Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Hampir semua bentuk glomerulonefritis akut memiliki kecenderungan untuk
menjadi glomerulonefritis kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian
besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti
misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya.
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan
lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan
antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak
dibawah usia 3 tahun. Hasil penelitian multisenter di Indonesia pada tahun 1988,
melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12
bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-
turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-
laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara menahun (kronis) seringkali
tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-
mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab
kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80-95%) sembuh spontan, 10 % menjadi kronis,
dan 5 % berakibat fatal.
Pada kondisi glomerulonefritis kronik ditandai dengan glomerulus yang
ireversibel dan progresif, fibrosis tubulointerstitial, dan akhirnya menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan retensi racun uremik. Jika kondisi ini

1
tidak diterapi, maka dapat menjadi penyakit ginjal kronis (CKD), stadium akhir
penyakit ginjal (ESRD), dan penyakit kardiovaskular.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Glomerulonefritis Kronis?
2. Apa etiologi dari Glomerulonefritis Kronis?
3. Apa faktor resiko dari Glomerulonefritis Kronis?
4. Bagaimana patofisiologi Glomerulonefritis Kronis?
5. Apa manifestasi klinis dari Glomerulonefritis Kronis?
6. Apa komplikasi Glomerulonefritis Kronis?
7. Apa saja Pemeriksaan diagnostik dari Glomerulonefritis Kronis?
8. Bagaimana penatalaksaan dari glomerulonefritis kronis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Glomerulonefritis Kronis
2. Untuk mengetahui etiologi dari Glomerulonefritis Kronis
3. Untuk mengetahui faktor resiko dari Glomerulonefritis Kronis
4. Untuk mengetahui patofisiologi Glomerulonefritis Kronis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Glomerulonefritis Kronis
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Glomerulonefritis Kronis
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik dari Glomerulonefritis Kronis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Glomerulonefritis Kronis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori
1. Definisi
Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya
hematuria dan proteinuria yang menetap.Hal ini dapat terjadi karena
eksaserbasi berulang dari glumerulonefritis akut yang belangsung dalam
waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Tiap-tiap eksaserbasi akan
nemanbah kerusakan pada ginjal sehingga terjadi kerusakan total yang
berakhir dengan gagal ginjal.
Glomerulonefritis kronis (GNK) adalah suatu kondisi peradangan yang
lama dari sel-sel glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan
ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera
dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari,
2012; Mansjoer, et al., 2000).

2. Etiologi
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Kedua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan
berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering
diikuti oleh atropi tubulus. (Muttaqin, Arif & Sari,Kumala, 2011)
Sebagian besar glomerulonefritis timbul didahului oleh infeksi
ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman
streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Antara
infeksi bakteri dan timbulnya GN terdapat masa laten selama 10 hari. GN 

3
juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion),
amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid,
dan lupus eritematosis.
Penyebab penyakit ini yaitu :
a. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta
hemoliticus group A.)
b. Keracunan (timah hitam, tridion).
c. Penyakit sipilis
d. Diabetes mellitus
e. Trombosis vena renalis
f. Hipertensi kronik
g. Penyakit kolagen
h. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.

3. Faktor Resiko
Ada banyak faktor risiko untuk glomerulonefritis kronis, yaitu:
a. Kondisi ini diketahui lebih sering terjadi pada beberapa keluarga, yang
menunjukkan adanya faktor genetik
b. Individu dengan episode glomerulonefritis akut dapat mengalami kondisi
kronis tanpa perawatan yang cukup, seiringnya waktu
c. Sejarah kanker: Kanker dapat mempengaruhi fungsi berbagai organ
termasuk ginjal
d. Penyakit autoimun seperti Goodpasture syndrome dan systemic lupus
erythematosus
e. Diabetes yang tidak terkendali
f. Infeksi, yang disebabkan oleh bakteri atau virus, diketahui meningkatkan
risiko glomerulonefritis kronis: Infeksi bakteri dapat meliputi bacterial
endocarditis (infeksi bakteri pada jantung) dan infeksi post-streptococcal.
Infeksi virus dapat meliputi HIV, hepatitis B dan C, dan lain-lain.

