Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

GLOMERULONEPHRITIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB 1
Dosen Pengampu : Ns. Endro Haksara , M.Kep

DISUSUN OLEH :

AKAS TRI WICAKSONO


16.003

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO


SEMARANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur
ginjal yang lain.

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.


Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.
Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827
sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai
etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan konsep medis glumerulo nefritis
2. Menjelaskan asuhan keperawatan glumerulo nefritis

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep medis glumerulo nefritis
2. Untuk mempelajari asuhan keperawatan glumerulo nefritis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring
darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus).(barodero, 2009).
Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glumerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Elizabet 2009)

B. Klasifikasi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli
kedua ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu
setelah serangan infeksi streptococus.
2. Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang
mengalami pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami
atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.

C. Etiologi
Penyebab dari glomerulonefritis antara lain :
1. Infeksi kuman streptococus.
2. Reaksi immunologis.
3. Penyakit metabolik.
4. Virus dan bakteri.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis glomerulonefritis akut meliputi tahap awal dan tahap akhir.
Tahap awal meliputi :
1. Hematuria.
2. Proteinuria.
3. Azotemia (abnormalitas level senyawa yang mengandung nitrogen seperti
urea, kreatinin, senyawa hasil metabolisme tubuh dan senyawa kaya
nitrogen pada darah).
4. Berat jenis urin meningkat.
5. Laju endap darah meningkat.
6. Oliguria.

Sedangkan pada tahap akhir meliputi :


1. Bendungan sirkulasi.
2. Hipertensi.
3. Edema.
4. Gagal ginjal tahap akhir.

Manifestasi klinis pada glomerulonefritis kronis meliputi :


1. Edema.
2. Nocturia.
3. Berat badan menurun.
4. Pada urinalisis terlihat adanya albumin dan eritrosit.
5. Dysuria.
6. Urine berwarna merah kecoklat-coklatan.
7. Menurun output urine.

E. Patofisiologi
1. Glomerulonifritis Akut.
Pada glomerulonefritis akut terjadi peradangan pada bagian tubuh
lain sehingga tubuh berusaha memproduksi antibodi untuk melawan
kuman penyebabnya. Apabila pengobatan terhadap peradangan tubuh lain
itu tidak adekuat, maka tubuh akan memproduksi antibodi dan antibodi
dalam tubuh akan meningkat jumlahnya dan lama kelamaan akan merusak
glomerulus ginjal dan menimbulkan peradangan. Akibat dari peradangan
tersebut, maka glomerulus ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya
dengan baik, karena menurunnya lagu filtrasi ginjal (GFR) dan aliran
darah ke ginjal (REF) mengalami penurunan. Darah, protein dan substansi
lainnya yang masuk ke ginjal tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang
dalam urine sehingga dapat menyebabkan terjadinya proteinuria dan
hematuria.
Pelepasan sejumlah protein secara terus menerus ini akan
mengakibatkan hipoprotein. Hal ini menyebabkan tekanan osmotik sel
akan menurun dan menjadi lebih kecil dari tekanan hidrostatik sehingga
cairan akan berpindah dari plasma keruangan interstisial dan menyebabkan
edema fasial yang bermula dari kelopak mata dan kondisi kronik edema ini
akan mengenai seluruh tubuh. Adanya peningkatan tekanan darah akibat
mekanisme renin angiotensin yang merupakan respon tubuh untuk
mengurangi sirkulasi volume cairan dan reabsorbsi air dan natrium ditubuh
akan bertambah sehingga terjadi edema.

2. Glomerunofritis Kronik.
GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulus secara progesif
lambat dan kehilangan filtrasi renal secara perlahan-lahan. Ukuran ginjal
sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari
jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang
tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak
korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular. Sejumlah
glomerulus dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut dan
bercabang-cabang arteri menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus
yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.
F. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Trjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus
2. Ensefalopati hipertensi
3. Gagal ginjal kronik
4. Edema di otak
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting pada pasien dengan dugaan
glomerulonefritis mencakup :
1. Penilaian fungsi ginjal dengan kreatinin serum dan bersihan kreatinin,
2. Tes dipstik urin dan pemeriksaan mikroskopik terutama untuk mencari
seldarah merah dan silinder,
3. Ekskresi protein 24 jam,
4. USG ginjal untuk mengetahui ukuran ginjal.
5. Tes-tes imunologis penting untuk menemukan apakah
glomerulonefritis tersebut bersifat sekunder atau tidak, dan tes ini
harus mengikutsertakan antibodi sitoplasmik antineurotrofil
(antineurotrophil cytoplasmic antibodies [ANCA]), faktor antinuklear
(antinuclear factors [ANF]), komplemen C3 dan C4, antibodi anti-
membran basal glomerulus (anti-glomerular basal membran [anti-
GMB]), dan titer antistreptolisin O (ASO)
6. Biopsi ginjal dibutuhkan untuk menegakan diagnosis yang akurat,
namun biasanya tidak dilakukan apabila ginjalnya berukuran kecil.
7. Urinalisis (UA) menunjukan hematnya gross, protein dismonfik dan
bentuk tidak serasi Sdm, leusit dan gips hialin.
8. Laju filtrasi glomerulus menurun, klerins kreatinin pada urin
digunakan sebagai pengukur dal LFG spesine urin 24 jam
dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung dengan
cara arus tengah (midstream).
9. Nitrogen Urea Darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila
fungsi ginjal mulai menurun.
10. Albumin serum dan protein total mungkin normal atau sedikit
menurun (karena hemodilusi).
11. Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifikasi jenis
protein urin yang dikeluarkan dalam urin.
12. Elektrolit serum menunjukan peningkatan natrium dan peningkatan
atau normal kadar-kadar kalium dan klorida.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulus pasca streptococcus akut,
maka diperlukan terapi antibiotik profilaksis obat pilihan (penicilin).
Terapi profilaksis harus dilanjutkan sampai beberapa bulan walaupun
tahap akut sudah berlalu.
b. Terapi diuretik juga diberikan apabila ada kelebihan beban cairan yang
berat (edema berat). Apabila kelebihan cairan tidak dapat
dikendalikandengan diuretik dan diet, kemudian terjadi hipertensi, obat
antihipertensi harus diberikan.
c. Kerusakan glomerulus akibat proses otoimune dapat diobati dengan
kortikosteroid untuk immunospresi.
d. Inhibitor ACL (Enzim Pengubah Angiotensin) dapat mengurangi
kerusakan pada individu dengan hipertensi kronis.
2. Diet
Karena adanya retensi cairan, diet yang pasien lakukan harus
rendah garam. Apabila BUN dan kretinin meningkat, supan protein juga
dibatasi pada 1-1,2 g/kg per hari. Diet pasien harus mengandung cukup
karbohidrat agar tubuh tidak menggunakan protein sebagai sumber
energi untuk mencegah mengecilnya otot (pelisutan otot) dan
ketidakseimbangan nitrogen. Pasien ini memerlukan 2.500-3.500 kalori
per hari. Berat badan ditimbang setiap minggu untuk memantau
penurunan berat badan karena edema berkurang atau berat badan
menurun akibat ada pelisutan otot. Asupan kalium juga dibatasi apabila
laju filtrasi glomerulus kurang dari 19 ml/menit. Kontrol glukosa yang
ketat pada penderita diabet terbukti memperlambat atau mengurangi
progres glomerulonefritis.
3. Aktivitas
Selama masih ada tanda-tanda klinis glomerulonefritis, pasien harus
melakukan tirah baring/ bed rest sampai manifestasi klinis hilang

I. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan (00026) b/d perubahan mekanisme regulasi,
peningkatan permeabilitas dinding glomerolus
2. intoleransi aktivitas (00092) b/d imobilitas

J. Intervensi
NO. DIAGNOSA NOC NIC
1. Kelebihan volume Keseimbangan Monitor cairan (4130) :
cairan (00026) b/d Cairan (0601) 1. Tentukan jumlah dan
perubahan Kriteria Hasil : jenis intake/asupan
mekanisme regulasi, 1. (06101) Tekanan cairan serta kebiasaan
peningkatan Darah dari skala eliminasi
permeabilitas 3 (cukup 2. Tentukan faktor-
dinding glomerolus terganggu) faktor resiko yang
ditingkatkan ke mungkin menyebabkan
skala 5 (tidak ketidakseimbangan
terganggu) cairan
2. (060107) 3. Tentukan apakah
keseimbangan pasien mengalami
intake dan output kehausan/gejala
dalam 24 jam perubahan cairan
dari skala 3 4. Periksa turgor kulit
(cukup dengan memegang
terganggu) jaringan sekitar tulang
ditingkatkan ke 5. Monitor berat badan
skala 5 (tidak 6. Monitor asupan dan
terganggu ) pengeluaran
3. (060109) berat 7. Catat dengan akurat
badan stabil asupan dan
dipertahankan pengeluaran
pada skala 5 8. Monitor membran
(tidak terganggu) mukosa, turgor kulit,
4. (060116) turgor dan respon haus
kulit dari skala 4 9. Monitor warna,
(sedikit kuantitas, dan berat
terganggu) jenis urine
ditingkatkan ke 10. Batasi dan
skala 5 (tidak alokasikan asupan
terganggu) cairan
5. (060120) berat
jenis urine dari
skala 3 (cukup
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 5 tidak
terganggu.
2 intoleransi aktivitas toleransi terhadap Peningkatan mekanika
aktivitas (0005) tubuh (0140) :
(00092) b/d
dengan kriteria hasil 1. Edukasi pasien
imobilitas : mengenai
1. (000501) bagaimana
saturasi oksigen menggunakan postur
ketika beraktifitas tubuh. Dan
dari skala 4 mekanika tubuh
(sedikit untuk mencegah
terganggu) injury saat
ditingkatkan ke melakukan berbgai
skala 5 tidak aktivitas
tergaggu 2. Bntu untuk
2. (000509) mendemonstrasikan
kecepatan posisi tidur yang
berjalan dari tepat
skala 2 (banyak 3. Bantu pasien untuk
terganggu) memilih aktivitas
ditingkatkan pemanasan sebelum
skala 5 (tidak latihan atau memulai
terganggu). pekerjaan yang tidak
3. (000510) dilakukan secara
jarak berjalan rutin sebelumnya
dari skala 3 4. Edukasi pasien
(cukup tentang pentingnya
terganggu) postur tubuh yang
ditingkatkan ke benar untuk
skala 5 (tidak mencegah kelelahan,
terganggu ketegangan atau
4. (000518) injury.
kemudahan 5. Kajian pemahaman
dalam melakukan pasien mengenai
aktivitas hidup mekanika tubuh dan
harian dari skla latihan
3(cukup
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 5 tidak
terganggu
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring
darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993).
Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glumerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli
kedua ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu
setelah
2. serangan infeksi streptococus.
3. Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang
mengalami pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami
atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.

B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca
semua agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta :


EGC
2. Chris Ocalloghan. 2006. At a Glance Sistem Ginjal Edisi ke 2. Jakarta :
Erlangga
3. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
4. Elizabet, J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
5. Diagnosa Keperawtan NANDA definisi dan klasifikasi 2015-2017 edisi 10
6. Nursing outcomes classification (NOC)
7. Nursing interventions classification (NIC)

Anda mungkin juga menyukai