Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GLOMERULONEFRITIS AKUT


dan KRONIS

Pengampuh: Ns. Moh. Lutfi, S.Kep.,Ners.

Oleh:

Kelompok 1 (5B)

1. Isbad 151420100
2. Widya Novita Sari 151420100
3. Dwi Arum Novitasari 151420100
4. Sandra Herawati 15142010099

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes NGUDIA HUSADA MADURA

2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada semua hambaNya. Alhamdulillah, karena berkat Rahmat Tuhan
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berkaitan dengan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Glomerulonefritis akut dan kronis sebagai tugas untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Dalam menyusun makalah ini kami selaku penyusun telah mendapat bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
kami, Moh.Lutfi, S.Kep.,Ns. yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah
ini dan rekan-rekan yang telah ikut andil dan terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam membantu penulisan makalah ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal dengan amal
yang telah diberikan pada kami. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasaan kita semua.

Bangkalan, 27 September 2017

Kelompok 1
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan .................................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................................
1.4 Manfaat ...............................................................................................
Bab 2 Pembahasan .............................................................................................
2.1 Anatomi dan fisiologi sistem hematologi ..........................................
2.2 Definisi ..............................................................................................
2.3 Klasifikasi ..........................................................................................
2.4 Etiologi ..............................................................................................
2.5 Patofisiologi .......................................................................................
2.6 Manifestasi .........................................................................................
2.7 WOC ..................................................................................................
2.8 Pemeriksaan diagnostik .....................................................................
2.9 Komplikasi.........................................................................................
2.10Penatalaksanaan .................................................................................
Bab 3 Asuhan Keperawatan ..............................................................................
3.1 Pengkajian..........................................................................................
3.2 Diagnosa ...........................................................................................
3.3 Rencana dan Intervensi ......................................................................
3.4 Evaluasi..............................................................................................
Bab 4 Penutup .....................................................................................................
4.1 Kesimpulan ........................................................................................
4.2 Saran ..................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap


akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau
hematuria. Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak
pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung
secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui
karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah
(anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing
sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya
(sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Mengingat banyaknya masalah yang bisa terjadi pada glomerulus, maka
perhatian dan perawatan tidak boleh di abaikan agar terhindar dari komplikasi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka kelompok membuat makalah tentang
glomerulonefritis. Karena perawat perlu mengetahui tentang asuhan keperawatan
pada penyakit glomerulonefritis, agar dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
baik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem perkemihan?
1.2.2 Apa definisi dari Glomerulonefritis ?
1.2.3 Apa saja etiologi dari Glomerulonefritis?
1.2.4 Bagaimana insidensi yang terjadi pada Glomerulonefritis?
1.2.5 Apa saja klasifikasi dari Glumerulonefritis?
1.2.6 Bagaimana manifestasi klinis dari Glomerulonefritis?
1.2.7 Bagaimana patofisiologi dari Glomerulonefritis?
1.2.8 Bagaimana WOC dari Glomerulonefritis?
1.2.9 Apa saja pemeriksaan penunjang dari Glomerulonefritis?
1.2.10 Bagaimana penatalaksanaan dari glomerulonefritis?
1.2.11 Apa komplikasi dari Glomerulonefritis?
1.2.12 Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami
Glomerulonefritis?

1.3 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari dan memahami tentang Glomerulonefritis dan
melaksanakan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem perkemihan.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem perkemihan
b. Untuk mengetahui definisi dari glomerulonefritis
c. Untuk mengetahui etiologi dari glomerulonefritis
d. Untuk mengetahui insidensi dari glomerulonefritis
e. Untuk mengetahui klasifikasi dari glomerulonefritis
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari glomerulonefritis
g. Untuk mengetahui patofisiologi dari glomerulonefritis
h. Untuk mengetahui WOC dari glomerulonefritis
i. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari glomerulonefritis
j. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari glomerulonefritis
k. Untuk mengetahui komplikasi dari glomerulonefritis
l. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami
glomerulonephritis.

