Anda di halaman 1dari 42

Bab 2

Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi Ginjal
2.1.1 Makroskopis
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang (bean shaped), terletak
retroperitoneal, di belakang kavum abdomen. Masing masing ginjal mempunyai
panjang 10 -12 cm (antara vertebra TH 12 L3), penampang 5 6 cm, berat 150
gram. Ginjal kanan 1 2 cm lebih rendah daripada ginjal kiri oleh karena adanya
hati. Diafragma ada di sebelah atas-belakang ujung atas ginjal (upper pole) sehingga
pada saat inspirasi ginjal akan terdorong kebawah (Tjokroprawiro Askandar,et al.
2007).

Gambar 1. Anatomi Makro Ginjal (Tampak depan)


Pada umumnya ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada ginjal lakilaki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
2

(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan (Guyton
dan Hall, 2007).

Gambar 2. Anatomi makro ginjal (Tampak belakang)

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
3

pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks
renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid.
Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmensegmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari
banyak duktus pengumpul (Price,1995).

Gambar 3. Potongan melintang ginjal


2.1.2 Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Pada manusia,
pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi
setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur
yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan

kapsula bowman, tubulus. Tubulus terdiri atas tiga bagian utama yaitu Tubulus
Proksimalis, Loop of Henle (lengkungan Henle) dan Tubulus Distalis. Beberapa
tubulus distalis akan bergabung membentuk tubulus kolektivus. Nefron dibedakan
atas 2 jenis yaitu : Nefron Kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada
bagian luar dari korteks dengan lengkungan henle yang pendek tetapi tetap berada
pada korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai pada zona luar medulla,
Nefron Juxta medullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian dalam
dari korteks dekat hubungan korteks-medulla dengan lengkungan henle yang panjang
dan turun jauh kedalam sampai zona dalam medulla sebelum berbalik dan kembali ke
korteks. Pada manusia kira-kira 85 % merupakan nefron kortikalis dan 15 %
merupakan nefron Juxta medullaris. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman
juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus
tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya. (Price,
1995)

Gambar 4. Unit Nephron


Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler yang saling beranastomosis
yang berasal dari arteriole afferent dan bersatu menuju ke arteiole efferent. Arteriole
efferent kemudian memecah diri menjadi beberapa kapiler peri tubuler yang
mengelilingi tubulus. Berdasarkan ultra struktur dari endotel, dapat dibedakan 3 jenis
kapiler : kontinu, fenestrata, diskontinu. Cairan yang difiltrasi melalui Glomerularis
Filtrat Glomeruli. Membrana yang dilalui yaitu Membrana Glomerularis. Tubulus
Proximalis Terdiri dari : Pars konvulata (pada korteks dekat glomerulus), Pars Recta (
bagian yang lurus melalui korteks menuju medulla) berfungsi mengadakan reabsorpsi
bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresi bahan-bahan ke dalam tubuli.
Lengkungan Henle (Loop of Henle) terdiri atas : Pars Desendens (bagian yang
menurun menuju medulla), Pars Asendens (Bagian yang naik kembali menuju
6

korteks), Pars Asending mengadakan kontak yang sangat dekat dengan glomerulus
pada kutub vaskuler. JGA (Juxta Glomerular Apparatus) Berfungsi mengadakan
reabsorpsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresi bahan-bahan ke dalam
tubuli 25% air dan Na+ direabsorpsi dan urea disekresi. Tubulus Distalis terdiri atas:
Tubulus Distalis, Tubulus Konektivus, Tubulus Kolektivus (Price, 1995).

Gambar 5. Glomerulus
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan
disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira
170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus Urin
ini dialirkan keluar ke saluran ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui
Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan

arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin
(Price,1995).
2.1.3 Vaskularisasi pada Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus (Price, 1995).

Gambar 6. Vascularisasi ginjal.


