Anda di halaman 1dari 21

Laboratorium / SMF Ilmu Radiologi REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

INTUSUSEPSI

Oleh
Gusti Putri Desti Pratama
NIM. 1910027008

Dosen Pembimbing
dr. Yudanti Riastiti, Sp. Rad

Laboratorium / SMF Ilmu Radiologi


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oktober 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Intususepsi”. Referat
ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Yudanti Riastiti,
M.Kes, Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan banyak
bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam
referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan
referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat ini menjadi ilmu bermanfaat
bagi para pembaca

Samarinda, Oktober 2019

Penulis,

Gusti Putri Desti Pratama

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................3
1.1. Latar Belakang................................................................................................3
1.2. Tujuan.............................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5
2.1. Anatomi Saluran Cerna...................................................................................5
2.2. Definisi Intususepsi.......................................................................................17
2.3. Epidemiologi Intususepsi..............................................................................17
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko Intususepsi.........................................................18
2.5. Patofisiologi Intususepsi...............................................................................19
2.6. Diagnosis Intususepsi ...................................................................................19
2.7. Penatalaksanaan Intusepsi.............................................................................20
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...................................................................................................18
3.2. Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 20

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ileus obstruksi adalah hambatan pada satu atau lebih area di usus yang
disebabkan problem mekanik. Penyebab obstruksi mekanis pada lumen usus dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu lesi ekstrinsik, lesi intrinsik, dan obturasi. Penyebab lesi
ekstrinsik adalah adhesi. Lesi intrinsik adalah tumor, intususepsi, dan proses
inflamasi atau iskemik1. Pada refert ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah
intususepsi.

Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus


lainnya2. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya.
Bagian usus yang masuk (menginvaginasi) disebut intussusceptum dan bagian yang
menerima intussusceptum (diinvaginasi) disebut intussuscipiens. Sinonim dari
intussusception adalah telescoping usus dan invaginasi usus3. Intususepsi dapat terjadi
pada segala usia, terutama pada anak-anak.Penyebab intususepsi pada anak mayoritas
idiopatik. Sedangkan intususepsi pada orang dewasa mayoritas bersifat sekunder,
disebabkanpenyakit lain seperti polip, neoplasma, striktur, atau divertikulum2.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan secara umum mengenai Intususepsi. Tujuan secara khususnya
adalah mengetahui pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan dan melihat
gambaran radiologi yang khas pada intususepsi sehingga dapat mempermudah
menegakkan diagnosis serta membedakan dengan diagnosis bandingnya secara
radiologi.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Saluran Cerna
Dalam memahami intusepsi yang merupakan salah satu penyebab ileus
obstruksi, hal mendasar yang perlu dipahami adalah fisiologi dan anatomi saluran
cerna terutama yang berhubungan dengan motilitas usus1. Saluran cerna
menyediakan air, elektrolit, dan nutrien yang dibutuhkan untuk metabolisme
tubuh melalui proses:
1. Pergerakan makanan melalui saluran cerna
2. Sekresi cairan digestif dan proses pencernaan makanan
3. Absorbsi
4. Sirkulasi darah melalui saluran cerna untuk membawa substansi yang
diabsorbsi
5. Sistem pengaturan dari semua proses diatas dengan sistem lokal usus, sistem
saraf dan sistem hormonal.1

Gambar 1. Potongan melintang usus

Otot halus pada usus tersusun sebagai kumparan-kumparan yang membentuk


serat otot. Sinyal elektrik yang menginisiasi kontraksi otot dapat berpindah dari satu
serat otot ke serat otot usus lain pada setiap kumparan. Setiap lapisan otot berfungsi

4
sebagai sinsitium yang berarti pada saat potensial aksi ditimbulkan di mana saja pada
massa otot usus, sinyal elektrik akan diteruskan ke segala arah pada otot, sedangkan
jarak penerusan sinyal tersebut tergantung pada eksitabilitas otot4.

Regulator saluran cerna. Ada empat faktor yang menjadi regulator utama
dalam saluran cerna, yaitu:

a. Fungsi pergerakan autonomus otot saluran cerna


b. Saraf instrinsik
c. Saraf ekstrinsik
d. Hormon pada saluran cerna.

A. Fungsi Pergerakan Otonom Otot Saluran Cerna


Aktivitas elektrik pada otot halus gastrointestinal memiliki dua tipe yaitu:
1. Slow waves
Jenis sinyal elektrik pada tipe ini bukanlah suatu potensial aksi melainkan
perubahan resting membrane potential di mana semakin lama akan membuat
membran menjadi kurang negative (atau lebih positif) sehingga mencetuskan
spikes. Slow waves tidak menyebabkan kalsium tidak masuk ke dalam sel
sebagai akibatnya slow waves tidak menimbulkan kontraksi otot. Proses dari
slow waves belum diketahui secara jelas namun diduga merupakan interaksi
kompleks antara sel otot halus dan interstitials cells of Cajal yang mana sel
ini dipercaya memiliki aksi sebagai pacu elektrik pada sel otot halus.
2. Spikes
Spikes adalah potensial aksi yang sesungguhnya , yang terjadi setiap resting
membrane potential menjadi lebih positif dari – 40 milivolt. Yang berperan
dalam timbulnya potensial aksi pada otot halus gastrointestinal adalah
membuka dan menutupnya kanal ion kalsium yang membuka secara lambat
sehingga memungkinkan terjadinya potensial aksi berdurasi panjang4

5
Selain adanya potensial slow waves dan spikes, terdapat banyak faktor
yang membuat level voltase pada resting membrane potential dapat berubah.
Faktor yang dapat menyebabkan depolarisasi membrane (sel otot lebih
mudah tereksitasi) yaitu peregangan pada otot, stimulasi asetilkolin,
stimulasi syaraf parasimpatis dan stimulasi pada hormon gastrointestinal.
Sedangkan faktor yang menyebabkan hiperpolarisasi membrane (sel otot
lebih sulit tereksitasi) adalah norepinefrin atau epinefrin dan stimulasi syaraf
simpatis.4
B. Sistem Saraf Enterik (Saraf Intrinsik)
Sistem syaraf enterik terdiri atas dua pleksus, yaitu pleksus myenterik
yang fungsi utamanya adalah mengontrol pergerakan gastrointestinal dan
pleksus submukosa yang terutama berperan dalam sekresi gastrointestinal
dan aliran darah lokal. Walaupun kedua pleksus ini dapat bekerja sendiri,
namun stimulasi dari syaraf simpatis dan parasimpatis mempengaruhi kerja
keduanya. Pleksus myenterik bersifat baik eksitatorik maupun inhibitorik,
di mana peran inhibitorik ini lebih pada penghambatan kontraksi sfingter
misalnya pada sfingter pilorik yang mengontrol pengosongan lambung.
Pleksus submukosa berperan pada sekresi intestinal, absorpsi lokal dan
kontraksi lokal.4
C. Sistem Saraf Ekstrinsik
Stimulasi syaraf parasimpatik secara umum meningkatkan aktivitas
sebagian besar dari fungsi gastrointestinal. Sedangkan stimulasi syaraf
simpatik menghambat aktivitas traktus gastrointestinal4
D. Kontrol Hormonal
Hormon yang berpengaruh ialah: gastrin, kolesitokinin
(menghambat kontraksi lambung secara moderat, mencetuskan kontraksi
pada kandung empedu), sekretin, dan motilin (satu-satunya fungsi dari
motilin yang diketahui adalah peningkatan motilitas gastrointestinal4

2.2. Definisi Intususepsi

6
Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus lainnya 3.
Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus
yang masuk (menginvaginasi) disebutintussusceptum dan bagian yang menerima
intussusceptum (diinvaginasi) disebut intussuscipiens. Sinonim dari intussusception
adalah telescoping usus dan invaginasi usus. Intussusception diklasifikasikan
berdasarkan lokasi dari traktus alimentary yaitu: ileoocolic, cecocolic, enteroenteric,
duodenogastric, dan gastroesophageal.

Gambar 2. Intususepsi

2.3. Epidemiologi Intususepsi

Insidensi intususepsi di berbagai negara menunjukkan variasi angka kejadian.


