Anda di halaman 1dari 11

Nama : Erlita kundartiari saka widya agung wahyu prabandari Muslihin

Nim : 04.16.4353

Kelas : B/KP/3

M.K : KDDK

1. IRK
Tentang kebaikan mencuci tangan, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang tidur dalam
keadaan tangannya masih bau daging kambing dan belum dicuci, lalu terjadi sesuatu,
maka janganlah dia menyalahkan kecuali dirinya sendiri.” (HR. Ahmad, no. 7515, Abu
Dawud, 3852 dan lain-lain, hadits ini dishahihkan oleh al-Albani)
2. DEFINISI INFEKSI
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabakan sakit .jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang serius
terhadap sel atau jaringan infeksi disebut asimptomatik .penyakit timbul jika patogen
terbiak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal jika penyakit infeksi dapat
ditularkan lansung dari satu orang ke orang lain,penyakit ini merupakan penyakit menular
atau contagious (Perry & Potter ,Fundamental Keperawatn vol.1 Ed 4,2005)
3. DEFINISI INFEKSI NOSOKOMIAL
 Nosokominal berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit,
dan komeo yang artinya merawat. Nosokomio berarti tempat untuk merawat atau
rumahsakit. Jadi infeksi nosokominal dapat diartikan sebagai infeksi yang
diperoleh agtau terjadi di Rumah sakit (Darmadi,2008).
 Infeksi nosokominal dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan, dan juga
setiap orang yang datang ke Rumah Sakit. Infeksi yang ada dipusat pelayanan
kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melaui petugas kesehatan, orang
sakit, pengunjung yang berstatus karir atau karena kondisi Rumah sakit.
 Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien
selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72
jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita
pada saat pasien masuk ke rumah sakit(Olmsted RN, 1996, Ducel, G, 2002).
4. PROSES TERJADINYA INFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif,berat ringannya penyakit klien tergantung pada tingkat
infeksi,patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan pejamu.Didalam proses infeksi
memiliki tahapan tertentu yaitu :
 Periode Inkubasi, Interfal antara masuknya patogen dalam tubuh dan munculnya
gejala utama.
 Tahap Prodomal, Interpal dari awitan tanda gejala non spesifik(malaise,demam
ringan,keletihan)sampai gejala yang spesifik selama masa ini,mikroorganisme
tumbuh dan berkembang biak dan klien mampu menularkan ke orang lain
 Tahap Sakit, Interpal saat klien memanifestasikan tanda dan gejala yang lebih
spesifik terhadap jenis infeksi.
 Tahap Pemulihan, Interpal saat munculnya gejala akut infeksi ,lama
penyembuhannyatergantung pada beratnya infeksi dan keadaan umum kesehatan
klien.
5. MEKANISME PENGONTROLAN INFEKSI
tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang tinggal di
dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem organ
memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen infeksius. Flora normal, sistem
pertahanan tubuh dan inflamasi adalah pertahanan nonspesifik yang melindungi terhadap
mikroorganisme. 
 Flora normal
Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan
dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal. Manusia
secara normal mengekskresi setiap hari trilyunan mikroba melalui usus. Flora
normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan dalam
memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab
penyakit unuk mendapatkan makanan. Flora normal juga mengekskresi substansi
antibakteri dalam dinding usus. Flora normal kulit menggunakan tindakan
protektif dengan meghambat multiplikasi organisme yang menempel di kulit.
Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan yang sensitif
dengan mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang
mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin berisiko
mendapat penyakit infeksi.
 Pertahanan sistem tubuh
Sejumlah sistem organ tubuh memiliki pertahanan unik terhadap mikroorganisme.
Kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal sangat mudah dimasuki oleh
mikroorganisme. Organisme patogen dengan mudah menempel pada permukaan
kulit, diinhalasi melalui pernafasan atau dicerna melalui makanan. Setiap sistem
organ memiliki mekanisme pertahanan yang secara fisiologis disesuaikan dengan
struktur dan fungsinya. 
Mekanisme pertahanan Faktor pengganggu pertahanan
 Kulit 
a. Permukaan, lapisan yang utuh
b. Pergantian lapisan kulit paling luar
c. Sebum 
Luka abrasi, luka pungsi, daerah maserasi
Mandi tidak teratur
Mandi berlebihan
 Mulut 
a. Lapisan mukosa yang utuh
b. Saliva 
Laserasi, trauma, cabut gigi
Higiene oral yang tidak baik, dehidrasi
 Saluran pernafasan
a. Lapisan silia di jalan nafas bagian atas diselimuti oleh mukus
b. Makrofag 
Merokok, karbondioksida & oksigen konsentrasi tinggi, kurang lembab,
air dingin
Merokok 
 Saluran urinarius
a. Tindakan pembilasan dari aliran urine
b. Lapisan epitel yang utuh 
Obstruksi aliran normal karena pemasangan kateter, menahan kencing,
obstruksi karena pertumbuhan tumor.
Memasukkan kateter urine, pergerakan kontinyu dari kateter dalam
uretra.
 Saluran gastrointestinal
a. Keasaman sekresi gaster
b. Peristaltik yang cepat dalam usus kecil 
Pemberian antasida
Melambatnya motilitas karena pengaruh fekal atau obstruksi karena
massa
 Vagina 
a. Pada puberitas, flora normal menyebabkan sekresi vagina untuk
mencapai Ph
yang rendah 
Antibiotik dan kontrasepsi oral mengganggu flora normal

6. PEMUTUSAN RANTAI INFEKSI


 Sterilisasi       

Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahncuran semua bentuk


kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun
kimiawi. Strelisisasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh
kuman pathogen atau apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan
atau kedokteran dengan cara merembus, menggunakan panas tinggi, atau bahan
kimia. Sterilisasai adalah tahap awal yang penting dari proses pengujian
mikrobiologi. Ada 5 metode umum sterilisasi yaitu :
a) Sterilisasi Uap
Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air dalam
tekanan sebagai pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air) bakteri akan
terkoagulasi dan dirusak pada temperature yang lebih rendah
dibandingkan bila tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran
bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan
koagulasi beberapa protein esensial dari organism tersebut .
o Prinsip cara kerja autoklaf
Seperti yang telah dijelaskan sebagian pada bab pengenalan alat,
autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat &
bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 121 0 C.
Untuk cara kerja penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan.
Suhu dan tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media
yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk
membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk
mesterilkan media digunakan suhu 121o C dan tekanan 15 lb/in2
(SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu 121o C
atau 249,8o F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika
digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di
permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu 100o C,
sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama,
menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh pada suhu
121o C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika
dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan
tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada
ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi
supaya tercapai suhu 121o C untuk mendidihkan air. Semua bentuk
kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 121 o C dan tekanan
15 psi selama 15 menit.
Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan
akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi
autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air,
katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada
saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai
dantimer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi
selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan
hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan
mencapai 0 psi.
Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat
digunakan mikroba
pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus
stearothermophillus,
lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip.
Kertas spore strip ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah
proses sterilisai lalu ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening
maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik.
b) Sterilisasi Panas Kering
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan oven
pensteril karena panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba
dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini memerlukan
temperature yang lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang. Sterilisasi
panas kering biasanya ditetapkan pada temperature 160-1700C dengan
waktu 1-2 jam.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa
yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya
yang tidak dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap air.Senyawa-
senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai jenis minyak),
dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air.Metode ini juga efektif untuk
mensterilkan alat-alat gelas dan bedah.
Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat
digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan
(contoh:alat ukur) dan penutup karet atau plastik.
c) Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang
mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile). Cairan
yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan gaya
sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang cukup
kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan metode
ini.
d) Sterilisasi gas
Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk
membunuh mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat
berpenetrasi ke dalam pori dan serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena
permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh. Sterilisasi
gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak tahan
panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya.
e) Sterilisasi dengan radiasi
Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk
mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar. Untuk
jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi radiasi dilakukan
pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah struktur
jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk membunuh
mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan beku
dilakukan pada suhu -40o Celsius. Teknologi ini sangat aman untuk
diaplikasikan pada jaringan biologi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya:
o Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih berfungsi.
o Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas
dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, tanggal pelaksanaan steril.
o Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.
o Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril
selesai.
o Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.
o Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila
terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.
 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen
pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri.
Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh
kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan membunuh spora yang terdapat
pada alat perawatan ataupun kedokteran. Desinfeksi dilakukan dengan
menggunakan bahan desinfektan melalui cara mencuci, mengoles, merendam dan
menjcmur dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat
dalam keadaan siap pakai.
Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan
objek, kandungan rat organik, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba, konsentrasi
dan waktu pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat keasaman (pH).
Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan
dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat
menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang
desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai
antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang
berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di RS dan juga membantu
mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Disinfektan dapat
membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.
Kriteria desinfeksi yang ideal:
1. Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar
2. Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan
kelembaban
3. Tidak toksik pada hewan dan manusia
4. Tidak bersifat korosif
5. Tidak berwarna dan meninggalkan noda
6. Tidak berbau/ baunya disenangi
7. Bersifat biodegradable/ mudah diurai
8. Larutan stabil
9. Mudah digunakan dan ekonomis
10. Aktivitas berspektrum luas
Tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi adalah:
 Mencegah terjadinya infeksi
 Mencegah makanan menjadi rusak
 Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry
 Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan
biakan murni.
Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
o Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.
o Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.
o Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.
o Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.
o Struktur fisik benda.
o Suhu dan PH dari proses desinfeksi
Terdapat 3 tingkat desinfeksi:
 Desinfeksi tingkat tinggi
            Membunuh semua organisme dengan perkecualian spora bakteri.
 Desinfeksi tingkat sedang
            Membunuh bakteri kebanyakan jamur kecuali spora bakteri.
 Desinfeksi tingkat rendah
Membunuh kebanyakan bakteri beberapa virus dan beberapa jamur tetapi
tidak dapat membunuh mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel
dan spora bakteri.
7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI
 Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dng pasien
 Jenis dan jumlah prosedur invasive
 Terapi yang diterima
 Lamanya perawatan
8. CARA PENULARAN INFEKSI
Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross infection) yaitu
disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara
langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection) yaitu
disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu
jaringan ke jaringan yang lain. Infeksi lingkungan(Environmental infection) yaitu
disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang
berada di lingku ngan rumah sakit. Misalnya lingkungan yang lembab dan lain-
lain(Depkes RI, 1995).
Menurut Jemes H,Hughes dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994, tentang model cara
penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu kontak langsung antara pasien
dan personil yang merawat atau menjaga pasien. Seterusnya, kontak tidak langsung
ketika objek tidak bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan menjadi kontaminasi
dan tidak didesinfeksi atau sterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi. Selain
itu, penularan cara droplet infection dimana kuman dapat mencapai ke udara (air borne)
dan penularan melalui vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa
kuman (Depkes RI, 1995).

9. CARA PENGENDALIAN INFEKSI


Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program yang termasuk :
 Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggu naan sarung tangan, tindakan sept ik dan aseptik, sterilisasi
dan disinfektan.
 Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
 Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi.
 resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
 Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
Terdapat perbagai pencegahan yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi nosokomial.
Antaranya adalah dikontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat
diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit
dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk
pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci
tangan yang lama. Penggu naan sarung tangan sangat dianjurkan apabila melakukan tindakan
atau pemeriksaan pada pasien denga n yang dirawat di rumah sakit(Louisiana, 2002).
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di
negara berkembang tidak aman contohnya adalah jarum, tabung atau keduanya yang dipakai
secara berulang-ulang. Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui jarum suntik maka
diperlukan, penggunaan jarum yang steril dan penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker digunakan sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses
maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk setiap pasiennya, baju khusus juga
harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan
untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses (Louisiana, 2002).
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinka n bahwa rumah sakit sangat
bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Administrasi rumah sakit harus
ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai,
kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Usahakan pemakaian
penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita
yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik
boleh menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus
membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemprosesan serta filternya
untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri. Toilet rumah sakit juga harus dijaga,
terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien.
Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan (Wenzel, 2002).
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu
pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang
penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan
kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, seperti HIV serta pasien yang
mempunyai resistensi rendah seperti leukimia juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi.
Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara yang menuju keluar( Babb, JR.
Liffe, AJ, 1995). Yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka operasi
adalah harus melakukan pemeriksaan terhadap pasien operasi sebelum pasien masuk/dirawat
di rumah sakit yaitu dengan memperbaikan keadaan pasien, misalnya gizi. Sebelum operasi,
pasien operasi dilakuk an dengan benar sesuai dengan prosedur, misalnya pasien harus puasa,
desinfeksi daerah operasi dan lain-lain. Pada waktu operasi semua petugas harus mematuhi
peraturan kamar operasi yaitu bekerja sesuai SOP (standard operating procedure waktu/lama
operasi. Seterusnya, pasca operasi harus diperhatikan perawatan alat-alat bantu yang
terpasang sesudah operasi seperti kateter, infus dan lain-lain (Farida Betty, 1999).

