiperemia. Pada pembelahan tampak penampang bagian distal apendik
berdilatasi berisi eksudat, permukaan mukosa tampak bagian erosif dan perdarahan.
Mikroskopis
Mukosa akan mengalami inflamasi dan ulserasi disebuk sel- sel neutrofil dominan sampai
lapisan muskularis disertai edema, jaringan limfoid pada lamina propria dan submukosa hipertrofi.

2. Apendisitis Kronik Obliteratif


Apendisitis kronik sebagai diagnosis patologi atau klinik banyak diperdebatkan. Tanda dan
gejalanya tidak jelas sama seperti gambaran patologinya. Pada operasi pengangkatan apendik dapat
meredakan keluhan pasien, sehingga keluhan tersebut dapat dihubungkan dengan kondisi patologis
apendik. Apendisitis kronik dapat disebabkan periode infeksi akut ringan dan sembuh yang terjadi
secara berulang- ulang. Sebagian disebabkan oleh bezoar appendix, parasit (schistosomiasis) atau
telur oxyuris vermicularis, ukuran apendik lebih panjang dari normal, hyperplasia limfoid. Apapun
patogenesis obliterasi lumen apendik oleh jaringan ikat fibrous tidak mengakibatkan gejala klinis yang
jelas.
Makroskopis
Struktur anatomi dari apendik yang direseksi karena diagnosis apendisitis kronik sering
menunjukkan kesamaan dengan apendik seorang tanpa keluhan abdomen apaun.
Mikroskopis
Tampak lumen apendik terobliterasi oleh jaringan ikat fibrous, tidak terlihat lagi mukosa
apendik. Submukosa dan lapisan muskularis umumnya fibrosis, dengan sebukan limfosit dominan.

3. Tophus pada Artritis Gout


Gout adalah gangguan yang disebabkan oleh penimbunan asam urat, suatu produk akhir
metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Penyakit ini ditandai serangan rekuren
artritis akut, kadang- kadang disertai pembentukan agregat- agregat kristal besar yang disebut tophus,
dan deformitas sendi kronis. Semua ini terjadi akibat pengendapan kristal mononatrium urat dari
cairan tubuh yang super jenuh dalam jaringan. Meskipun peningkatan kadar asam urat merupakan
komponen esensial pada gout, tidak semua pasien dengan hiperurisemia menderita gout, yang
menunjukkan bahwa terdapat faktor lain selain hiperurisemia yang berperan dalam patogenesis
penyakit ini. Gout secara tradisional dibagi menjadi bentuk primer dan sekunder. Istilah gout primer
digunakan untuk menamai kasus yang kausa dasarnya tidak diketahui atau, yang lebih jarang, jika
penyebabnya adalah suatu kelainan metabolik herediter yang terutama ditandai dengan
hiperurisemia dan gout. Pada gout sekunder, penyebab hiperurisemia diketahui, tetapi gout bukan
penyakit klinis utama. Pada kondisi ketiadaan total enzim hypoxantine-guanine
phosphoribosyltransferase (HGPRT) menimbulkan sindrome Lesch-nyhan. Gangguan genetika terkait
kromosom sex X, hanya ditemukan pada laki- laki ditandai dengan ekskresi berlebihan asam urat,
kelainan neurologis berat disertai retardasi mental. Ketiadaan enzim HGPRT meningkatkan produksi
purin sehingga terjadi penumpukan produk akhir yaitu asam urat. Pada gout sekunder, hiperurisemia
dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi asam urat (pemecahan nukleotida pada sel yang lisis
misalnya pada kemoterapi, serangan jantung, kegagalan respirasi) atau menurunnya ekskresi
(insufisiensi ginjal kronis) atau kombinasi keduanya. Penurunan ekskresi asam urat di ginjal juga dapat
disebabkan obat- obatan diuretik tiazid. Kristal monourat yang tertimbun dalam sendi menyebabkan
penumpukan neutrofil dan makrofag yang menyebabkan inflamasi dan cedera tulang rawan sendi dan
sinovium.
Makroskopis
Perubahan morfologi primer pada artritis akut adalah pengendapan kristal mononatrium urat
di jaringan sinovium. Endapan ini tampak sebagai struktur yang pucat memanjang seperti jarum di
aspirat cairan sinovium dan potongan jaringan. Pada artritis tophus kronik terjadi setelah serangan
akut berulang, menimbulkan endapan natrium urat yang besar ireguler seperti kapur putih (tophus)
ditemukan dalam tulang rawan sendi dan kapsul sendi di dekatnya.
Mikroskopis
Didapatkan reaksi inflamasi granulomatosa. Tofus tampak di jaringan sebagai massa urat
amorf atau kristalina dikelilingi oleh makrofag, limfosit, dan fibroblas. Sel- sel raksasa tipe benda asing
berkumpul disekitar kristal urat.
4. Granuloma Kolesterol Ester
Granuloma kolesterol berasal dari reaksi benda asing terhadap Kristal- kristal kolesterol yang
diproduksi selama pemecahan hemoglobin.
Granuloma kolesterol ester adalah istilah dalam histopatologi yang menggambarkan celah-
celah yang muncul di antara jaringan setelah kristal kolesterol ester terlarut saat pemrosesan jaringan,
yang dikelilingi oleh sel raksasa tipe benda asing, sel- sel berbuih, dan makrofag di dalam jaringan
granulasi. Patogenesis granuloma kolesterol ester belum diketahui. Beberapa hipotesis
etiopatogenesis yaitu eritrosit yang pecah karena ekstravasasi didegradasi menjadi kristal kolesterol
yang menstimulasi terbentuknya sel raksasa benda asing.

