Anda di halaman 1dari 15

1.

IRK
2. DEFINISI SINDROMA NEFROTIK
 Nephrotik syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik :
proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (suriadi,
2006)
 Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul darikehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 :953)
 Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
 Sindroma Nefrotik adalah suatu sindroma (kumpulan gejala-gejala) yang terjadi
akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan menyebabkan: proteinuria
(protein di dalam air kemih), menurunnya kadar albumin dalam darah,
penimbunan garam dan, air yang berlebihan, meningkatnya kadar lemak dalam
darah. Sindroma ini bisa terjadi pada segala usia. Pada anak-anak, paling sering
timbul pada usia 18 bulan sampai 4 tahun (Nelson, 2002).
 pdf
3. MANIFESTASI SINDROMA NEFROTIK
 PDF
 Manifestasi utama sinrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan
berlanjut ke bdomen daerah genitalia dan ekstremitas bawah
 Penurunan umlah urine : urine berwarna gelap dan berbusa
 Pucat
 Hematuria : hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom
nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe
sindrom nefrotik.
 Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus
 Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umunya terjadi
 Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
(betz, cecily L.2002)
4. ETIOLOGI SINDROMA NEFROTIK
 PDF
 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Menurut
Ngastiyah (2005), umumnya etiologi dibagi menjadi :
1.) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
Gejala : Edema pada masa neonatus
2.) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria kuartana (malaria kuartana yang disebabkan plasmodium
malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria
tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18
sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang
lagi tiap tiga hari)atau parasit lainnya.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
c. Glumerulonefritis akut atau kronik,
d. Trombosis vena renalis.
e. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air
raksa.
f. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik. (Ngastiyah, 2005)
3.) Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop
biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat imunoglublin G
(IgG)pada dinding kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
 Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi
sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
 Dengan penebalan batang lobular.
erdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular.
 Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel
sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
 Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA
rendah. Prognosis buruk.
 Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
 Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering
disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

5. KLASIFIKASI SINDROMA NEFROTIK


Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik. Menurut berbagai
penelitian, responterhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan
prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi.Berdasarkan hal tersebut, saat ini
klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :
 Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
 Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)

6. PATOFISIOLOGI / PATHWAY GENITOURINARIA

Sistem Perkemihan: Suatu sistem dimana terjadi proses penyaringan darah sehingga
darah terbebas dari zatzat yang tidak diperlukan.
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homeostatis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal
menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan
darah, serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme
dan menyesuaikan ekskresi air dan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh, asiditas,
dan elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal.

SALURAN KEMIH ATAS

Ginjal terletak di belakang peritoneum parietal (retro-peritoneal), pada dinding


abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta abdominal dan vena kava
inferior. Hepar menekan ginjal kanan ke bawah sehingga ginjal kanan lebih rendah
daripada ginjal kiri.

Setiap ginjal dikelilingi dengan lemak perinefrik yang dapat melindungi ginjal
dari trauma. Di bagian medial setiap ginjal, terdapat cekungan yang disebut hilum. Jika
ginjal dibelah membujur, akan tampak korteks dan medula. Sebagian besar nefron (unit
fungsonal ginjal) terdapat pada korteks. Bagian tengah ginjal adalah renal medula yang
terdiri atas 8-10 piramid.Sebelum masuk ginjal, ureter melebar dan membentuk pelvis
ginjal. Kemudian, pelvis ginjal bercabang dan membentuk 2-3 kaliks mayor. Setiap
kaliks mayor bercabang menjadi beberapa kaliks minor. Kaliks minor inilah yang
mengumpulkan urine yang keluar dari tubulus koligentes.

Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Setiap ginjal berisi sekitar satu juta
nefron. Terdapat du macam nefron, yaitu kortikal dan juksta medular. Delapan puluh
lima pesen dari semua nefron juksta medular. Kedua macam nefron ini diberi nama
sesuai dengan letak glomerulinya dengan renal parenkim. Nefron kortikal berperan dalam
konsentrasi dan dilusi urine. Struktur nefron yang berkaitan dengan proses pembentukan
urine adalah korpus, tubulus renal, dan tubulus koligentes. Korpus ginjal terdiri atas
glomerulus dan kapsul Bowman yang membentuk ultrafitrat dari darah. Tubulus renal
terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus distal. Ketiga
tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi dengan mengubah volume dan
komposisi ultrafitrat sehingga membentuk produk akhir, yaitu urine.

Ginjal merupakan organ yang sangat vaskular (kaya pembuluh darah) dan mampu
menerima 20% curah jantung dalam keadaan istirahat. Ginjal mendapat suplai darah
arteri dari aorta abdominal. Arteri renalis bercabang kemudian membentuk arteri lobaris
yang memberi suplai darah pada setiap piramid. Arteri lobaris ini kembali bercabang agar
darah dapat bergerak dengan efisien melalui setiap nefron. Darah masuk ke dalam
glomerulus melalui arteriol aferen dan keluar melalui arteri eferen. Kemudian, darah
mengalir melalui kapiler peritubular masuk ke dalam venula dan darah dikembalikan ke
dalam sistem sirkulasi melalui sistem vena ginjal.
Kedua ureter merupakan kelanjutan dari pelvis ginjal ginjal dan membawa urine
ke dalam kandung kemih, khususnya ke area yang disebut trigon. Trigon adalah area
segitiga yang terdiri atas lapisan membran mukus yang dapat berfungsi sebagai katup
untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter ketika kandung kemih berkontraksi.

SALURAN KEMIH BAWAH

Kandung kemih yang terletak di belakang simfisis pubis mengumpulkan urine.


Membran mukus yang melapisi kandung kemih tersusun berlipat dan disebut rugae.
Dinding otot kandung kemih yang elastis bersama dengan rugae dapat membat kandung
kemih berdistensi untuk menampung jumlah urine yang cukup banyak. Otot skeletar
berlapis satu yang mengelilingi dasar dan membentuk sfingter urinarius eksternal. Saraf
simpatis dan parasimatis mempersarafi kandung kemih. Uretra adalah saluran eluar urine
dari kandung kemih. Panjang uretra laki-laki kira-kira 20 cm, sedangkan pada wanita
adalah 4 cm. Prostat adalah kelenjar reproduksi pria. Prostat mengelilingi bagian uretra.

FISIOLOGI PERKEMIHAN

Diperlukan pengetahuan yang jelas tentang fisiologi ginjal agar dapat memahami
perubahan fisiokimiawi yang terjadi pada gagal ginjal.

Ultrafiltrasi

Filtrasi adalah proses ginjal dalam menghasilkan urine. Filtrasi plasma terjadi
ketika darah melewati kapiler dri glomerulus. Dari proses ultrafiltrasi ini, filtrat
glomerular kira-kira 180 liter per hari. Dari volume ini, 99% direabsorbsi oleh ginjal.
Oleh karena kemampuan ginjal yang lar biasa untuk mengabsorbsi, rata-rata keluaran
urine per hari (orang dewasa) hanya 1-2 iter dari volume filtrat glomerular yang
berjumlah 180 liter per hari. Ultrafultrasi diukur sebagai laju filtrasi glomerulus
(glomerular filtration rate, GFR). Secara klinis GFR diartikan sebagai jumlah fltrat
glomerulus yang dihasilkan dalam satu menit. GFR pada orang dewasa kira-kira 125 ml
per menit (7,5 liter per jam).

Kedua ginjal menerima sekitar 20% dari curah jantung yang dapat membuat
kecepatan aliran darah ginjal sebanyak 1.200 ml per menit. Aliran darah yang sangat
cepat ini memang melampaui kebutuhan oksigen dan metabolik ginjal, tetapi diperlukan
karena memperlancar ekskresi sisa metabolik. Oleh karena itu, gangguan curah jantung
yang berat atau berlangsung lama, atau gangguan perfusi ginjal dapat memengaruhi
pembentukan urine dan kelangsungan hidup sel yang berfungsi mempertahankan
keseimbangan lingkungan internal tubuh.
Kemampuan ginjal untuk mempertahankan air dan elektrolit (melalui reabsorbsi)
juga sangat penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Tanpa kemampuan ini
seseorang dapat mengalami kekurangan air dan elektrolit dalam 3-4 menit. Tubulus
kontortus proksimal mereabsorbsi 85-90% air yang ada dalam ultrafiltrat, 80% dari
natrium; sebagian besar kalium, bikarbonat, klorida, fosfat, glukosa, dan asam amio.
Tubulus kontortus distal dan tubulus koligentes menghasilkan urine.
Mekanisme lain yang dapat mencegah berkurangnya air dan elektrolit adalah
endokrin atau respons hormonal. Hormon anidiuretik (ADH) adalah contoh klasik
bagaimana hormon mengatur keseimbangan air dan elektrolit. ADH adalah hormon yang
dihasilkan oleh hipotalamus, disimpan dan dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis sebagai
respon terhadap perubahan dalam osmolaritas plasma. Osmolaritas adalah konsentrasi ion
dalam suatu larutan. Dalam hal ini, larutannya adalah darah. Apabila asupan air menjadi
kurang atau banyak air yang hilang, ADH akan dikeluarkan sehingga membuat ginjal
menahan air. ADH memengaruhi nefron bagian distal untuk memperlancar permeabilitas
air sehingga lebih banyak air yang direabsorbsi dan dikembalikan ke dalam sirkulasi
darah.

Ginjal mempertahankan keseimbangan fisiologis dengan mengatur komposisi


cairan dan pelarut dalam darah. Ginjal memakai tiga proses yang kompleks yaitu proses
filtrasi, proses reabsorbsi, dan proses sekresi. Filtrasi terjadi dalam kapsula Bowman.
Reabsorbsi dan sekresi terjadi dalam tubulus dan duktus koligentes.

Berikut ini bagian dan fungsi utama nefron:


Nama Bagian Fungsi
Kapsula Bowman Filtrasi: Ultrafitrat dan plasma masuk ke dalam kapsula
Bowman dan mengalir ke tubulus kontortus proksimal
Tubulus Kontortus Obligatory reabsorbtion (66% dari filtrat glomerull):
Proksimal Natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan elektrolit.
Lainnya: Glukosa, asam amino, air, dan area. Sekresi: Ion
hidrogen, obat, dan toksin
Ansa Henle Reabsorbsi (25% dari filtrat glomerull): Klorida, natrium,
ion kalsium, air, dan urea.
Tubulus kontortus distal Facilitatory reabsorbtion (9% dari filtrat glomerull):
Natrum, klorida, bikarbonat, air, dan urea. Sekresi:
Hidrogen, kalium, dan amonia.
Duktus koligentes Facilitatory reabsorbtion: Air dan urea.
Catatan: Obligatory reabsorbtion tidak dipengaruhi oleh mekanisme hormonal. Facilitatory
reabsorbtion dipengaruhi oleh hormon, misalnya ADH dan aldosteron.

Keseimbangan Elektrolit
Sebagian besar elektrolit yang dikeluarkan dari kapsula Bowman direabsorbsi
dalam tubulus proksimal. Konsentrasi elektrolit yang telah direabsirbsi diatur dalam
tubulus distal di bawah pengaruh hormon aldosteron dan ADH. Mekanisme yang
membuat elektrolit bergerak menyeberangi membran tubula membuat elektrolit bergerak
menyeberangi membran tubula adalah mekanisme aktif dan pasif. Gerakan pasif terjadi
apabila ada perbedaan konsentrasi molekul. Molekul bergerak dari area yang
berkonsentrasi tinggi ke area yang berkonsentrasi rendah. Gerakan aktif memerlukan
energi dan dapt membut molekul bergerak tanpa memperhatikan tingkat konsentrasi
molekul. Dengan gerakan aktif dan pasif ini, ginjal dapat mempertahankan
keseimbangan elektrolit yang optimal sehigga menjamin fungsi normal sel.

Pemeliharaan Keseimbangan Asam-Basa


Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH plasma 7,35 untuk
darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteria. Keseimbangan ini dapat dicapai denan
mempertahankan rasio darah bikarbonat dan karbon dioksida pada 20:1. Ginjal dan paru-
paru bekerja lama untuk mempertahankan rasio ini. Paru-paru bekerja dengan
menyesuaikan jumlah karbon dioksida dalam darah. Ginjal menyekresi atau menahan
bikarbonat dan ion hidrogen sebagai respons terhadap pH darah.
Eritropoiesis
Ginjal mempunyai peranan yang sangat penting dalam produksi eritrosit. Ginjal
memproduksi enzim yang disebut fktor eritropoietin yang mengaktifkan eritropoietin,
hormon yang dihasilkan hepar. Fungsi eritropoietin adalah menstimulasi sumsum tulang
untuk memprodksi sel darah, terutama sel darah merah. Tanpa eritropoietin, sumsum
tulang pasien penyakit hepar atau ginjal tidak dapat memprodksi sel darah merah
Regulasi Kalsium dan Fosfor
Salah satu fungsi penting ginjal adalah mengatur kalsium serum dan fosfor.
Kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang, pertumbuhan sel, pembekuan darah,
respons hormon, dan aktivitas listrik selular. Ginjal adalah pengatur utama keseimbangan
kalsium-fosfor. Ginjal melakukan hal ini dengan mengubah vitamin D dalam usus (dari
makanan) ke bentuk yang lebih aktif, yaitu 1,25-hidrovitamin D3. Ginjal meningkatkan
kecepatan konversi vitamin D jika kadar kalsium atau fosforus serum menurun
Regulasi Tekanan Darah
Ginjal mempunyai peranan aktif dalam pengaturan tekanan darah, terutama
dengan mengatur volume plasma dan tonus vaskular (pembuluh darah). Volume plasma
dpertahankan melalui reabsorbsi air dan pengedalian komposisi caran ekstraseluler.
Korteks adrenal mengeluarkan aldosteron. Aldosteron membuat ginjal menahan natrium
yang dapat mengakibatkan reabsorbsi air.

Ekskresi Sisa Metabolik dan Toksin


Sisa metabolik diekskresikan dalam filtrat glomerular. Kreatinin diekskrsikan ke
dalam urine tanpa diubah. Sisa yang lain seperti urea, mengalami reabsorbsi waktu
melewati nefron. Biasanya, obat dikeluarkan melalui ginjal atau diubah dulu di hepar ke
dalam bentuk inaktif, kemudian diekskresi ole ginjal. Oleh karena ginjal berperan dalam
ekskresi obat, ada obat yang dikontraindiksi apabila fungsi ginjal engalami gangguan.
Miksi
Miksi adalah suatu proses sensorfi motorik yang kompleks. Urine mengalir dari
pelvis ginjal, kemudian kedua ureter dengan gerakan peristalsis. Rasa ingin berkemih
akan timbul apabila kandung kemih berisi urine sebanyak 200-300 ml. Saat dinding
kandung kemih mengencang, baroseptor akan membuat kandung kemih
berkontraksi. Otot sfingter eksternal berelaksasi dan urine keluar

7. MASALAH KELUARGA YANG MUNCUL PADA ANAK DAN KELUARGA DARI


SINDROMA NEFROTIK
PDF

8. UPAYA PROMOTIF, PREVENTIF PADA ANAK DAN KELUARGA TERHADAP


SINDROMA NEFROTIK

9. NURSING CARE PLAN


A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum
2. Riwayat :
a) Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
b) Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
c) Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami,
imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
d) Pola kebiasaan sehari–hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola
istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.
3. Riwayat penyakit saat ini:
a) Keluhan utama
b) Alasan masuk rumah sakit
c) Faktor pencetus
d) Lamanya sakit
4. Pengkajian sistem
a) Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (terkait dgn
edema ).
b) Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada
tidaknya cyanosis, diaphoresis.
c) Sistem pernafasan :  kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki,
retraksi dada, cuping hidung.
d) Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan
intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori,
fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
e) Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya
hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang
air besar.
f) Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
5. Pengkajian keluarga
a) Anggota keluarga
b) Pola komunikasi
c) Pola interaksi
d) Pendidikan dan pekerjaan
e) Kebudayaan dan keyakinan
f) Fungsi keluarga dan hubungan  

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
2. Resiko infeksi b/d terapi immunosuppresivedan hilangnya gama globulin.
3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan
efek diuretik.
4. Resiko kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air.
5. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak.

C. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.

 Tujuan : integritas kulit terjaga.

 KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila
disentuh.

 Intervensi :

-          Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi.

R/: untuk mencegah terjadinya penekanan terlalu lama dan terjadi decubitus

-          Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.

R/: untuk mencegah terjadainya resiko terinfeksi atau terkontaminasi


-          Gunakan lotion bila kulit kering.

R/: memberikan kelembapan pada kulit

-          Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet.

R/: untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda peradangan pada kulit

-          Support daerah yang edema dengan bantal.

R/: agar tidak terjadi penekanan

-          Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.

R/: mencegah terjadinya cidera

2. Resiko infeksi b/d terapi imunosuppresive dan hilangnya gama globulin.

a. Tujuan : tidak terjadi infeksi

b. Kriteria hasil :

-          Hasil laborat ( leukosit ) dbn

-          Tanda- tanda vital stabil

-          Tidak ada tanda- tanda infeksi

c. Intervensi :

-          Mencuci tangan setiap akan kontak dengan anak

R/: mencegah terjadinya terkontaminasi

-          Kaji tanda–tanda infeksi

R/: untuk merencanakan intervensi selanjutnya

-          Monitor tanda–tanda vital


R/: mengetahui perkembangan dan keadaan umum klien.