Pada anak di bawah usia 1 tahun, insidens mulai dari 35 tiap 100.000 anak di Brazil
sampai 1200 tiap 100.000 anak di Inggris 5. Angka kejadian intususepsi di Amerika
Utara, Asia, Eropa, Oseania, Afrika, Mediteranian Timur, Amerika Selatan juga
Amerika Tengah menunjukkan angka kejadian terendah adalah pada usia 0 – 2 bulan,
yaitu 13-37 per 100.000 orang daninsidens tertinggi pada usia 4 – 7 bulan, yaitu 97 –
126 per 100.000 orang. Terdapat beberapa negara dengan insidensi yang tinggi yaitu
lebih dari 100 per 100.000 orang, yaitu Australia (101), Hongkong (108), Jepang

7
(185), Israel (219), Vietnam (302), danKorea Selatan (328). Sedangkan
beberapanegara dengan insidens rendah, di bawah 20 kejadian per 100.000 orang
adalah Finlandia (20), India (18), Malaysia (18), dan Bangladesh (9)6. Berdasarkan
keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim dingin, diperoleh hasil yang
bervariasi. Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak
pada musim semi, musim panas dan pertengahan musim dingin, dimana pada periode
ini berhubungan dengan tingginya angka kejadian gastroenteritis musiman dan infeksi
saluran napas7.

2.4. Etiologi dan Faktor Intususpsi

Intususepsi dapat terjadi karena idiopatik atau karena kausal tertentu. Pada
anak, sekitar 90% kasus intususepsi merupakan kasus idiopatik.Kasus intususepsi
idiopatik seringkali diasumsikan karena peristaltik usus yang tidak terkoordinasi, atau
karena hiperplasia limfoid, yang mungkin terjadi pada infeksi gastrointestinal 8.
Perbedaan asupan makanan pada bayi, ASI, antibodi maternal, prevalensi
enteropatogen seperti adenovirus dan rotavirus, berkontribusi pada risiko terjadinya
intususepsi. Hanya 10% kasus intususepsi pada anak yang termasuk intususepsi
sekunder, yaitu mempunyai patologi pada usus, seperti massa fokal atauabnormalitas
dinding usus8. Beberapa jurnal juga menghubungkan kejadian intususepsi dengan
penggunaan vaksin rotavirus. Greenberg membahas keamanan penggunaan vaksin
rotavirus monovalent di Meksiko dan Brazil. Dari laporan tersebut ditemukan
peningkatan risiko intususepsi pada anak dalam 1 minggu pertama pasca-pemberian
vaksin pertama kali9. Untuk pemberian vaksin kedua, risiko intususepsi dianggap
meningkat dalam 2 – 3 minggu setelah vaksinasi9.
Berbeda dengan kasus intususepsi pada anak, kasus intususepsi pada dewasa
90% merupakan kasus intususepsi sekunder,diman ditemukan kausalnya10. Pada
kasus intususepsi sekunder pada orang dewasa ditemukan kelainan atau titik
patologis10. Beberapa contoh penyebab adalah karsinoma, polip, divertikel Meckel’s,
divertikulum kolon, striktur, atau neoplasma jinak yang sering ditemukan

8
intraoperatif10. Adenokarsinoma merupakan keganasan yang paling sering ditemukan
pada intususepsi di kolon; sedangkan di usus halus, metastasis menjadi penyebab
tersering11.
2.5. Patofisiologi Intususepsi

Intususepsi sering berhubungan dengan enteritis (yang disebabkan oleh


parasitisme, infeksi virus atau bakteri, perubahan diet , benda asing dan massa) atau
penyakit sistemik walaupun penyebab intussusception pada umumnya tidak
diketahui1. Terjadinya intususepsi diduga karena adanya peristaltik usus yang tidak
terkoordinasi atau adanya hiperplasia karena diare8. Intususepsi juga berhubungan
dengan pemberian makanan pada anak, pemberian makanan pengganti ASI sebelum
waktunya menimbulkan pembengkakan payer patch di ileum terminalis,
menyebabkan invaginasi segmen ileum ke kolon proksimal12. Tipe intususepsi ini
yang paling sering terjadi, sesuai dengan hasil studi yang menyatakan 88,46% kasus
merupakan intususepsi ileokolikal12. Jika segmen ileum masuk ke kolon, terjadi
kompresi pembuluh darah mesenterika, menyebabkan inflamasi dan edema intestinal
yang dapat berujung pada obstruksi usus, gangguan vaskuler, dan bahkan nekrosis
usus12.

2.6. Diagnosis Intususepsi


2.6.1. Gambaran klinik
Gejala klasik intususepsi pada anak adalah nyeri perut, muntah, dan
defekasi darah yang sering disebut currant jelly13. Trias gejala intususepsi
yaitu:
1. Nyeri perut yang datanya tiba-tiba dan bersifat hilang timbul. Nyeri
dapat menghilang selama 10-20 menit, kemudian disusul serangan
nyeri kembali berikuntnya.
2. Terdapat massa berbentuk tumor di perut berbentuk curved sauge
3. Buang air besar campur lendir darah atau currant jelly.14
Jika gejala klasik ditemukan, maka kemungkinan intususepsi 96%,
namun gejala klasik ini hanya ditemukan pada 25%13. Mayoritas pasien,

9
terutama dewasa datang dengan gejala tidak spesifik seperti muntah,
nyeri perut, menangis, berlebihan, letargis, atau keluhan lain karena
obstruksi usus, sehingga salah diagnosis13.

Gambar 3 Red Currant Jelly Stool

Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan:


1. Tonus sfingter melemah, pada beberapa kasus dapat teraba massa
2. Bila tangan ditarik, dapat ditemukan lendir bercampur darah

Obstruksi yang terjadi oleh karena intususepsi, saat sumbatan masih sebagian,
dapat teraba massa panjang berbentuk sosis atau disebut curved sauge di bagian
kanan atas, kanan bawah, tengah atas atau kiri bawah 15. Benjolan mudah teraba saat
terdapat gerakan peristaltik15. Sedangkan bagian perut kanan bawah dapat teraba
kosong atau disebut dengan dance sign, hal ini disebabkan sekum dan kolong yang
naik ke atas ikut masuk ke dalam intususepsi15.

Sesudah serangan pertama, 18-24 jam setelahnya, obstruksi dapat berubah


menjadi obstruksi total, pada kondisi ini, massa sudah sulit untuk diraba, terdapat
tanda – tanda obstruksi yang jelas, disertai edem yang semakin parah, pasien mulai

10
menunjukkan gejala peristltik yang jelas, dan jika berlanjut dapat muntah hijau dan
dehidrasi15.

Penegakan Diagnosis

Kriteria penegakan diagnosis berdasarkan The Brighton Collaboration


Intussusception Working Group dibagi menjadi:

Kriteria Mayor:

1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti
dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama
sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal
berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada
gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan
rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada pemeriksaan “Rectal
Toucher“.

Kriteria Minor

1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun


2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Letargi
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :

Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

- Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan

11
- Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan
invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi
oleh enema tersebut.
- Kriteria Autopsi Invaginasi dari usus

Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)


- Dua kriteria mayor
- Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 – Possible
- Empat atau lebih kriteria minor

2.6.2. Gambaran Laboratorium


Hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas
elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).
2.6.3. Gambaran Radiologis
a. Foto Polos Abdomen
Pada foto polos abdomen, ditemukan gambaran massa jaringan lunak
yang memanjang dengan bagian proksimalnya terlihat obstruksi16.
Distribusi udara dalam usus tidak merata, dan bila telah lanjut dapat
terlihat gambaran obstruksi berupa air fluid level16. Meskipun xray
memberikan gambaran paing banyak berupa obstruksi yang non
spesifik, namun pada intususepsi terdapat gambaran sepesifik berupa
absent liver edge, target sign,dan crescent sign17.

12

Gambar 4. Intususepsi Gambaran massa lunak yang memanjang


Gambar 5. Gambaran xray intususepsi dengan
absent liver edge

Gambar 6. Gamb

13
Gambar 7. Gambaran xray intususepsi dengan
crescent sign

b. Foto Kontras Barium Enema


foto kontras masih merupakan gold standard dalam melakukan
penegakan diagnosis intususepsi16. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai
aat diagnostik sekaligus traupetik16. Pada pemeriksaan ini ditemukan
gambaran coiled spring appearance16.

14
Gamb
c. CT-Scan
CT-Scan telah menjadi modalitas pilihan untuk penilaian perut akut
pada orang dewasa, dan dengan demikian paling sering memberikan
gambaran intususepsi pada kasus – kasus dengan gejala yang tidak
spesifik16. intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan
gambaran klasik seperti pada USG yaitu target sign16.

Gambar 9 menunjukkan intususepsi pada pemeriksaan CT - Scan menunjukkan


target sign

d. USG
Ultrasonografi memiliki tingkat false-negative mendekati nol dan
merupakan alat skrining yang dapat diandalkan untuk anak-anak
dengan risiko intususepsi16. Namun, anak-anak dengan temuan klasik
intususepsi perlu diselidiki dengan kontras enema, yang merupakan
diagnostik (standar emas dalam diagnosis intususepsi) dan
terapeutik16.
Tanda USG meliputi:
 Tanda target (juga dikenal sebagai tanda donat)/ Target sign
 Tanda pseudokidney
 Sabit dalam tanda donat/Crescent sign

15
(a) (b)

Gambar 10 (a) dan (b) temuan intususepsi yang dilakukan pada pemeriksaan
USG dengan menunjukkan target sign

16
Gambar 11 temuan intususepsi yang dilakukan pada pemeriksaan USG dengan
menunjukkan pseudokidney sign

2.7 Penatalaksanaan Intususepsi


Terapi intususepsi pada anak berawal dari terapi operasi segera
setelah diagnosis; saat ini reduksi radiologis rutin dilakukan dengan
morbiditas minimal8. Operasi tetap menjadi pilihan pada pasien yang
tidak stabil, ditemukan peritonitis atau perforasi, tidak ada ahli radiologi,
atau yang paling sering, jika reduksi enema gagal8. Reduksi non-operatif
menjadi pilihan pertama pada anak kecuali jika ditemukan tanda
perforasi usus atau peritonitis8.
Reduksi dapat dilakukan dengan bantuan fluoroskopi atau
ultrasonografi dengan enema hidrostatik (kontras larut air atau barium)
atau pneumatik (menggunakan udara)18. Kelebihan enema
menggunakan barium dibanding udara adalah dapat menjadi sarana
diagnostik.18 Barium enema juga dapat mengidentifikasi lesi patologis
lebih baik dibanding udara18. Reduksi dianggap berhasil jika klinis
membaik dan terdapat refluks dari ileum ke katup ileosekal18. Angka
keberhasilan barium enema sebagai terapi sekitar 40 – 90% tergantung
banyak faktor yang berkaitan dengan pasien, operator, ataupun
institusi18. Keunggulan utama reduksi intususepsi menggunakan udara
adalah paparan radiasi rendah dan risiko peritonitis rendah jika terjadi
perforasi.18 Selain itu, penggunaan udara membuat tindakan reduksi lebih
cepat, aman, dan murah dibandingkan menggunakan barium.18 Reduksi
dengan udara lebih berhasil dengan komplikasi tidak signifikan18.

17
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dibab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan, bahwa :
1. Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus
lainnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi
sebaliknya. Bagian usus yang masuk (menginvaginasi)
disebutintussusceptum dan bagian yang menerima intussusceptum
(diinvaginasi) disebut intussuscipiens.
2. Intususepsi dapat terjadi karena idiopatik atau karena kausal tertentu. Pada
anak, sekitar 90% kasus intususepsi merupakan kasus idiopatik.Kasus
intususepsi idiopatik seringkali diasumsikan karena peristaltik usus yang
tidak terkoordinasi, atau karena hiperplasia limfoid, yang mungkin terjadi
pada infeksi gastrointestinal. Perbedaan asupan makanan pada bayi, ASI,
antibodi maternal, prevalensi enteropatogen seperti adenovirus dan
rotavirus, berkontribusi pada risiko terjadinya intususepsi.
3. Trias gejala intususepsi yaitu: (1)Nyeri perut yang datanya tiba-tiba dan
bersifat hilang timbul. Nyeri dapat menghilang selama 10-20 menit,
kemudian disusul serangan nyeri kembali berikuntnya. (2)Terdapat massa
berbentuk tumor di perut berbentuk curved sauge. (3) Buang air besar
campur lendir darah atau currant jelly.
4. Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis intusespsi adalah foto polos abdomen, foto kontras

18
barium enema, CT-Scan, dan USG. Pada foto polos, dapat ditemukan
gambaran air fluid level, obstruksi berupa massa lunak yang memanjang,
dan beberapa gambaran khusus seperti target sign, crescent sign, dan
absent liver edge. Pada pemeriksaan kontras dengan barium enema yang
merupakan gold standard ditemukan gambaran coiled sring appearance.
Pemeriksaan dengan CT- Scan diperoleh gambaran target sign dan
pemeriksaan dengan USG juga diperoleh gambaran target sign,
pseudokidney dan crescent sign.
5. Penatalaksanaan intususepsi dapat dilakukan dengan reduksi baik dengan
udara dan barium enema. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan
operatif.
3.2. Saran
Berdasarkan uraian diatas disarankan agar dapat mengetahui dan memahami
etiologi, patogenesis, gambaran klinis, radiologi dan penatalaksaan sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya perburukan penyakit dan komplikasi.
Diharapkan juga penulisan referat terbaru mengenai intususepsi maupun penyakit
lainnya sehingga pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit dapat bertambah.

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai