Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
INTUSUSEPSI
Oleh
Gusti Putri Desti Pratama
NIM. 1910027008
Dosen Pembimbing
dr. Yudanti Riastiti, Sp. Rad
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Intususepsi”. Referat
ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Yudanti Riastiti,
M.Kes, Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan banyak
bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam
referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan
referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat ini menjadi ilmu bermanfaat
bagi para pembaca
Penulis,
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................3
1.1. Latar Belakang................................................................................................3
1.2. Tujuan.............................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5
2.1. Anatomi Saluran Cerna...................................................................................5
2.2. Definisi Intususepsi.......................................................................................17
2.3. Epidemiologi Intususepsi..............................................................................17
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko Intususepsi.........................................................18
2.5. Patofisiologi Intususepsi...............................................................................19
2.6. Diagnosis Intususepsi ...................................................................................19
2.7. Penatalaksanaan Intusepsi.............................................................................20
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...................................................................................................18
3.2. Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 20
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Ileus obstruksi adalah hambatan pada satu atau lebih area di usus yang
disebabkan problem mekanik. Penyebab obstruksi mekanis pada lumen usus dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu lesi ekstrinsik, lesi intrinsik, dan obturasi. Penyebab lesi
ekstrinsik adalah adhesi. Lesi intrinsik adalah tumor, intususepsi, dan proses
inflamasi atau iskemik1. Pada refert ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah
intususepsi.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan secara umum mengenai Intususepsi. Tujuan secara khususnya
adalah mengetahui pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan dan melihat
gambaran radiologi yang khas pada intususepsi sehingga dapat mempermudah
menegakkan diagnosis serta membedakan dengan diagnosis bandingnya secara
radiologi.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Saluran Cerna
Dalam memahami intusepsi yang merupakan salah satu penyebab ileus
obstruksi, hal mendasar yang perlu dipahami adalah fisiologi dan anatomi saluran
cerna terutama yang berhubungan dengan motilitas usus1. Saluran cerna
menyediakan air, elektrolit, dan nutrien yang dibutuhkan untuk metabolisme
tubuh melalui proses:
1. Pergerakan makanan melalui saluran cerna
2. Sekresi cairan digestif dan proses pencernaan makanan
3. Absorbsi
4. Sirkulasi darah melalui saluran cerna untuk membawa substansi yang
diabsorbsi
5. Sistem pengaturan dari semua proses diatas dengan sistem lokal usus, sistem
saraf dan sistem hormonal.1
4
sebagai sinsitium yang berarti pada saat potensial aksi ditimbulkan di mana saja pada
massa otot usus, sinyal elektrik akan diteruskan ke segala arah pada otot, sedangkan
jarak penerusan sinyal tersebut tergantung pada eksitabilitas otot4.
Regulator saluran cerna. Ada empat faktor yang menjadi regulator utama
dalam saluran cerna, yaitu:
5
Selain adanya potensial slow waves dan spikes, terdapat banyak faktor
yang membuat level voltase pada resting membrane potential dapat berubah.
Faktor yang dapat menyebabkan depolarisasi membrane (sel otot lebih
mudah tereksitasi) yaitu peregangan pada otot, stimulasi asetilkolin,
stimulasi syaraf parasimpatis dan stimulasi pada hormon gastrointestinal.
Sedangkan faktor yang menyebabkan hiperpolarisasi membrane (sel otot
lebih sulit tereksitasi) adalah norepinefrin atau epinefrin dan stimulasi syaraf
simpatis.4
B. Sistem Saraf Enterik (Saraf Intrinsik)
Sistem syaraf enterik terdiri atas dua pleksus, yaitu pleksus myenterik
yang fungsi utamanya adalah mengontrol pergerakan gastrointestinal dan
pleksus submukosa yang terutama berperan dalam sekresi gastrointestinal
dan aliran darah lokal. Walaupun kedua pleksus ini dapat bekerja sendiri,
namun stimulasi dari syaraf simpatis dan parasimpatis mempengaruhi kerja
keduanya. Pleksus myenterik bersifat baik eksitatorik maupun inhibitorik,
di mana peran inhibitorik ini lebih pada penghambatan kontraksi sfingter
misalnya pada sfingter pilorik yang mengontrol pengosongan lambung.
Pleksus submukosa berperan pada sekresi intestinal, absorpsi lokal dan
kontraksi lokal.4
C. Sistem Saraf Ekstrinsik
Stimulasi syaraf parasimpatik secara umum meningkatkan aktivitas
sebagian besar dari fungsi gastrointestinal. Sedangkan stimulasi syaraf
simpatik menghambat aktivitas traktus gastrointestinal4
D. Kontrol Hormonal
Hormon yang berpengaruh ialah: gastrin, kolesitokinin
(menghambat kontraksi lambung secara moderat, mencetuskan kontraksi
pada kandung empedu), sekretin, dan motilin (satu-satunya fungsi dari
motilin yang diketahui adalah peningkatan motilitas gastrointestinal4
6
Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus lainnya 3.
Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus
yang masuk (menginvaginasi) disebutintussusceptum dan bagian yang menerima
intussusceptum (diinvaginasi) disebut intussuscipiens. Sinonim dari intussusception
adalah telescoping usus dan invaginasi usus. Intussusception diklasifikasikan
berdasarkan lokasi dari traktus alimentary yaitu: ileoocolic, cecocolic, enteroenteric,
duodenogastric, dan gastroesophageal.
Gambar 2. Intususepsi
7
(185), Israel (219), Vietnam (302), danKorea Selatan (328). Sedangkan
beberapanegara dengan insidens rendah, di bawah 20 kejadian per 100.000 orang
adalah Finlandia (20), India (18), Malaysia (18), dan Bangladesh (9)6. Berdasarkan
keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim dingin, diperoleh hasil yang
bervariasi. Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak
pada musim semi, musim panas dan pertengahan musim dingin, dimana pada periode
ini berhubungan dengan tingginya angka kejadian gastroenteritis musiman dan infeksi
saluran napas7.
Intususepsi dapat terjadi karena idiopatik atau karena kausal tertentu. Pada
anak, sekitar 90% kasus intususepsi merupakan kasus idiopatik.Kasus intususepsi
idiopatik seringkali diasumsikan karena peristaltik usus yang tidak terkoordinasi, atau
karena hiperplasia limfoid, yang mungkin terjadi pada infeksi gastrointestinal 8.
Perbedaan asupan makanan pada bayi, ASI, antibodi maternal, prevalensi
enteropatogen seperti adenovirus dan rotavirus, berkontribusi pada risiko terjadinya
intususepsi. Hanya 10% kasus intususepsi pada anak yang termasuk intususepsi
sekunder, yaitu mempunyai patologi pada usus, seperti massa fokal atauabnormalitas
dinding usus8. Beberapa jurnal juga menghubungkan kejadian intususepsi dengan
penggunaan vaksin rotavirus. Greenberg membahas keamanan penggunaan vaksin
rotavirus monovalent di Meksiko dan Brazil. Dari laporan tersebut ditemukan
peningkatan risiko intususepsi pada anak dalam 1 minggu pertama pasca-pemberian
vaksin pertama kali9. Untuk pemberian vaksin kedua, risiko intususepsi dianggap
meningkat dalam 2 – 3 minggu setelah vaksinasi9.
Berbeda dengan kasus intususepsi pada anak, kasus intususepsi pada dewasa
90% merupakan kasus intususepsi sekunder,diman ditemukan kausalnya10. Pada
kasus intususepsi sekunder pada orang dewasa ditemukan kelainan atau titik
patologis10. Beberapa contoh penyebab adalah karsinoma, polip, divertikel Meckel’s,
divertikulum kolon, striktur, atau neoplasma jinak yang sering ditemukan
8
intraoperatif10. Adenokarsinoma merupakan keganasan yang paling sering ditemukan
pada intususepsi di kolon; sedangkan di usus halus, metastasis menjadi penyebab
tersering11.
2.5. Patofisiologi Intususepsi
9
terutama dewasa datang dengan gejala tidak spesifik seperti muntah,
nyeri perut, menangis, berlebihan, letargis, atau keluhan lain karena
obstruksi usus, sehingga salah diagnosis13.
Obstruksi yang terjadi oleh karena intususepsi, saat sumbatan masih sebagian,
dapat teraba massa panjang berbentuk sosis atau disebut curved sauge di bagian
kanan atas, kanan bawah, tengah atas atau kiri bawah 15. Benjolan mudah teraba saat
terdapat gerakan peristaltik15. Sedangkan bagian perut kanan bawah dapat teraba
kosong atau disebut dengan dance sign, hal ini disebabkan sekum dan kolong yang
naik ke atas ikut masuk ke dalam intususepsi15.
10
menunjukkan gejala peristltik yang jelas, dan jika berlanjut dapat muntah hijau dan
dehidrasi15.
Penegakan Diagnosis
Kriteria Mayor:
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti
dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama
sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal
berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada
gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan
rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada pemeriksaan “Rectal
Toucher“.
Kriteria Minor
11
- Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan
invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi
oleh enema tersebut.
- Kriteria Autopsi Invaginasi dari usus
Level 3 – Possible
- Empat atau lebih kriteria minor
12
Gambar 6. Gamb
13
Gambar 7. Gambaran xray intususepsi dengan
crescent sign
14
Gamb
c. CT-Scan
CT-Scan telah menjadi modalitas pilihan untuk penilaian perut akut
pada orang dewasa, dan dengan demikian paling sering memberikan
gambaran intususepsi pada kasus – kasus dengan gejala yang tidak
spesifik16. intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan
gambaran klasik seperti pada USG yaitu target sign16.
d. USG
Ultrasonografi memiliki tingkat false-negative mendekati nol dan
merupakan alat skrining yang dapat diandalkan untuk anak-anak
dengan risiko intususepsi16. Namun, anak-anak dengan temuan klasik
intususepsi perlu diselidiki dengan kontras enema, yang merupakan
diagnostik (standar emas dalam diagnosis intususepsi) dan
terapeutik16.
Tanda USG meliputi:
Tanda target (juga dikenal sebagai tanda donat)/ Target sign
Tanda pseudokidney
Sabit dalam tanda donat/Crescent sign
15
(a) (b)
Gambar 10 (a) dan (b) temuan intususepsi yang dilakukan pada pemeriksaan
USG dengan menunjukkan target sign
16
Gambar 11 temuan intususepsi yang dilakukan pada pemeriksaan USG dengan
menunjukkan pseudokidney sign
17
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dibab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan, bahwa :
1. Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus
lainnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi
sebaliknya. Bagian usus yang masuk (menginvaginasi)
disebutintussusceptum dan bagian yang menerima intussusceptum
(diinvaginasi) disebut intussuscipiens.
2. Intususepsi dapat terjadi karena idiopatik atau karena kausal tertentu. Pada
anak, sekitar 90% kasus intususepsi merupakan kasus idiopatik.Kasus
intususepsi idiopatik seringkali diasumsikan karena peristaltik usus yang
tidak terkoordinasi, atau karena hiperplasia limfoid, yang mungkin terjadi
pada infeksi gastrointestinal. Perbedaan asupan makanan pada bayi, ASI,
antibodi maternal, prevalensi enteropatogen seperti adenovirus dan
rotavirus, berkontribusi pada risiko terjadinya intususepsi.
3. Trias gejala intususepsi yaitu: (1)Nyeri perut yang datanya tiba-tiba dan
bersifat hilang timbul. Nyeri dapat menghilang selama 10-20 menit,
kemudian disusul serangan nyeri kembali berikuntnya. (2)Terdapat massa
berbentuk tumor di perut berbentuk curved sauge. (3) Buang air besar
campur lendir darah atau currant jelly.
4. Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis intusespsi adalah foto polos abdomen, foto kontras
18
barium enema, CT-Scan, dan USG. Pada foto polos, dapat ditemukan
gambaran air fluid level, obstruksi berupa massa lunak yang memanjang,
dan beberapa gambaran khusus seperti target sign, crescent sign, dan
absent liver edge. Pada pemeriksaan kontras dengan barium enema yang
merupakan gold standard ditemukan gambaran coiled sring appearance.
Pemeriksaan dengan CT- Scan diperoleh gambaran target sign dan
pemeriksaan dengan USG juga diperoleh gambaran target sign,
pseudokidney dan crescent sign.
5. Penatalaksanaan intususepsi dapat dilakukan dengan reduksi baik dengan
udara dan barium enema. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan
operatif.
3.2. Saran
Berdasarkan uraian diatas disarankan agar dapat mengetahui dan memahami
etiologi, patogenesis, gambaran klinis, radiologi dan penatalaksaan sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya perburukan penyakit dan komplikasi.
Diharapkan juga penulisan referat terbaru mengenai intususepsi maupun penyakit
lainnya sehingga pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit dapat bertambah.
19
DAFTAR PUSTAKA
20