Anda di halaman 1dari 22

Definisi

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan oleh
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup
lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
inrevesibel. (Arif Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk
memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddart, 2001).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang
berada dalam darah). (Nursalam, 2008).

2.3

Etiologi

Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya,
dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini
terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik.
a.

Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan perubahan


stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah
jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang
lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis
arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen.
Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan
atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005:933).

b.

Glomerulonefritis

Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang


diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi

peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga


terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a)

Gomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.


b) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005. 924)

c.

Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)

Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap
dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan
yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau
hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar. (Price, 2005:925)

d. Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan
fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937)

e.

Pielonefritis

Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu
sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui
infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang
dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau
repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)

f.

Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30%
hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi
ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi

yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan
nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase
atau stadium:
a) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II
danprostaglandin.
b) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit
penumpukan matriks mesangial.
c)

Stadium 3 (Nefropati insipient)

d) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)


e)

2.4

Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)

Patofisiologi

Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada
ginjal, sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah
nefron mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal
maka hasil metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan
fungsi ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang
dimulai dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena
ketidak mampuan ginjal sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah.
Akibatnya ginjal tidak dapat melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan
peningkatan kadar serum dan kadar nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor
meningkat dalam tubuh dan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan organ
organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN
dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan
fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai
stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan
pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau
berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine normal sekitar 1500 ml
perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90% dari
massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya
hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit.

Penderita biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena
kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.

2.5

WOC

Terlampir

2.6

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:


1.
a.

Sistem kardiovaskuler
Hipertensi

b.

Pitting edema

c.

Edema periorbital

d.

Pembesaran vena leher

e.

Friction sub pericardial

2.

Sistem Pulmoner

a.

Krekel

b.

Nafas dangkal

c.

Kusmaull

d.

Sputum kental dan liat

3.

Sistem gastrointestinal

a.

Anoreksia, mual dan muntah

b.

Perdarahan saluran GI

c.

Ulserasi dan pardarahan mulut

d.

Nafas berbau ammonia

4.

Sistem musculoskeletal

a.

Kram otot

b.

Kehilangan kekuatan otot

c.

Fraktur tulang

5.
a.

Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat

b.

Pruritis

c.

Kulit kering bersisik

d.

Ekimosis

e.

Kuku tipis dan rapuh

f.

Rambut tipis dan kasar

6.

Sistem Reproduksi

a.
b.

2.7
1.

Amenore
Atrofi testis

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :

a.
Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
b.
Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c.
Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
d.
Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
e.
Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f.
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
g.
Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h.
Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

i.
Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2.

Radiology

Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau
adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3.

IIntra Vena Pielografi (IVP)

Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.


4.

USG

Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
dan prostat.
5.

EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,


aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

2.8

Penatalaksanaan

Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD
maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan
medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.
1.

Penatalaksanaan medis

a.
Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau
dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL
500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b.
Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak
cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c.
Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
d.
Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control
volume intravaskuler.
e.
Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan
tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat

atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika


kondisi ini memerlukan gejala.
f.
Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan
kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah
kalium kadang kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g.
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali
seminggu.
h.

2.

Transplantasi ginjal.

Penatalaksanaan Keperawatan

a.
Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
b.
Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

3.
a.

Penatalaksanaan Diet
Kalori harus cukup : 2000 3000 kalori dalam waktu 24 jam.

b.
Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme
protein
c.

Lemak diberikan bebas.

d.
Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan
asam folat.
e.
Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam
darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus
yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 0,5 mg/kg/hari.

2.9
1.

Komplikasi
Hiperkalemia

Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di


dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani
dengan serius.
2.

Perikarditis, efusi pericardial

Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.

Hipertensi

4.

Anemia

5.

Penyakit tulang

Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal


6.

Dehidrasi

7.

Kulit : gatal gatal

8.
Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau
nafas menyerupai urin
9.

Endokrin

Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta


motilitas sperma
-

Wanita

: kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi

Anak anak: retardasi pertumbuhan

Dewasa

: kehilangan massa otot

10. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi


neurologis (tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
bkejang)

2.10

Pencegahan

Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan


mengurangi resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips
berikut ini :
1.
Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak
berlebihan. Namun alangkah lebih baik jika anda menghindari minuman tersebut
2.
Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk
penggunaan yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis yang
terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika mempunyai sejarah
keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada dokter tentang obat apa yang
sesuai.

3.

Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur

4.

Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok

5.
Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui
kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.

2.11
a.

Legal Etis

Nilai

Keyakinan (beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek, perilaku, dll yang
menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan-harapan ideal dalam praktik
keperawatan.
b.

Etik

Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku


individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan apa
yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan
kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan apa yang
ditolak.
c.

Etika Keperawatan

Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan- keputusan


yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia, 2008).
d.
1.

Prinsip Etik
Respect (Hak untuk dihormati)

Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien


2.

Autonomy (hak pasien memilih)

Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya


3.

Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)

Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
4.

Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain).

kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau


cidera

Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab
nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan
melukai perasaaan orang lain.
5.

Confidentiality (hak kerahasiaan)

Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang


dipercayakan pasien kepada perawat.
6.

Justice (keadilan)

Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti
tidak memihak atau tidak berat sebelah.
7.

Fidelity (loyalty/ketaatan)

Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab


terhadap kesepakatan yang telah diambil
Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak
hanya pada satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
-

Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku

Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang


disepakati.
8.

Veracity (Truthfullness & honesty)

Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.

Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent

Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan


kebenaran.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.

Pengkajian

Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :


1.

Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.

2.

Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tibatiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
( ureum ), dan gatal pada kulit.

3.

Riwayat penyakit saat ini

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa


meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala
dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula
sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatn apa.

4.

Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk

dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

5.

Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi,
penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.

6.
A.
-

Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.

Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana


dapat mempengaruhi system saraf pusat.
TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

B.

Pemeriksaan Fisik :

1.

Pernafasan B1 (breath)

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan
adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya
untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2.

Kardiovaskuler B2 (blood)

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala
gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan
gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat

perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang


timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3.

Persyarafan B3 (brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan


proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
4.

Perkemihan B4 (bladder)

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat.
5.

Pencernaan B5 (bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6.

Musculoskeletal/integument B6 (bone)

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

C.

Diagnosa Keperawatan

Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri


Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet
berlebih dan retensi cairan dan natrium.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum
dalam kulit.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur.

Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan


dialysis, koping maladaptive.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

D.

Intervensi Keperawatan

1.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan
atrium kiri.
Tujuan :

Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak


terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
dengan nilai ABGs normal :

PH

= 7,35 -7,45

PO2

= 80-100 mmHg

Saturasi O2

PCO2

= 35-45 mmHg

HCO3

= 22-26mEq/L

BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2

Bebas dari gejala distress pernafasan

= > 95 %

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola
nafas.

2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti
crakles, dan wheezing.

3.

Kaji adanya cyanosis.

4. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan


beristirahat

5.

Berikan istirahat yang cukup dan nyaman

Kolaboratif :
6.

Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi.

7.

Berikan pencegahan IPPB

8.

Review X-ray dada.

9. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator


dan ekspektorant.

1. Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan


usaha nafas.
2. Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas

3. Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum


cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
adalah vasokontriksi.
4.

Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium

5.

Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.

6. Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan


yang sesuai
7.

Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi

8.

Memperlihatkan kongesti paru yang progresif

9.

Untuk mencegah gngguan pola napas

2.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke
jaringan menurun
Tujuan : setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan
sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
-

Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

Kulit sekitar luka teraba hangat.

Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

Intervensi
Rasional
1.

Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

2.
Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
3.
Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.

4.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
1.

dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

2. meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi


oedema.
3. kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
4. pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
3.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran
urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :
a.

Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.

b.

BB stabil.

c.
TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD:
120/80; T: 36,5-37,5 0C)
d.

Tidak ada edema

e.

Turgor kulit baik

f.

Membran mukosa lembab

Intervensi
Rasional
Mandiri :
a.

Identifikasi faktor penyebab

b.

Batasi masukan cairan

c. Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas pergerakan seperti berdiri,


meninggikan kaki
d. Kurangi asupan garam, pertimbangkan penggunaan garam pengganti
5.
HE :
e.

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.

f.
Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.

Kolaborasi :
g.

Berikan diuretic

g.

furosemide, spironolakton, hidronolakton

h.

Adenokortikosteroid, golongan prednisone

Observasi :
h. Kaji status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan
masukan dan pengeluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher.
i.

Kaji tanda tanda vital

a.

Untuk menentukan tindakan keperawatan

b. Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi.
c.

Agar tidak terjadi imobilitasi

d. Agar tidak terjadi peningkatan natrium

e. Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam


pembatasan cairan
f.

Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.

g. Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan


retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
Adenokortikosteroid, golongan predison digunakan untuk menurunkan proteinuri.

h. Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau


perubahan dan mengevaluasi intervensi.
i.

Untuk mengetahui kondisi pasien

4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa
mulut.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat
mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
-

Nafsu makan meningkat

Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.

Porsi makan dihabiskan

BB meningkat

Intervensi
Rasional
Mandiri :
a.

Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering

b.

Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein

HE :
c. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang
disukai
d. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang
mengandung gas/asam, pedas
Kolaborasi :
e.

Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi

Observasi :
f.

Kaji kemampuan makan klien

a.

Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah

b.

Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat

c. Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang


dibutuhkan klien
d. Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah
dan menurunkan asupan nutrisi

e. Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu


mual/muntah

f.
Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel,
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia(retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
Penyebab : Infeksi misalnya pielonefritis kronik, Penyakit peradangan
misalnya glomerulonefritis, Penyakit vaskuler hipertensif, Gangguan jaringan
penambung, Gangguan kongenital dan herediter, Penyakit metabolic dan
Nefropati toksik.
Tanda dan gejala : Wajah terlihat pucat, oedema anasarka, malaise,
nafas terasa sesak, gatal-gatal, keluar darah dari hidung, turgor kulit kering,
rambut kusam dan kemerahan dan tremor.
-

Komplikasi : Hiperkalemia dan Asidosis metabolic.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan


tetapi mempunyai beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal,
efek samping obat-obatan imunosupresi dan rejeksi kronik yang belum bisa
diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas paling
baik dibandingkan dialysis.

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan
dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam
praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem urinari dan
mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Ayi, Dian. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.


http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-gagal-ginjal-kronik.html .
Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.05 WIB
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC
Hendra. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.
http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-gagal-ginjal-kronik.html .
Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.02 WIB
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Ridho Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderitagagal_31.html . Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.11 WIB
Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Tollen, Zainal. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik.
http://zallien.blogspot.com/2013/06/asykep-gagal-ginjal.html . Diakses pada
tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.17 WIB
Yusuf, David. 2011. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD). http://askeptopbgt.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html .
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.09 WIB

Anda mungkin juga menyukai