1. Pengertian Penyakit yag ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara kronis
(Definisi) dan perubahan patologis pada paru-paru, beberapa memiliki efek
ekstra pulmonal. Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan
respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel berbahaya atau
gas.
Eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya sesak napas, kadang
disertai mengi, bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum
dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah warna.
2. Anamnesis Sesak napas yang memberat dengan aktivitas
Batuk kronis dengan sputum produktif
Terdapat faktor risiko ( perokok aktif atau pasif, tinggal di
daerah berpolusi)
3. Pemeriksaan Laju napas meningkat >20x/menit, bila sesak napas berat :
Fisik sianosis (hipoksia berat)
Retraksi interkostal
Barrel chest : meningkatnya diameter anteroposterior ( tanda
hiperinflasi), diafragma letak rendah
Suara napas melemah, dapat ditemukan rhonki dan wheezing
Suara jantung melemah.
4. Kriteria diagnosis Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik
1
Terapi medikamentosa
Bronkodilator
2
bromid
- Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi
agonis b-2 dan steroid belum memuaskan
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada
meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
Steroid, pada :
PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
PPOK dengan golongan C dan D
Eksaserbasi Akut
Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol,
karbosistein, gliserol iodida
Antioksidan : N-asetil-sistein
mask.
Bronkodilator: inhalasi agonis b-2 (dosis dan frekuensi
catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada : gagal napas akut atau kronik
3
4
1. Pengertian Peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
(Definisi) terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidas jaringan paru dan pertukaran gas setempat.
Pneumonia dikelompokkan menjadi:
1. Pneumonia didapat di masyarakat atau Community-Acquired
Pneumonia (CAP) : Pneumonia pada individu yang menjadi
sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam sejak masuk rumah
sakit.
2. Pneumonia didapat di rumah sakit atau Hospital-Acquire
Pneumonia (HAP),
3. Pneumonia terkait pelayanan kesehatan atau Health Care
Associated Pneumonia (HCAP)
4. Pneumonia karena pemakaian ventilator atau Ventilator-
Associated Pneumonia (VAP).
2. Anamnesis Demam
Fatique, malaise
Sakit kepala, mialgia, atralgia
Batuk produktif/tidak produktif dengan sputum purulen, bisa
disertai darah
Sesak napas
Nyeri dada
3. Pemeriksaan Demam
Fisik Sesak napas (berbicara dengan kalimat terpenggal)
5
6
7
11. Indikator Sembuh
(Outcome) Komplikasi
Meninggal
Grup I: Grup II
Rawat Jalan, Rawat Jalan,
Tanpa Penyakit Kardiopulmonal, Dengan Penyakit Kardiopulmonal,
Tanpa Faktor Modifikasi Dan/Atau Faktor Modifikasi.
- Streptococcus Pneumoniae - Streptococcus Pneumoniae (Termasuk
- Mycoplasma Pneumoniae DRSP).
- Chlamydia Pneumoniae (tunggal atau - Mycoplasma Pneumoniae
infeksi campuran). - Chlamydia Pneumoniae (bakteri + patogen
- Hemophilus Influenzae. atipik atau virus).
- Respiratory Viruses - Hemophilus Influenzae.
- Lain-lain: - Enterik gram negatif.
o Legionella spp. - Respiratory Viruses
Mycobacterium tuberculosis.
o - Lain-lain:
Fungi endemik,
o o Moraxella catarrhalis,
o Legionella spp.
o Aspirasi (anaerob).
o Mycobacterium tuberculosis.
o Fungi endemik,
8
- Virus o
Chlamydia Pneumoniae
- Legionella spp o Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis.
o
9
o Fungi endemik,
o Pneumocystis carinii
Dan/atau Ceftriaxone,
Faktor Modifikasi (+) Ampicillin/ sulbactam,
Ampicillin dosis tinggi.
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV atau oral
Doxycycline.
IIIB Rawat Inap, Penyakit Azithromycin IV Fluoroquinolone:
kardiopulmonal (-) Atau: Antipneumococcus.
Faktor Modifikasi (-) Doxycycline dan β-
β- Lactam
10
11
2. Anamnesis Suspek pre-renal azotemia: muntah, diare, poliuria akibat glikosuria,
riwayat konsumsi obat termasuk diuretik, anti inflamasi non steroid,
Angiotensin converting enzyme (ACE)
enzyme (ACE) inhibitors
inhibitors,, dan Angiotensin
dan Angiotensin
receptor blocker (ARB)
(ARB)
Kolik pinggang yang menjalar ke daerah genital sugestif obstruksi
ureter
Sering kencing di malam hari (nokturia) dan gangguan berkemih
lain; dapat muncul pada penyakit prostat.
Riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau keganasan pelvis atau
paraaorta suspek post renal
3. Pemeriksaan
Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena jugularis menurun,
Fisik turgor kulit menurun, dan membran mukosa kering.
Perut kembung dan nyeri suprapubik pembesaran kandung kemih
AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru, atau sinusitis
rhabdomiolisis
12
4. Kriteria Kriteria Diagnosis AKI menurut the Intenational Kidney Disease:
Diagnosis Improving Global Outcomes (KDIGO) sebagai berikut:
Peningkatan serum keratinin (SCr) > 0.3 mg/Dl dalam 48 jam; atau
Peningkatan SCr > 1.5 x baseline
baseline yang
yang terjadi atau diasumsikan terjadi
dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya; atau
Volume Urine < 0.5 mL /kgBB/ jam selama > 6 jam
13
14
Meninggal
12. Unit terkait Unit hemodialisis, ICU
15
KRISIS HIPERTENSI
(No. ICD-X: )
1. Pengertian Sejumlah kondisi kelainan klinis dengan atau tanpa kelainan organ lain,
(Definisi) yang disebabkan hipertensi arterial.
16
Ekokardiografi
Skrining
hipertensi sekunder (hiperaldosternism, cushing
syndrome, dll)
CT scan kepala
17
11. Indikator Terkontrol
(Outcome) Komplikasi
12. Unit terkait Cardiologi
13. Referensi JNC 8
ESC guidelines 2007/2011/2013
CHEP 2015
18
19
12. Referensi JNC 8
ESC guidelines 2007/2011/2013
CHEP 2015
20
1. Pengertian Kondisi mengancam jiwa yang disebabkan oleh perburukan yang cepat
(Definisi) dan mendadak dari tanda dan gejala gagal jantung. Presentasi dapat
berupa gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali (de novo) atau
gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang
sebelumnya stabil.
2. Anamnesis Sindroma koroner akut
Takiaritmia (contoh: fibrilasi atrium, takikardia ventrikel)
Krisis hipertensi
Infeksi (contoh : pneumonia, endokarditis infektif, sepsis)
Ketidakpatuhan restriksi garam/cairan ataupun berobat
Bradiaritmia
Substansi toksik (alkohol, obat-obatan terlarang)
Obat-obatan (NSAIDs, kortikosteroid, inotropik negatif, kemoterapi
yang bersifat kardiotoksik)
Eksaserbasi akut PPOK
Emboli Paru
Komplikasi bedah dan perioperatif
Peningkatan tonus simpatis, kardiomiopati terkait stress
Gangguan metabolik/hormonal (disfungsi tiroid, ketosis DM,
disfungsi adrenal, kehamilan dan masalah peripartum)
Gangguan serebrovaskular
Komplikasi mekanik akut seperti ruptur dinding ventrikel, defek
21
Hepatomegali
Refluks hepatojugular
Tanda hipoperfusi
Akral dingin
Oliguria
Konfusi mental
Profil hemodinamik
Hangat-kering : tanda hipoperfusi (-), kongesti (-)
22
23
mmHg
Pasien profil dingin-kering, berikan resusitasi cairan. Dapat
Digoksin intravena 0,5 mg bolus dapat ditambahkan bila fibrilasi
atrium respon cepat, bisa diulang tiap 4 jam hingga maksimal 1
mg.
9. Edukasi Kepatuhan terhadap pengobatan
Pembatasan cairan dan garam
Pengaturan aktivitas fisik
Pengendalian faktor risiko
10. Indikator Terkontrol
(Outcome) Komplikasi
24
25
1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih adalah keadaan adanay infeksi (ada
(Definisi) perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai ingeksi di kandung kemih dengan jumlah
bakteriuria yang bermakna. Bakteriuria bermakna adalah bila ditemukan
pada biakan urin pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 per ml urin
segar (yang diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa
kontaminasi).
ISK sederhana/tak berkomplikasi : tidak terjadi disfungsi struktural
ataupun ginjal
ISK berkomplikasi: berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-
anak, laki-laki, atau hamil.
2. Anamnesis ISK bawah : frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri
suprapubik.
ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah,
hematuria.
3. Pemeriksaan Febris
Fisik Nyeri tekan suprapubik
Nyeri ketok CVA
26
Gula darah
Farmakologis
antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada. Bila hasil tes
27
Makrokristal
Amoksisilin / klavulanat 2 x 500 mg 7 hari
28
KRISIS HIPERGLIKEMIA
(No. ICD-X: E10-E14 )
1. Pengertian Krisis hiperglikemia mencakup ketoasidosis diabetik (KAD) dan status
(Definisi) hiperglikemia hiperosmolar (SHH), terjadi akibat defisiensi insulin dan
peningkatan hormon counterregulatory (glukagon, katekolamin, kortisol
dan growth hormone).
hormone). SHH terjadi ketika defisiensi insulin yang relatif
(terhadap kebutuhan insulin) menimbulkan hiperglikemia berat dan
dehidrasi dan akhirnya menyebabkan kondisi hiperosmolar. KAD terjadi
bila defisiensi insulin yang berat tidak saja menimbulkan hiperglikemia
dan dehidrasi, tapi juga kmengakibatkan produksi keton meningkat serta
asidosis metabolik.
2. Anamnesis KAD : mual/muntah, haus/polidipsi, nyeri perut, sesak napas; gejala
g ejala
berkembang dalam waktu <24 jam. Faktor presipitasi meliputi
riwayat pemberian insulin inadekuat, infeksi (pneumonia, infeksi
saluran kemih, infeksi intraabdominal, sepsis), infark (serebral,
koroner, mesenterika, perifer), obat (kokain), kehamilan.
SHH: riwayat poliuria, berat badan turun, dan berkurangnya asupan
29
4. Kriteria
Diagnosis
30
12. Masa 3 hari
Pemulihan
13. Indikator Sembuh parsial
(Outcome) Komplikasi
Meninggal
14. Unit terkait Anestesi (ICU)
31
Cairan Intravena
Jika glukosa serum mencapai 200 mg/dl (KAD) atau 300 mg/dl
m g/dl (SHH),
ganti cairan Dextrose 5% menjadi NaCL 0,45% (150-250 ml/jam)
32
Insulin : reguler
KAD SHH
Ketika kadar GD mencapai 200 mg/dl, Ketika kadar GD mencapai 200 mg/dl,
turunkan infus insulin regular menjadi turunkan infus insulin regular menjadi
0,05-0,1 U/kgBB/jam IV. Pertahankan 0,05-0,1 U/kgBB/jam IV. Pertahankan
kadar GD antara 150 dan 200 mg/dl kadar GD antara 200 dan 300 mg/dl
sampai terjadi resolusi KAD. sampai pasien sadar penuh.
Periksa kadar elektrolit, pH vena, kreatinin, dan GD tiap 2 -4 jam sampai pasien
stabil. Setelah terjadi resolusi KAD atau SHH dan ketika paisen mampu untuk
u ntuk
makan, berikan regimen insulin subkutan. Untuk mengganti dari IV ke subkutan,
lanjutkan infus insulin IV selama 1-2 jam stelah insulin
i nsulin subkutan dimulai untuk
mencapai kadar insulin plasma yang adekuat. Pada pasien insulin-naïve, mulail
dengan 0,5 U/kgBB sampai 0,8 U/kgBB per hari dan sesuaikan sesuai kebutuhan.
Cari faktor presipitasi.
33
Kalium < 3.0 mEq/L Kalium 3.0 – 5.0 mEq/L Kalium >5.0 mEq/L
34
1. Pengertian Anemia adalah menurunnya kadar hemoglobin (Hb) di bawah normal
(Definisi) yang disebabkan banyak faktor seperti defisiensi besi, asam folat, B12,
hemolitik, aplastik, atau penyakit sistemik kronik.
Anemia defisiensi besi adalah salah satu golongan anemia hipoproliferatif
yang disebabkan karena kelainan metabolisme besi.
2. Anamnesis Lemah dan lelah, sakit kepala, light headedness
headedness
Kesemutan, rambut rontok
Restless leg
Angina pektoris pada kasus yang berat
Gejala khas : glositis, disfagia, pica,
disfagia, pica, koilonychia ( spoon
spoon nail ) jarang
ditemukan
3. Pemeriksaan Tampak lemah dan pucat (anemis), disertai takikardia, adanya
Fisik glositis (lidah berwarna merah dan permukaannya licin), stomatitis,
angular cheilitis,
cheilitis, koilonychia
koilonychia..
Perdarahan maupun adanya eksudat pada retina dapat ditemuakn
pada anemia berat.
Splenomegali mengindikasikan adanya penyebab defisiensi besi
lainnya.
35
4. Kriteria
Diagnosis
7. Pemeriksaan DPL: Hb menurun, leukosit menurun, trombosit
Penunjang meningkat/menurun
Retikulosit : normal atau menurun
Morfologi eritrosit : mikrositik hipokrom
Sediaan darah tepi : adanya anisositosis
Besi serum : menurun
Feritin serum : hasil bervariasi
Transferin : meningkat
TIBC : meningkat
Saturasi transferin : menurun
Aspirasi sumsum tulang : sideroblas menurun atau negatif
8. Tata Laksana Tatalaksana diet
Makan makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
Makan makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti
daging merah
Preparat besi oral
36
37
Standar
11. Indikator Sembuh
(Outcome) Komplikasi
12. Unit terkait Patologi klinik
13. Referensi
Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Alwi I, Salim S, Hidayat R,
Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan Praktik Klinis
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015. p. 455-60.
38