5. Keloid
Penyimpangan pertumbuhan sel serta produksi matrik ekstraseluler dapat terjadi, walaupun
dimulai dengan penyembuhan luka yang normal. Sebagai contoh penumpukan kolagen yang sangat
banyak dapat menimbulkan jaringan parut yang menonjol dan menyembul dikenal sebagai keloid.
Pembentukan keloid agaknya mempunyai suatu kecenderungan genetik. Luka yang menyembuh
dapat pula menghasilkan jaringan granulasi yang berlebihan yang menonjol ke atas kulit sekitar dan
dalam kenyataannya akan menghambat reepitelisasi. Keadaan ini disebut sebagai granulasi
eksuberan, atau pround flesh, dan untuk mengembalikan kontinuitas epitel memerlukan reseksi
bedah atau reseksi menggunakan kauter pada jaringan tersebut.
Morfologi
Peningkatan jumlah fibroblas dan densitas jaringan kolagen di dalam dermis. Didapatkan
serabut kolagen terhialinisasi tebal yang tersusun tidak beraturan dengan latar belakang massa musin.
Tampak lapisan epidermis dan papila dermis tidak menunjukkan perubahan.

6. Tuberkulosis
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobaterium Tuberculosis, mempunyai sifat tahan asam,
nonmotile, aerobic, memproduksi katalase. Tuberkulosis dibagi menjadi tuberkulosis primer yaitu
penyakit tuberkulosis yang menjangkit penderita pertama kali dengan ciri khas terbentuknya
kompleks Ghon dan tuberkulosis sekunder yaitu penyakit tuberkulosis yang muncul kembali akibat
reaktivasi kuman M. Tuberkulosis yang dorman atau reinfeksi M.Tuberkulosis

Gambaran Makroskopis
Tampak granuloma subpleura kecil, kuning kecoklatan di daerah mid-lung dan limfonodi hilus
yang menjadi ciri khas makroskopis tuberkulosis primer. Pada sebagian penderita, inflamasi
granuloma ini subklinikal dan tidak berkembang lebih jauh. Setelah beberapa waktu lesi
granulomatosa ini mengecil dan terkalsifikasi, dan pada pemeriksaan radiologis toraks menunjukkan
bintik kalsifikasi. Tuberkulosis primer adalah pola yang tampak pada infeksi tuberkulosis awal yang
banyak terjadi pada anak-anak.
Bila respon imun tidak baik atau kewalahan oleh infeksi eksesif, gambaran makroskopis dapat
berkembang menjadi penyakit granulomatosa dengan pola milier karena tampak granuloma kecil
multipel dan kecoklatan, berukuran rata-rata 2- 4 mm tersebar dalam parenkim paru.
Gambaran Mikroskopis
Granuloma yang terbentuk baik, bentuk bulat berbatas tegas terdiri dari makrofag yang
berdiferensiasi disebut sel-sel epiteloid, limfosit, dan fibroblas. Granuloma melokalisasi
mycobacterial, tampak kecil menunjukkan respon imun baik dan infeksi telah dikendalikan.
Granuloma menunjukkan makrofag epiteloid memanjang dengan inti panjang dan pucat
dengan sitoplasma eosinofilik. Makrofag yang distimulasi oleh Interferon γ diproduksi oleh limfosit T,
mengelompok membentuk sel raksasa berinti banyak yang pada tuberkulosis disebut sel raksasa
berinti banyak tipe langhans dengan ciri-ciri inti berada ditepi berbentuk mirip tapal kuda.
Untuk mengidentifikasi mycobacteria dalam penampang jaringan, diperlukan pewarnaan
acid-fast bacilli. Mycobacteria tampak kuman batang berwarna merah, tampak pada pembesaran
kuat.
Tuberkuloma biasanya terjadi pada penderita dewasa dan menunjukkan reinfeksi
tuberkulosa. Pada tuberkuloma selalu didapatkan daerah nekrosis perkejuan (kaseosa), dengan
dinding fibrous tebal mengelilingi kaseosa, sebukan sel raksasa berinti banyak tipe Langhans, epiteloid
dan limfosit.

7. Tuberkuloid Lepra
Suatu penyakit infeksi disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menimbulkan reaksi
granulomatosa kronik pada kulit dan saraf perifer dengan berbagai variasi manifestasi klinis,
tergantung dari status imunitas pejamu, subtipenya adalah tuberkuloid, lepromatosa, berderline dan
indeterminate. Tuberkuloid lepra dapat dilihat pada lepra kelompok tuberkuloid (TT), borderline
tuberculoid (BT), borderline (BB), klasifikasi oleh Ridley dan Jopling. Mikroorganisme ini tidak dapat
dikultur secara invitro. Untuk mengidentifikasi mikrobakteria dipulas dengan acid- fast stain, yang
merupakan mikrobakteri gram positif.
Morfologi
Tuberkuloid lepra (TT) granuloma epiteloid tunggal atau berkelompok dengan dilingkari di
perifer oleh limfosit dan terdistribusi di dermis dan subkutis. Granuloma epiteloid pada kelompok TT
tidak melewati papila dermis atas (green zone). Granuloma mempunyai ciri khas tersusun disekitar
serabut neurovaskuler dan otot arrectores pilorum.

8. Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis adalah stadium terminal dari penyakit hati kronik. Berbagai penyebabnya
adalah penyakit hati alkoholik, virus hepatitis, penyakit empedu, hemokromatosis herediter, penyakit
Wilson, defisiensi α1- antitripsin, sirosis kriptogenik. Tiga mekanisme patologik utama yang
berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif.
Regenerasi adalah proses normal bila hati mengalami cedera dengan pembentukan jaringan ikat
kolagen yang berhubungan dengan fibrosis hati. Sumber kolagen pada sirosis adalah sel stelata
perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse.
Morfologi
Sirosis hepatis mempunyai tiga karakteristik yaitu:
a. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang menggantikan
lobulus.
b. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi dari sangat
kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter,
makronodul).
c. Kerusakan arsitektur hati keseluruhan.

9. Molluscum Contangiosum
Molluscum contangiosum adalah infeksi kulit dan membran mukosa yang sering terjadi,
disebabkan oleh Molluscipoxvirus. Infeksi sembuh dalam beberapa bulan pada penderita dengann
sistem imun yang normal. Kulit tampak eritema, licin, papula dengan inti massa keratin di tengah
berukuran lebih kurang 1 cm, dapat soliter atau multipel. Penyakit ini dapat menular dan berhubungan
dengan sexual transmmited disease.
Morfologi
Lesi terdiri dari beberapa lobus inverted dari epitel skuamosa yang hiperplastik yang meluas
ke dalam dermis. Badan inklusi eosinofilik terbentuk di dalam sitoplasma keratinosit di atas lapisan
membran basalis dan membesar secara cepat. Pada lapisan granulosum badan inklusi eosinofilik
semakin hematoxyphile dan memenuhi seluruh sel. Badan moluskum (molluscum bodies) ini terletak
di ostium epidermis dengan debris keratinosit.

10. Granuloma Piogenikum


Granuloma piogenikum adalah tumor vaskuler yang sering terjadi pada membran mukosa dan
kulit yang tampak sebagai papul atau nodul vaskuler yang cepat sembu, dapat berukuran 0,5- 1 cm,
jarang yang melebihi 1 cm tetapi ada yang sampai 5 cm. Granuloma piogenikum atau biasa juga
disebut hemangioma kapiler lobuler (lobular capillary hemangioma) atau granuloma telangiektatik
adalah lesi vaskuler yang berkembang dengan cepat atau merupakan suatu hemangioma tipe kapiler
yang berhubungan dengan trauma sebelumnya. Penggunaan istilah granuloma piogenikum
sebenarnya tidak tepat karena tidak ada proses piogenik dan tidak mempunyai tanda karakteristik dari
suatu granuloma. Granuloma piogenik berupa papul atau nodul vaskuler, lunak, berwarna kemerahan,
terlihat seperti daging mentah, mudah berdarah jika terkena trauma ringan. Permukaan lesi awalnya
tipis/ halus dengan epidermis yang utuh tida ada pulsasi, tidak sakit dan keluhan utama penderita
adalah perdarahan yang berulang. Pada keadaan lanjut, jika terjadi perdarahan, permukaan lesi
ulserasi superfisial dan terbentuk krusta.
Morfologi
Jaringan dilapisi epidermis, dibawahnya terdapat proliferasi pembuluh- pembuluh darah kecil,
bentuk lobulated dengan infiltrat radang limfosit di selitarnya.

Anda mungkin juga menyukai