Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Nama : Tn.T
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumahan puri taman sari blok C7 No 8C
Agama : Islam
Rumah Sakit : RS. Bhayangkara

I. ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri tiba-tiba pada pergelangan tumit kiri.
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
bermain bola, pada saat pasien tiba tiba ingin berlari kencang. pasien merasa
pergelangan tumit sebelah kiri bagian belakang merasa seperti ada yang memukul,
dan pasien merasa mendengar bunyi ‘krek’ pada pergelangan tumit kaki kiri
pasien. Setelah kejadian tersebut, pasien tidak dapat menggerakkan tumit kirinya.
nyeri hebat yang dirasakan di daerah sekitar pergelangan kaki kiri terutama tumit
belakang. Riwayat DM tidak ada. Riwayat konsumsi obat obat penghilang rasa
nyeri disangkal, riwayat merokok, konsumsi kopi dan alkohol disangkal.

II. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


Kepala : Ekspresi tampak kesakitan. Deformitas tidak ada. Simetris
wajah kiri dan kanan. Rambut hitam, lurus dan sukar dicabut.
Mata : Eksoptalmus/Enoptalmus tidak ada. Gerakan dalam batas
normal. Tekanan bola mata tidak dilakukan pemeriksaan.
Kelopak mata dalam batas normal tidak terdapat udem
palpebra. Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterus.
Kornea jernih, refleks kornea +/+. Pupil: isokor 2,5 mm/2,5
mm.

1
Telinga : Pendengaran dalam batas normal, tidak terdapat otore. Nyeri
tekan di processus mastoideus tidak ada.

Hidung : Perdarahan tidak ada, sekret tidak ada.

Mulut : Bibir kering tidak ada. Tonsil T1-T1 tidak hiperemis. Gigi
geligi tidak terdapat caries dentis. Faring tidak hiperemis.
Perdarahan gusi tidak ada. Lidah kotor tidak ada.

Leher : Kelenjar getah bening tidak terdapat pembesaran. Kelenjar


gondok tidak terdapat pembesaran. DVS R±0 cmH2O,
Pembuluh darah tidak ada kelainan. Kaku kuduk tidak ada.

Dada :

Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan. Retraksi tidak ada. Pembuluh
darah tidak ada kelainan. Buah dada tidak ada kelainan. Sela
iga simetris kiri dan kanan.

Paru :

Palpasi : Fremitus raba kesan normal simetris kiri dan kanan. Nyeri
tekan tidak ada.
Perkusi : Paru kiri sonor. Paru kanan sonor. Batas paru-hepar: ICS VI
kanan. Batas paru belakang kanan CV Th X kanan. Batas paru
belakang kiri CV Th XI kiri.
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler. Bunyi tambahan rhonki dan
wheezing tidak ada.

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas ICS II linea parasternalis dextra, batas kiri
atas ICS II linea midclavicularis sinistra, Batas kanan bawah

2
ICS V linea parasternalis dextra, batas kiri bawah ICS V linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler. Bunyi tambahan bising
tidak ada.
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas. Tidak tampak benjolan atau massa
Palpasi : Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : Tidak ada
Perkusi : Timpani ada, ascites tidak ada
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal

Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan


Anus & rektum: Tidak dilakukan pemeriksaan

Punggung : Simetris kiri dan kanan


Palpasi : Nyeri tidak ada, fremitus raba simetris kiri dan kanan
Nyeri ketok : Tidak ada
Auskultasi : Vesikuler
Gerakan : dalam batas normal
Lain-lain : Tidak ada
Ekstremitas : Tampak edema pada daerah pedis sinistra

III. PEMERIKSAAN FISIK ORTHOPEDI


a. Status Generalis : sakit sedang/gizi baik/compos mentis
Tinggi badan : 165 cm
Berat Badan : 60 kg
IMT : 22,1 kg/m2

3
b. Status Vitalis :
T : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
P : 22 x/menit
S : 36,5⁰C, axilla
c. Status Lokalis
Inspeksi : Pasien tampak pincang dan kesakitan. Eritem (+), edema
daerah tendon Achilles sinistra (+), ada celah pada bagian
tendon Achilles sinistra.
Palpasi : Nyeri tekan (+). terdapat cekungan pada daerah tendon
Achilles sinistra.
Power : Kekuatan otot grade I (Kontraksi Otot yang terjadi hanya
berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui
dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi).
Pergerakan : Plantar Fleksi (-), Dorso fleksi (+).
Sensoris : Sensoris dalam batas normal.
Lainnya : Tes Thompson (+) tidak terjadi plantar fleksi pada
pergelangan kaki kiri

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Rutin
WBC 6,5 x 103/uL 4 - 10 x 103/uL
RBC 4,72 x 106/uL 4–5,5 x 106/uL
HGB 13 g/dL 12 – 17,4 g/dL
HCT 39,0 % 36 – 52 %
MCV 82,7 fl 79 – 96 fl
MCH 27,5 pq 27 – 32 pq
MCHC 33,3 g/dl 32 – 35 g/dl

4
PLT 184 x 103/uL 150 - 400x 103/uL
MPV 7,8 um3 8.00 - 15.0 um3
LYMPH 2,1 1,30 – 4,00
MONO 0,6 0,20 – 1,50
Kimia Darah
SGOT 15 U/L < 38 U/L
SGPT 16 U/L < 41 U/L
Clothing Time 10’30” 3’00” - 15’00”
Blooding Time 2’00” 1’00”- 5’00”
HbsAg Non reactive Non reactive

V. RESUME
Seorang laki-laki masuk rumah sakit dengan nyeri pergelangan kaki kiri tiba-
tiba dan tidak bisa menggerakan pergelangan kaki kiri sejak 3 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada saat pasien ingin berlari
kencang pada saat bermain bola. Pasien mendengar suara ‘krek’ pada pergelangan
kaki kiri pasien. Setelah kejadian tersebut, pasien tidak dapat menggerakkan
pergelangan kaki kirinya pasien kurang pemanasan sebelumnya.. Riwayat
Hipertensi tidak ada. Riwayat DM tidak ada, konsumsi obat penghilang nyeri
disangkal,konsumsi kopi disangkal, merokok disangkal dan konsumsi alkohol
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik: status generalis sakit sedang/gizi
cukup/composmentis. Status vitalis dalam batas normal. Status lokalis : Terdapat
udema pada pedis sinistra. Eritem (+), edema (+), dan celah pada bagian tendon
achilles kiri(+) Nyeri tekan (+). Kekuatan otot grade I (Kontraksi Otot yang
terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan
palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi). Pergerakan Plantar Fleksi (-), Dorso
fleksi (+). Sensoris dalam batas normal. Tes Thompson (+). Pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal.

5
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien ini didiagnosis
sebagai Ruptur tendon Achilles sinistra .

VI. ASSESSMENT
- Ruptur tendon Achilles sinistra

VII. PLANNING
- IVFD ringer laktat 20 tetes/menit
- Anbacin 1 gram/12 jam/IV (skin test)
- Santagesik 1 amp/8 jam/IV
- neurobion/hari
- Operasi Repair Tendon

VIII. PROGNOSIS
• Quad ad Functionam : Dubia ad Bonam
• Quad ad vitam : Dubia ad Bonam
• Quad ad sanationam: Dubia ad Bonam

IX. DISKUSI
Ruptur tendon Achilles ditegakkan atas dasar keluhan utama nyeri tiba tiba
pada pergelanghan kaki kiri. Pasien tidak dapat menggerakkan pergelangan kaki
kirinya.edema dan daerah tendon dan terdapat celah pada daerah tendon Achilles
kiri.
Ruptur tendon Achilles merupakan salah satu gangguan pada tendon Achilles
berupa pecahnya atau terpisahnya serabut tendon yang disebabkan karena trauma
atau karena penggunaan berlebih dari tendon Achilles sehingga tidak dapat
menjalankan fungsinya. Adanya rasa sakit yang sangat hebat dan datang secara
tiba-tiba pada tendo Achilles yang mengakibatkan cacat adalah indikasi dari
putusnya tendo tersebut.

6
Eritem (+), edema pada daerah tungkai dan pedis(+),Nyeri tekan (+). Kekuatan otot
grade I. Pergerakan Plantar Fleksi (-), Dorso fleksi (+). Sensoris dalam batas normal. Tes
Thompson (+).
Pada pemeriksaan fisik pasien rupture tendon, perhatikan pergerakan tumit
dan otot. Apabila pergerakannya lemah atau tidak ada pergerakan maka dicurigai
tendo achilles mengalami ruptur. Beberapa tes yang digunakan untuk diagnosis
ruptur Achilles salah satunya adalah Thompson Test. Thompson test (+) yaitu
tidak terjadi plantar fleksi. Hal ini menandakan bahwa adanya ruptur pada tendo
Achilles.

7
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ruptur tendon achilles merupakan salah satu gangguan pada tendon achilles
yang disebabkan karena trauma atau karena penggunaan berlebih dari tendon
Achilles. Ruptur tendon achilles merupakan pecahnya atau terpisahnya serabut
tendon sehingga tendon achilles tidak dapat lagi menjalankan fungsinya. 1

B. EPIDEMIOLOGI
Tendon paling banyak terjadi pada laki-laki dengan rasio antara laki-laki dan
perempuan kira-kira 10:1. Insiden tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun.
Tujuh puluh tiga persen cedera berhubungan dengan olah raga. Puncak cedera
yang berhubungan dengan olah raga terjadi pada usia rata-rata 53 tahun. 2

C. ETIOLOGI
Etiologi ruptur tendon achilles multifaktorial. Diantaranya terdapat beberapa
bukti perubahan degeneratif, hipoksia degeneratif (nekrotik) pada tendon yang
ruptur. Perubahan degeneratif pada tendon diperkirakan menjadi predisposisi
terjadinya ruptur pada tendon. Pada studi histologi menunjukkan adanya
perubahan degeneratif pada spesimen dari ruptur tendon yang diteliti. 3,4
Umur mengurangi diameter serat kolagen. Perubahan ini disertai tingkat
aktivitas yang tinggi, dan hal ini menjelaskan kenapa puncak kejadian
berhubungan dengan olahraga pada kelompok umur paruh baya. Keausan mekanis
dan kekuatan berlebih (mikrotrauma) menyebabkan kelemahan tendon permanen
dan regenerasi tendon yang tidak lengkap. Mikrotrauma yang berulang juga
merupakan faktor risiko terjadinya ruptur tendon achilles. 1,3,4
Terdapat bukti penggunaan kortikosteroid sistemik dan lokal merupakan
faktor risiko terjadinya ruptur tendo achilles. Terdapat laporan kasus
fluorokuinolon terkait ruptur tendon dan bukti laboratorium tentang efek negatif
fluorokuinolon pada tenosit. Perubahan intraseluler dan berkurangnya diameter
serat kolagen ditemukan pada tikus yang diterapi dengan fluorokuinolon. 3,4

8
Ruptur tendon achilles dapat dikaitkan dengan penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus, gout, lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, dan
hiperparatiroid. 3,4
Teori mekanik disebut sebagai penyebab terutama pada pasien muda dan
sehat. Pada teori ini tendon sehat dapat ruptur oleh karena makrotrauma pada
kondisi fungsi dan anatomi tertentu. Dalam beberapa kasus putusnya tendo
Achilles terjadi pada tendo yang kurang menerima aliran darah. Tendo juga dapat
melemah bergantung pada bertambahnya usia dan juga bisa disebabkan oleh
peningkatan mendadak jumlah tekanan pada tendo Achilles. 1,3,4

D. PATOMEKANISME
Mekanisme cedera yang paling umum pada ruptur tendon Achilles
diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama. Mekanisme pertama, pasien push-off
dengan menumpu pada kaki sementara lutut merenggang. Mekanisme ini terjadi
pada sebagian besar pasien. Mekanisme ini terjadi saat sprint, melompat dan
olahraga raket. Mekanisme kedua pada keadaan pergelangan kaki yang
dorsofleksi secara tiba-tiba dan tak terduga, misalnya saat pasien tergelincir ke
lubang atau jatuh menuruni tangga. Mekanisme ketiga dorsofleksi kaki plantar-
fleksi yang terjadi saat jatuh dari ketinggian. 2,3

E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pasien dengan ruptur tendon achilles memiliki riwayat nyeri sifatnya tiba-tiba
tanpa gejala sebelumnya. Sering dilaporkan pasien merasa seolah-olah telah
dipukul sesuatu dari belakang. Pada kasus tertentu, diagnosis sangat jelas.
Diagnosis berdasarkan klinis adanya celah yang teraba di daerah ruptur selama
minggu pertama disertai kemampuan fleksi plantar di pergelangan kaki tidak ada
atau sangat lemah. Adanya rasa sakit yang sangat hebat dan datang secara tiba-
tiba pada tendo Achilles yang mengakibatkan cacat adalah indikasi dari putusnya
tendo tersebut. Penderita ruptur tendon achilles memiliki gejala atau manifestasi
klinik sebagai rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang

9
pergelangan kaki atau betis, bengkak, kaku dan memar, tumit tidak bisa digerakan
turun naik. 1,3,4

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemerkiksaan fisik, perhatikan pergerakan tumit dan otot. Apabila
pergerakannya lemah atau tidak ada pergerakan maka dicurigai tendo achilles
mengalami rupture.2 Beberapa tes yang digunakan untuk diagnosis ruptur Achilles
antara lain:
a. Thompson Test 4,5
Thompson test dikenal juga sebagai tes Simmond atau Tes Calfsqueeze.
Thompson test (+) pada ruptur tendo Achilles.
- Posisi pasien tengkurap kemudian betis pasien diremas.
- Apabila tendo achilles normal, maka akan terjadi plantar fleksi tendo
Achilles. Namun apabila terjadi ruptur, maka akan ada reaksi minimal
atau sama sekali tidak ada pergerakan.

Thompson Test

b. Matles Test 4
Pada uji Matles, pasien disuruh memfleksikan kedua lutut dan diamati
perubahan posisi kaki. Tes ini positif jika kaki di sisi cedera bergerak
netral atau dorsofleksi.

10
Matles Test
c. Obrien’s Test 4
- Posisi pasien tengkurap, kemudian pada daerah midline 10 cm
proksimal dari calcaneus masukkan jarum berukuran 25.
- Lakukan gerak dorso fleksi secara pasif, apabila gerak jarum seperti
plantar fleksi pertanda bahwa tendo achilles tidak mengalami cedera.
Bila jarum tidak bergerak, menandakan tendo achilles yang mangalami
ruptur.
- Tidak disarankan untuk dilakukan pada pasien dalam keadaan sadar.

d. Copeland Test 4
- Posisi pasien tengkurap, kemudian pada betis dipasang torniket.
- Pergelangan kaki dilakukan dorsofleksi secara pasif.
- Apabila tendo utuh, maka tekanan akan naik sekitar 35-60 mmHg.
Namun bila tendo mengalami ruptur, tekanan hanya naik sedikit atau
tidak.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos Radiografi
Foto polos radiografi menyediakan informasi yang terbatas pada struktur
jaringan lunak. Pemeriksaan radiografi jaringan lunak merupakan
pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk mencari adanya tanda
Kager’s triangle fat pad pada gangguan tendon achilles. Pada foto polos

11
radiografi proyeksi lateral, normalnya, tepi tendon achilles dan fat pad
disekitar pre-achilles (Kager’s triangle fat pad) tampak sebagai gambaran
radiolusen dengan batas tegas terutama di anterior (volar) tepi tendon. 6,7
Pemeriksaan foto polos radiografi ruptur tendon achilles menunjukkan
adanya pembengkakan soft tissue dan pengaburan di daerah Kager’s
triangle fat pad. Namun, selain pada kasus ruptur tendon achilles,
pengaburan Kager’s triangle fat pad tampak pada tendinopati dan
inflamasi/perdarahan di dalam fat pad pre-achilles. Adanya kalsifikasi atau
osifikasi pada tendon Achilles yang terlihat pada foto polos. merupakan
ciri tendinosis kronis atau menunjukkan adanya riwayat ruptur tendon
sebelumnya. Penonjolan di calcaneus merupakan salah satu tanda bursitis
retrocalcanea. 6,7

b. USG
USG membantu membedakan tendinitis, paratendinitis, degenerasi, ruptur
sebagian (parsial) maupun ruptur komplit. 2,6
Ruptur tendon achilles parsial pada pemeriksaan USG khas didapatkan
pembesaran tendon achilles lebih dari 1 cm dan adanya area hipoechoic
atau anechoic lokal intratendinosa dan berkaitan dengan tendinosis
disekitarnya. 6,7

12
Pada ruptur komplet, tendon tampak tak terdeteksi pada daerah yang
mengalami cedera. Ujung robekan tendon tampak terpisah/diskontinyu
disertai perubahan kontur tendon (ekostruktur lusensi) disertai adanya
perdarahan di celah tendon yang mengalami retraksi. Selain itu tampak
adanya bayangan akustik di tepi robekan dan lesi hipoekoik tendinosis
disekitarnya. 6,7
c. MRI
MRI dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis secara akurat.
Pemeriksaan MRI diperlukan untuk membantu ketika diagnosis
meragukan. Sehingga pemeriksaan MRI tidak direkomendasikan untuk
penggunaan rutin. 6,7

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Tendinopati
Tendinopati merupakan kelompok cedera pada tendon achilles yang
masuk pada kelompok noninsersional. Sering klinisi menggunakan istiah
tendinosis atau tendinitis, yang sebenarnya diagnosis tendinitis dan
tendinosis digunakan setelah terdapat pemeriksaan histopatologi.
Tendinopati merupakan kondisi yang menyebabkan nyeri, bengkak,
kekakuan dan kelemahan pada tendon achilles. Histopatologi tendinopati
berhubungan dengan abnormalitas yang sama dengan tendinosis, yang
merepresentasikan suatu degenerasi tendon bukan inflamasi. Tendinosis
didefinisikan sebagai degenerasi intratendon berupa hipoksia, mukoid
atau miksoid, lemak, fibrinoid, kalsifikasi atau gabungan yang disebabkan
karena beberapa penyebab (proses umur, mikrotrauma, gangguan
vaskuler). Insidensinya meningkat seiring meningkatnya aktivitas
kompetisi olahraga dan rekreasi. Lebih banyak terjadi pada atlet lari
dengan kejadian 10 kali lebih banyak. Selain itu sering terjadi pada atlet
olah raga raket, bola voley, dan sepak bola. 1,3
Temuan USG pada tendinopati sulit dibedakan dengan ruptur tendon
achilles parsial. Terdapat 3 grade berdasarkan pemeriksaan USG. Grade 1,

13
tendon normal; grade 2, pembesaran tendon; grade 3, tendon berisi area
hipoekoik. Area hipoekoik dapat berupa nodul, difus, atau multifokal. 6
Tanda khas USG tendinopati achilles adalah penebalan tendon dan adanya
area hipoekoik dengan batas tidak jelas di dalam tendon, dengan atau
tanpa peningkatan vaskuler pada pemeriksaan Doppler. Normalnya
tendon achilles mempunyai tebal 4-7 mm dan tanpa adanya aliran darah
yang terdeteksi. Adanya neovaskularisasi pada tendinopati berhubungan
dengan sakit yang menyangat, fungsi yang jelek, dan gejala yang lama. 6,7
2. Peritendinitis
Peritendinitis oleh banyak penulis disebut sebagai paratenonitis. Adanya
krepitasi di paratenon disebut sebagai "peritendinitis crepitans". Pada
peritendinitis achilles akut tampak adanya reaksi sel inflamasi, edema,
ekstravasasi protein plasma, dan akumulasi fibrin di paratenon. Pada kasus
kronis, ditemukan adanya penebalan paratenon, proliferasi daerah jaringan
ikat, bentukan adesi, dan perubahan obliterasi di pembuluh darah. Nyeri
mungkin terasa di mana saja di sekitar tendon achilles, tetapi paling sering
disepertiga tengah. Sering teraba nodul disekitar tendo achilles pada
peritendinitis kronis disertai penebalan fokal atau difus di jaringan
subkutan. Biasanya peritendinitis timbul bersama dengan tendinosis.
Secara klinis sangat sulit membedakan tendinosis dari paratenonitis
kecuali pada palpasi teraba nodul khas tendinosis akut. 1,2,3
Gambaran USG peritendinitis adalah tampak struktur intratendinosa
sedikit berubah dengan tanda inflamasi, batas tak tegas. Tendon achilles
dapat disertai atau tanpa adanya akumulasi cairan semisirkuler. 6
3. Tendinitis
Tendinitis adalah suatu jenis peradangan yang terjadi pada tendo Achilles.
Diagnosa yang akurat dalam tahapan cedera tendo sangat penting untuk
mulai perawatan. Secara umum gejala pertama dari peradangan yang
terjadi pada lapisan vaskular yang mengelilingi tendo. Achilles tendinitis
erat kaitannya dengan perkembangan edema lokal dan gangguan pada otot
bagian dasar dengan gangguan yang lebih kecil pada jaringan-jaringan

