Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GLOMERULONEFRITIS KRONIS

OLEH :

KELOMPOK 4

1. EMBRIANI MAABUAT 2019030074


2. ONA BERAE 2019030075

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIKES HUSADA JOMBANG

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

2021
LAPORAN PENDAHULUAN GLOMERULONEFRITIS KRONIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminology glomerulonephritis yang di pakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai


dalam glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga
terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827
sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun
respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonephritis.

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang di rawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien Laki-laki dan
perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6).

Gejala glomerulonephritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(Kronik) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa
mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari glomerulonephrits kronis?


2. Bagaimana etiologi dari glomerulonephritis kronis?
3. Apa manifestasi klinis pada glomerulonephritis kronis?
4. Apa komplikasi dari glomerulonephritis kronis?
5. Bagaimana patofisiologi dari glomerulonephritis kronis?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic glomerulonephritis kronis?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari glomerulonephritis kronis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan glomerulonephritis kronis?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari glomerulonephritis kronis.


2. Untuk mengetahui etiologi dari glomerulonephritis kronis.
3. Untuk manifestasi klinis glomerulonephritis kronis.
4. Untuk mengetahui komplikasi dari glomerulonephritis kronis.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari glomerulonephritis kronis.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic glomerulonephritis kronis.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari glomerulonephritis kronis.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan glomerulonephritis kronis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Glomerulonefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonephritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. (Muttaqin, Arif & Sari, Kumala, 2011)

Glomerulonefritis kronis adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan
ini dapat terjadi akibat glomerulonerfritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan peradangan glomerulus
subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine)
ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes melitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir
dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada
pengidap diabetes yang mengalami hipertensi 13 ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka
panjang yang kurang baik. (Corwin, Elizabeth, J. 2000)

Glomerulonefritis kronis (GNK) adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan proteinuria yang
menetap, kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonerfritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan
proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari, 2012; Mansjoer, et al., 2000). Jalan
penyakit GNK dapat berubah-ubah. Ada pasien yang mengalami gangguan fungsi minimal dan
merasa sehat. Perkembangan penyakitnya juga perlahan. Walaupun perkembangan penyakit
GNK perlahan atau cepat, keduanya akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir (Baradero,
2008).

B. Etiologi

Penyebab yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini
berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan
tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan
glomerulus sering diikuti oleh atropi tubulus. (Muttaqin, Arif & Sari, Kumala, 2011)

Sebagian besar glomerulonephritis timbul didahului oleh infeksi eksternal, terutama di


traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus golongan
A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GN terdapat masa laten selama
10 hari. GN juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amyloidosis,
thrombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosis.

Hubungan antara GN dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein
pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :

1. Timbulnya GN setelah terjadinya infeksi skarlatina.


2. Diisolasinya kuman streptococuss beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.

Penyebab penyakit ini yaitu :

1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococuss beta hemoliticus group
A.)
2. Keracunan (timah hitam, tridion)
3. Penyakit sipilis
4. Diabetes melitus
5. Thrombosis vena renalis
6. Hipertensi kronik
7. Penyakit kolagen
8. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.

C. Manifestasi Klinis

Gejala glomerulonephritis kronis bervariasi. Banyak klien dengan penyakit yang telah
parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi mereka
secara incidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin
serum. Indikasi pertama penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke atau kejang yang
terjadi secara mendadak. Mayoritas klien mengalami gejala umum seperti kehilangan berat
badan dan kekuatan badan, peningkatan iribilitas, dan peningkatan berkemih di malam hari
(nokturia). Sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan yang umumnya terjadi.

Neuropati perifer disertai hilangnya reflex tendon dan perubahan neurosensory muncul
setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang perhatian yang
menyempit. Temuan lain mencakup pericarditis disertai friksi pericardial dan pulsus paradoksus
(perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi). (Smeltzer & Bare.
2002)

Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat


akibat glomerulonephritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang ditemukan adalah :

1. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal.
2. Hematuri
3. Edema, penurunan kadar albumin
4. Hipertensi (biasanya ada serangan ensefalopatihipertensi)
5. Peningkatan suhu badan
6. Sakit kepala, lemah, gelisah
7. Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun
8. Ureum dan kreatinin
9. Oliguri dan anuria
10. Suhu subfebril
11. Kolestrol darah naik
12. Fungsi ginjal menurun
13. Ureum meningkat + kreatinin serum
14. Anemia
15. Gagal jantung kematian
16. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

D. Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagian akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hyperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Esorfalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini
disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran
jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan
terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di myocardium. Anemia
karena adanya hypervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.

E. Patofisiologi

Awitannya mungkin seperti glomerulonephritis atau tampak seperti tipe reaksi antigen-
antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian
berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan
terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm
atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar
dan irregular. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi perut, dan cabang-cabang
arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit
ginjal tahap akhir (ESRG) (Smeltzer,2001;hlm.1440).

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Urinalitis menunjukkan gravitasi mendekati 1.010, proteinuria dan endapan urinarius


(butir-butir yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak). Kriteria pemeriksaan urin
a. Warna
Secara abnormal warna urine keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, myoglobin, porfirin.

b. Volume urine
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
c. Berat jenis
Kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
d. Osmolalitas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan ginjal tubular dan rasio urin/serum
sering 1:1
e. Protein
Derajat tinggi proteinuria (3-4) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fragmen juga ada
f. Klirens kreatinin
Agak menurun
g. Natrium
Lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal mampu mereabsorbsi natrium.
2. Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun dibawah 50ml/menit (N : 100-
120 ml/menit, 1.67-2,00 ml/detik, maka terjadi perubahan :
a) Hiperkalemia akibat penurunan eskresi, masukan dari makanan dan mediasi,
asidosis dan katabolisme.
b) Asidosis metabolic akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk
regenerasi bikarbonat.
c) Anemia akibat penurunan eritropoesis (produk SDM)
d) Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membrane
glomerulus yang rusak.
e) Serum kalsium meningkat
f) Hipermagnesrumia akibat penurunan askresi dan ingesti antacid yang
mengandung magnesium.
g) Kerusakan hantaman saraf akibat abnormalitas elektorlit dan uremia
h) Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema
pulmoner
i) EKG mungkin normal imun dapat juga menunjukkan adanya hipertensi disertai
hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti hyperkalemia dan puncak
gelombang T.
j) Ultrasonografi Ginjal (untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas)
k) Endoskopi Ginjal, Nefroskopi (untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif)
l) Arteriogram Ginjal (Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, massa)
m) Pemeriksaan laboratorium :
1) LED (Laju Endap Darah) meningkat.
2) Kadar Hb menurun sebagai akibat hypervolemia (retensi garam dan air)
3) Hr : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
4) Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun. Berat jenis urine
meningkat.
5) Hematuria maskroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan :
Albumin (+), eritrosit (++) leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan
hialin.
6) Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta- IC)
sedikit menurun.
7) Ureum dan kreatinin meningkat.
8) Titer antistreptolisin umumnya meningkat kecuali kalau infeksi
streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
9) BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
10) Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.
11) GDA : asidosis metabolic, pH kurang dari 7,2

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dibagi menjadi 2 yaitu, medic dan perawatan :

 Medik
1) Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
2) Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
3) Pengawasan hipertenasi antihipertensi.
4) Pemberian antibiotic untuk infeksi
5) Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien
 Keperawatan
1) Disesuaikan dengan keadaan pasien
2) Pasien di anjurkan secara teratur untuk senantiasa control pada ahlinya.
3) Program diet ketat tapi cukup asupan gizinya
4) Penjelasan kepada pasien tentang pembatasan aktifitas sesuai kemampuannya
5) Anjuran control ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke syndrome
nefrotik atau GGK.

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di


glomerulus.

a) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
b) Pemberian penisilin fase akut
c) Pemberian antibiotic ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonephritis, melainkan
mengurangi penyebaran infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian prokfilaksis yang lama sesudah
nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat imunitas
yang menetap.
d) Pengaturan dalam pemberian cairan (perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan
elektrolit). Pemberian diet rendah protein (1 gr/kg BB/hari) dan rendah garam (1 gr/hari).
Makanan lunak diberikan kepada pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu
normal kembali. Bila ada anuria atau muntah diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10%. Komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria maka jumlah
cairan yang diberikan harus di batasi.
e) Pengobatan terhadap hipertensi
f) Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah.
Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialysis, transfuse tukar dan sebagainya.
g) Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonephritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemide (Lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS KRONIS

1. Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul
tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah
lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya
klien yang mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat
pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum
(Mutaqqin dan Sari, 2012).
 Identitas
Sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
 Riwayat penyakit
 Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus (penyakit autoimun lain).
 Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan
seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah  dan diare yang dialami klien.
2. Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
 Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
 Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
 Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul)
 Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
3. Pengkajian berpola
 Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh
tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
 Pola eliminasi :
 Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat
diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan
klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan  dan tekanan darah mutlak
selama 2  minggu dan mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal
selama 1 minggu. 
 Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
 Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
 Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan  perawatan
yang  lama.
 Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  serta anak mengalami
kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
 Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Hb menurun ( 8-11 )
 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki: 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
o Serum kreatinin
Laki-laki: 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å, leukosit Å)
 Pemeriksaan darah
o LED meningkat.
o Kadar HB menurun.
o Albumin serum menurun (++).
o Ureum & kreatinin meningkat.
o Titer anti streptolisin meningkat.

A. Analisa Data
Data Etiologi Masalah keperawatan
DS : Kelebihan volume cairan
Faktor resiko dan etiologi
- klien mengeluh jarang
berkemih
Reaksi implamasi pada
- klien mengeluh bagian glomerulus
kaki terasa bengkak
DO :
- klien tampak edema
- hipernatremia Glomerulonefritis

- hipoalbuminemia
Penurunan GFR

Penurunan volume urine

Retensi air dan Na

Edema

Glomerulonefritis

Permeabilitas membrane
filtrasi turun

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik membrane


sel turun

Ekstravasasi cairan ke
intertisial

Edema

Kelebihan volume cairan

DS : Ketidakseimbangan nutrisi :
Faktor resiko dan etiologi kurang dari kebutuhan tubuh
- klien mengeluh mual dan
muntah
Reaksi implamasi pada
- klien mengeluh tidak glomerulus
nafsu makan
DO :
- hipoalbuminemia
Glomerulonefritis
- terjadi fluktuasi berat
badan
Respon GIT
- klien tampak lemah

Fetoruremia

Peradangan mukosa saluran


pencernaan

Anoreksia

Intek nutrisi tidak adekuat

Ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh

DS : Resiko infeksi
Faktor resiko dan etiologi
- klien mengeluh gatal-
gatal pada kulit
Reaksi implamasi pada
DO : glomerulus
- klien tampak edema
- hiperuremia Glomerulonefritis
- klien tampak lemah
Penurunan GFR

Penurunan volume urine

Retensi air dan Na

Edema

Retensi ureum pada darah


dn menyebar di jaringan
kulit

Gatal- gatal pada kulit

Tindakan klien untuk


mengatasi gatal pada kulit

Resiko terjadi luka pada


kulit

Resiko infeksi
A. Daftar Prioritas
Nama Klien :X
No. Reg :
No Tgl Diagnosa Keperawatan TTD
Muncul

1. Kelebihan volume
cairanberhubungandengangangguanmekanismereg
ulasi yang ditandaidengan :
1. Klien mengeluh jarang berkemih
2. Klien tampak edema
3. Hipoalbuminemia
4. Hipernatremia
Ketidakseimbangannutrisi:
2. kurangdarikebutuhantubuhberhubungandenganfakt
orbiologis yang ditandaidengan
1. Klien mengeluh tidak nafsu makan
2. Klien mengeluh mual dan muntah
3. Klien tampak lemah
4. Terjadi fluktuasi berat badan
5. Hipoalbuminemia
Resikoinfeksiberhubungandenganpenyakitkronis
3.

B. Rencana Asuhan Keperawatan


 Diagnosa Keperawatan No. 1
Kelebihan volume cairan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 4 X24 jam kelebiahan volume
cairan klien dapat teratasi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC :Fluid overload severity, Kidney function
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tidakada edema

2 24 jam intake dan output seimbang

3 Elektroliturindalambatas normal
(Na : 40-220 mEq /hari)

Intervensi NIC :Fluid management, Electrolytemanagement: hypernatremia

1. Monitor posisi edema klien


2. Monitor kadar albumin darah klien
3. Perbaiki status albumin darah klien
4. Kolaborasi pemberian deuritik
5. Monitor intake dan output urin 24
6. Monitor status hemodinamik

 Diagnosa Keperawatan No. 2


Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi selama 7X24 jam status nutrisi klien teratasi
dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC :Nutritional status, Nutritional status : biochemical measure
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Inteknutrisiklienterpenuhi
2 Energy untukberaktivitasterpenuhi
3 Ada peningkatanberatbadan ( 2 kg)
4 Serum albumin dalambatas normal
(> 3,5 mg/dl)

Intervensi NIC :Nutritional monitoring, Nutritional management


1. monitor mual dan muntah pasien
2. Anjurkan klien mengkonsumsi makan tinggi kalori dan protein
3. Monitor berat badan klien secar berkala.
4. kolaborasidenganahligiziuntuk diet TKTP

 Diagnosa Keperawatan No. 3


Resikoinfeksi
Tujuan :Setelah dilakuakan intervensi selama 3 X 24 jam klien terhindar
dariresiko infeksi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC: Risk control: infectious proses
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Pasienmampumngidentifikasipenyebabinfeks
i
2
Pasienmampumngontrollingkungan
3
Pasienmengenalitandadangejalainfeksi

Intervensi NIC :Infection protection

1. Ajarkan pasien cara untuk menghindari infeksi


2. anjurkan pasein dan keluarga untuk membatasi pengunjung
3. Ajarkanpasientandadangejalainfeksi
4. Anjurkanklienuntuksegeramelaporkanapabilaadatandainfeksi.
DAFTAR PUSAKA

Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002). Drug Therapy inNursing.
Philadelphia:Lippincot.Barkaukass, et.al (1994), Health & Physical
Assessment.Missouri : Mosby.
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinicalmanagement for
positive outcomes. 7th Edition. Elsevier. Inc : St. Louis.
Brunner & Suddart 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : AGC.
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd – ed, (Terjemahan oleh Petrus
Andrianto, 2001). Jakarta : EGC.
Grace, Pierce A., Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid: I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Price,Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Volume: 2. Edisi: 6. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai