Anda di halaman 1dari 38

 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)


(No. ICD-X: J44.1)

1.  Pengertian Penyakit yag ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara kronis
(Definisi) dan perubahan patologis pada paru-paru, beberapa memiliki efek
ekstra pulmonal. Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan
respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel berbahaya atau
gas.
Eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya sesak napas, kadang
disertai mengi, bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum
dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah warna.
2.  Anamnesis    Sesak napas yang memberat dengan aktivitas
   Batuk kronis dengan sputum produktif
   Terdapat faktor risiko ( perokok aktif atau pasif, tinggal di
daerah berpolusi)
3.  Pemeriksaan    Laju napas meningkat >20x/menit, bila sesak napas berat :
Fisik sianosis (hipoksia berat)


  Retraksi interkostal
   Barrel chest : meningkatnya diameter anteroposterior ( tanda
hiperinflasi), diafragma letak rendah
   Suara napas melemah, dapat ditemukan rhonki dan wheezing
   Suara jantung melemah.
4.  Kriteria diagnosis Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik

5.  Diagnosis Kerja PPOK /PPOK Eksaserbasi Akut

6.  Diagnosis   Asma bronkiale


Banding 
  Bronkiektasis

1
 

  Gagal jantung kongestif


7.  Pemeriksaan    Uji spirometri (standard baku)
Penunjang   Volume Ekspirasi Paksa (VEP)1/Kapasitas Vital Paru
(KVP) atau FEV1/FVC <70%.
  Meningkatnya kapasitas total paru-paru, kapasitas
residual fungsional, dan volume residual.
   Roentgen Thorax : paru hiperinflasi, diafragma mendatar.
   Analisis gas darah
   Level serum a1 antitripsin sesuai indikasi
8.  Tata Laksana Pada PPOK Stabil
Terapi non medikamentosa
   Berhenti merokok
   Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial.
   Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK
stadium IV
    Nutrisi
   Pembedahan

Terapi medikamentosa
   Bronkodilator

  Secara inhalasi (MDI/metered


(MDI/metered dose inhalation)
inhalation)
  Rutin (bila gejala menetap, kapasitas fungsional rendah

atau sering kambuh sesak) atau hanya bila diperlukan


(kapasitas fungsional baik dan kambuh kurang dari 2
kali/tahun)
  3 golongan:
-  Agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol,
terbutalin, formoterol, salmeterol.
-  Antikolinergik : ipratropium bromid, oksitropium

2
 

 bromid
-  Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi
agonis b-2 dan steroid belum memuaskan
  Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada
meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
  Steroid, pada :
  PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
  PPOK dengan golongan C dan D
  Eksaserbasi Akut
  Obat-obat tambahan lain
  Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol,
karbosistein, gliserol iodida
  Antioksidan : N-asetil-sistein

  Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak


ruting
  Antitusif: tidak rutin
  Vaksinasi : influenza, pneumokok.

Pada PPOK Eksaserbasi Akut


  Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi

mask. 
  Bronkodilator: inhalasi agonis b-2 (dosis dan frekuensi

ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat


be rat :
+ aminofilin (0,5 mg/kg/jam) 
  Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroid

intravena: pada keadaan berat. 


  Antibiotika terhadap S pneumoniae, H influenzae, M

catarrhalis. 
  Ventilasi mekanik pada : gagal napas akut atau kronik

dengan PaCO2>45 mmHg.

3
 

9.  Penyulit   Bronkitis akut


  Pneumonia
  Tromboemboli pulmo
  Gagal jantung kanan
  Kor pulmonal
  Hipertensi pulmonal
  Gagal napas kronik
  Pneumotoraks spontan
10. Tenaga Standar Dokter spesialis penyakit dalam

11. Lama Perawatan 2-4 minggu

12. Masa Pemulihan 2 minggu

13. Indikator   Sembuh parsial


(Outcome) 
  Komplikasi
  Meninggal
14. Unit terkait Patologi Klinik, kardiologi, radiologi, anestesi/ICU

15. Referensi    Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Dalam: Alwi I, Salim


S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan
Praktik Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015.
 p. 746-53.

4
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT


(No. ICD-X: J.18)

1.  Pengertian Peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
(Definisi) terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidas jaringan paru dan pertukaran gas setempat.
Pneumonia dikelompokkan menjadi:
1.  Pneumonia didapat di masyarakat atau Community-Acquired
 Pneumonia (CAP) : Pneumonia pada individu yang menjadi

sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam sejak masuk rumah
sakit.
2.  Pneumonia didapat di rumah sakit atau  Hospital-Acquire
 Pneumonia (HAP),
3.  Pneumonia terkait pelayanan kesehatan atau  Health Care
 Associated Pneumonia (HCAP)
4.  Pneumonia karena pemakaian ventilator atau Ventilator-
 Associated Pneumonia (VAP).
2.  Anamnesis   Demam
  Fatique, malaise
  Sakit kepala, mialgia, atralgia
  Batuk produktif/tidak produktif dengan sputum purulen, bisa
disertai darah
  Sesak napas
   Nyeri dada
3.  Pemeriksaan    Demam
Fisik    Sesak napas (berbicara dengan kalimat terpenggal)

5
 

   Perkusi paru pekak


   Rhonki nyaring
   Suara napas bronkial
4.  Kriteria Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis
5.  Diagnosis Kerja Community Aquired Pneumonia (CAP)/ Pneumonia Didapat Di
Masyarakat
6.  Diagnosis   Bronkitis akut
Banding   Bronkitis kronis eksaserbasi akut
  Gagal jantung
  Emboli paru
  Pneumonitis radiasi
7.  Pemeriksaan    Rontgen thoraks
Penunjang    Pulse oxymetry
   Laboratorium rutin : DPL, Hitung jenis, LED/laju endap darah,
glukosa darah, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT
   Analisis gas darah, elektrolit
   Pewarnaan gram sputum

8.  Tata Laksana Tatalaksana Umum


   Rawat Jalan
  Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum
 banyak cairan
   Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
  Ekspektoran/mukolitik
   Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
  Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
  Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk
dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks
  
Rawat inap di RS

6
 

  Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen


dan konsentrasi oksigen inspirasi
  Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK
dengan komplikasi gagal napas dituntun dengan
 pengukuran analisis gas darah berkala\
  Cairan: bila perlu dengan ciaran intravena
   Nutrisi

   Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol


  Ekspektoran/mukolitik
  Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan
 perbaikan yang memuaskan.
Tatalaksana Antibiotika
  Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin,

 berdasarkan perkiraan etiologi yang menyebabkan CAP pada


kelompok pasien tertentu. (lihat tabel 1 dan 2)
  Terapi antibiotik diberikan selama 5 hari
  Syarat untuk alih terapi antibiotik intravena ke oral
o ral :
Hemodinamik stabil dan gejala klinis membaik
  Kriteria pasien dipulangkan : klinis stabil, tidak ada masalah
medis aktif, memiliki lingkungan yang sesuai untuk rawat jalan.
  Kriteria klinis stabil : suhu ≤ 37,6, laju nadi ≤ 100x/menit, laju
napas ≤ 24x/menit, tekanan darah sistollik ≥90 mmHg, saturasi
oksigen arteri ≥90% atau PaO2>60 mmHg pada udara ruangan,
ruangan,
dapat memelihara asupan oral, status kesadaran compo
composs mentis.

9.  Penyulit   Gagal napas


  Syok
  Gagal multiorgan
  Koagulopati
  Eksaserbasi penyakit komorbid

7
 

10. Tenaga Standar Dokter spesialis penyakit dalam

11. Indikator    Sembuh
(Outcome)    Komplikasi
   Meninggal

12. Unit terkait Patologi Klinik, radiologi, anestesi/ICU


13. Referensi   Pneumonia Didapat Di Masyarakat. Dalam: Alwi I, Salim S,

Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan Praktik


Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015. p. 774-79.

Tabel 1. Patogen Penyebab CAP menurut Klasifikasi Pasien (ATS 2001) 

Grup I: Grup II
Rawat Jalan, Rawat Jalan,
Tanpa Penyakit Kardiopulmonal, Dengan Penyakit Kardiopulmonal,
Tanpa Faktor Modifikasi  Dan/Atau Faktor Modifikasi. 
-  Streptococcus Pneumoniae -  Streptococcus Pneumoniae (Termasuk
-  Mycoplasma Pneumoniae DRSP).
-  Chlamydia Pneumoniae (tunggal atau -  Mycoplasma Pneumoniae
infeksi campuran). -  Chlamydia Pneumoniae (bakteri + patogen
-  Hemophilus Influenzae. atipik atau virus).
-  Respiratory Viruses -  Hemophilus Influenzae.
   
- Lain-lain: - Enterik gram negatif.
o  Legionella spp. -  Respiratory Viruses
  Mycobacterium tuberculosis.
o -  Lain-lain:
  Fungi endemik,
o o  Moraxella catarrhalis,
o  Legionella spp.
o  Aspirasi (anaerob).
o  Mycobacterium tuberculosis.
o  Fungi endemik,

8
 

Grup III: Grup IV


Rawat Inap Non-ICU  Rawat ICU 
a.  Dengan penyakit kardiopulmonal dan/atau a.  Tanpa risiko infeksi Pseudomonas
faktor modifikasi (termasuk penghuni panti aeruginosa.
 jompo). -  Streptococcus Pneumoniae (Termasuk
-  Streptococcus Pneumoniae (Termasuk DRSP).
DRSP). -  Legionella spp.
-  Hemophilus Influenzae. -  Hemophilus Influenzae.
-  Mycoplasma Pneumoniae -  Enterik gram nefatif.
-  Chlamydia Pneumoniae (bakteri + -  Staphylococcus Aureus
 patogen atipik atau virus). -  Mycoplasma Pneumoniae
-  Enterik gram negatif. -  Respiratory Viruses
-  Aspirasi (Anaerob) -  Lain-lain:

-  Virus o
  Chlamydia Pneumoniae
-  Legionella spp o  Mycobacterium tuberculosis.

-  Lain-lain: o   Fungi endemik,


o  Mycobacterium tuberculosis.
o  Fungi endemik,
o  Pneumocystis carinii.
 b.  Tanpa penyakit kardiopulmonal,  b.  Ada risiko infeksi Pseudomonas
Tanpa faktor modifikasi. Aeruginosa.
-  Streptococcus Pneumoniae -  Semua patogen diatas (IV.a)
-  Hemophilus Influenzae. -  +Pseudomonas aeruginosa
-  Mycoplasma Pneumoniae
-  Chlamydia Pneumoniae
-  Infeksi campuran (bakteri + patogen
atipik)
-  Virus
-  Legionella spp.
-  Lain-lain:

  Mycobacterium tuberculosis.
o

9
 

o   Fungi endemik,
o   Pneumocystis carinii

Tabel 2. Rekomendasi terapi empiris


Grup Karakteristik Antibiotik Pilihan (Kedua pilihan ini Setingkat)
I Rawat jalan, tanpa Makrolid (azithromycin, Doksisiklin
 penyakit kardiopulmonal, clarithromycin, erythromycin)
tanpa faktor modifikasi
II Rawat jalan, Penyakit β-Lactam Oral Fluoroquinolone:
kardiopulmonal (+) Cefpodoxime, Antipneumococcus.
Dan/atau Cefuroxime,
Faktor Modifikasi (+) Amoxcillin dosis tinggi.
Amoxicillin/ clavunulat.
Atau Parenteral:
Ceftriaxone, diikuti
Cefpodoxime oral,
Dikombinasi dengan:
Makrolid atau Doxycycline.
III A Rawat Inap, Penyakit β-Lactam IV Fluoroquinolone:
kardiopulmonal (+) Cefotaxime, Antipneumococcus IV.

Dan/atau Ceftriaxone,
Faktor Modifikasi (+) Ampicillin/ sulbactam,
Ampicillin dosis tinggi.
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV atau oral
Doxycycline.
IIIB Rawat Inap, Penyakit Azithromycin IV Fluoroquinolone:
kardiopulmonal (-) Atau: Antipneumococcus.
Faktor Modifikasi (-) Doxycycline dan β-
β- Lactam

10
 

IV A Rawat ICU β-Lactam IV


Tanpa Resiko Ps. Cefotaxime,
Aeruginosa Ceftriaxone,
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV (Azithromycin)
atau Fluoroquinolone IV.
IVB Rawat ICU β-Lactam antipseduomonas IV β-Lactam
Dengan Resiko Ps. tertentu antipseduomonas IV
Aeruginosa. Cefepime tertentu
Imipenem Cefepime
Meropenem Imipenem
Piperacillin/tazobactam Meropenem
Dikombinasi dengan: Piperacillin/tazobactam

Quinolone antipseduomonas IV Dikombinasi dengan:


Ciprofloxacin Aminoglikosida IV
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV
(Azithromycin) atau
Fluoroquinolone non-
 pseduomonas IV

11
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

GANGGUAN GINJAL AKUT


(No. ICD-X: N17)

1.  Pengertian Gangguan Ginjal Akut ( Acute


 Acute Kidney Injury /AKI)
Injury /AKI) merupakan kelainan
(Definisi) ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam yang diketahui melalui
 pemeriksaan darah, urine, jaringan, atau radiologis.

2.  Anamnesis   Suspek pre-renal azotemia: muntah, diare, poliuria akibat glikosuria,
riwayat konsumsi obat termasuk diuretik, anti inflamasi non steroid,
 Angiotensin converting enzyme (ACE)
enzyme (ACE) inhibitors
 inhibitors,, dan Angiotensin
dan Angiotensin
receptor blocker  (ARB)
 (ARB)
  Kolik pinggang yang menjalar ke daerah genital  sugestif obstruksi
ureter
  Sering kencing di malam hari (nokturia) dan gangguan berkemih
lain; dapat muncul pada penyakit prostat.
  Riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau keganasan pelvis atau
 paraaorta  suspek post renal

3.  Pemeriksaan 
  Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena jugularis menurun,
Fisik turgor kulit menurun, dan membran mukosa kering.
   Perut kembung dan nyeri suprapubik  pembesaran kandung kemih
   AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru, atau sinusitis  

sugestif vaskulitis sistemik


   Reaksi idionsinkrasi (demam, artralgia, rash kemerahan yang gatal)
 suspek nefritis interstitial alergi
   Tanda iskemik pada ekstremitas bawah positif   suspek

rhabdomiolisis

12
 

4.  Kriteria Kriteria Diagnosis AKI menurut the Intenational Kidney Disease:
Diagnosis  Improving Global Outcomes (KDIGO) sebagai berikut:
  Peningkatan serum keratinin (SCr) > 0.3 mg/Dl dalam 48 jam; atau
  Peningkatan SCr > 1.5 x baseline
baseline yang
 yang terjadi atau diasumsikan terjadi
dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya; atau
  Volume Urine < 0.5 mL /kgBB/ jam selama > 6 jam

Tabel Stadium AKI Berdasarkan Derajat Keparahannya

5.  Diagnosis  Acute Kidney Injury (AKI)/Gangguan


Injury (AKI)/Gangguan Ginjal Akut (GGA)
Kerja
6.  Diagnosis   Chronic Kidney Disease (CKD)/Gagal
Disease (CKD)/Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Banding
7.  Pemeriksaan   Laboratorium: darah perifer lengkap, urinalisis, sedimen urin,

Penunjang serum ureum, kreatinin, asam urat, kreatinin kinase, elektrolit,


lactate dehydroginase (LDH), blood urea nitrogen (BUN),
antinuclear antibodies (ANAs), antineutrophilic cytoplasmic
antibodies (ANCAs), antiglomerular basement membrane
antibodies (AGBM), dan cryoglobulins
  Radiologi: USG ginjal dan traktur urinarius, CT Scan, pielografi
antegrad atau retrograd, MRI
  Biopsi ginjal

13
 

8.  Tata Laksana 1.  Asupan Nutrisi


  Pemberian nutrisi enteral lebih disukai
  Target total asupan kalori per hari: 20-30 kkal/kgBB pada semua
stadium
  Hindari restriksi protein
  Kebutuhan protein per hari:
-  AKI non katabolik tanpa dialisis: 0.8 – 
0.8  –  1
 1 g/kgBB
-  AKI dalam terapi penggantian ginjal (TPG): 1-1.5 g/kgBB
-  AKI hiperkatabolik dengan TPG Kontinu: s/d maksimal 1.7
g/kgBB
2.  Asupan Cairan dan terapi farmakologis
  Tentukan status hidrasi pasien, bila tidak ada syok
s yok hemoragik
infus kristaloid isotonik

  Pada pasien dengan syok vasomotor berikan vasopressor dengan
cairan IV
  Pada seting perioperatif atau syok sepsis, tatalaksana gangguan
hemodinamik dan oksigenasi sesuai protokol
  Pada pasien sakit berat berikan terapi insulin dengan target
glukosa plasma 110-149 mg/dL
  Diuretik hanya diberikan pada keadaan volume overload
  Tidak dianjurkan: dopamin dosis rendah, atrial natriuretic peptide

(ANP), recombinant human (rh) IGF-1


3.  Intervensi dialisis
  Indikasi Dialisis:
-  Terapi yang sudah diberikan tidak mampu mengontrol volume
overload, hiperkalemia, asidosis, ingesti zat toksik
-  Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi periakrdial,
ensefalopati, uremic bleeding
  Inisisasi dialisis secepatnya pada keadaan gangguan cairan,
elektrolit, keseimbangan asam basa yang mengancam nyawa

14
 

  Pertimbangkan kondisi klinis lain yang dapat dimodifikasi


dimod ifikasi melalui
dialisis (tidak hanya ratio BUN : kreatinin saja)
  Gangguan ginjal akut stadium III
  Diskontinu dialisis bila tidak lagi dibutuhkan (fungsi intrinsik
ginjal telah pulih) atau dialisis tidak lagi memenuhi tujuan terapi.
9.  Penyulit Gangguan asam basa dan elektrolit, uremia, infeksi, perdarahan,
(Komplikasi) komplikasi pada jantung, malnutrisi.

10. Tenaga Dokter spesialis penyakit dalam


Standar
11. Indikator   Sembuh
(Outcome)   Sembuh parsial
  Komplikasi


  Meninggal
12. Unit terkait Unit hemodialisis, ICU

13. Referensi    Gangguan Ginjal Akut. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R,


Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan Praktik Klinis
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015. p. 379-87.

15
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

KRISIS HIPERTENSI
(No. ICD-X: )

1.  Pengertian Sejumlah kondisi kelainan klinis dengan atau tanpa kelainan organ lain,
(Definisi) yang disebabkan hipertensi arterial.

2.  Anamnesis    Pusing, kepala berat


   Cepat lelah
   Sesak napas
    Nyeri dada
   Berdebar-debar
   Tanpa keluhan
   Kelemahan atau kelumpuhan sebagian atau seluruh anggota tubuh
3.  Pemeriksaan TD sistolik ≥180 mmHg dan atau TD diastolik ≥110
≥1 10 mmHg.
Fisik
4.  Kriteria    Pemeriksaan fisik : sesuai criteria JNC VII
Diagnosis    Foto toraks : kardiomegali
   ECG : LVH, perubahan segmen ST
   Echocardiography: LVH, disfungsi diastolik ± sistolik
5.  Diagnosis Krisis hipertensi (urgensi/emergensi)
Kerja
6.  Diagnosis    Cephalgia
Banding    Anxietas
   CKD
   Sindrom koroner akut
   CVD

16
 

7.  Pemeriksaan   EKG


Penunjang   Foto polos dada


  Ekokardiografi

  Laboratorium : hb, ht, leuko, creatinin, ureum, GDS, Natrium,


Kalium, urinalisa, OGTT (bila belum diketahui DM), Thyroid


  USG dan doppler ginjal

  Skrining
 hipertensi sekunder (hiperaldosternism, cushing
syndrome, dll)
  CT scan kepala

8.  Tata Laksana     Nitrat (IV)


   CCB (IV)
   Ace inhibitor/ARB
   Diuretik : tiazid
   Beta blocker
   Calcium channel blocker
   Alfa blocker
   Central blocker
   MRA
   Vasodilator direk
9.  Edukasi    Edukasi jenis penyakit dan perjalanannya
   Edukasi pengobatan
   Edukasi nutrisi /pola hidup
10. Penyulit    Hipertrofi ventrikel kiri
(Komplikasi)    Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal
   Aterosklerosis pembuluh darah
   Retinopati
   Stroke atau TIA
   Infark miokard
   Angina pektoris
   Gagal jantung

17
 

11. Indikator   Terkontrol
(Outcome)   Komplikasi
12. Unit terkait Cardiologi

13. Referensi    JNC 8


  ESC guidelines 2007/2011/2013
   CHEP 2015

18
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI


(No. ICD-X: I 11.0 DAN I 11.9)
HYPERTENSIVE HEART DISEASE WITH HEART FAILURE (I 11.0)
HYPERTENSIVE HEART DISEASE WITHOUT HEART FAILURE (I 11.9)
1.  Pengertian Sejumlah kondisi kelainan klinis atau struktural jantung yang disebabkan
(Definisi) oleh hipertensi arterial

2.  Anamnesis    Pusing, kepala berat


   Cepat lelah
   Berdebar-debar
   Tanpa keluhan
3.  Pemeriksaan TDS 140 - 159 mmHg atau TDD 90-99 mmHg (Std I).
Fisik TDS ≥ 160 mmHg atau TDD ≥ 100 mmHg (Std II) 
II)  

4.  Kriteria    Pemeriksaan fisik : sesuai criteria JNC VII


Diagnosis    Foto toraks : kardiomegali
   ECG : LVH
   ABPM, HBPM

  Echocardiography: LVH, disfungsi diastolik
5.  Diagnosis Penyakit Jantung Hipertensi
Kerja
6.  Diagnosis   Cephalgia
Banding   Anxietas
  CKD

19
 

7.  Pemeriksaan   EKG


Penunjang   Foto polos dada
  Ekokardiografi
  Laboratorium : hb, ht, leuko, creatinin, ureum, GDS, Natrium,
Kalium, urinalisa, OGTT
  Dopler perifer
  USG ginjal
  Skrining endokrin
  CT scan kepala
8.  Tata Laksana    Ace inhibitor/ARB
   Diuretik : tiazid
   Beta blocker
   Calcium channel blocker
   Alfa blocker
   Central blocker
   MRA
   Vasodilator direk
9.  Edukasi    Edukasi jenis penyakit dan perjalanannya
   Edukasi pengobatan
   Edukasi nutrisi/pola hidup
10. Indikator   Terkontrol
(Outcome)   Komplikasi
11. Unit terkait Cardiologi

12. Referensi    JNC 8
   ESC guidelines 2007/2011/2013
   CHEP 2015

20
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

GAGAL JANTUNG AKUT


(No. ICD-X: I 50)

1.  Pengertian Kondisi mengancam jiwa yang disebabkan oleh perburukan yang cepat
(Definisi) dan mendadak dari tanda dan gejala gagal jantung. Presentasi dapat
 berupa gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali (de novo) atau
gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang
sebelumnya stabil.
2.  Anamnesis   Sindroma koroner akut

  Takiaritmia (contoh: fibrilasi atrium, takikardia ventrikel)
  Krisis hipertensi
  Infeksi (contoh : pneumonia, endokarditis infektif, sepsis)
  Ketidakpatuhan restriksi garam/cairan ataupun berobat
  Bradiaritmia
  Substansi toksik (alkohol, obat-obatan terlarang)
  Obat-obatan (NSAIDs, kortikosteroid, inotropik negatif, kemoterapi
yang bersifat kardiotoksik)


  Eksaserbasi akut PPOK
  Emboli Paru
  Komplikasi bedah dan perioperatif
  Peningkatan tonus simpatis, kardiomiopati terkait stress
  Gangguan metabolik/hormonal (disfungsi tiroid, ketosis DM,
disfungsi adrenal, kehamilan dan masalah peripartum)
  Gangguan serebrovaskular
  Komplikasi mekanik akut seperti ruptur dinding ventrikel, defek

septum ventrikel atau mitral regurgitasi akut pada sindroma koroner

21
 

akut; trauma dinding dada; gangguan katup akibat endokarditis;


diseksi aorta atau trombosis.
3.  Pemeriksaan Tanda kongesti:
Fisik   Kongesti/rhonki paru

  Orthopnea/paroxysmal nocturnal dyspnea


  Edema perifer (bilateral)


  Dilatasi vena jugularis


  Hepatomegali

  Kongesti usus, asites


  Refluks hepatojugular

Tanda hipoperfusi
  Akral dingin 

  Oliguria 

  Konfusi mental 

  Pusing, tekanan nadi sempit 


Profil hemodinamik
  Hangat-kering : tanda hipoperfusi (-), kongesti (-)

  Hangat-basah : tanda hipoperfusi (-), kongesti (+)


  Dingin-basah : tanda hipoperfusi (+), kongesti (+)


  Dingin- kering : tanda hipoperfusi (+), kongesti (-)


4.  Kriteria Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik


Diagnosis
5.  Diagnosis Gagal Jantung
Kerja
6.  Diagnosis   Pneumonia
Banding   Asma bronkial akut
  PPOK eksaserbasi akut

22
 

7.  Pemeriksaan   EKG


Penunjang   Foto polos dada
  Ekokardiografi
  Laboratorium : hb, ht, leuko, creatinin, ureum, GDS, Natrium,
Kalium, CKMB, hsTroponin T, natiruretic peptide, TSH, FT4,
analisa gas darah pada kondisi yang berat
  Pulse oxymetri

8.  Tata Laksana Fase urgent


  Bila terdapat syok kardiogenik, berikan support farmakologis atau
mekanis 
  Bila terdapat gagal napas, berikan support ventilasi berupa
be rupa

oksigen, NIPPV (CPAP, BiPAP), ventilasi mekanik  


  Stabilisasi pasien dan transfer ke ruang ICU  
Fase immediate (60-120 menit)
  Identifikasi etiologi akut dengan singkatan CHAMP
  Acute Coronary Syndrome 
  Hypertension emergency 
  Arrhytmia 
  Acute mechanical cause 
  Pulmonary embolism
Manajemen spesifik sesuai etiologi yang mendasari timbulnya
gagal jantung akut
Fase akut
  Penilaian pasien gagal jantung akut berdasarkan
be rdasarkan profil
hemodinamik (tanda kongesti dan hipoperfusi)  
  Pasien profil hangat-kering tidak perlu mendapatkan terapi
intravena, cukup dengan menyeusaikan dosis terapi oral 
  Pasien profil hangat-basah dengan gejala kongesti dominan dapat
diberikan diuretik dan vasodilator  

23
 

  Furosemid intravena bolus 20-40 mg IV untuk pasien yang tidak


dengan terapi rutin furosemid oral; dosis furosemid minimal sama


dengan dosis oral yang dikonsumsi untuk pasien yang mendapat
terapi rutin atau 2,5 kali dari dosis rutin yang didapat.
did apat. 
  Pasien profil hangat-basah dengan gejala hipertensi dominan dapat

diberikan vasodilator dan diuretik  


   Nitrogliserin infus dimulai
 dimulai dari 5 microgram/menit, bila tekanan
darah sistolik >110mmHg, atau ada kecurigaan SKA
S KA (sindroma
koroner akut) 
  Pasien profil dingin-basah dengan TDS <90 mmHg, diberikan

agen inotropik, vasopressor, dan diuretik setelah perfusi membaik.


Pertimbangkan support mekanik bila tidak respon dengan
medikamentosa 

  Dobutamin mulai dari 5mcg/kgBB/menit bila TDS <90 mmHg  


  Dopamin mulai dari 5 mcg/kgBB/menit bila TDS <80 mmHg 


   Noradrenalin mulai dari 0,02 mcg/kgBB/menit bila TDS <70


mmHg 
  Pasien profil dingin-kering, berikan resusitasi cairan. Dapat

diberikan inotropik jika setelah koreksi cairan masih terdapat


tanda hipoperfusi 
  Captopril mulai dari 6,25 mg bila fase akut telah teratasi 


  Digoksin intravena 0,5 mg bolus dapat ditambahkan bila fibrilasi
atrium respon cepat, bisa diulang tiap 4 jam hingga maksimal 1
mg. 
9.  Edukasi    Kepatuhan terhadap pengobatan
   Pembatasan cairan dan garam
   Pengaturan aktivitas fisik
   Pengendalian faktor risiko
10. Indikator   Terkontrol

 

(Outcome) Komplikasi

24
 

11. Unit terkait Cardiologi, anestesi (ICU)

12. Referensi   Pedoman diagnosis dan tatalaksana gagal jantung ESC 2016


  Pedoman diagnosis dan tatalaksana gagal jantung ACC/AHA 2016

25
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


(No. ICD-X: N39.0)

1.  Pengertian Infeksi Saluran Kemih adalah keadaan adanay infeksi (ada
(Definisi)  perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
 parenkim ginjal sampai ingeksi di kandung kemih dengan jumlah
 bakteriuria yang bermakna. Bakteriuria bermakna adalah bila ditemukan
 pada biakan urin pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 per ml urin
segar (yang diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa
kontaminasi).
ISK sederhana/tak berkomplikasi : tidak terjadi disfungsi struktural
ataupun ginjal
ISK berkomplikasi: berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-
anak, laki-laki, atau hamil.
2.  Anamnesis    ISK bawah : frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri
suprapubik.
   ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah,
hematuria.


3.  Pemeriksaan   Febris
Fisik     Nyeri tekan suprapubik
    Nyeri ketok CVA

4.  Kriteria Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik


Diagnosis
5.  Diagnosis Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Kerja
6.  Diagnosis   Keganasan kandung kemih

26
 

Banding    Nonbacterial cystitis


  Interstitial cystitis
  Pelvic inflammatory disease
  Urethritis
 
Vaginitis
7.  Pemeriksaan   DPL
Penunjang   UL

  Tes resistensi kuman


  Tes Fungsi Ginjal


  Gula darah

  Kultur urin (+) : bakteriuria>10 5/ml urin


  Foto BNO-IVP bila perlu


  USG ginjal bila perlu


8.  Tata Laksana Non farmakologis


  Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik

  Menjaga higiene genitalia eksterna


Farmakologis
  antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada. Bila hasil tes

resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan


Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi
Antimikroba Dosis Lama Terapi
Trimetropim- 2 x 160 / 800 mg 3 hari
sulfametoksazol
Trimetropim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 1 x 400 mg 5 hari
Salpodoksim prokesil 2 x 100 mg 5 hari
 Nitrofurantoin Makrokristal 4 x 50 mg 7 hari

 Nitrofurantoin mono hidrat 2 x 100 mg 7 hari

27
 

Makrokristal
Amoksisilin / klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

Obat Parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi


Antimikroba Dosis
Sefepim 2x1 gram
Siprofloksasin 2x400 mg
Levofloksasin 1x500 mg
Ofloksasin 2x400 mg
Gentamisin 1x3-5 mg / kgbb
( +ampisilin) 3x1 mg / kgbb
Ampisilin (+Gentamisin) 4x1-2 gram
Tikarsilin- Klavulanat 3x3,2 gram
Piperasilin – 
Piperasilin –  tazobaktam 3x3,375 gram
Imipenem – 
Imipenem –  silastatin 3-4x250 – 
3-4x250 –  500
 500 mg
9.  Penyulit   Batu saluran kemih
(Komplikasi)   Obstruksi saluran kemih
  Sepsis
  Infeksi kuman yang multiresisten
  Gangguan fungsi ginjal
10. Tenaga Dokter spesialis penyakit dalam
Standar
11. Indikator    Sembuh
(Outcome)    Komplikasi
12. Unit terkait Bedah

13. Referensi   Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R,


Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan Praktik Klinis
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015. p. 418-24.

28
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

KRISIS HIPERGLIKEMIA
(No. ICD-X: E10-E14 )

1.  Pengertian Krisis hiperglikemia mencakup ketoasidosis diabetik (KAD) dan status
(Definisi) hiperglikemia hiperosmolar (SHH), terjadi akibat defisiensi insulin dan
 peningkatan hormon counterregulatory (glukagon, katekolamin, kortisol
dan  growth hormone).
hormone). SHH terjadi ketika defisiensi insulin yang relatif
(terhadap kebutuhan insulin) menimbulkan hiperglikemia berat dan
dehidrasi dan akhirnya menyebabkan kondisi hiperosmolar. KAD terjadi
 bila defisiensi insulin yang berat tidak saja menimbulkan hiperglikemia
dan dehidrasi, tapi juga kmengakibatkan produksi keton meningkat serta
asidosis metabolik.
2.  Anamnesis    KAD : mual/muntah, haus/polidipsi, nyeri perut, sesak napas; gejala
g ejala
 berkembang dalam waktu <24 jam. Faktor presipitasi meliputi
riwayat pemberian insulin inadekuat, infeksi (pneumonia, infeksi
saluran kemih, infeksi intraabdominal, sepsis), infark (serebral,
koroner, mesenterika, perifer), obat (kokain), kehamilan.
   SHH: riwayat poliuria, berat badan turun, dan berkurangnya asupan

oral yang terjadi dalam beberapa minggu dan akhirnya terjadi


letargi/koma. Faktor presipitasi meliputi infark miokard, stroke,
sepsis, pneumonia, infeksi berat lainnya, keadaan sepedrti riwayat
stroke sebelumnya atau demensia atau situasi sosial yang
menyebabkan asupan air berkurang.
3.  Pemeriksaan   KAD : takikardia, dehidrasi, hipotensi, takipnea, pernapasan
Fisik Kussmaul, distres pernapasan, napas bau keton, nyeri tekan perut
(menyerupai pankreatitis akut), letargi, koma.
  SHH: dehidrasi, hipotensi, takikardia, perubahan status mental.

29
 

4.  Kriteria
Diagnosis

5.  Diagnosis Ketoasidosis Diabetik


Kerja Status Hiperglikemia Hiperosmolar

6.  Diagnosis    Starvation ketosis, alcoholic ketoacidosis, asidosis laktat,


Banding  penyalahgunaan obat-obatan (salisialt, metanol, etilen glikol,
 paraldehid), akut pada gagal ginjal kronik.
7.  Pemeriksaan   Gula darah
Penunjang   Urinalisa
  Analisis gas darah
  Elektrolit
  Fungsi ginjal
8.  Tata Laksana 1.  Pemberian cairan (algoritma 1)
2.  Terapi insuli (algoritma 2)
3.  Koreksi kalium (algoritma 3)
4.  Bikarbonat
  Jika pH vena <6,9; berikan 100 mmol natrium bikarbonat
dalam 400 ml sterile
ml sterile water ditambah 20 mEq KCl diberikan
selama 2 jam. Jika pH masih <7, ulangi setiap 2 jam sampai
 pH>7. periksa kadar kalium serum setiap 2 jam.
  Jika pH vena ≥6,9: tidak perlu diberikan natrium bikarbonat

5.  Pemantauan : pantau tekanan darah, nadi, napas, status mental,

30
 

asupan cairan dan urin tiap 1-4 jam

9.  Penyulit Renjatan hipovolemik, trombosis vena, perdarahan saluran cerna


c erna atas,
(Komplikasi) sindrom distres pernapasan akut.
Komplikasi pengobatan adalah hipoglikemia, hipokalemia, overload
edema serebral.
10. Tenaga Dokter spesialis penyakit dalam
Standar
11. Lama 7 hari
Perawatan

12. Masa 3 hari
Pemulihan
13. Indikator   Sembuh parsial
(Outcome)   Komplikasi
  Meninggal
14. Unit terkait Anestesi (ICU)

15. Referensi    Krisis Hiperglikemia. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R,


Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan Praktik Klinis
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015. p. 109-14.

31
 

Algoritma 1. Pemberian cairan

Cairan Intravena

Menentukan status hidrasi

Hipovolemia Dehidrasi Renjatan


berat ringan kardiogenik

NaCl 0,9% (1 Evaluasi natrium Observasi


L/hari) serum terkoreksi hemodinamik

Na serum tinggi Na serum normal Na serum rendah

NaCl 0,45% (250-500 ml/jam) NaCl 0,9% (250-


tergantung status hidrasi 500 ml/jam

Jika glukosa serum mencapai 200 mg/dl (KAD) atau 300 mg/dl
m g/dl (SHH),
ganti cairan Dextrose 5% menjadi NaCL 0,45% (150-250 ml/jam)

32
 

Algoritma 2. Terapi insulin

Insulin : reguler

0,1 U/kgBB sebagai


bolus IV

0,1 U/kgBB/jam sebagai


infus insulin kontinu IV

Jika GD tidak turun 50-75 mg/dl, naikkan drip insulin

KAD  SHH

Ketika kadar GD mencapai 200 mg/dl, Ketika kadar GD mencapai 200 mg/dl,
turunkan infus insulin regular menjadi turunkan infus insulin regular menjadi
0,05-0,1 U/kgBB/jam IV. Pertahankan 0,05-0,1 U/kgBB/jam IV. Pertahankan
kadar GD antara 150 dan 200 mg/dl kadar GD antara 200 dan 300 mg/dl
sampai terjadi resolusi KAD. sampai pasien sadar penuh.

Periksa kadar elektrolit, pH vena, kreatinin, dan GD tiap 2 -4 jam sampai pasien
stabil. Setelah terjadi resolusi KAD atau SHH dan ketika paisen mampu untuk
u ntuk
makan, berikan regimen insulin subkutan. Untuk mengganti dari IV ke subkutan,
lanjutkan infus insulin IV selama 1-2 jam stelah insulin
i nsulin subkutan dimulai untuk
mencapai kadar insulin plasma yang adekuat. Pada pasien insulin-naïve, mulail
dengan 0,5 U/kgBB sampai 0,8 U/kgBB per hari dan sesuaikan sesuai kebutuhan.
Cari faktor presipitasi.

33
 

Algoritma 3. Koreksi kalium


Kalium

Periksa fungsi ginjal


(urine output : 50
ml/hari/kgBB

Kalium < 3.0 mEq/L Kalium 3.0 – 5.0 mEq/L Kalium >5.0 mEq/L

Kalium 20-30 mEq/L dalam Jangan berikan kalium.


 Jangan memberikan insulin Periksa kadar kalium
setiap liter cairan intravena
terlebih dahulu
untuk menjaga kadar kalium tiap 2 jam
 Kalium 20-30 mEq/L sampai
kalium >3.0 mEq/L 4-5 mEq/L

34
 

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS

ANEMIA DEFISIENSI BESI


(No. ICD-X: D50.9)

1.  Pengertian Anemia adalah menurunnya kadar hemoglobin (Hb) di bawah normal
(Definisi) yang disebabkan banyak faktor seperti defisiensi besi, asam folat, B12,
hemolitik, aplastik, atau penyakit sistemik kronik.
Anemia defisiensi besi adalah salah satu golongan anemia hipoproliferatif
yang disebabkan karena kelainan metabolisme besi.
2.  Anamnesis   Lemah dan lelah, sakit kepala, light headedness 
headedness 
  Kesemutan, rambut rontok
   Restless leg  
  Angina pektoris pada kasus yang berat
  Gejala khas : glositis, disfagia, pica,
disfagia, pica, koilonychia ( spoon
 spoon nail ) jarang
ditemukan
3.  Pemeriksaan    Tampak lemah dan pucat (anemis), disertai takikardia, adanya
Fisik glositis (lidah berwarna merah dan permukaannya licin), stomatitis,
angular cheilitis, 
cheilitis, koilonychia
koilonychia..
   Perdarahan maupun adanya eksudat pada retina dapat ditemuakn
 pada anemia berat.

  Splenomegali mengindikasikan adanya penyebab defisiensi besi
lainnya.

35
 

4.  Kriteria
Diagnosis

5.  Diagnosis Anemia defisiensi besi


Kerja
6.  Diagnosis Talasemia, anemia sideroblastik, anemia penyakit kronik, dan keracunan
Banding logam berat


7.  Pemeriksaan   DPL: Hb menurun, leukosit menurun, trombosit
Penunjang meningkat/menurun
   Retikulosit : normal atau menurun
   Morfologi eritrosit : mikrositik hipokrom
   Sediaan darah tepi : adanya anisositosis
   Besi serum : menurun
   Feritin serum : hasil bervariasi
   Transferin : meningkat
  
TIBC : meningkat
   Saturasi transferin : menurun
   Aspirasi sumsum tulang : sideroblas menurun atau negatif
8.  Tata Laksana    Tatalaksana diet
  Makan makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
  Makan makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti
daging merah
  Preparat besi oral

36
 

  Preparat besi inorganik mengandung 30-100 mg besi


elemental.
  Dosis 200-300 mg besi elemental per hari harus diabsorbsi
d iabsorbsi
sebanyak 50 mg/hari
  Tujuan terapi tidak hanya memperbaiki anemia tetapi juga
menambah cadangan besi minimal 0,5-1 gram, sehingga
diperlukan terapi selama 6-12 bulan setelah anemia terkoreksi.
  Dosis : 3-4 kali tablet (150 dan 200
20 0 mg) diminum 1 jam
sebelum makan.
  Efek samping: mual, heartburn,
heartburn, konstipasi,
 konstipasi, metalic taste, 
taste, 
 buang air besar hitam.
  Preparat besi parenteral
  Indikasi : malabsorbsi, intoleransi terhadap preparat oral,
dibutuhkan dalam jumlah banyak.
  Dosis besi (mg) = (15-Hb yang diperiksa) x berat badan (kg) x
2,3 + 500 atau 1000 mg (untuk cadangan)
   Iron sucrose:
sucrose: 5 ml (100 mg besi elemental)
elem ental) diberikan secara
intravena tidak melebihi 3x seminggu. Efek samping :
hipotensi, kram, mual, sakit kepala, muntah, diare
   Iron dextran : dosis untuk tes 0,5 ml secara intravena sebelum
terapi dimulai, selanjutnya diberikan 2 ml setiap dosis. Efek

samping : hipotensi, mialgia, sakit kepala, nyeri perut,


pe rut, mual
dan muntah, limfadenopati, efusi pleura, pruritus, urtikaria,
kejang, flushing,
kejang,  flushing, menggigil,
 menggigil, flebitis, dizziness.
dizziness.  
  Transfusi sel darah merah: diberikan jika ada gejala
geja la anemia,
instabilitas kardiovaskular, perdarahan masih berlangsung, dan
membutuhkan intervensi segera.
9.  Penyulit Gangguan jantung (kardiomegali atau gagal jantung), gangguan
(Komplikasi)  pertumbuhan pada anak dan remaja.

10. Tenaga Dokter spesialis penyakit dalam

37
 

Standar

11. Indikator   Sembuh
(Outcome)   Komplikasi
12. Unit terkait Patologi klinik

13. Referensi 
  Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R,
Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan Praktik Klinis
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015. p. 455-60.

38

Anda mungkin juga menyukai