2.1.4 Persarafan pada Ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal (Price,1995).

2.2 Fisiologi Ginjal


Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat

vaskuler)

tugasnya

memang

pada

dasarnya

adalah

menyaring/

membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700
liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170
liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya
keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Selain itu, fungsi primer
ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batasbatas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus (Guyton dan Hall, 2007).
2.2.1 Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah
1. Fungsi ekskresi

Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah


ekskresi air.

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+


dan membentuk kembali HCO3.

Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang


normal.

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama


urea, asam urat dan kreatinin.

2. Fungsi non ekskresi

Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.


9

Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi


produk sel darah merah oleh sumsum tulang.

Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Degradasi insulin.

Menghasilkan prostaglandin.

2.2.2 Fungsi Nefron


Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi
yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan
hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan (Guyton
dan Hall, 2007).

Gambar 9. Nephron
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah :

10

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan


menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan
tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi
kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma
langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi
yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang
masih diperlukan tubuh, molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi
dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor, hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (badan malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap
korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang
berada dalam kapsula bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri
afferent. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerulus dan kapsula bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong
plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang
telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri efferent.

11

Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula
bowman terdapat tiga lapisan:
1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus,
melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula
Bowman dalam bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel
darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat
ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap
hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per
menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi
ginjal (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 10. Tubulus Ginjal


12

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang


mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi
proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus
konvulasi distal. Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich
Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien
osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang
melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan
memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam
amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke
dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis. Cairan mengalir
dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:

Tubulus penghubung

Tubulus kolektivus kortikal

Tubulus kloektivus medularis


Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus

juxtaglomerular, mengandung

macula

densa

dan

sel

juxtaglomerular. Sel

juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin cairan menjadi
makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang
kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.
Tahap Pembentukan Urine :
1. Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
13

kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat.
Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 11. Tekanan Filtrasi pada Glemrulus

14

Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring


melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang
berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat
dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin (Guyton dan Hall, 2007).
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau Gromelural Filtration Rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga
disebut Single Nefron Glomerular Filtration Rate (SN GFR), besarnya SN GFR
ditentukan oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan Gaya Starling dalam kapiler
tersebut.
SN GFR = Kf.(P-) = Kf.Puf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler
glomerulus yang tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau Gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :
-

Tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)

Tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)

Tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)

Tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat

tidak mengandung protein.


Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya
menuju glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen relatif
cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga keadaan ini

15

menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus akan masuk
menuju tubulus, dari tubulus masuk kedalam ansa henle, tubulus distal, duktus
koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine.
Membran glomerulus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lapisan
pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membrane basalis,
lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman. Permeabilitas membarana
glomerulus 100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan dengan permiabilitas kapiler
pada jaringan lain laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat
diukur dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi
tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat
dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang
terdapat dalam cairan plasma.

Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate) rata-rata GFR normal pada


laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wanita lebih rendah dibandingkan
pada pria.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain

ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan


tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses
terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai tekanan sebagai
berikut:
a.Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mm HG
b.Tekanan pada capsula bowman 10 mmHG
c.Tekanan osmotik koloid plasma 25 mmHG
Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi, semakin
tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan

16

sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman, serta tekanan


osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang
terjadi pada glomerulus.

Komposisi Filtrat Glomerulus


Dalam cairan filtrat tidak ditemukan eritrosit, sedikit mengandung protein
(1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama
dengan yang terdapat dalam cairan intertitial pada umunya. Dengan demikian
komposisi cairan filtrat glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali
jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrat tersebut direabsorpsi
kembali ke dalam tubulus ginjal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus :


a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi
laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin
menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman
semakin menurun laju filtrasi.
b. Aliran darah ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin
meningkat laju filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen: Apabila terjadi vasokontriksi arteriol aferen
akan menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini
akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun
sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan
terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.

17

e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang


akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi
akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (Guyton dan Hall, 2007).
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. Volume urin manusia hanya 1%
dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi
secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa
serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti
glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan
bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam urin.
Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 gr garam,
dan 150 gr glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah
terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03%, dalam urin
primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder (Guyton dan Hall, 2007).
Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara, gula dan asam mino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis.

18

Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimaldan tubulus distal (Guyton dan Hall,
2007).

Gambar 12. Proses Pembentukan Urin


Hampir 99% dari cairan filtrat direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang
terlarut didalam cairan filtrat tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut
dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino.
Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu:
a.Transport aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na +,
K+, PO4,NO3, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion
Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan

19

ptensial listrik didalam epitel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan
electrochemical gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan
konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses
difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler
terhadap ion natrium relatif tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak
mikrovilli yang memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan
dapat berlangsung terus-menerus (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 13. Proses Transport Aktif


b. Transfor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada
pada lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam
cairan filtrate dan perbedaan muatan listrik pada dinding sel tubulus. Zat yang
mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulus
melalui proses osmosis (Guyton dan Hall, 2007).

20

Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen


tubulus menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam
sel epitel tubulus dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan
perpindahan ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl, HCO3 kedalam kapiler
peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik
yang terdapat didalam dan diluar lumen tubulus (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 14. Proses Transport Pasif


c. Sekresi
Sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif
merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler
peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion
NH3- yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus
melalui proses difusi. Dengan masuknya ion NH3 - kedalam lumen tubulus akan

21

membantu mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan


sekresi zat-zat dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda (Guyton dan Hall,
2007).
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen (Guyton dan Hall,
2007).
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali
carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion
kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium
yang

diabsorpsi,

hidrogen

atau

kalium

harus

disekresi

dan

sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular
(CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation
dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang
dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa
bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
teurapeutik (Guyton dan Hall, 2007)
2.3 Anuria
2.3.1 Definisi
Anuria dalam arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada
produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan
22

dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini
menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi
secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak.
Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan
biasanya menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian
besar disebabkan gagal ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan
keadaan yang disebut oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam
antara 100 400 ml.
2.3.2 Etiologi Anuria
Kegagalan fungsi ginjal, yang dapat memiliki penyebab ganda termasuk
obat-obatan atau racun (misalnya, antibeku), diabetes, tekanan darah tinggi. Batu atau
tumor dalam saluran kemih juga dapat menyebabkan obstruksi dengan menciptakan
untuk aliran urin. Kalsium darah yang tinggi, oksalat, atau asam urat, dapat
berkontribusi terhadap risiko pembentukan batu. Pada laki-laki, kelenjar prostat
membesar adalah penyebab umum dari anuria obstruktif.
Anuria akut, di mana penurunan produksi urin terjadi dengan cepat, biasanya
merupakan tanda obstruksi atau gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut dapat disebabkan
oleh faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan ginjal, seperti gagal jantung,
infeksi, dan kondisi lain yang menyebabkan ginjal akan kekurangan aliran darah.
Berdasarkan penyebab terjadinya, anuria dapat dikelompokkan dalam 3
golongan yaitu : sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab postrenal.
Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi,
combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis.

23

Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glumerulonefritis akut, dan pada
beberapa keadaan glumerulopati.
Anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura,
pembesaran prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi,
proses keganasan dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih
Anuria pre renal :
1. syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang
tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah
yang cepat (syok hemoragik) (Sudoyo, 2007)
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera
pada organ padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik
dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua
contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain
gastroenteritis masif dan luka bakar yang luas. (Sudoyo, 2007)
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume
darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume
darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau
kehilangan

plasma

darah.

Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri
dari perdarahan misalnya hemoatom subkpsular hati, aneurisma aorta pecah, dan
perdarahan gastrointestinal. Yang kedua adalah kehilangan plasma, terdiri dari luka
bakar yang luas, pankreatitis, deskuamasi kulit. Dan yang ketiga kehilangan cairan

24

ekstraseluler yaitu muntah, dehidrasi, diare, terapi diuretik yang sangat agresif,
diabetes insipidus, insufisiensi renal. (Sudoyo, 2007)
Sistem renalis berespon terhadap syok hipovolemik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di
paru-paru dan hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hipovolemik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan
retensi air. (Paul, 2009)
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hipovolemik dengan
peningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari
glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah
(dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang
dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan
reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan
lengkung Henle. (Paul, 2009)
Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi,
frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang
banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis
dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras
angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan
garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen
meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan

25

aldosteron dan vesopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.


( Sudoyo, 2007)
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya
aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke
dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa
melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman
jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton
(Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa
fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang
perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan
penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
(Hadinegoro,2004)
2. Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon
tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan
panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan
gangguan sirkulasi darah.
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular
yang berat. Halini dikatakan berat karena sifatny a yang tidak terkontrol
dan berlangsung terus menerusdengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena
proses ini menggambarkan penyebaraninfeksi melalui pembuluh darah dan
dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari
peradangan biasa
Jika terjadi severe sepsis maka terjadi disfungsi organ, salah
satunya adalah organ ginjal. Serum kreatinin >2 kali diatas batas normal
sesuai umur, atau kenaikan dua kali dari batas dasar kreatinin. Jika terjadi
disfungsi organ tandanya :
26

1. hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)


2. oliguria akut (jumlah urin <0,5 ml/kg/jam selama minimal 2 jam
3.
4.
5.
6.
7.

meskipun resusitasi cairan adekuat.


Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL
Koagulasi abormal (NR>1,5 atau aPTT > 60 s
Ileus
Trombositopenia (hitung trombosit < 100.000)
Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4 mg/dL

Anuria Renal :
1. Gagal ginjal akut
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara
tiba-tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr)
>0.3 mg/dL (>25 mol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan
output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam (Molitoris et al, 2007).
Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga
keseimbangan elektrolit dan cairan (Eric Scott, 2008).
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2)
penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal
(AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi
saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI.
Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)
AKI Prarenal

I. Hipovolemia
-

Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular

Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia,


obstruksi
27

usus

Kehilangan darah

Kehilangan cairan ke luar tubuh

Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui


saluran

kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit

(luka bakar)

II. Penurunan curah jantung


-

Penyebab miokard: infark, kardiomiopati

Penyebab perikard: tamponade

Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal

Aritmia

Penyebab katup jantung

III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik


-

Penurunan resistensi vaskular perifer

Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan

(contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)

Vasokonstriksi ginjal

Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,


takrolimus,

amphotericin B

Hipoperfusi ginjal lokal

Stenosis a.renalis, hipertensi maligna

IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal

28

Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen

Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi

kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),

penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2


inhibi

tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,

sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)

Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen

Penggunaan penyekat ACE, ARB

Stenosis a. renalis

V. Sindrom hiperviskositas
AKI Renal

- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia


I. Obstruksi renovaskular
-

Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,

diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,

kompresi)

II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal


-

Glomerulonefritis, vaskulitis

III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)


-

Iskemia (serupa AKI prarenal)

Toksin

Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,

pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,


hemolisis,

asam urat, oksalat, mieloma)


29

IV. Nefritis interstitial


-

Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi


(bakteri,

viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),

idiopatik

V. Obstruksi dan deposisi intratubular


-

Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,


sulfonamida

AKI pascarenal

VI. Rejeksi alograf ginjal


I. Obstruksi ureter
-

Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi


eksternal

II. Obstruksi leher kandung kemih


-

Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu,


keganasan, darah

III. Obstruksi uretra


-

Striktur, katup kongenital, fimosis

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan
UO dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan
penggunaan OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous
pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati
kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI
renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak
30

memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis
penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin,
hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan
gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis
akut, atau hipertensi maligna.
AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau
suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung
kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan
obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun
iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong
adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom
(Robert Sinto, 2010).
Post Renal :
1. Striktur uretra
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat
terbentuknya

jaringan

fibrotik pada

dinding

uretra.

Striktur

uretra

menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang


mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari
tubuh.Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak
komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal. ( Basuki, 2011)
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaituderajat:1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang
dari 1/3 diameter lumen uretra2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai

31

dengan diameter lumen uretra3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari
diameter lumen uretra.(Basuki, 2011)
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni
kecil dan bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti
frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin yangmenetes, kadang-kadang
dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih
lanjutnya adalah retensi urine.(Rochani,1995)
2. BPH
BPH adalah hiperplasia kelenjar periuretralyang mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Ada
juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat prostat 20 gram.
(Mulyono, 1995)

Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi:


a . G e j a l a

o b s t r u k t i f

y a n g

b e r u p a

perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih


kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency)
menetes pada akhir miksi ( terminal dribling)
harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency)
rasa belum puas sehabis miksi

b . G e j a l a

i r i t a t i f

nokturia

miksi bertambah ( Frequency)

miksi sulit ditahan (urgensi)

nyeri pada waktu miksi (disuria)

32

Sindrom obstruksi biasanya lebih disebabkan karena prostat


d e n g a n volume besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi maka akan
terjadi retensiurin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine
di dalam vesika. Halini menyebabkan rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika keadaan ini berlanjut, p e n d e r i t a t i d a k m a m p u l a g i m i k s i .
S u a t u s a a t v e s i k a t i d a k m a m p u l a g i menampung urin sehingga
tekanan intravesika akan naik dan bila lebih tinggi darit e k a n a n s f i n c t e r a k a n
t e r j a d i i n k o n t i n e n s i a p a r a d o k s . R e t e n s i k r o n i s d a p a t menyebabkan
terjadinya refluks vesikouretral dan menyebabkan dilatasi ureter.dan
sistem

pelvikokalikes

ginjal

dan

akibat

tekanan

intravesikal

yang

diteruskank e u r e t e r d a n g i n j a l m a k a g i n j a l a k a n r u s a k d a n t e r j a d i
g a g a l g i n j a l . P r o s e s kerusakan ginjal dapat dipercepat apabila ada
infeksi. Karena penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi maka tekanan
intra abdominal dapat meningkat dan menimbulkan hernia dan hemoroid. Oleh
karena selalu terdapat sisa kencing di dalam vesika maka dapat terbentuk batu
endapan dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Di
samping pembentukan batu retensi kronis dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis
dan apabila terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefritis (Mansjoer, 2000)
3. Batu saluran kemih
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan
keadaan lain yang masih belum terungkap (ideopatik) (Basuki,2011)
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada posisi atau letak batu,
besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang sering dirasakan pasien
adalah nyeri pinggang. Nyeri bisa kolik atau bukan kolik. Batu yang terletak di

33

sebelah ureter, dirasakan oleh pasien ketika saat kencing atau sering kencing, batu
dengan ukuran kecil bisa keluar spontan. (Basuki,2011)
2.3.3 Gejala Anuria
Anuria sendiri adalah gejala, bukan penyakit. Hal ini sering dikaitkan
dengan gejala lain dari kegagalan ginjal, seperti kurangnya nafsu makan, mual,
lemah, dan muntah. Ini adalah sebagian besar hasil dari penumpukan racun dalam
darah yang biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal yang sehat.
Tanda dan gejala anuria :
-

Bengkak
Uremia (Mual, muntah, sakit kepala,pusing, penglihatan kabur)
Nyeri pada pinggang

2.3.4 Patofisiologi Anuria


Pre-renal
Anuria yang terjadi di prerenal adalah respon fungsional dari ginjal normal
terhadap hipoperfusi. Penurunan volume darah memicu respon sistemik yang
bertujuan untuk menormalisasi volume cairan dalam pembuluh darah dengan cara
mengurangi GFR. Aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin
menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah di ginjal dan menghasilkan penurunan
GFR.

34

Gbr 16 . Mekanisme penurunan GFR


Patogenesis anuria pre-renal
Tahap awal dari oliguria pre-renal merupakan kompensasi dari perfusi ke
ginjal yang berkurang. Dalam tahap ini yang terjadi adalah auto-regulasi dari ginjal
yang mempertahankan GFR melalui dilatasi arteriolar afferen (melalui respon
myogenik, feedback tubuloglomerular) dan konstriksi arteriol efferen (melalui
Angiotensin II).

Gbr 17 . Mekanisme kompensasi untuk mencegah turunnya GFR


Pada tahap awal ini juga termasuk peningkatan reabsorpsi garam dan air di
tubulus (distimulasi oleh sistem RAA dan sistem saraf simpatis). Biasanya oliguria
35

pre-renal ini bersifat reversibel apabila perfusi ke ginjal segera diperbaiki. Namun,
hipoperfusi ginjal yang berkelanjutan bisa menghasilkan peralihan dari mekanisme
kompensasi ke dekompensasi.
Di fase dekompensasi ini terjadi stimulasi berlebihan dari sistem saraf
simpatis dan sistem RAA, yang menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah di
ginjal dan bisa menyebabkan iskemi pada jaringan ginjal. Konsumsi obat-obatan
yang bersifat vasokonstriktor dan inhibitor sintesis prostaglandin dapat menyebabkan
oliguria karena penurunan perfusi ginjal.
Intra-renal
Anuria yang disebakan di intra-renal lebih berhubungan dengan adanya
kerusakan struktural ginjal. Yang termasuk kerusakan struktural misalnya penyakit
glomerulus primer, acute tubular necrosis atau lesi vaskuler.
Patofisiologi dari iskemik karena penyakit acute tubular necrosis sudah
banyak dipelajari. Iskemia yang terjadi pada sel tubulus mempengaruhi metabolisme
sel dan sel-sel tubulus mati yang mengakibatkan deskuamasi sel, pembentukan cast ,
obstruksi intratubular, aliran balik cairan tubular, dan oliguria.

36

Gbr 18 . Mekanisme anuria pada acute tubular necrosis


Pada kebanyakan kasus klinis, oligurianya juga bersifat reversibel dan
berhubungan dengan perbaikan dan regenerasi sel epitel tubulus.
Pasca-renal
Anuria yang disebabkan oleh gangguan pasca ginjal merupakan konsekuensi
dari obstruksi mekanik atau fungsional terhadap aliran urin. Obstruksi bisa terjadi di
bagian atas saluran kemih (pelvis, ureter) ataupun bagian bawah (vesika urinaria
sampai keluar tubuh). Bentuk oliguria dari masalah ini biasanya diperbaiki dengan
menghilangkan obstruksi.
2.3.5 Gambaran Klinis
Anamnesis :
-

Keluhan tidak keluar kencing atau kencing hanya sedikit


Nyeri di daerang pinggang atau kolik
Riwayat kehilangan cairan, asupan cairan berkurang atau riwayat penyakit
jantung.

Pemeriksaan Fisik :

37

Palpasi bimanual atau perkusi di daerah pinggang adanya nyeri atau massa
akibat adanya Hidronefrosis atau pielonefrosis.

Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
-

Darah rutin
Urinalisis
Elektrolit
Blood urea nitrogen (BUN)

Radiologi :
-

Foto polos
USG Abdomen
CT scan
MRI

2.3.6 Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari gejala ini. Yang
paling mudah diobati penyebabnya adalah obstruksi aliran urin, yang sering
diselesaikan dengan penyisipan kateter urin ke dalam kandung kemih.
Manitol adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan jumlah air yang
dikeluarkan dari darah dan dengan demikian meningkatkan aliran darah ke ginjal.
Namun, manitol merupakan kontraindikasi pada anuria sekunder untuk penyakit
ginjal, dehidrasi berat, perdarahan intrakranial (kecuali selama kraniotomi), kongesti
paru yang parah, atau edema paru. Dekstrosa dan Dobutamine yang keduanya
digunakan untuk meningkatkan aliran darah ke ginjal dan bertindak dalam 30 sampai
60 menit.
1. Syok hipovolemik

38

Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat


berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input
cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk
air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan
keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan
gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan
merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan
umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian
cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah
utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan
memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil
darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila
perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang
membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang
terbaik adalah tranfusi darah. Resusitasi cairan yang cepat merupakan
landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan
harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus
harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit
atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia
adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka
bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis
akuta.
2. Gagal ginjal akut
39

Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,


mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya

sembuh

mengidentifikasi

secara

pasien

spontan.

beresiko

Prinsip

GGA,

pengeloaannya

mengatasi

penyebab

dengan
GGA,

mempertahankan homeostasis, keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah


komplikasi metabolik seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia,
mengevaluasi status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu
mengevaluasi obat-obat yang dipakai. (syakieb, 2005)
Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya
dalam ruang lingkup perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya
yang berat seperti sepsis, gagal jantung dan usia lanjut, dianjurkan untuk
inisiasi dialisis dini. Dialisis bermanfaat untuk koreksi akibat metabolik akibat
GGA. Dengan dialisis dapat diberikan cairan/ antibiotik. GGA post renal
memerlukan tindakan cepat dengan ahli urologi misalnya pembuatan
nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan
yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostat.
(syakieb, 2005)
3. Batu saluran kemih
batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil
karena sesuatu indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan dengan cara
40

medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL melalui tindakan endourologi,


bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka (Basuki, 2011)
4. Striktur uretra
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah :
- Businasi ( dilatasi ) dengan busi logam yang dilakukan secara hati hati.
Tidakan yang kasar akan tambah merusak uretra sehingga menimbulkan luka
-

baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat.
Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatriks urera dengan pisau otis atau

dengan pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total,
Uretrotomi externa : adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan
jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra

yang masih sehat. (Basuki, 2011)


5. Benigna Prostat Hiperplasia
Penyelesaian masalah hiperplasia prostat jangka panjang yang paling
baik adalah pembedahan, karena pemberian obat- obatan atau terapi non
invasif lainnya membutuhkan waktu yang lama untuk melihat hasil terapi.
Pembedahan terbuka : prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua
yang masih banyak dikerjakan saat ini., paling invasif, dan paling efisien
sebagai terapi BPH. Pembedahan endoneurologi : TURP, elektrovaporasi
prostat, dan laser prstatektomi. (Basuki, 2011)

Daftar Pustaka
41

Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11th ed. Jakarta:
EGC.
Ocallaghan, Chris et al. 2009. At a Glance Sistem Ginjal 2nd ed. Jakarta : Erlangga.
Price S., Wilson L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi
6. Jakarta: EGC.
Tjokroprawiro, Askandar et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya :
Airlangga Univesity Press.
Puguh, Kuncoro. Ginjal. Diunduh dari http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=fisiologi+ginjal&source=web&cd=32&ved=0CCsQFjABOB
4&url=http%3A%2F%2Fwww.fkh.unair.ac.id%2Fmateri%2FBAHAN
%2520AJAR%2520FISIOLOGI%2520VETERINER
%2FGINJALwarnaanimal2010.ppt&ei=ePE1T5fOGcOYiAfssemiAg&usg=
AFQjCNF4jElFhDI2GZCH5j8JERx5pnk7vg&cad=rja.
Anonim. Fisiologi Ginjal. Diunduh Dari http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=fisiologi-ginjalfix2.pptx&source=web&cd=5&ved=0CDcQFjAE&url=http%3A%2F
%2Fkelasfapetc2010.files.wordpress.com%2F2011%2F03%2Ffisiologiginjalfix2.pptx&ei=W_I1T5mBKaqtiQe77KmAAg&usg=AFQjCNEWszYpKLP4
Uh0qEyr6VG9xfJIHRg&cad=rja.

42

Anonim. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan. Diunduh Dari


http://www.mukhlasin212.files.wordpress.com/2010/03/anfisperkemihan.ppt.
Anonim. 76132504-Lap-Skenario-Urinari.docx. Diunduh Dari
http://www.scribd.com/doc/76132504/5/Anatomi-Fisiologi-Ginjal.

43

Anda mungkin juga menyukai