1.4 Manfaat

Memberikan pemaparan secara detail mengenai konsep penyakit dengan pasien


Glomerulonefritis dan mampu melaksanakan Asuhan Keperawatannya dengan
baik, Khususnya bagi Mahasiwa dan mahasiswi STIKES Ngudia Husada Madura.
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Sistem perkemihan merupakan suatu sistem
dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua
ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter
yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika
urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari
vesika urinaria.
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3.Bentuk
ginjal seperti biji kacang.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri,
karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.Panjang dan beratnya bervariasi
yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih
dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang
kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.
b. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-
zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c)
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d)
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein, ureum, kreatinin dan
amoniak.
c. Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari ; a). fascia (fascia renalis), b). Jaringan lemak peri
renal, dan c).kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat
dengan erat pada permukaan luar ginjal.
d. Struktur Ginjal

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan
cortex.Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus..Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi
dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang
menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal..Tiap ginjal mengandung kurang lebih 1 juta nefron (
glomerolus dan tubulus yang berhubungan dengannya). Pada manusia,
pembentukkan nefron selesai pada janin 35 minggu.Nefron baru tidak dibentuk
lagi setelah lahir.Perkembangan selanjutnya adalah hyperplasia dan hipertrofi
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.Perkembangan paling cepat
terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir.Oleh karena itu bila pada masa ini
terjadi gangguan misalnya infeksi saluran kemih atau refluks, maka hal ini dapat
mengganggu pertumbuhan ginjal.Tiap nefron terdiri atas glomerolus dan kapsula
bowman, tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus distal.Glomerolus bersama
kapsula Bowman juga disebut badan Malpigi.
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme
seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain.Selain itu ion-ion natrium, kalium,
klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara
berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah :
1) Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2) Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang
tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel
epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya
terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan
juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

e. Proses pembentukan urin


1) Proses Filtrasi di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke
tubulus ginjal.cairan yang di saring disebut filtrate gromerulu
2) Proses Reabsorbsi.
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal.sedangkan pada
tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila
diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan
sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

f. Sirkulasi Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis
bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri
interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen
glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior.
g. Persarafan Ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
h. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
4) Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang
mendorong urin masukke dalam kandung kemih.
i. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). letaknya dibelakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1) Lapisan sebelah luar (peritoneum)
2) Tunika muskularis (lapisan berotot)
3) Tunika submukosa
4) Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
j. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1) Urethra pars Prostatica
2) Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3) Urethra pars spongiosa.
4) Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm
(Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan
vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
(a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
(b) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah
dan saraf.
(c) Lapisan mukosa.
k. Urin (Air Kemih)
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan
(intake) cairan dan faktor lainnya
2) Warnabening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3) Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya
4) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak
5) Berat jenis 1,015-1,020
6) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet
(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air
2) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea amoniak dan
kreatinin
3) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat
4) Pagmen (bilirubin dan urobilin)
5) Toksin
6) Hormon
l. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1) Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan padadindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadibila telah tertimbun
170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2
2) Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akanmengosongkan
kandung kemih.Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang
belakang).

2.2 Definisi

Glomerulus akut merujuk pada kelompok penyakit ginjal, dimana terjadi reaksi
peradangan di glomerulus. Glomerulonefritis bukanlah infeksi yang terjadi pada
ginjal, tetapi gangguan akibat mekanisme tubuh terhadap sistem imun. (nursalam,
2008)
Glomerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah
sekaligus kapiler ginjal (glomerulus) (Sandra M. Nettina, 2001).
Glomerulonefritis akut adalah istilah yang sering secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus
(Brunner & Suddarth, 2001).
Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun dapat
terjadi pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering
pada anak usia 6-16 tahun. (Muttaqin, 2012)
Glomerulusnefritis kronik adalah suatu gejala yang menggambarkan penyakit
peradangan pada glomerulus tahap akhir yang ditandai dengan kerusakan
glomerolus secara progresif lambat akibat glomerolus nefritis yang
perkembangannya perlahan-lahan dan membahayakan serta berlangsung lama (10-
30 tahun).
2.3 Klasifikasi

Glomerulonefritis terbagi atas dua yaitu glomerulonefritis akut dan


glomerulonefritis kronik.
a. Glomerulonefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekolompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di
glomerulus.
b. Glomerulonefritis Kronik adalah mungkin seperti dengan glomerulonefritis
akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan,
kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan.

2.4 Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi.
1. Infeksi
Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab
nonstreptokokus, meliputi bakteri, virus, dan parasit.
2. Noninfeksi
Penyakit sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE),
vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulornatosis Wegener. Kondisi penyebab
lainnya adalah pada kondisi sindrom Guillain-Barre.

2.5 Patofisiologi

Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.


Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang
merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya
komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Membran glomerulus menebal dan menyebabkan penurunan
GFR lebih lanjut.
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel
yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah
merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-
antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron
dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan
hiperseluler disertai invasi PMN.
Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak, dan kongesti. Seluruh
jaringan renal glomerulus, tubulus dan pembuluh darah dipengaruhi dalam berbagai
tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada.
Pada glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefitis
akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan, kadang-
kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini,
ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri
dari jaringan fibrosa yang luas.
Secara patofisiologi, pada glomerulonefritis akut akan terjadi dua perubahan,
yaitu perubahan struktural dan perubahan fungsional.
2.5.1 Perubahan Struktural
Perubahan struktural meliputi hal-hal berikut :
a. Proliferasi selular: hal ini menyebabkan peningkatan jumlah sel di glomerulus
karena proliferasi endotel, mesangial, dan epitel sel. Proliferasi tersebut dapat
bersifat endokapiler (yaitu dalam batas-batas dari kapiler glomerular) atau
ekstrakapiler (yaitu dalam ruang Bowman yang melibatkan sel-sel epitel).
Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel parietal mengarah pada
pembentukan tertentu dari glomerulonefritis progresif cepat.
b. Proliferasi leukosit: hal ini ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan monosit
dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi selular.
c. Penebalan membran basal glomerulus: perkembangan ini muncul sebagai
penebalan dinding kapiler baik di sisi endotel atau epitel membran dasar.
d. Hialinisasi atau sklerosis: kondisi ini menunjukkan cedera ireversibel.
Perubahan struktural ini diperantarai oleh reaksi antigen-antibodi, agregat
molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
kompleks ini terperangkap di glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal, dan
mencetuskan respons peradangan.
Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen
sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus, serta filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi
pembengkakan dan edema di ruang interstisium Bowman. Hal ini meningkatkan
tekanan cairan interstisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap
glomerulus di daerah tersebut. Akhirnya, peningkatan tekanan cairan
interstisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih lanjut.
Pengaktifan komplemen menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke
glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan faktor-faktor koagulasi yang
dapat menyebabkan pengendapan fibrin, pembentukan jaringan parut, dan
hilangnya fungsi glomerulus. Membran glomerulus menebal dan menyebabkan
penurunan GFR lebih lanjut.

2.5.2. Perubahan Fungsional


Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR (yaitu
oligoanuria), serta sedimen urine aktif dengan sel darah merah. Penurunan GFR dan
retensi air akan memberikan manifestasi terjadinya ekspansi volume intravaskular,
edema, dan hipertensi sistemik.
Respons perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai
masalah fungsional memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus akut.

2.6 Manifestasi klinis


1. Penyakit ringan umumnya ditemukan saat melakukan urinalisis secara rutin.
2. Riwayat infeksi: faringitis oleh streptokokus kelompok A, virus hepatitis B,
dan endokarditis.
3. Proteinuria, hematuria, dan oliguria.
4. Wajah seperti bulan dan edema pada ekstremitas.
5. Lemah dan anoreksia.
6. Hipertensi (ringan, sedang, atau berat) dan sakit kepala
7. Anemia akibat kehilangan sel darah ke dalam urine.
8. Dari hasil studi klinik kejadian glomerulonefritis akut dapat sembuh sampai
90% dengan fungsi ginjal normal dalam 60 hari.
a. Diuresis biasanya mulai satu-dua minggu sesudah serangan.
b. Renal clearence dan konsentrasi urea darah kembali normal.
c. Edema dan hipertensi berkurang.
d. Pada pemeriksaan mikroskop proteinuria dan hematuria masih ada selama
beberapa bulan. (nursalam, 2008)
2.7 WOC

INFEKSI PENYAKIT SISTEMIK MULTISISTEM


Steptococcus beta (Ex: SLE, Vaskulitis, GBS)

Pelepasan material dari Reaksi antigen


organisme ke dalam sirkulasi antibodi
(antigen)
agregat molekul
Pembentukan (komplek) dibentuk
antibody
beredar keseluruh
tubuh
Reaksi antigen antibodi
(komleks imun) dalam kapile
glomerulus penyaring ginjal
terperangkap di
Terjadi respon glomerulus
peradangan

