Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE (ACKD)

Di Susun Oleh :
Aisyah Wahdaniah
2130702017

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BONEO
TARAKAN
2023
I. Konsep medis

A. Definisi

Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan


penurunan tiba-tiba fungsi ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis dikenal (CKD) yang memerlukan penilaian cepat, diagnosis dan
manajemen yang tepat untuk mencegah penurunan dan kerusakan
yang ireversibel pada fungsi ginjal (Lameire et al., 2018).
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan
penurunan fungsi ginjal berupa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(GFR), peningkatan nilai BUN dan Kreatinin yang terjadi pada pasien
dengan gagal ginjal kronis (CKD) (Madala, 2017).

B. Etiologi

Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) terjadi setelah


berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar
merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Nekrosis tubular akut
Pasien dengan CKD berisiko untuk mengalami nekrosis
tubular, yang terjadi sebagai akibat dari iskemia atau paparan
nephrotoxins. Nekrosis tubular akut iskemik adalah hasil dari
dikoreksi hipoperfusi ginjal berkepanjangan dan sebagian besar
penyebab kegagalan prerenal memiliki potensi untuk menyebabkan
nekrosis tubular.
b. Nefritis interstitial akut
Gejala akut yang diinduksi obat adalah interstitial nephritis
penyebab umum intrinsik gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan
ACKD pada pasien CKD. Faktor presipitasi adalah NSAID dan
penisilin. Infeksi menyebabkan kerusakan langsung ke
tubulointerstitium mengakibatkan pielonefritis akut. CKD yang sudah
ada juga merupakan faktor risiko penting untuk pengembangan kristal
yang dapat menyebabkan gagal ginkal akut.
c. Obstruksi kemih atas dan bawah
d. Infeksi : pielonefritis kronik
e. Penyakit peradangan : glomerulonefritis
f. Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis
g. Gangguan jaringan penyambung: SLE, Poli arteritis
nodosa, Sklerosis sistemik progresif
h. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal
polikistik, Asidosis tubuler ginjal
i. Penyakit metaboliK : DM, Gout, Hiperparatiroidisme,
Amiloidosis
j. Nefropati obstruktif : Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale
k. Nefropati obstruktif :
 Sal. Kemih bagian atas :Kalkuli, neoplasma, fibrosis,netroperitoneal
 Sal. Kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra

C. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration

Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan

rumus Kockroft – Gault sebagai berikut:

Derajat Penjelasan LFG


(Ml/Mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90

atau ↑

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60-89

ringan

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30-59

sedang

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 15-29

berat

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

(Sumber : Sudoyo, 2006)

D. Patofisiologi

Patogenesis gagal ginjal kronik yaitu semakin buruk dan rusaknya


nefron-nefron yang disertai berkurangnya fungsi ginjal, ketika kerusakan
ginjal berlanjut dan jumlah nefron berkurang, maka kecepatan filtrasi dan
beban solute bagi nefron demikian tinggi hingga keseimbangan
glomerolus tubulus (keseimbangan antar peningkatan filtrasi dan
peningkatan reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi.
Pada gagal ginjal terjadi penurunan fungsi renal yang
mengakibatkan produk akhir metabolism protein tidak dapat diekskresikan
ke dalam urine sehingga tertimbun didalam darah yang disebut uremia.
Uremia dapat mempengaruhi setiap system tubuh, dan semakin banyak
timbunan produk sampah uremia maka gejala yang ditimbulkan semakin
berat.
 Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
dapat dideteksi dengan menempatkan urine 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat
tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar
kreatinin serum akan meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konsisten oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal tetapi juga oleh masukan protein dalam diet katabolisme dan
jaringan dan luka (RBC) dan medikasi seperti steroid.
 Retensi cairan dan natrium.
Ginjal tidak mampu untuk mengonsistensikan atau mengencerkan
urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir; respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak
terjadi. Pasien sering menahan cairan dan natrium, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi akibat aktifitas aksisn renin angiotensin dan keduanya
bekerjasama dan meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam dan diare menyebabkan penipisan
air dan natrium yang semakin memperburuk status uremik.

 Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengekskresikan amonia
(NH3-) dan mengabsorbsi natrium bicarbonat (HCO 3-). Penurunan sekresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
 Anemia.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami pendarahan akibat status anemik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eripoetin,suatu substansi normal
yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel drah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, distensi, keletihan, angina dan sesak
nafas.
 Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat.
Abnormalitas utama yang lain pada GGK adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, yang lain akan
turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomeroulus ginjal terdapat
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya. Penurunan kadar kalsium
serum mengakibatkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di
tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang
(penyakit tulang uremik/ osteodistoperineal). Selain itu metabolisme aktif
vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
E. Manifestasi klinis

menurut Nahas (2010) adalah sebagai berikut:

1) Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas

akibat perikarditis, effuse perikardiak dan gagal jantung akibat

penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Kondisi

bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan, wajah,

dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa

mengeluarkan semua cairan yang menumpuk dalam tubuh, genjala

ini juga sering disertai dengan beberapa tanda seperti rambut yang

rontok terus menerus, berat badan yang turun meskipun terlihat

lebih gemuk.

2) Gangguan pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan

sputum kental dan riak, suara krekels.

3) Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang

berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan

pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas

bau ammonia.

4) Gangguan musculoskeletal Resiles leg sindrom (pegal pada

kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa

kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati

(kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).


5) Gangguan integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan

kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal

akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

6) Gangguan endokrin

7) Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan

menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan

metabolik lemak dan vitamin D.

8) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan

natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,

hipokalsemia.

9) System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya

produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum –

sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup

eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan

fungsi trombosis dan trombositopeni.


F. Pemeriksaan penunjang

a. Urine

- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada

(anuria)

- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan

disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen

kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb,

mioglobin, porfirin.

- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal

berat

- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan

kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1

- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun

- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak

mampu mereabsorbsi natrium

- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat

menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen

juga ada

b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga

tahap akhir

- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari

7-8 gr/dl

- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin

- GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2

- Natrium serum : rendah

- Kalium: meningkat

- Magnesium; Meningkat

- Kalsium ; menurun

- Protein (albumin) : menurun

c. Pemeriksaan Radiologi

- USG Ginjal

Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,

obstruksi pada saluran kemih atas.

- Biopsy ginjal

Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan

sel jaringan untuk diagnosis histologist.

- Endoskopi ginjal, nefroskopi


Menentukan pelvis ginjal; keluar batu, hematuri,

pengangkatan tumor selektif.

- AGD

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan

elektrolit dan asam basa

- Ultrasono ginjal

Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya

massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

G. Penatalaksanaan

a. Pembatasan diet

Diet protein dibatasi sampai 1 gr/kg BB setiap hari untuk


menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk
akhir toksik. Makanan yang mengandung kalium dan fosfat
(pisang, jus jeruk dan kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya
dibatasi sampai 2 gr/hari.
b. Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan

harian, konsentrasi urine dan serum, cairan yang hilang, tekanan

darah dan status klinis pasien. Cairan yang hilang melalui kulit dan

paru sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga

dipertimbangkan dalam penatalaksanaan CKD. Cairan biasanya


diperbolehkan 500 sampai 600 ml untuk 24 jam. Vitamin diberikan

karena diet rendah protein.

c. Pemberian kasium

Kalsium diberikan apabila terjadi hipokalsemia dan berguna untuk


mencegah komplikasi osteoporosis.
d. Hiperfosfatemia dan hiperkalemia ditangani dengan natrium

karbonat dosis tinggi untuk mengganti antasida yang mengandung

aluminium karena dapat menyebabkan toksisitas.

e. Hipertensi ditangani dengan medikasi anti hipertensi. Gagal

jantung kongestif dan edema pulmoner ditangani dengan

pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretic, agen inotropik

seperti digitalis atau dobutamine dan dialysis.

f. Dialisis

Dialisis dilakukan apabila penderita sudah tidak sanggup lagi

bekerja purna waktu, penderita neuropati perifer atau

memperlihatkan gejala klinis lainnya. Kadar kreatinin serum

biasanya diatas 6 mg/dl pada laki-laki dan 4 mg pada perempuan

dan GFR kurang dari 4 ml/mnt. Dialisis dapat dilakukan untuk

mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti

hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki

abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium


dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendurungan

perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.

H. Prognosis

Prognosis penyakit ginjal kronis dapat ditentukan berdasarkan

laju filtrasi glomerulus dan albuminuria menurut kriteria kidney

disease: improving global outcomes (KDIGO). Komplikasi yang dapat

terjadi di antaranya adalah malnutrisi protein dan penyakit

kardiovaskular.

I. Komplikasi

a. Hiperkalemia akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,

dan masukan diit berlebih. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad

jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak

adekuat.

b. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

c. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

d. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat,

kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang


abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan

nitrogen dan ion anorganik.

e. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

f. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan

(Smeltzer & Bare, 2015).

II. Peyimpangan KDM

III. Konsep Keperawatan

A. Pengkajian

1) Identitas pasien

Identitas pasien berisikan nama, umur, jenis kelamin, agama,

pekerjaan, kewarganegaraan, suku, pendidikan,alamat, nomor

rekam medis, tanggal masuk rumah sakit.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab berisikan nama, hubungan dengan

pasien, alamat dan nomor telepon

3) Keluhan utama Keluhan

yang paling dirasakan saat ini oleh pasien diantara keluhan

lain yang dirasakan yang didapatkan secara langsung dari

pasien ataupun keluarga.

4) Riwayat kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang


Riwayat kesehatan sekarang didapatkan mulai dari pasien

mengalami keluhan sampai mencari pelayanan kesehatan

sampai ,mendapatkan terapi dan harus menjalani terapi HD

(pasien HD pertama). Kondisi atau keluhan yang di rasakan

oleh pasien setelah HD sampai HD kembali (bagi pasien

menjalani HD rutin).

b) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan dahulu di dapatkan dari pengalaman

pasien mengalami kondisi yang berhubungan dengan

gangguan system urinaria (misal DM, hipertensi, BPH dll).

Riwayat Kesehatan dahulu juga mencakup apakah pernah

melakukan operasi atau tidak.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Di dapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang

berhubungan dengan penyakit pasien sekarang (DM,

hiperensi, penyakit sistem perkemihan).

d) Riwayat alergi

Perlu dikaji apakah pasien memiliki alergi terhadap

makanan, binatang, ataupun obat-obatan yang dapat

mempengaruhi kondisi pasien.

e) Riwayat obat-obatan
Mencakup obat-obatan apa saja yang dikonsumsi oleh

pasien selama ini.

5) Pengkajian pola fungsional Gordon

a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien

Berisi pandangan pasien tentang keadaannya saat ini, apa

yang dirasakan tentang kesehatannya sekarang. Gejalanya

adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang

sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari

larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu

dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya

seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah

dihindari.

b) Pola nutrisi dan metabolik

Mengkaji nafsu makan pasien saat ini, makanan yang biasa

dimakan, frekuensi dan porsi makanan serta berat badan

pasien. Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat

penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya

adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik

atau turun.

c) Pola eliminasi

Mengkaji warna, frekuensi dan bau dari urine pasien. Kaji

juga apakah pasien mengalami konstipasi atau tidak, serta


bagaimana warna, frekuensi dan konsistensi feses pasien.

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output

dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi

konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau

tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.

d) Aktifitas dan latihan

Kaji apakah pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari

secara mandiri, di bantu atau sama sekali tidak mampu

melakukan aktifitas secara mandiri. Dalam hal ini juga

dapat dikaji apakah pasien pernah jatuh atau tidak dengan

menggunakan pengkajian resiko jatuh. Gejalanya adalah

pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien

tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah

aktifitas dibantu sebagian atau penuh.

e) Pola istirahat dan tidur

Kaji bagaimana istirahat dan tidur pasien. Apakah ada

kebiasaan saat tidur maupun kebiasaan pengantar tidur,

adakah hal yang mengganggu saat akan tidur, apakah

sering terbangun dimalam hari dan berapa jam tidur pasien

setiap hari. Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih

dan terdapat kantung mata dan pasien terliat sering

menguap.
f) Pola persepsi dan kognitif

Kaji apakah ada penurunan sensori dan rangsang.

Tandanya adalah penurunan kesadaran seperti ngomong

nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.

g) Pola hubungan dengan orang lain

Kaji bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang

disekitarnya, baik keluarga maupun tenaga kesehatan,

apakah pasien sering menghindari pergaulan, penurunan

harga diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah).

Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak

jelas.

h) Pola reproduksi

Kaji apakah ada penurunan keharmonisan pasien, adanya

penurunan kepuasan dalam hubungan, adakah penurunan

kualitas hubungan.

i) Pola persepsi diri

Kaji bagaimana pasien memandang dirinya sendiri,

menanyakan bagian tubuh manakah yang sangat disukai

dan tidak disuki oleh pasien, apakah pasien mengalami

gangguan citra diri dan mengalami tidak percaya diri

dengan keadaannya saat ini. Tandanya kaki menjadi edema,

citra diri jauh dari keinginan.


j) Pola mekanisme koping.

Kaji emosional pasien apakah pasien marah-marah, cemas

atau lainnya. Kaji juga apa yang dilakukan pasien jika

sedang stress. Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak

dapat mengambil keputusan dengan tepat, mudah

terpancing emosi.

k) Pola kepercayaan

Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan

merasa bersalah meninggalkan perintah agama.Tandanya

pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama seperti

biasanya.

6) Pengkajian fisik

a) Penampilan / keadaan umum.

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.

Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.

b) Tanda-tanda vital Tekanan darah naik, respirasi rate naik,

dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.

c) Antropometri Penurunan berat badan selama 6 bulan

terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan

berat badan karena kelebian cairan.

d) Kepala Rambut kotor bahkan rontok, mata kuning dan

kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung


kotor dan terdapat kotoran hidung ada tarikan cuping

hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,

mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

e) Leher dan tenggorok Hiperparathyroid karena peningkatan

reabsorbsi kalsium dari tulang, hiperkalemia,

hiperkalsiuria, prembesaran vena jugularis.

f) Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada

berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan

dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru

(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat

suara tambahan pada jantung.

g) Abdomen Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik,

turgor jelek, ascites.

h) Neurologi Kejang karena keracunan pada SSP, kelemahan

karena suplai O2 kurang, baal (mati rasa dan kram) karena

rendahnya kadar Ca dan pH.

i) Genital Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi

dini, impotensi, terdapat ulkus.

j) Ekstremitas Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu,

terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refil

lebih dari 3 detik.


k) Kulit Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit

bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d agen cedera fisik

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan nafsu makan

4. Kelebihan volume cairan b.d retensi pada Na dan H²O meningkat

C. Intervensi

DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI

Nyeri Setelah dilakukan asuhan a. Kaji tingkat nyeri secara

keperawatan 1x24 jam, maka di komprehensif termasuk

harapkan tingkat kenyamanan klien lokasi, karakteristik,

meningkat. Dg kriteria hasil : durasi, frekuensi,

- Klien kualitas dan faktor

melaporkan presipitasi.

nyeri berkurang b. Observasi  reaksi

dg scala 2-3, nonverbal dari ketidak


Ekspresi wajah nyamanan.

tenang klien c. Gunakan teknik

dapat istirahat komunikasi terapeutik

dan tidur. untuk mengetahui

pengalaman nyeri klien

sebelumnya.

d. Kontrol faktor

lingkungan yang

mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan,

kebisingan.

e. Kurangi faktor

presipitasi nyeri.

f. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologis/non

farmakologis)..

g. Ajarkan teknik non

farmakologis (relaksasi,

distraksi dll) untuk


mengetasi nyeri..

h. Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri.

i. Evaluasi tindakan

pengurang nyeri/kontrol

nyeri.

j. Kolaborasi dengan

dokter bila ada komplain

tentang pemberian

analgetik tidak berhasil.

Intoleransi Setelah dilakukan asuhan a. Pantau pasien untuk


keperawatan 1x24 jam, maka di melakukan aktivitas
aktivitas
harapkan Pasien dapat meningkatkan b. Kaji fektor yang
aktivitas. Dg kriteria hasil : menyebabkan keletihan
- Pasien mampu c. Anjurkan aktivitas
alternatif sambil istirahat
melakukan
d. Pertahankan status
aktivitas secara nutrisi yang adekuat
mandiri.

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan a. Mengidentifikasi kekurangan

nutrisi kurang dari keperawatan 1x24 jam, maka di nutrisi

kebutuhan tubuh harapkan keseimbangan nutrisi klien b. Pantau bila adanya mual dan
terpenuhi dan adekuat. Dg kriteria muntah

hasil : c. Anjurkan klien makanan sedikit

- Menunjukkan tapi sering

BB stabill d. Tingkatkan kunjungan oleh

- Peningkatan orang terdekat selama makan

berat badan e. Memberikan pengalihan dan

stabil. meningkatkan aspek social

f. Berikan perawatan mulut sering

g. Menurunkan ketidaknyamanan

stomatitis oral dan rasa tak

disukai dalam mulut yang dapat

mempengaruhi masukan

makanan

Kelebihan volume Setelah dilakukan asuhan a. Kaji status cairan dengan

cairan keperawatan 1x24 jam, maka di menimbang BB perhari,

harapkan berat tubuh ideal tanpa keseimbangan masukan dan

kelebihan cairan. Dg kriteria hasil : haluaran, turgor kulit tanda-

- tidak ada edema, tanda vital

keseimbangan b. Batasi masukan cairan

antara input dan c. Jelaskan pada pasien dan

output. keluarga tentang pembatasan


cairan

d. Anjurkan pasien / ajari pasien

untuk mencatat penggunaan

cairan terutama pemasukan dan

haluaran

D. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan/implementasi merupakan fase pelaksanaan atau

implementasi dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Implementasi terdiri dari melakukan tindakan dan

mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan

khusus yang diperlukan untuk melaksanakan rencana keperawatan.

Tindakan - tindakan pada rencana keperawatan terdiri atas observasi,

terapeutik, edukasi dan kolaborasi. Implementasi ini akan mengacu

pada SIKI yang telah dibuat pada rencana keperawatan. Pada pasien

CKD Stage V dengan intoleransi aktivitas, dimana implementasi

disesuaikan dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah

ditetapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).


E. Evaluasi

Evaluasi merupakan fase kelima atau tahapan terakhir dalam

proses keperawatan. Evaluasi mencakup aktivitas yang telah

direncanakan, berkelanjutan, serta terarah ketika pasien dan

profesional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju

pencapaian tujuan dan efektivitas rencana asuhan keperawatan.

Evaluasi merupakan askep penting dalam proses keperawatan

karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan intervensi

keperawatan harus dihentikan, dilanjutkan atau diubah. Evaluasi

asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP

(subyektif, obyektif, assessment, planning). Adapun komponen SOAP

yaitu S (subyektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat

dari pasien setelah tindakan diberikan. O (obyektif) adalah informasi

yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang

dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. A (assessment)

adalah membandingkan antara informasi subyektif dan obyektif

sedangkan P (planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang

dilakukan berdasarkan hasil analisa.

Evaluasi yang dilakukan terhadap pasien CKD Stage V dengan

intoleransi aktivitas berdasarkan penjelasan dari Tim Pokja SLKI DPP

PPNI (2019) tujuan dan kriteria hasil mengacu pada Standar Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI) yaitu :


1) Keluhaan lelah

2) Perasaan lemah

3) Frekuensi nadi

4) Saturasi oksigen

5) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari - hari

6) Frekuensi napas
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, dkk. (2017). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Aeusculapeus.

McCloskey, Joanne. (2014). Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth

Edition St. Louis Missouri: Westline Industrial Line.

Moorhead, Sue. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition.

St.Louis Missouri: Westline Industrial Line.

Price, S. A., Wilson, L. M. (2016). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Volume 2 . Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Sudoyo. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

T. Heather Herdman. (2012). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan

Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lameire, et al. (2018). Kidney International, Chronic Kidney Disease As A Global

Public Health Problem. Available From:

Http://www.Medscape.Com/Viewarticle/561254. Diakses tanggal 23 Agustus

2016.

Doenges E, Marilynn, dkk. (2015). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :

EGC.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2018). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.

Jakarta: EGC
http://emedicine.medscape.com/article/246888-overview [Diakses pada tanggal 1
februari 2015]

http://kidney.niddk.nih.gov/KUDiseases/pubs/ackd/index.aspx [Diakses pada tanggal


1 februari 2015]

Anda mungkin juga menyukai