14
otot. Hal ini dapat mengakibatkan pemisahan jaringan-jaringan tendo dan
nantinya akan mengakibatkan kemerosotan dan penurunan fungsi pusat
(degenerasi focal). Achilles tendinitis diklasifikasikan menjadi 4 tingkat.
1,2,4

G. PENATALAKSANAAN
Pada saat cedera atau setelahnya, tubuh memulai proses penyembuhan.
Penyembuhan tendon adalah proses yang sangat kompleks dengan interaksi antara
darah dan selasal jaringan, mediator inflamasi dan matriks molekul. Tujuannya
adalah menyembuhkan dan memperbaiki proses untuk mencapai hemostasis,
integritas jaringan dan dapat memberikan dukungan terhadap beban. 3
Proses penyembuhan dapat dibagi menjadi tiga tahap penyembuhan. Tahap
pertama mencakup hemostasis yang berlangsung selama beberapa hari. Fase ini
dimulai segera setelah cedera. Terjadi pembentukan bekuan darah, trombosit aktif
dan terjadi vasodilatasi. Terdapat kaskade mediator pro-inflamasi yang mengarah
ke angiogenesis dan perekrutan sel inflamasi ke daerah cedera dan sel-sel ini

15
mulai dengan penghancuran bekuan darah dan debris. Tahap kedua, dikenal
sebagai proliferasi atau perbaikan, dimulai hari ke dua setelah cedera dan
berlangsung hingga 6-8 minggu. Fase ini ditandai dengan aktifitas sintetis oleh
makrofag dan fibroblas. 3,6
Terjadi pada beberapa hari setelah cedera dan menyebabkan perekrutan sel
dan melepaskan faktor pertumbuhan. Fibroblas memproduksi sebagian besar
kolagen tipe III untuk stabilitas sementara. Tahap ketiga, yang dikenal sebagai
renovasi atau fase 18 pematangan. Dimulai pada bulan 1-2 setelah cedera dan
dapat berlangsung selama lebih dari satu tahun. Selama fase ini, kolagen tipe I
mulai mendominasi dan struktur menjadi lebih teratur. Pada akhir fase ini
jaringan parut matur terbentuk, namun tendon akan menyembuh lambat namun
mungkin tidak lengkap. 3,6
Terapi kasus ruptur tendon dapat berupa operasi maupun non operasi
(tindakan konservatif). Berdasar klasifikasi menurut keparahannya, ruptur tendon
achilles tipe I dengan tindakan konservatif, tipe II dengan end to end anastomosis,
tipe III dengan tendon graft flap, possible synthetic graft, V-Y advancement,
Bosworth turndown, tendon transfer atau kombinasi. Sedang tipe IV dengan resesi
gatrocnemius, turndown, tendon transfer, free endon graft, synthetic graft atau
kombinasi. 8
1. Tindakan non operasi
Tindakan dengan konservatif sangat bervariasi. Secara klasik menggunakan
gips panjang di kaki dengan lutut tertekuk/fleksi dan tumit di equinus (selama 2-3
minggu), pemasangan gips pendek di kaki (selama 8 minggu). Pasien tidak boleh
menumpu beban selama 6 minggu pertama. 6,8
Pendekatan terkini dengan menggunakan bruce fungsional dengan penahan
beban sedang. Tindakan ini merupakan protokol yang agresif, yaitu dengan
menggunakan penjepit fungsional atau boot pra-fabrikasi. Pasien dimulai dengan
menaikkan pergelangan kaki plantar fleksi sampai 45 derajat. Kemudian secara
bertahap diturunkan menjadi netral (6 sampai 12 minggu). Latihan plantar fleksi
aktif dengan dorsofleksi selama beberapa waktu dan kemudian menjalani protokol
penguatan yang lebih agresif. 6,8

16
2. Tindakan operasi
Tindakan operasi meliputi teknik operasi terbuka, operasi terbuka terbatas,
dan perkutaneus. Tindakan operasi terbuka dengan membuat sayatan memanjang
sekitar 1 cm di medial ke tendon dengan menghindari iritasi dialas kaki. Sayatan
dilakukan melalui kulit dan jaringan subkutan selubung tendon (paratenon).
Perawatan yang hati-hati diparatenon penting untuk proses penyembuhan tendon.
Ujung tendon dilakukan debridement dan kemudian dijahit dengan
nonabsorbable. Terdapat kontraversi untung rugi dilakukan jahitan di epitenon.
Perlu diperhatikan tekanan akibat tindakan sehingga harus dipikirkan adanya
kolateral dari bagian sisi yang lain. 3,6,8
Plantaris sering digunakan sebagai suplemen lokal jika jaringan achilles
miskin nutrisi. Gangguan yang signifikan dan ruptur yang kronis mengakibatkan
fungsi tendon dialihkan ke fleksor longus digitorum, fleksor longus hallucis, atau
peroneal. 3,6,8
Teknik perkutan lebih populer. Beberapa perangkat (Integra Achillon, Teno-
Lig) dipromosikan untuk meminimalkan risiko terjepitnya saraf sural yang
merupakan komplikasi utama tindakan perkutan ini. Biasanya insisi kecil (1
cm) dibuat di lokasi ruptur (baik melintang atau membujur) yang memungkinkan
ruptur dapat terlihat. Tendon bagian proksimal dijepit dan dijahit perkutan melalui
tendon yang lebih proksimal dan ditarik masuk ke selubung tendon. Proses ini
diulang di bagian distal dan kemudian jahitan ini diikat bersama-sama. 3,8
Teknik terbuka yang terbatas menggunakan elemen hibrid terbuka dan teknik
perkutan untuk meminimalkan gangguan jaringan. Prinsip fiksasi stabil, panjang
tendon yang tepat, penanganan jaringan lunak secara hati-hati, dan perlindungan
terhadap struktur saraf harus selalu dilakukan. 3,8

H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tindakan konservatif pada ruptur tendon achilles antara lain
terjadinya ruptur ulang dan penurunan kemampuan fleksi dari plantar. Sedangkan
komplikasi tindakan operasi perkutaneus atau operasi terbuka adalah adanya
infeksi kulit superfisial, infeksi dalam, ulkus pada tumit, ruptur achilles ulang

17
parsial ataupun komplit. Namun kejadian ruptur ulang pada tindakan operasi
lebih rendah dibandingkan dengan tindakan hanya dengan konservatif. 1,2

I. PROGNOSIS
Kebanyakan orang yang mengalami ruptur tendo Achilles, tendo akan
kembali normal. Jika operasi dilakukan, tendo mungkin menjadi lebih kuat dan
kecil kemungkinannya untuk ruptur lagi. Biasanya, kegiatan berat, seperti berjalan
baru bisa dilakukan kembali setelah 6 minggu. Atlet biasanya kembali
berolahraga, setelah 4 sampai 6 minggu setelah cedera terjadi. 4
Dengan perawatan yang tepat dan rehabilitasi, prognosis ruptur achilles
tendon baik hingga sempurna (ad bonam). Banyak atlet yang mampu kembali ke
aktivitas level semula dengan tindakan bedah atau konservatif. Namun, individu
yang menjalani pembedahan lebih sedikit mengalami ruptur tendon achilles lagi.
Tingkat ruptur ulang untuk pengobatan operasi adalah 0-5% dibandingkan hampir
40% pada pasien yang menggunakan treatment konservatif. 3,4

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Bleakney RR, White LM, Maffuli N. Imaging of the Achilles tendon.


Available from http://www.springer.com/978-1-84628-628-5.
2. Kane V. Ruptur tendon Achilles. Available from
http://www.kerjanya.net/faq/5475-ruptur-tendon-achilles.html.
3. Anonim. Achilles tendon rupture. Available from
https://www.aofas.org/education/OrthopaedicArticles/Achillesruptures.
4. Kristoffer Weisskirchner. Achilles Tendon Rupture; Assessment Of
Nonoperative Treatment. Department Of Orthopedic Surgery, Copenhagen
University Hospital Hvidovre, Denmark. Danish Medical Journal. 2013.
5. C, Rasjad. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.
2009.
6. Wijesekera NT, Calder JD, Lee JCL. Imaging in the assessment and
management of achilles tendinopathy and paratendinitis. Seminars in
musculoskeletal radiology: 2011; 5(1): 89-100.
7. Hodgson RJ, O’connor PJ, Grainger AJ. Tendon and ligament imaging.
The British Journal of Radiology: 2012; 85: 1157-72.
8. Buono AD, Chan O, Maffulli. Achilles tendon: functional anatomy and
novel emerging models of imaging classification. 2012. International
Orthopaedics.

19

Anda mungkin juga menyukai