Pengendapan kompleks antibodi di


Terjadi kerusakan kapiler kapiler glomerulus
jaringan glomerulus

terjadi respon
peradangan

(GLOMERULONEFRITIS)

aktivasi komplemen

komplemen menarik respon inflamasi aliran darah


leukosit & trombosit ke lokal
glomerulus
kontraksi otot gangguan permeabilitas
pengaktifan faktor sekunder selektif kapiler
faktor koagulasi glomerulus

nyeri pinggang permeabilitas


poliferasi leukosit kapiler
adanya neutrofil & monosit MK : NYERI filtrasi glomerulus
dlm lumen kapiler
glomerulus
protein protein plasma
membran & eritrosit bocor melalui
glomerulus rusak glomerulus
poliferasi seluler

pembengkakan hematuria
kerusakan
glomerulus secara
progresif
edema respon sistemik
gastrointestinal
terjadi
pengendapan fibrin tekanan cairan
interstisium mual, muntah,
anoreksia
pembentukan
jaringan parut pd
terjadi kolaps
glomerulus
nafsu makan

disfungsi MK :
kelemahan fisik
glomerulus KECEMASAN
intake nutrisi tidak
adekuat
MK :
membran
GANGGUAN
glomerulus menebal
ADL BB

GFR & retensi air tekanan darah


MK :
KETIDAKSEIMBANGAN
ekspansi volume hipernatremia, NUTRISI KURANG DARI
intravaskuler hiperkalemia KEBUTUHAN

respon
MK: VOLUME hiperkalemia
CAIRAN
kerusakan
impuls syaraf

gangguan konduksi
PK : RESIKO
elektrikal otot
KEJANG
ventrikel
2.8 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
b. Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
c. Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
d. Leukosituria serta torak selulet
e. Granular
f. Eritrosit
Nilai Normal eritrosit
Pria: Eritrosit : 4.5 5.9 (4.5 5.5) (juta/ul)
Wanita: Eritrosit : 4 5 (juta/ul)
g. Albumin
(1) Tingkat Normal Albumin dalam Darah
Kadar albumin akan dianggap normal bila tes laboratorium menunjukkan
pembacaan lebih dari 4,0 g / dl. Secara umum, nilai normal albumin
bervariasi antara 4,0 hingga 5,4 g / dl.Versi lain menyatakan tingkat
albumin normal berkisar antara 3,4-5,4 (g / dl).Sampel tes darah yang
menunjukkan kadar albumin 4,0 g / dl berarti bahwa dalam 1 liter darah
terdapat 40 gram albumin.
(2) Kisaran normal albumin urin
adalah sekitar 0 8 mg / dl
Nilai Normal Albumin :
Pria: Albumin : 3.8 5.0 (gr %)
Wanita: Albumin : 3.8 5.0 (gr %)
(3) Tingkat Albumin Tinggi
Tingkat albumin tinggi dalam jangka waktu lama bisa menjadi tanda
adanya masalah kesehatan.Tingkat albumin tinggi terlihat pada pasien
yang menderita gangguan pernapasan seperti TBC.Dehidrasi dan
konsumsi alkohol terlalu banyak adalah faktor lain yang menyebabkan
kadar albumin tinggi.Leukemia, lebih dikenal sebagai kanker darah juga
membuat albumin berada pada kisaran tidak normal.Kekurangan vitamin
A dapat pula meningkatkan albumin diluar level normal.
(4) Tingkat Albumin Rendah
Kadar albumin kurang dari normal berpotensi menunjukkan masalah
pada hati.Kondisi yang menyebabkan peradangan sendi seperti arthritis,
infeksi seperti gigi busuk, dan infeksi kandung kemih membuat kadar
albumin menurun.Gizi buruk dan malabsorpsi adalah faktor-faktor lain
yang bertanggung jawab pada penurunan kadar albumin. Penyebab lain
penurunan tingkat albumin adalah penyakitginjal.Bahkan jika hati
mampu memproduksi cukup albumin, namun jika tubuh kehilangan
kemampuan menyerap protein yang cukup, jumlah albumin di dalam
darah menjadi kurang dari normal.
a. Silinder lekosit
b. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan
tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia
c. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala
sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
2.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan gejala dan antihipertensi, obat untuk penatalkasanaan
hiperkalemia (berhubungan dengan insufisiensi renal), H2 blocker (untuk
mencegah ulcer stres), dan agen pengikat fosfat dan menambah kalsium).
2. Terapi antibiotik untuk menyembuhkan infeksi (jika masih ada).
3. Pembatasan cairan.
4. Diet ketat pembatasan protein jika terdapat oliguria dan BUN meningkat.
Pembatasan perlu diperketat jika mengarah ke gagal ginjal.
5. Tingkatkan karbohidrat untuk membantu tenaga dan mengurangi katabolisme
protein.
6. Asupan ppostasium dan sodium diperketat jika terdapat edema, hiperkalemia,
atau tanda gagal jantung (CHF).
7. Terapi untuk mempercepat progresif glomerulonefritis meliputi:

2.10 Komplikasi
1. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase akut.
3. Malnutrisi
4. Hipertensi encephalopati. (nursalam, 2008)
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas klien : Nama lengkap, tempat tinggal, umur, asal suku, bangsa, dan
pekerjaan orang tua
b. Keluhan Utama
Nyeri pada pinggang atau kostovertebra.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengalami penurunan frekuensi miksi dan urine output, perubahan warna
urine menjadi lebih gelap seperti warna kola, miksi berdarah, wajah &
kaki bengkak, pusing, dan badan cepat lelah
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah pasien pernah menderita penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi sebelumnya. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat dan dokumentasikan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah keluarga ada yang mengalami penyakit yang sama seperti
pasien.
4) Riwayat Kesehatan Psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, miksi darah, serta wajah dan kaki yang bengkak
akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada
pasien.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya
compos mentis, tetapi akan berubah apabila sistem saraf pusat mengalami
gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan
hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
2) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada face akut.
Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya
sindrom uremia.
3) B2 (Blood)
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada
fungsi sistem kardiovaskular dimana akan terjadi penurunan perfusi
jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pada kondisi azotemia berat,
pada auskultasi perawat akan menemukan adanya friction rub yang
merupakan, tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik.
4) B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan. Status
neurologik mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat. Pasien berisiko kejang sekunder gangguan
elektrolit.
5) B4 (Bladder)
Inspeksi : Terdapat edema pada ekstremitas dari wajah. Perubahan warna
urine output seperti warna urine berwarna kola dari proteinuri, silinderuri,
dan hematuria.
Palpasi : Didapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area kostovetebra.
Perkusi : Perkusi pada sudut kostovertebra memberikan stimulus nyeri
ringan lokal disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang dan perut.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

7) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari edema
tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital, dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi.

e. Pengkajian Diagnostik
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan adanya hematuria (darah dalam
urine) mikroskopik atau makroskopik. Urine tampak berwarna kola akibat
sel darah merah dan butiran atau sedimen protein (lempengan sel darah
merah menunjukkan adanya cedes glomerular). Proteinuria, terutama
albumin, juga terIjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.
Kadar BUN dan kreatinin serum meningkat seiring dengan menurunnya
urine output. Pasien dapat anemik akibat hilangnya sel darah merah ke
dalam urine dan perubahan mekanisme hematopoetik tubuh.
2) Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut
dan menurunkan risiko komplikasi. Risiko komplikasi yang mungkin ada,
meliputi: hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongestif, dan edema
pulmoner. Hipertensi ensefalopati dianggap sebagai kondisi darurat medis
dan terapi diarahkan untuk mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu
fungsi renal.
Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi
hal-hal berikut.
(a) Pemberian antimikroba derivat penisilin untuk mengobati infeksi
streptokokus.
(b) Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi.
(c) Tempi cairan. Jika pasien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output
diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya
inflamasi glomerulus.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
3. Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema
ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.
4. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit,
dan perubahan kesehatan.
5. Risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung
dan intestinal.
6. Risiko tinggi kejang berhubungan dengan kerusakan hantaran saraf sekunder
dari abnormalitas elektrolit dan uremia.

3.3 Intervensi
1) 1. Nyeri b.d respon inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi
glomerulus
a. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
b. Kriteria Hasil :
- Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala nyeri
0-1 (0-4).
- Secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks,
tidak tejadi penurunan perfusi perifer, urine >600ml/hari.

INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI :
Lakukan manajemen nyeri 1. Meningkatkan asupan O2 ke
keperawatan : jaringan yang mengalami
1. Atur posisi fisiologis iskemia akibat respons
peradangan glomerulus
2. Istirahatkan klien 2. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer
dan akan meningkatkan
suplai darah pada jaringan
yang mengalami peradangan.
3. Berikan O2 tambahan 3. Meningkatkan asupan jumlah
dengan kanula nasal atau O2 yang ada dan memberikan
masker sesuai dengan perasaan nyaman pada
indikasi. pasien.
4. Manajemen lingkungan : 4. Lingkungan tenang akan
berikan lingkungan tenang menurunkan stimulus nyeri
dan batasi pengunjung dan membtasi pengunjung
akan meningkatkab kondisi
O2 ruangan.
5. Ajarkan teknik relaksasi 5. Meningkatkan asupan O2
pernapasan dalam sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia
jaringan.
6. Ajarkan teknik distraksi 6. Dapat menurunkan stimulus
pada saat nyeri internal dengan mekanisme
peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin
yangdapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan
ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri.
7. Berupa sentuhan dukungan
7. Lakukan manajemen psikologis yang dapat
sentuhan membantu menurunkan nyeri.
8. Nyeri berat dapat
8. Anjurkan kepada klien menyebabkan stok
untuk melaporkan nyeri kardiogenik yg berdampak
dengan segera. pada kematian mendadak.
HE :
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan yang didapat membantu
sebab-sebab nyeri dan mengurangi nyerinya dan dapat
menghubungkan berapa lama nyeri membantu mengembangkan
akan berlangsung. kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik.
KOLABORASI :
Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian analgetik sehingga nyeri akan berkurang.
OBSERVASI :
Kaji nyeri dengan pendekatan Menjadi parameter dasar untuk
PQRST mengetahui sejauh mana intervensi
yang diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi
manajemen keperawatan.

2) kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi


cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR
a. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jamtidak terjadi kelebihan volume
cairan sistemik.
b. Kriteria Hasil : Pasien tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang,
pitting edema (-), produksi urine >600 ml/hr, dan input tidak melebihi dari
outputnya.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI :
1. Ukur Intake dan output 1. Penurunan Curah jantung
mengakibatkan perfusi ginjal,
retensi natrium/air dan
penurunan urine output.
2. Timbang berat badan 2. Perubahan tiba-tiba dari berat
badan menunjukkan adanya
gangguan keseimbangan
cairan.
3. Berikan oksigen tambahan 3. Meningkatkansediaan
dengan kanula nasal/masker oksigen untuk kebutuhan
sesuai indikasi miokard dan melawan efek
hipoksia/iskemia.
KOLABORASI :
1. Berikan diet tanpa garam 1. Natrium meningkatkan
retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma
yang berdampak terhadap
penigkatan beban kerja
jantung dan akan
meningkatan demand
miokardium.
2. Berikan diet rendah protein 2. Diet rendah protein untuk
tinggi kalori. menurunkan insufisiensi
renal dan retensi nitrogen
yang akan meningkatkan
BUN. Diet tinggi kalori untuk
cadangan energy dan
mengurangi katabolisme
protein.
3. Berikan diuretic, contoh : 3. Diuretik bertujuan
Furosemide. untukmenurunkan volume
Sprinolakton,Hidronolakton plasma dan menurunkan
. retensi cairan di jaringan
sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru.
OBSERVASI :
1. Kaji adanya edema 1. Curiga gagal
ekstrimitas. kongestif/kelebihan volume
cairan
2. Kaji tekanan darah 2. Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan
meningkatkan beban kerja
jantung yang dapat diketahui
dari meningkatnya tekanan
darah
3. Kaji distensi vena jugularis 3. Peningkatan cairan dapat
membebani fungsi ventrikel
kanan yang dapat dipantau
melalui pemeriksaan tekanan
vena jugularis.
4. Pantau data laboratorium 4. Hipokalemia dapat
elektrolit kalium. membatasi keefektifan paru.
3) Gangguan ADL (Activity Daily Living) berhubungan dengan edema ekstremitas,
kelemahan fisik secara umum
a. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam , Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan
meningkatnya kemampuan beraktivitas.
b. Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-
gejala yang berat terutama mobilisasi di tempat tidur.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI:
1. Tingkatkan istirahat, 1. Dengan mengurangi aktivitas,
batasi aktivitas dan maka akan menurunkan
berikan aktivitas konsumsi oksigen jaringan dan
senggang yang tidak memeberikan kesempatan
berat. jaringan yang mengalami
gangguan dapat memperbaiki
kondisi yang lebih optimal
2. Berikan waktu istirahat 2. Untuk mendapatkan cukup
diantara waktu aktivitas. waktu resolusi bagi tubuh dan
tidak terlalu memaksa kerja
jantung.
HE :
1. Anjurkan menghindari 1. Dengan mengejan dapat
peningkatan tekanan mengakibatkan bradikardi,
abdomen misalnya menurunkan curah jantung dan
mengejan saat defekasi takikardi serta peningktan
tekanan darah.
2. Jelaskan pola 2. Aktivitas yang maju
peningkatan bertahap memberikan control jantung,
dari tingkat aktivitas, memingkatkan regangan dan
contoh : Bangun dari mencegah aktivitas berlebihan.
kursi, bila tidak ada
nyeri. Ambulasi dan
isitirahat selama 1 jam
setelah makan.
OBSERVASI :
1. Pertahankan penambahan 1. Untuk meningktkan oksigenasi
O2 sesuai pesanan jaringan
2. Monitor adanya dispneu, 2. Melihat dampak dari aktivitas
sianosis, peningkatan terhadap fungsi jantung.
frekuensi napas, serta
keluhan subjektif pada
saat melakukan aktivitas
3. Evaluasi tanda vital saat 3. Untuk mengetahui fungsi
kemajuan aktivitas jantung, bila dikaitkan dengan
terjadi aktivitas.
4. Pertahankan rentang 4. Meningkatkan kontraksi otot
gerak pasif selama sakit sehingga membantu venous
kritis. return.

4) Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit,ancaman, kondisi sakit dan


perubahan kesehatan
a. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkurang.
b. Kriteria Hasil :
- Pasien mengatakan kecemasan berkurang
- Pasien mengenal perasaanya
- Dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya
- Pasien kooperatif dalam tindakan
- Wajah tampak rileks
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI :
1. Berikan privasi untuk 1. Memberi waktu untuk
pasien dan orang terdekat mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-teman
yang dipilih pasien untuk
melayani aktivitas dan
pengalihan.
2. Tingkatkan control sensasi 2. Kontrol sensasi pasien dengan
pasien cara memberikan informasi
tentang keadaan pasien,
menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber
koping yang positif, membantu
latihan relaksasi dan distraksi
serta memberikan feedback
yang positif.
3. Hindari Konfrontasi 3. Konfrontasi dapat
meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat
penyembuhan.
3. Beri kesempatan kepada 4. Dapat menghilangkan
pasien untuk ketegangan terhadap
mengungkapkan kekhawatiran yang tidak
kecemasannya. diekspresikan.
HE :
1. Mulai melakukan tindakan 1. Mengurangi rangsangan
untuk mengurangi eksternal yang tidak perlu
kecemasan.
2. Orientasikan pasien 2. Orientasi dapat menurunkan
terhadap prosedur rutin kecemasan.
dan aktivitas yang
diharapkan.
KOLABORASI :
Berikan anticemas sesuai indikasi, Meningkatkan relaksasi dan
contoh : Diazepam. menurunkan kecemasan.
OBSERVASI :
Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal/nonverbal dapat
kecemasan, dampingi pasien, dan menunjukkan rasa agitasi,marah dan
lakukan tindakan bila gelisah.
menunjukkan perilaku merusak.

5) Risiko ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung
dan intestinal
a. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan
nutrisi yang adekuat.
b. Kriteria Hasil : Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
dalam situasi individu, menunjukkan peningkatan berat badan.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI :
1. Berikan diet secara rutin 1. Pemberian diet makanan
secara rutin akan memberikan
kondisi normal terhadap
fungsi gastrointestinal dalm
melakukan aktivitas rutin
selama dirawat dan setelah
pasien pulang ke rumah.
2. Beri makanan dalam 2. Untuk meningkatkan selera
keadaan hangat dan porsi dan mencegah mual,
kecil serta diet TKTPRG mempercepat perbaikan
(Tinggi Kalori Tinggi kondisi serta mengurangi
Protein Rendah Gula) beban kerja jantung
3. Berikan nutrisi secara 3. Nutrisi secara intravena dapat
parenteral membantu memenuhi
kebutuhan nutrisi yang
diperlukan oleh pasien untuk
mempertahankan kebutuhan
nutrisi harian.
4. Mulai dengan makanan 4. Kandungan makanan dapat
kecil dan tingkatkan sesuai mengakibatkan
dengan toleransi. Catat : ketidaktoleransian GI,
tanda kepenuhan gaster, memerlukan perubahan pada
regurgitasi dan diare. kecepatan atau tipe formula.
HE :
1. Kaji pengetahuan pasien 1. Dengan mengetahui tingkat
tentang asupan nutrisi. pengetahuan pasien, perawat
dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang
sesuai dengan pengetahuan
pasien secara efisien dan
efektif.
OBSERVASI :
Fasilitasi pasien memperoleh diet Hindari konsumsi alcohol , kafein
sesuai indikasi dan anjurkan dan nikotin karena dapat
mengindari asupan dari agen iritan. mempengaruhi aktivitas di daerah
lambung.

6) Risiko tinggi kejang berhubungan dengan kerusakan hantaran saraf sekunder


dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
a. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam perawatan resiko kejang berulang
tidak terjadi.
b. Kriteria Hasil : Pasien tidak mengalami kejang, elektrolit dan urium dalam
keadaan normal.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI :
Hindari konsumsi alcohol dan Alkohol dan kafein dalam dosis yang
kafein yang tinggi. tinggi menghambar penyerapan
kalsium dan perokok kretek sedang
akan meningkatkan ekskresi kalsium
urine.
KOLABORASI :
1. Pemberian Garam kalsium 1. Menghasilkan kalsium yang
parenteral berionisasi.
2. Pemberian terapi Vitamin D 2. Terapi vitamin D dapat
dilakukan untuk
meningkatkan absorpsi ion
kalsium dari traktus GI
3. Tingkatkan masukan diet 3. Tingkatkan masukan diet
kalsium kalsium sampai setidakya
1000 hingga 1500 mg/hari
pada orang dewasa sangat
dianjurkan (Produk dari susu;
sayuran berdaun hijau;salmon
kaleng, sadin dan oyster
segar).
OBSERVASI :
1. Kaji dan catat faktor-faktor 1. Penting artinya untuk
yang menurunkan kalsium mengamati hipokalsemia
dari sirkulasi pada pasien berisiko. Perawat
harus bersiap unutk
kewaspadaan kejang bila
hipokalsemia hebat
2. Kaji sirkulasi kejang 2. Beberapa stimulus kejang
pada tetanus adalah rangsang
cahaya dan peningktan suhu
tubuh.
3. Monitor pemeriksaan EKG 3. Menilai keberhasilan
dan laboratorium, serta intervensi
kalsium serum.

3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah medapat intervensi. Meliputi hal-hal berikut :
1. Kelebihan volume cairan dapat diturunkan atau tidak terjadi.
2. Tidak terjadi kejang atau dapat menurunkan stimulus kejang.
3. Terjadi penurunan skala nyeri.
4. Terjadi peningkatan asupan nutrisi.
5. Terjadinya aktivitas sehari-hari.
6. Terjadinya penurunan tingkat kecemasan.
BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada


kedua ginjal. peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks
antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya tcrbentuk 7-10
hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (glomerulonefritis
pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul setelah infeksi lain.
Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun dapat
terjadi pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering
pada anak usia 6-16 tahun.
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi. Sedangkan Manifestasi Klinis penyakit ini yaitu :
Penyakit ringan umumnya di temukan saat melakukan urinalisis secara rutin,
Riwayat infeksi: faringitis oleh streptokokus kelompok A, virus hepatitis B, dan
ekokarditis, Proteinuria, hematuria, dan uliguria, Wajah seperti bulan dan edema
pada ekstremitas, Lemah dan anoreksia, Hipertensi (ringan, sedang, dan berat) dan
sakit kepala, Anemia akibat kehilangan sel darah ke dalam urin.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan .


Jakarta:Salemba Medika
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan Ed.3. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol.2 E/8. Jakarta : EGC
Banjar. 2011.
http://www.banjaristi.web.id/2011/10/makalah-glomerulonefritis-akut.html
Jatiar. 2013.

http://jatiarsoeko.blogspot.com/2013/02/makalah-askep-glomerulonefritis.html

http://hanifanfauzi.blogspot.com/2016/03/laporan -pendahuluan-
glomerulonefritis.html

http://hd-rsudbontang.blogspot.com/2013/05/pengertian-glomerulonefritis-kronik-
gnc.html

Anda mungkin juga menyukai