-          Monitor pemeriksaan laboratorium Kolaborasi medis untuk pemberian antibiotik

R/: untuk menngetahui kadar atau nilai yang menandakan terjadinya infeksi, dan untuk
mencegah terjadinya infeksi.

3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik

a. Tujuan : cairan tubuh seimbang

b. Kriteria hasil :

-          Mukosa mulut lembab

-          Tanda vital stabil

c. Intervensi :

-          Monitor intake dan output ( pada anak < 1ml/kg/jam)

R/: untuk mengetahui batasan masukan yang masuk dan pengeluaran dari tubuh klien

-          Monitor tanda-tanda vital

R/: untuk menegetahui perkembangan dan keadaan umum klien

-          Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit)

R/: untuk mengetahui status cairan yang dibutuhkan klien.

-          Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit

R/: untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya dehidrasi

-          Kaji pengisian kembali kapiler (capilarry Refill)

R/: untuk mengetahui apakah ada kelaianan yang lain yang terjadi pada klien.

4. Resiko kelebihan cairan b/d retensio sodium dan air


a. Tujuan : Volume cairan tubuh seimbang

b. Kriteria hasil : 

-          BB stabil 

-          tanda vital dbn dan tidak ada edema

c. Intervensi :

-          Monitor intake dan output, dan timbang BB setiap hari

R/: uintuk mengetahui status cairan tubuh klien

-          Monitor tekanan darah

R/: sebagai acuan untuk mengetahui apakah ada penekanan atau penambahan kerja
jantung klien

-          Mengkaji status pernafasan termasuk bunyi nafas

R/: untuk mengetahui peninggkatan RR

-          Pemberian deuretik sesuai program

R/: mencegah terjadinya demam

-          Ukur dan catat ukuran lilitan abdomen

R/: untuk mengetahui status klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya, dan apakah
ada tanda-tanda  terjadinya asites

5. Kecemasan pada anak atau keluarga b/d hospitalisasi pada anak

a. Tujuan : kecemasan hilang

b. Kriterai hasil : 

-          Orang tua tampak lebih santai

-          Orang tua berpartisipasi dalam perawatan dan memahami kondisi anak
c. Intervensi :

-          Anjurkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas

R/: membina hubungan saling percaya baik pada pasien maupun keluarga

-          Berikan penjelasan tentang penyakit Sindrom Nefrotik, perawatan dan pengobatannya

R/: untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga

-          Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya

R/: membuat sautu kepercayaan agar keluarga agar merasa keluarga dianggap ada
disamping klien

-          Berikan aktivitas bermain yang sesuai dgn tumbang anak dan kondisinya.   

R/: membuat suasana seperti berada dirumah.

10. EBN

Childhood Nephrotic Syndrome Management and Outcome: A Single Center


Retrospective Analysis (Manajemen Sindrom Nefrotik Anak dan Hasil: Analisis
Retrospektif Pusat Tunggal )

Result : Outpatient management of our patient cohort was also resource-intensive.


Clinic visits averaged 3.7 per year in the first 3 years of diagnosis. More than half of
the patients were treated with second-line immunosuppressants in addition to
corticosteroids, carrying additional monitoring needs. Significantly, providers noted
nonadherence to urine monitoring and medications in nearly half of the patients.
Furthermore, the rates of “no-shows” to appointments were high at an average of 14%.
This is a serious concern as nonadherence is a major cause of treatment failure in
pediatric chronic diseases .
(Manajemen rawat jalan dari kohort pasien kami juga intensif sumber daya. Kunjungan
klinik rata-rata 3,7 per tahun dalam 3 tahun pertama diagnosis. Lebih dari separuh
pasien diobati dengan imunosupresan lini kedua selain kortikosteroid, yang membawa
kebutuhan pemantauan tambahan. Secara signifikan, penyedia mencatat ketidakpatuhan
terhadap pemantauan urin dan obat-obatan pada hampir setengah dari pasien.
Selanjutnya, tingkat "tidak menunjukkan" untuk janji tinggi pada rata-rata 14%. Ini
merupakan masalah serius karena ketidakpatuhan adalah penyebab utama kegagalan
pengobatan pada penyakit kronis pediatrik )
http://repository.ump.ac.id/3917/3/LINDA%20DWI%20MAHARANI%20BAB%20II.pdf

Buku ajar anatomi dan fisiologi : EGC

Anda mungkin juga menyukai