4
4. Patofisiologi
Awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai
tipe reaksi antigen–antibody yang lebih ringan, kadang–kadang sangat ringan
sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal
sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari
jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1
sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang–cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan
penyakit ginjal tahap akhir (ESRG) (Smeltzer, 2001:hlm. 1440).

5. Pathway

5
6. Manifestasi Klinis
Kadang-kadang tidak memberi keluhan sama sekali sampai terjadi gagal
ginjal yang menyebabkan anak menjadi lemah, lesu, dan mengeluh nyeri
kepala, gelisah, mual, koma dan kejang pada stadium akhir. Edema sedikit,
suhu subfebril. Bila penderita memasuki fase nefrotik daripada
glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah jelas perbandingan
albumin : globulin terbalik dan kolesterol darah meninggi. Fungsi ginjal
menurun, ureum meningkat dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan
darah yangmendadak meninggi. Kadang-kadang anak mendapat serangan
ensefalopatihipertensi dan gagal jantung yang berakhir dengan kematian.
Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara
progresif lambat akibat  glomerulonefritis yang berlangsung lama. Gejala
utama yang ditemukan adalah:
a. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi
gagal ginjal.
b. Hematuri
c. Edema, penurunan kadar albumin
d. Hipertensi (Biasanya ada serangan ensefalopatihipertensi)
e. Peningkatan suhu badan
f. Sakit kepala, lemah, gelisah
g. Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun
h. Ureum dan kreatinin meningkat
i. Oliguri dan anuria 
j. Suhu subfebril
k. Kolestrol darah naik
l. Fungsi ginjal menurun
m. Ureum meningkat + kreatinin serum.
n. Anemia.
o. Gagal jantung kematian
p. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

6
7. Komplikasi
a. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
b. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat
HT yang menetap dan kelainan di miocardium. Anemia karena adanya
hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.
d. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
e. Malnutrisi
f. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalitis menunjukkan gravitasi mendekati 1.010,proteinuria dan
endapan urinarius (butr-butir yang disekresi oleh tubulus ginjal yang
rusak). Kriteria pemeriksaan urin
1) Warna, secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
2) Volume urine, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada
urine (anuria)
3) Berat jenis, kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat

7
4) Osmolalitas, kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
6) Klirens kreatinin = Agak menurun
7) Natrium, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
b. Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun dibawah
50ml/menit (N) : 100-120 ml/menit, 1,67-2,00 ml/detik, maka terjadi
perubahan :
1) Hiperkalemia akibat penurunan eskresi,masukan dari makanan dan
medikasi, asidosis dan katabolisme.
2) Asidosis metabolic akibat sekresi asam oleh ginjal dan
ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat.
3) Anemia akibat penurunan eritropoesis (produk SDM)
4) Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui
membrane glomerulus yang rusak.
5) Serum kalsium meningkat
6) Hipermagnesrumia akibat penurunan eskresi dan ingesti antacid yang
mengandung magnesium.
7) Kerusakan hantaman saraf akibat abnormalitas elektrolidt dan uremia
8) Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan
edema pulmoner
9) EKG mungkin normal imun dapat juga menunjukkan adanya
hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan
elektrolit,seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T.
10) Ultrasonografi Ginjal (Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas)
11) Endoskopi Ginjal, Nefroskopi (Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif)

8
12) Arteriogram Ginjal (Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa).
13) Pemeriksaan laboratorium
a) LED (Laju Endap Darah) meningkat.
b) Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan
air).
c) Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8
gr/dl
d) Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Berat jenis
urine meningkat.
e) Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan
:Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit,
dan hialin.
f) Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin
beta- IC) sedikit menurun.
g) Ureum dan kreatinin meningkat.
h) Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi
streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
i) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
j) Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.
k) GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,2