10. ALASAN PENGONTROLAN LUKA


Lihat mekanisme pengontrolan infeksi
11. KONSEP SIFAT INFEKSI
  Bersifat Symptomatic jika ampakn berkembang biak dan menyebabkan tanda-
tanda klinis dan penyakit
 Bersifat Asymptomatic jika tanda-tanda klinis dan gejalanya tidak ampak
Contoh hepatitis C adalah penyakit menular yang bersifat asymptomatic. Hepatitis
C paling cepat ditransmisikan sepanjang masuknya darah secara langsung ke
dalam kulit sepanjang jangkauan pencahayaan, bahkan jika jika sumbernya
(pasien) adalah symptomatic. (Centers for Disease Control and Prevention
[CDC],2001)

12. KONSEP ASEPSIS


Usaha perawat untuk meminimalkan serangan dan penyebaran infeksi didasarkan
pada prinsip teknik aseptik. Asepsis berarti tidak ada patogen penyebab sakit. Teknik
aseptik adalah usaha mempertahan kliensedapat mungkin bebas dari mikroorganisme.
Dua jenis teknik aseptik adalah asepsis medis atau bedah. (Crow, 1989)
Asepsis medis atau teknik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk
mencegah penyebaran mikroorganisme, mencuci tangan, mengganti linen tempat tidur,
dan menggunakan cangkir tempat obat, merupakan contoh asepsis medis. Prinsip asepsis
medis biasanya yang dilakukan dirumah seperti mencuci tangansebelum menghidangkan
makana.
Asepsis bedah, tekik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dari suatu daerah. Sterilisasi membuuh semua mikroorganisme dan
spora. Teknik steril harus digunakan saat melakukan prosedur invasif. (Rutala,1990)

13. TRANSMISI MIKROORGANISME

Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh, baik pada manusia maupun hewan
dapat melalui berbagai cara di antaranya :

1. Kontak Tubuh
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara langsung
maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung melalui sentuhan dengan
kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat melalui benda yang
terkontaminasi kuman.
2. Makanan dan Minuman
Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis penyakit infeksi
cacing, dan lain-lain.
3. Serangga
Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit
saluran pencernaan yang dapat ditularkan  melalui lalat.
4.  Udara
Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran
penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman tuberkolosis) atau sejenisnya.
(Pengantar kebutuhan dasar manusia,2012)

14. PROSES KEPERAWATAN DALAM PENGENDALIAN INFEKSI


 Pengkajian
Perawat mengkaji mekanisme pertahanan, kerantanan dn pengetahuan klien
mengenai infeksi. Tinjauan ulang mengenai riwayat penyakit pada klien dan
keluarga dapat mengungkapkan paparan terhadap penyakit menular. Tinjauan
yang menyeluruh mengenai kondisi klinis klien yang dapat mendeteksi tanda dan
gejala infeksi analisis terhadap hasil laboratorium memberikan informasi tentang
pertahanan klien melawan infeksi.

Dengan mengetahui factor yang meningkatkan kerentanan atau resikao terhadap


infeksi, pencegahan yang meliputi teknis aseptic.Dengan mengenal tanda dan
gejala infeksi, perawat dapat waspada terhadap orang lain dalam tim pemberi
perawatan terhadap kebutuhan potensial terhadap terapi dan iindakan keperawatan
yang mendukung.

 Diagnosa keperawatan

Selama pengkajian, perawat menemukan temuanobjektif, seperti insisi terbuka


atau asupan kalori menurun dan data subjektif,, seperti keluhan pasien tentanga
danya nyeri tekan pada tempat luka infeksi. Kemudian perawat
meninterpretasikan data tersebut dengan teliti mencari kelompok dari karakteristik
dengan diteteapka atau factor resiko yang menciptkan pola yang mengalah pad
dignosa keepweawatan spesifik.

 Rencana kesehatan

klien berdasarkan pada setiap diagnose keperawatan dn faktro yang


berhubugan.Hrapan perawat adalah untuk membuat perencanaanyang membentuk
hasil yang dapat dicapi ehingga intervensinya memiliki harap dan terarah

 Implementasi
Dalam semua lingkungan kesehatan, tujuan utama perawat adalah mencegah
alwitam dam penyebaran infieksi dan memeri tindakan untuk merawat infeksi.
Dengan mengenali dan mengkaji factor resiko yang ada pada klien dan
melaksanakan tindakan yang tepat, perawat dapat mengurangi resiko pada infeksi.
(fundamental keperawatan .vol. 1)

REFERENSI
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah:? Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta 
http://ummualiyah.blogspot.co.id/2011/02/

Setyawati, L.2002.Infeksi Nosokomial, Kumpulan Bahan Kuliah Higiene Industri. UGM


Depkes.2003.Pedoman PelaksanaanKewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai