Oleh:
Kelompok 1 (5B)
1. Isbad 151420100
2. Widya Novita Sari 151420100
3. Dwi Arum Novitasari 151420100
4. Sandra Herawati 15142010099
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada semua hambaNya. Alhamdulillah, karena berkat Rahmat Tuhan
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berkaitan dengan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Glomerulonefritis akut dan kronis sebagai tugas untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Dalam menyusun makalah ini kami selaku penyusun telah mendapat bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
kami, Moh.Lutfi, S.Kep.,Ns. yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah
ini dan rekan-rekan yang telah ikut andil dan terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam membantu penulisan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal dengan amal
yang telah diberikan pada kami. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasaan kita semua.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan .................................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................................
1.4 Manfaat ...............................................................................................
Bab 2 Pembahasan .............................................................................................
2.1 Anatomi dan fisiologi sistem hematologi ..........................................
2.2 Definisi ..............................................................................................
2.3 Klasifikasi ..........................................................................................
2.4 Etiologi ..............................................................................................
2.5 Patofisiologi .......................................................................................
2.6 Manifestasi .........................................................................................
2.7 WOC ..................................................................................................
2.8 Pemeriksaan diagnostik .....................................................................
2.9 Komplikasi.........................................................................................
2.10Penatalaksanaan .................................................................................
Bab 3 Asuhan Keperawatan ..............................................................................
3.1 Pengkajian..........................................................................................
3.2 Diagnosa ...........................................................................................
3.3 Rencana dan Intervensi ......................................................................
3.4 Evaluasi..............................................................................................
Bab 4 Penutup .....................................................................................................
4.1 Kesimpulan ........................................................................................
4.2 Saran ..................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari dan memahami tentang Glomerulonefritis dan
melaksanakan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem perkemihan.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem perkemihan
b. Untuk mengetahui definisi dari glomerulonefritis
c. Untuk mengetahui etiologi dari glomerulonefritis
d. Untuk mengetahui insidensi dari glomerulonefritis
e. Untuk mengetahui klasifikasi dari glomerulonefritis
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari glomerulonefritis
g. Untuk mengetahui patofisiologi dari glomerulonefritis
h. Untuk mengetahui WOC dari glomerulonefritis
i. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari glomerulonefritis
j. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari glomerulonefritis
k. Untuk mengetahui komplikasi dari glomerulonefritis
l. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami
glomerulonephritis.
1.4 Manfaat
LANDASAN TEORI
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan
cortex.Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus..Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi
dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang
menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal..Tiap ginjal mengandung kurang lebih 1 juta nefron (
glomerolus dan tubulus yang berhubungan dengannya). Pada manusia,
pembentukkan nefron selesai pada janin 35 minggu.Nefron baru tidak dibentuk
lagi setelah lahir.Perkembangan selanjutnya adalah hyperplasia dan hipertrofi
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.Perkembangan paling cepat
terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir.Oleh karena itu bila pada masa ini
terjadi gangguan misalnya infeksi saluran kemih atau refluks, maka hal ini dapat
mengganggu pertumbuhan ginjal.Tiap nefron terdiri atas glomerolus dan kapsula
bowman, tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus distal.Glomerolus bersama
kapsula Bowman juga disebut badan Malpigi.
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme
seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain.Selain itu ion-ion natrium, kalium,
klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara
berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah :
1) Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2) Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang
tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel
epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya
terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan
juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.
f. Sirkulasi Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis
bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri
interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen
glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior.
g. Persarafan Ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
h. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
4) Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang
mendorong urin masukke dalam kandung kemih.
i. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). letaknya dibelakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1) Lapisan sebelah luar (peritoneum)
2) Tunika muskularis (lapisan berotot)
3) Tunika submukosa
4) Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
j. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1) Urethra pars Prostatica
2) Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3) Urethra pars spongiosa.
4) Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm
(Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan
vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
(a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
(b) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah
dan saraf.
(c) Lapisan mukosa.
k. Urin (Air Kemih)
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan
(intake) cairan dan faktor lainnya
2) Warnabening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3) Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya
4) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak
5) Berat jenis 1,015-1,020
6) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet
(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air
2) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea amoniak dan
kreatinin
3) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat
4) Pagmen (bilirubin dan urobilin)
5) Toksin
6) Hormon
l. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1) Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan padadindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadibila telah tertimbun
170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2
2) Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akanmengosongkan
kandung kemih.Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang
belakang).
2.2 Definisi
Glomerulus akut merujuk pada kelompok penyakit ginjal, dimana terjadi reaksi
peradangan di glomerulus. Glomerulonefritis bukanlah infeksi yang terjadi pada
ginjal, tetapi gangguan akibat mekanisme tubuh terhadap sistem imun. (nursalam,
2008)
Glomerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah
sekaligus kapiler ginjal (glomerulus) (Sandra M. Nettina, 2001).
Glomerulonefritis akut adalah istilah yang sering secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus
(Brunner & Suddarth, 2001).
Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun dapat
terjadi pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering
pada anak usia 6-16 tahun. (Muttaqin, 2012)
Glomerulusnefritis kronik adalah suatu gejala yang menggambarkan penyakit
peradangan pada glomerulus tahap akhir yang ditandai dengan kerusakan
glomerolus secara progresif lambat akibat glomerolus nefritis yang
perkembangannya perlahan-lahan dan membahayakan serta berlangsung lama (10-
30 tahun).
2.3 Klasifikasi
2.4 Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi.
1. Infeksi
Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab
nonstreptokokus, meliputi bakteri, virus, dan parasit.
2. Noninfeksi
Penyakit sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE),
vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulornatosis Wegener. Kondisi penyebab
lainnya adalah pada kondisi sindrom Guillain-Barre.
2.5 Patofisiologi
terjadi respon
peradangan
(GLOMERULONEFRITIS)
aktivasi komplemen
pembengkakan hematuria
kerusakan
glomerulus secara
progresif
edema respon sistemik
gastrointestinal
terjadi
pengendapan fibrin tekanan cairan
interstisium mual, muntah,
anoreksia
pembentukan
jaringan parut pd
terjadi kolaps
glomerulus
nafsu makan
disfungsi MK :
kelemahan fisik
glomerulus KECEMASAN
intake nutrisi tidak
adekuat
MK :
membran
GANGGUAN
glomerulus menebal
ADL BB
respon
MK: VOLUME hiperkalemia
CAIRAN
kerusakan
impuls syaraf
gangguan konduksi
PK : RESIKO
elektrikal otot
KEJANG
ventrikel
2.8 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
b. Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
c. Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
d. Leukosituria serta torak selulet
e. Granular
f. Eritrosit
Nilai Normal eritrosit
Pria: Eritrosit : 4.5 5.9 (4.5 5.5) (juta/ul)
Wanita: Eritrosit : 4 5 (juta/ul)
g. Albumin
(1) Tingkat Normal Albumin dalam Darah
Kadar albumin akan dianggap normal bila tes laboratorium menunjukkan
pembacaan lebih dari 4,0 g / dl. Secara umum, nilai normal albumin
bervariasi antara 4,0 hingga 5,4 g / dl.Versi lain menyatakan tingkat
albumin normal berkisar antara 3,4-5,4 (g / dl).Sampel tes darah yang
menunjukkan kadar albumin 4,0 g / dl berarti bahwa dalam 1 liter darah
terdapat 40 gram albumin.
(2) Kisaran normal albumin urin
adalah sekitar 0 8 mg / dl
Nilai Normal Albumin :
Pria: Albumin : 3.8 5.0 (gr %)
Wanita: Albumin : 3.8 5.0 (gr %)
(3) Tingkat Albumin Tinggi
Tingkat albumin tinggi dalam jangka waktu lama bisa menjadi tanda
adanya masalah kesehatan.Tingkat albumin tinggi terlihat pada pasien
yang menderita gangguan pernapasan seperti TBC.Dehidrasi dan
konsumsi alkohol terlalu banyak adalah faktor lain yang menyebabkan
kadar albumin tinggi.Leukemia, lebih dikenal sebagai kanker darah juga
membuat albumin berada pada kisaran tidak normal.Kekurangan vitamin
A dapat pula meningkatkan albumin diluar level normal.
(4) Tingkat Albumin Rendah
Kadar albumin kurang dari normal berpotensi menunjukkan masalah
pada hati.Kondisi yang menyebabkan peradangan sendi seperti arthritis,
infeksi seperti gigi busuk, dan infeksi kandung kemih membuat kadar
albumin menurun.Gizi buruk dan malabsorpsi adalah faktor-faktor lain
yang bertanggung jawab pada penurunan kadar albumin. Penyebab lain
penurunan tingkat albumin adalah penyakitginjal.Bahkan jika hati
mampu memproduksi cukup albumin, namun jika tubuh kehilangan
kemampuan menyerap protein yang cukup, jumlah albumin di dalam
darah menjadi kurang dari normal.
a. Silinder lekosit
b. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan
tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia
c. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala
sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
2.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan gejala dan antihipertensi, obat untuk penatalkasanaan
hiperkalemia (berhubungan dengan insufisiensi renal), H2 blocker (untuk
mencegah ulcer stres), dan agen pengikat fosfat dan menambah kalsium).
2. Terapi antibiotik untuk menyembuhkan infeksi (jika masih ada).
3. Pembatasan cairan.
4. Diet ketat pembatasan protein jika terdapat oliguria dan BUN meningkat.
Pembatasan perlu diperketat jika mengarah ke gagal ginjal.
5. Tingkatkan karbohidrat untuk membantu tenaga dan mengurangi katabolisme
protein.
6. Asupan ppostasium dan sodium diperketat jika terdapat edema, hiperkalemia,
atau tanda gagal jantung (CHF).
7. Terapi untuk mempercepat progresif glomerulonefritis meliputi:
2.10 Komplikasi
1. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase akut.
3. Malnutrisi
4. Hipertensi encephalopati. (nursalam, 2008)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas klien : Nama lengkap, tempat tinggal, umur, asal suku, bangsa, dan
pekerjaan orang tua
b. Keluhan Utama
Nyeri pada pinggang atau kostovertebra.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengalami penurunan frekuensi miksi dan urine output, perubahan warna
urine menjadi lebih gelap seperti warna kola, miksi berdarah, wajah &
kaki bengkak, pusing, dan badan cepat lelah
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah pasien pernah menderita penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi sebelumnya. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat dan dokumentasikan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah keluarga ada yang mengalami penyakit yang sama seperti
pasien.
4) Riwayat Kesehatan Psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, miksi darah, serta wajah dan kaki yang bengkak
akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada
pasien.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya
compos mentis, tetapi akan berubah apabila sistem saraf pusat mengalami
gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan
hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
2) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada face akut.
Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya
sindrom uremia.
3) B2 (Blood)
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada
fungsi sistem kardiovaskular dimana akan terjadi penurunan perfusi
jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pada kondisi azotemia berat,
pada auskultasi perawat akan menemukan adanya friction rub yang
merupakan, tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik.
4) B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan. Status
neurologik mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat. Pasien berisiko kejang sekunder gangguan
elektrolit.
5) B4 (Bladder)
Inspeksi : Terdapat edema pada ekstremitas dari wajah. Perubahan warna
urine output seperti warna urine berwarna kola dari proteinuri, silinderuri,
dan hematuria.
Palpasi : Didapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area kostovetebra.
Perkusi : Perkusi pada sudut kostovertebra memberikan stimulus nyeri
ringan lokal disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang dan perut.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
7) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari edema
tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital, dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi.
e. Pengkajian Diagnostik
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan adanya hematuria (darah dalam
urine) mikroskopik atau makroskopik. Urine tampak berwarna kola akibat
sel darah merah dan butiran atau sedimen protein (lempengan sel darah
merah menunjukkan adanya cedes glomerular). Proteinuria, terutama
albumin, juga terIjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.
Kadar BUN dan kreatinin serum meningkat seiring dengan menurunnya
urine output. Pasien dapat anemik akibat hilangnya sel darah merah ke
dalam urine dan perubahan mekanisme hematopoetik tubuh.
2) Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut
dan menurunkan risiko komplikasi. Risiko komplikasi yang mungkin ada,
meliputi: hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongestif, dan edema
pulmoner. Hipertensi ensefalopati dianggap sebagai kondisi darurat medis
dan terapi diarahkan untuk mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu
fungsi renal.
Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi
hal-hal berikut.
(a) Pemberian antimikroba derivat penisilin untuk mengobati infeksi
streptokokus.
(b) Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi.
(c) Tempi cairan. Jika pasien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output
diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya
inflamasi glomerulus.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
3. Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema
ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.
4. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit,
dan perubahan kesehatan.
5. Risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung
dan intestinal.
6. Risiko tinggi kejang berhubungan dengan kerusakan hantaran saraf sekunder
dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
3.3 Intervensi
1) 1. Nyeri b.d respon inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi
glomerulus
a. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
b. Kriteria Hasil :
- Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala nyeri
0-1 (0-4).
- Secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks,
tidak tejadi penurunan perfusi perifer, urine >600ml/hari.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI :
Lakukan manajemen nyeri 1. Meningkatkan asupan O2 ke
keperawatan : jaringan yang mengalami
1. Atur posisi fisiologis iskemia akibat respons
peradangan glomerulus
2. Istirahatkan klien 2. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer
dan akan meningkatkan
suplai darah pada jaringan
yang mengalami peradangan.
3. Berikan O2 tambahan 3. Meningkatkan asupan jumlah
dengan kanula nasal atau O2 yang ada dan memberikan
masker sesuai dengan perasaan nyaman pada
indikasi. pasien.
4. Manajemen lingkungan : 4. Lingkungan tenang akan
berikan lingkungan tenang menurunkan stimulus nyeri
dan batasi pengunjung dan membtasi pengunjung
akan meningkatkab kondisi
O2 ruangan.
5. Ajarkan teknik relaksasi 5. Meningkatkan asupan O2
pernapasan dalam sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia
jaringan.
6. Ajarkan teknik distraksi 6. Dapat menurunkan stimulus
pada saat nyeri internal dengan mekanisme
peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin
yangdapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan
ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri.
7. Berupa sentuhan dukungan
7. Lakukan manajemen psikologis yang dapat
sentuhan membantu menurunkan nyeri.
8. Nyeri berat dapat
8. Anjurkan kepada klien menyebabkan stok
untuk melaporkan nyeri kardiogenik yg berdampak
dengan segera. pada kematian mendadak.
HE :
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan yang didapat membantu
sebab-sebab nyeri dan mengurangi nyerinya dan dapat
menghubungkan berapa lama nyeri membantu mengembangkan
akan berlangsung. kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik.
KOLABORASI :
Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian analgetik sehingga nyeri akan berkurang.
OBSERVASI :
Kaji nyeri dengan pendekatan Menjadi parameter dasar untuk
PQRST mengetahui sejauh mana intervensi
yang diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi
manajemen keperawatan.
3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah medapat intervensi. Meliputi hal-hal berikut :
1. Kelebihan volume cairan dapat diturunkan atau tidak terjadi.
2. Tidak terjadi kejang atau dapat menurunkan stimulus kejang.
3. Terjadi penurunan skala nyeri.
4. Terjadi peningkatan asupan nutrisi.
5. Terjadinya aktivitas sehari-hari.
6. Terjadinya penurunan tingkat kecemasan.
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2013/02/makalah-askep-glomerulonefritis.html
http://hanifanfauzi.blogspot.com/2016/03/laporan -pendahuluan-
glomerulonefritis.html
http://hd-rsudbontang.blogspot.com/2013/05/pengertian-glomerulonefritis-kronik-
gnc.html