Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

GLOMERULONEFRITIS KRONIK PADA ANAK

NAMA : ZIDHA ‘ILMA

NIM : G2A017146/5C

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB I

KONSEP DASAR GLOMERULONEFRITIS KRONIK

A. DEFINISI

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan


berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus
akibat suatu proses imunologis.

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus


yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa,
granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan
diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan
penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering
dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra,
osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma). (Sukandar, 2006).

B. ETIOLOGI
Glomerulonefritis kronik mungkin disebabkan oleh episode syndrome nefritis akut,
nefrosklerosis hipertensif, hiperlipidemia, cidera, tubulo interstisial kronis, atau
sklerosis glomerulus yang dimediasi secara hemodinamis. ukuran ginjal berkurang
menjadi paling tidak seperlima dari ukuran normalnya dan terutama terdiri dari
jaringan fibrosa. ketebalan lapisan korteks menyusut menjadi satu sampai dua
milimeter atau kurang, terjadi pembentukan jaringan paru dan cabang arteri ginjal
menjadi menebal. Hasil berupa kerusakan glomerulus yang hebat dapat berlangsung
sampai penyakit ginjal kronis stadium 5 (CKD) dan memerlukan terapi penggantian
atau sulih ginjal.
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa
tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh
hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering
menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus.
Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi
ginjal jangka panjang yang kurang baik.

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :


1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus
group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

C. Manifestasi Klinis
Gejala beragam. Beberapa pasien dengan penyakit berat tidak menimbulkan gejala
selama bertahun tahun.
1. Hipertensi / peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kadar kreatinin serum.
2. Gejala umum : penurunan berat badan dan kekuatan, peningkatan iritabilitas, dan
peningkatan kebutuhan untuk berkemih pada malam hari (nokturia) ; sakit kepala,
pening, dan gangguan pencernaan juga sering tejadi.
D. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada pasien yang dapat berjalan dipandu oleh gejala.
1. Jika terjadi hipertensi, tekanan darah diturunkan dengan membatasi natrium
dan air, agens antihipertensi, atau keduanya.
2. Berat badan dipantau setiap hari, dan obat diuretik diresepkan untuk mengatasi
kelebihan beban cairan.
3. Protein dengan nilai biologi tinggi diberikan untuk mendukung status nutrisi
yang baik (produk susu, telur, daging).
4. Infeksi saluran kemih diobati dengan cepat dan tepat.
5. Dialisis dipertimbangkan sejak dini dalam proses penyakit untuk menjaga
pasien untuk tetap berada dalam kondisi fisik yang optimal, mencegah
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan meminimalkan resiko komplikasi
berupa gagal ginjal.
E. Penata Pelaksanaan
1. Pantau gangguan cairan dan elektrolit yang biasa dijumpai pada penyakit ginjal;
laporkan perubahan status cairan dan elektrolit, status jantung dan neurologis.
2. Berikan dukungan emosional selama perjalanan penyakit dan terapi dengan
memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
kekhawatirannya.
3. Edukasi pasien dan keluarga mengenai rencana terapi yang telah diprogramkan
dan resiko akibat ketidakpatuhan. jelaskan tentang perlunya menjalani evaluasi
lanjutan tekanan darah, urinalisis untuk protein dan silinder, darah untuk BUN,
dan kreatinin.
F. Klasifikasi
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul
akibat gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
- Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu
diawali oleh infeksi stroptococcus dan disertai
endapan kompleks imun pada membrana basalis
glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
- Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat,
ditandai dengan perubahan-perubahan proliferatif
seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga
dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
- Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan
menuju perubahan sklerotik dan abliteratif pada
glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian
akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai
kapiler.
Klasifikasi menurut sumber yang lain :
1. Congenital (herediter)
1.1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti
lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3%
anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang
mendapatkan cangkok ginjal. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari
sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru
tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
1.2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.
Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan
sindrom nefrotik jenis lainnya.

Klasifikasi sindrom nefrotik kongenital


- Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis mesangal difus,
jenis lain
- sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain

2. Glomerulonefritis Primer
2.1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya
dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik
sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas,
sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus
atau nefropati IgA.
2.2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu
atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa
paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Tidak
ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan,
sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
2.3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis
akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga
sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau
kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena
kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain
atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

3. Glomerulonefritis sekunder

Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu


glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang
anak pada masa awal usia sekolah.

Berdasarkan derajat penyakitnya :


- Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth J,
2000 )
- Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun
setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria
(darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering
menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki
prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. ( Corwin, Elizabeth, J.
2000 )

G. Patofisiologi

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),

- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita

- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik

- Leukosituria serta torak selulet


- Granular

- Eritrosit(++)

- Albumin (+)

- Silinder lekosit (+).

- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda


gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia.

- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma


nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur
alternatif komplomen.

Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK)


mempunyai sasaran berikut:

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)


2. Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Menentukan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan


pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar,
2006).

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang


berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal
ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk
kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (Sukandar,
2006).

2. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan


derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar,
2006).

- Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens
kreatinin dan radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal
ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2006).

- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan


pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal
(LFG) (Sukandar, 2006).

- Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan


tujuannya, yaitu:

a. Diagnosis etiologi PGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos


abdomen, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde,
pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU)
(Sukandar, 2006).

b. Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan


pemeriksaan ultrasonografi (USG).
I. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran
seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia
dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di
perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa
gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
6. Malnutrisi
7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

Anda mungkin juga menyukai