9
9. Tatalaksana Medis
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala klinis, gangguan elektrolit.
Anak diperkenankan melakukan kehidupan sehari-han sebagaimana biasa
dalam batas kemampuannya. Pengawasan hipertensi dengan obat anti
hipertensi, anemia dikoreksi serta infeksi diobati dengan pemberian
antibiotika. Dialisis berulang merupakan cara yang efektif untuk
memperpanjang umur penderita. Tidak ada pengobatan yang khusus yang
mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
b. Pemberian penisilin pada fase akut.
c. Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis,
melainkan mengurangi penyebaran infeksi streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari.
Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap
kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat imuntas yang menetap.
d. Pengaturan dalam pemberian cairan (perlu diperhatikan keseimbangan
cairan dan elektrolit). Pemberian diet rendah protein ( 1 gr/kg BB/hari)
dan rendah garam (1 gr/hari). Makanan lunak dinerikan pada pasien
dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali. Bila ada
anuria/muntah diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria maka jumlah cairan
yang diberikan harus dibatasi.
e. Pengobatan terhadap hipertensi.
f. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis,
transfusi tukar dan sebagainya.
g. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-
akhir ini pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan
filtrasi glomerulus.

10
B. KonsepAsuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara
progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama.
Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya
baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala
insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang
mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat
pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan
kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
b) Identitas
Sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
c) Riwayat penyakit
1) Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat
lupus eritematosus (penyakit autoimun lain).
2) Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak
sekitar mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah  dan
diare yang dialami klien.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
b) Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
c) Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)

11
d) Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
e) Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
f) Nyeri (kenyamanan)
Gejala : nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
d) Pengkajian berpola
1) Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air,
edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat
terjadi karena uremia.
2) Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme
tidak dapat diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium
pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan
oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
3) Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya
hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya
kelainan jantung dan  dan tekanan darah mutlak selama 2  minggu dan
mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal selama
1 minggu. 

12
4) Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena
adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus
5) Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan
rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi
ensefalopati hipertensi.
6) Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan
edema dan  perawatan yang  lama.
7) Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak
mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
8) Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
9) Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat pada laboratorium :
a) Hb menurun ( 8-11 )
b) Ureum dan serum kreatinin meningkat.
(1) Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
(2) Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
c) Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
d) Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)

13
e) Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit
Å, leukosit Å)
(1) Pemeriksaan darah
(2) LED meningkat.
(3) Kadar HB menurun.
f) Albumin serum menurun (++).
g) Ureum & kreatinin meningkat.
h) Titer anti streptolisin meningkat.

2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Faktor resiko dan Kelebihan volume
- klien mengeluh etiologi cairan
jarang berkemih
- klien mengeluh Reaksi implamasi pada
bagian kaki terasa glomerulus
bengkak
DO : Glomerulonefritis
- klien tampak edema
- hipernatremia Penurunan GFR
- hipoalbuminemia
Penurunan volume urine

Retensi air dan Na

Edema

Glomerulonefritis

Permeabilitas membrane
filtrasi turun

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik
membrane sel turun

14
Ekstravasasi cairan ke
intertisial

Edema

Kelebihan volume
cairan
DS : Faktor resiko dan Ketidakseimbangan
- klien mengeluh mual etiologi nutrisi : kurang dari
dan muntah kebutuhan tubuh
- klien mengeluh tidak Reaksi implamasi pada
nafsu makan glomerulus
DO :
- hipoalbuminemia Glomerulonefritis
- terjadi fluktuasi berat
badan Respon GIT
- klien tampak lemah
Fetoruremia

Peradangan mukosa
saluran pencernaan

Anoreksia

Intek nutrisi tidak


adekuat

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
DS : Faktor resiko dan Resiko infeksi
- klien mengeluh gatal- etiologi
gatal pada kulit
DO : Reaksi implamasi pada
- klien tampak edema glomerulus
- hiperuremia
- klien tampak lemah Glomerulonefritis

Penurunan GFR

Penurunan volume urine

Retensi air dan Na

15
Edema

Retensi ureum pada


darah dn menyebar di
jaringan kulit

Gatal- gatal pada kulit

Tindakan klien untuk


mengatasi gatal pada
kulit

Resiko terjadi luka pada


kulit

Resiko infeksi
DS : Faktor risiko dan Intoleransi Aktivitas
Klien mengeluh lemah etiologi
pada bagian tubuhnya
Enzim lisosomal
DO: merusak membrane
Hasil pemeriksaan fisik dasar glomerular
didapatkan kelemahan
otot, kehilangan tonus Eritrosit berimigrasi
otot melalui dinding sel yang
rusak

Anemia

Kelelahan (Fatigue)

Intoleran aktivitas

16
DS : Faktor risiko dan Nyeri kronik
Klien mengeluh nyeri etiologi
pinggang dan sakit
kepala Infeksi streptococus

DO: Vasospasme pembuluh


Klien tampak berhati darah
hati/distraksi
Klien tampak gelisah Hipertensi

Sakit kepala

Nyeri kronik
DS : Faktor risiko dan Kerusakan integritas
Klien mengeluh bagian etiologi kulit
kaki terasa bengkak
Glomerulonefritis
DO :
Klien tampak pucat Permeabilitas membrane
Klien tampak edema filtrasi turun

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik
membrane sel turun

Ekstravasasi cairan ke
intertisial

Edema

Kerusakan integritas
kulit

3. Diagnoasa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi yang ditandai dengan :
a. Klien mengeluh jarang berkemih
b. Klien tampak edema
c. Hipoalbuminemia

17
d. Hipernatremia
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis yang ditandai dengan:
a. Klien mengeluh tidak nafsu makan
b. Klien mengeluh mual dan muntah
c. Klien tampak lemah
d. Terjadi fluktuasi berat badan
e. Hipoalbuminemia
3 Resiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan yang ditandai dengan:
a. Klien mengeluh lemah pada bagian tubuhnya
b. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kelemahan otot, kehilangan tonus
otot
5 Nyeri akut yang berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai
dengan :
a. Klien mengeluh nyeri pinggang dan sakit kepala
b. Klien tampak berhati-hati/distraksi
c. Klien tampak gelisah
6 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan volume
cairan yang ditandai dengan :
a. Klien mengeluh bagian kaki terasa bengkak
b. Klien tampak pucat
c. Klien tampak edema

4. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Diagnosa Keperawatan No. 1
Kelebihan volume cairan
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi selama 4 X24 jam kelebiahan volume
cairan klien dapat teratasi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :NOC :Fluid overload severity, Kidney function
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tidakada edema
2 24 jam intake dan output seimbang
3 Elektroliturindalambatas normal
(Na : 40-220 mEq /hari)

18
Intervensi NIC : Fluid management, Electrolyte management:
hypernatremia
1) Monitor posisi edema klien
2) Monitor kadar albumin darah klien
3) Perbaiki status albumin darah klien
4) Kolaborasi pemberian deuritik
5) Monitor intake dan output urin 24
6) Monitor status hemodinamik
b. Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 7X24 jam status nutrisi klien
teratasi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :NOC :Nutritional status, Nutritional status : biochemical
measure
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Intek nutrisi klien terpenuhi
2 Energy untuk beraktivitas terpenuhi
3 Ada peningkatan berat badan (2 kg)
Serum albumin dalam batas normal
4 (> 3,5 mg/dl)

Intervensi NIC :Nutritional monitoring, Nutritional management


1) monitor mual dan muntah pasien
2) Anjurkan klien mengkonsumsi makan tinggi kalori dan protein
3) Monitor berat badan klien secar berkala.
4) kolaborasidenganahligiziuntuk diet TKTP
c. Diagnosa Keperawatan No. 3
Resiko infeksi
Tujuan :Setelah dilakuakan intervensi selama 3 X 24 jam klien terhindar
dari resiko infeksi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :NOC: Risk control: infectious proses

19
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Pasien mampu mengidentifikasi
penyebab infeksi
2 Pasien mampu mengontrol
lingkungan
3 Pasien mengenali tanda dan gejala
infeksi

Intervensi NIC :Infection protection


1) Ajarkan pasien cara untuk menghindari infeksi
2) anjurkan pasien dan keluarga untuk membatasi pengunjung
3) Ajarkanpasientandadangejalainfeksi
4) Anjurkan klien untuk segera melaporkan apabila ada tanda infeksi.
d. Diagnosa Keperawatan No. 4
Intoleransi aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam klien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dengan kriteria hasil
Kriteria hasil : NOC : Toleransi terhadap aktivitas
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Kekuatan otot bagian atas
2 Kekuatan otot bagian bawah
3 Kecepatan berjalan
4 Jarak berjalan

Intervensi NIC : Terapi aktivitas


1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan
2) Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam
level aktivitas tertentu
3) Ciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melakukan pergerakan
otot secara berkala sesuai dengan indikasi
4) Berkolaborasi dengan terapi fisik, okupasi, dan terapis rekreasional
dalam perencanaan dan pemantauan program aktivitas,jika memang
diperlukan

20
e. Diagnosa Keperawatan No. 5
Nyeri kronik
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi selama 4 X24 jam, klien mmpu
mengontrol nyeri yang adekuat
Kriteria Hasil :NOC :Kontrol Nyeri
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Mengenali kapan nyeri terjadi
2 Menggambarkan faktor penyebab
3 Menggunakan tindakan pencegahan
4 Menggunakan tindakan
pengurangan nyeri tanpa anelgesik

Intervensi NIC :Manajemennyeri


1) Lakukan pengkajian nyeri komperhensif yang meliputi
lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
2) Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan
3) Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan
4) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
5) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat, dan tim kesehatan

f. Diagnosa Keperawatan No. 6


Kerusakan integritas kulit
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi selama 4X24 jam, klien mampu
menunjukan perbaikan integritas kulit
Kriteria Hasil :NOC :Keparahan cairan berlebihan
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Edema kaki
2 Malaise
3 Sakit kepala
4 Peningkatan tekanan darah
5 Penurunan urin output

21
Intervensi NIC : Manajemen Elektrolit/Cairan
1) Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
2) Monitor hasil labolatorium yang relevan dengan retensi cairan
(misalnya peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan
hematocrit, dan peningkatan kadar osmolaritas urin
3) Batasi cairan yang sesuai
4) Jaga pencatatan intake/asupan dan output yang sesuai
5) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit menetap/memburuk
5. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan tidaman melakukan
intervensi yang telah di susun. Implementasi dilakukan untuk meningkatkan
dan mempertahankan kenyamanan misalnya ketidakpercayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan [ CITATION Kas16 \l
1033 ]
6. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengukur
tingkat keberhasilan intervensi yang telah dilakukan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya
hematuria dan proteinuria yang menetap.Hal ini dapat terjadi karena eksaserbasi
berulang dari glumerulonefritis akut yang belangsung dalam waktu beberapa
bulan atau beberapa tahun.Bila penderita memasuki fase nefrotik daripada
glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah jelas perbandingan albumin :

22
globulin terbalik dan kolesterol darah meninggi. Fungsi ginjal menurun, ureum
meningkat dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan darah yang
mendadak meninggi. Kadang-kadang anak mendapat serangan ensefalopati
hipertensi dan gagal jantung yang berakhir dengan kematian.

B. Saran
Penulis berharap jika perawat menemukan gejala Glomerulonefritis kronis
pada anak, perawat dapat mendiagnosa, melakukan intervensi, dan implementasi
keperawatan terhadap klien tersebut. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca terutama bagi perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002). Drug Therapy
inNursing. Philadelphia:Lippincot.Barkaukass, et.al (1994), Health &
Physical Assessment.Missouri : Mosby.
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing;
clinicalmanagement for positive outcomes. 7th Edition. Elsevier. Inc : St.
Louis.
Brunner & Suddart 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : AGC.

23
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd – ed, (Terjemahan
oleh Petrus Andrianto, 2001). Jakarta : EGC.
Grace, Pierce A., Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid: I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Price,Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit. Volume: 2. Edisi: 6. Jakarta: ECG.

24

Anda mungkin juga menyukai